Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Hakikat Biologi SBG Sains Dan Implementasinya DLM Pmbelajaran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

Implementasi Empirisme melalui Experiential Learning dalam

Pengembangan Pembelajaran Biologi Sesuai Hakikat Pendidikan


Biologi

Disusun Oleh:
Riza Sativani Hayati, S.Pd./12708251080/Pendidikan Sains Kons. Biologi Kelas D

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Selama ini, mata pelajaran biologi dipahami siswa sebagai mata pelajaran
hafalan. Dimana fakta-fakta biologi dihafalkan oleh siswa, tidak difahami sebagai
suatu proses biologi. Sehingga dibutuhkan suatu model pembelajaran yang mampu
membimbing siswa untuk mendapatkan proses, produk, keterampilan, dan aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari sesuai hakikan pendidikan biologi itu sendiri.
Dalam filsafat ilmu pendidikan, kita mengenal banyak aliran yang berperan
dalam pengembangan dan landasan pendidikan, salah satunya adalah empirisme.
Empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak
tergantung pada lingkungan,terutama proses membangun pengetahuan adalah dengan
pengalaman konkrit.
Salah satu implementasi empirisme dalam proses pembelajaran biologi agar
sesuai dengan hakikat pendidikan biologi adalah dengan experiential learning. Pada
dasarnya pembelajaran pengalaman langsung (experiential learning) tidak semata-
mata menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran
atau sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis,
tetapi belajar adalah proses yang melibatkan seluruh komponen fisik dengan psikis
seseorang dalam sebuah tindakan atau prilaku yang sangat kompleks yang dialami
oleh seseorang secara sendiri yang bersumber dari lingkungannya. Pembelajaran
langsung (experiential learning) dimaksudkan agar siswa dalam kegiatan belajar
siswa mengalami langsung peristiwa belajar tersebut.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai empat hal pokok,
yakni hakikat pendidikan biologi, empirisme, pembelajaran empirisme, dan
experiential learning sebagai salah satu implementasi empirisme dalam proses
pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan
biologi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan, maka diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa hakikat pendidikan biologi?
b. Apa yang dimaksud dengan empirisme?
c. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran empirisme?
d. Bagaimana experiential learning dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
biologi untuk mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi?

3. Tujuan
Berikut ini merupakan tujuan pembahasan implementasi empirisme dalam
pengembangan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi :
a. Memahami hakikat pendidikan biologi.
b. Mengetahui empirisme.
c. Memahami pembelajaran empirisme.
d. Memahami implementasi experiential learning dalam pembelajaran biologi untuk
mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pendidikan Biologi
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang
pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput disebut paedagogos.
Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti
mengeluarkan sesuatu sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris,
pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih
intelektual (Suwarno, 2006).
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses memanusiakan manusia muda.
Melalui pendidikan banyak aspek diharapkan akan dapat dicapai. Proses pendidikan
merupakan proses aktif, yang dilakukan oleh peserta pendidikan dengan kesadaran
untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap dirinya dan terhadap
masyarakat. Pendidikan sebagai pertolongan atau pengaruh yang diberikan oleh orang
yang bertanggung jawab kepada anak agar anak menjadi dewasa. Dalam pendidikan
terjadi hidup bersama dalam kesatuan yang memungkinkan terjadi pemanusiaan anak.
Dengan pendidikan terjadi pelaksanaan nilai-nilai dan manusia berproses untuk
akhirnya bisa membudaya (melaksanakan) sendiri sebagai manusia purnawan
(Dryarkara, 2006).
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup dan logos
yang artinya ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuatu yang hidup
beserta masalah-masalah yang menyangkut kehidupan. Obyek kajian biologi sangat luas dan
mencakup semua makhluk hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi
yang mengkhususkan diri pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya
anatomi, anastesi, zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi,ekologi, genetika,
embriologi, entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi,mikrobiologi,
morfologi, paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.
Biologi menduduki posisi sangat strategis dan mempunyai kedudukan unik
dalam struktur keilmuan. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam atau natural
science, biologi mempunyai kesamaan dengan cabang atau disiplin lainnya dalam
sains, yaitu mempelajari gejala alam, dan merupakan sekumpulan konsep, prinsip,
teori (produk sains), cara kerja atau metode ilmiah (proses sains), dan di dalamnya
terkandung sejumlah nilai dan sikap. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu yang
mempelajari manusia, biologi berbeda dari sosiologi atau psikologi.
Karakteristik biologi sebagai ilmu pengetahuan alam atau sains adalah
sebagai berikut:
a. Obyek kajian berupa benda konkret dan dapat ditangkap indera.
b. Dikembangkan berdasarkan pengalaman empiris (pengalaman nyata).
c. Memiliki langkah-langkah sistematis yang bersifat baku.
d. Menggunakan cara berfikir logis, yang bersifat deduktif artinya berfikir dengan
menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus menjadi ketentuan yang berlaku umum.
Bersifat deduktif artinya berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum
menjadi ketentuan khusus.
e. Hasilnya bersifat obyektif atau apa adanya, terhindar dari kepentingan pelaku
(subyektif).
Berdasarkan struktur keilmuan menurut BSCS atau Biological Science
Curricullum Study (Mayer 1980) bahwa ruang lingkup biologi meliputi obyek biologi
berupa kingdom (plantae, animalia, protista, fungi, archebacteria, eubacteria).
Ditinjau dari tingkat molekul (virus), sel (protozoa, bakteri dan tumbuhan unisel),
jaringan (porifera & coelenterata), organ (hati, ginjal, dan sebagainya), sistem organ
(sistem sirkulasi, sistem transportasi, dan lain-lain), individu (manusia), populasi
(kumpulan individu yang sama di daerah yang sama), komunitas (kumpulan beberapa
populasi), ekosistem (kumpulan beberapa komunitas), biosfer (kumpulan bebrapa
ekosistem). Adapun persoalan yang dikaji meliputi 9 tema dasar yaitu :
a. Biologi (sains) sebagai proses inkuiri
b. Sejarah konsep biologi
c. Evolusi
d. Keanekaragaman dan keseragaman
e. Genetika dan kelangsungan hidup
f. Organisme dan lingkungan
g. Perilaku
h. Struktur dan fungsi
i. Regulasi
Aristoletes (384-322 SM) adalah seorang ilmuwan dan filosof Yunani yang
dipercayai sebagai perintis ilmu biologi. Ia telah mempelajari 500 jenis hewan dengan
sistem klasifikasinya, hal ini memberi pengaruh yang besar pada pemikiran dalam
perkembangan ilmu-ilmu biologi. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah dan
universitas di seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat setiap tahun
dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran. Hal ini juga mendukung
perkembangan ilmu pendidikan biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara
mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi
pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan biologi dapat dimaknai sebagai upaya untuk membelajarkan
biologi sebagai suatu ilmu pengetahuan dalam suatu pembelajaran formal di sekolah
maupun nonformal dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan biologi perlu dimaknai
secara luas dan mendalam, yakni bukan hanya pemahaman dalam penguasaan teori
dan konsep dalam ilmunya, tetapi juga lebih dari itu yang terpenting mampu
menyentuh aspek sosial yang implementasinya bisa langsung dirasakan manfaatnya
dalam kehidupan. Misalnya, membelajarkan kepada anak untuk berperilaku bersih
dan sehat yang peduli akan lingkungan dan menyayangi alam sekitarnya sebagai
bentuk implementasi nyata pendidikan biologi.
Tujuan dari pendidikan biologi secara umum dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Menumbuhkan kebiasaan membaca literasi ilmiah dan bahasa
Rendahnya pengetahuan dan penguasaan ilmu dipengaruhi oleh kebiasaan
membaca dan menguasai bahasa. Habits of reading dan habits of mind memberikan
kontribusi penting dalam pengembangan diri dan pengembangan ilmu selanjutnya.
b. Menumbuhkan kebiasaan untuk berpikir kritis dan ilmiah
Pembelajaran biologi bisa memotivasi generasi muda untuk berpikir kritis dan
memaksimalkan fungsi otak untuk memahami ilmu yang dipelajari.
c. Menumbuhkan sikap ilmiah dan kerja ilmiah
Pendidikan untuk pengajaran Biologi perlu dan dapat dimuati unsur
pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude) dan
kerja ilmiah. Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui
pengajaran sains antara lain meliputi keingintahuan (curiosity), sikap untuk
senantiasa mendahulukan bukti (respect for evidence), luwes terhadap gagasan baru
(fllexibility), merenung secara kritis (critical reflection), dan yang paling penting
adalah peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan (sensitivity to living
things and environment).
d. Meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Selain sikap ilmiah yang telah dibahas di atas, pada setiap kurikulum sains sikap
mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa menjadi rujukan
perumusan tujuan atau kompetensi. Dengan kata lain selain sikap ilmiah, diharapkan
dikembangkan juga pengembangan nilai-nilai dalam pembelajaran sains, baik berupa
nilai religius, nilai praktis (manfaat), maupun nilai intelektual.
e. Pendidikan biologi sebagai bekal hidup
Tidak kalah pentingnya adalah penggunaan pengetahuan dan pandangan biologi
dalam mempersiapkan generasi yang akan datang. Pengetahuan tentang gizi,
perkembangan janin dalam rahim, replikasi DNA beserta kerusakan dan
perbaikannya, sintesis protein dan masih banyak lagi yang lainnya diperlukan untuk
mendidik manusia yang berilmu, bermoral, dan beretika.
Sedangkan mata pelajaran Biologi pada jenjang SMA/MA bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan
keindahan akan serta mengagungkan kesadaran Tuhan Yang Maha Esa,
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat
bekerjasama dengan orang lain,
c. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis
melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis,
d. Mengambangkan kemampuan berfikir analitis, induktif, dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip biologi,
e. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya
dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan saling
percaya diri,
f. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi
sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia,
g. Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Pendidikan biologi memberikan andil dalam perkembangan biologi dari
waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia
dalam kehidupan sehari-hari, mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan
bioteknologi seharusnya mampu memberikan manusia bekal untuk aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga seyogyanya pendidikan biologi memberi siswa bekal
keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya
mempelajari apa yang akan dipelajarinya. Selain itu, telah disebutkan bahwa objek
pendidikan biologi adalah makhluk hidup, dimana makhluk hidup ada di lingkungan
hidup peserta didik, dengan demikian diperlukan pemanfaatan lingkungan sekitar
peserta didik sebagai sumber belajar biologi bagi siswa.

2. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata
empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamnnya. Bila dikembalikan dengan kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman indrawi (Limbangan,2012). Aliran empirisme
merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan
manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada
lingkungan,
Terdapat beberapa ajaran-ajaran pokok empirisme, antara lain sebagai
berikut:
a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah sumber pengetahuan.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung
dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman
(Masdiloreng, 2009).
Seperti yang kita ketahui, setiap aliran filsafat memiliki tokohnya masing-
masing, aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas
Hobbes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya,
John Locke dan David Hume. Berikut ini merupakan penjabaran pengetahuan
empirisme menurut beberapa pencetus empirisme tersebut:
a. Empirisme Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum,
sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat,
atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan
pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran
filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun
alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang
menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang
dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran
ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan
gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak.
Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata,
tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu.
Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan
yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang
hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan
sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman.
Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian. Berbeda dengan kaum rasionalis,
Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi
mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan
misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya.
Menurut Hobbes, yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau
totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu
pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.
Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan
adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian
ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang
sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi (Harun
Hadiwijono, 1993: 32).
b. Empirisme John Locke (1632-1704)
Johl Locke merupakan ilmuwan Inggris, seorang ahli politik, ilmu alam, dan
kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay
concerning human understanding, dan two treatises on government. Aliran ini
muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan
bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman
manusia yang diperoleh melalui panca indera.
Empirisme dijelaskan John Locke dengan ungkapan singkat Segala sesuatu
berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai
kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Pernyataan
tersebut mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti
kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah
tabularsa (a blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia
tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh
karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang
memberikan warna pendidikannya.
c. Empirisme David Hume (1711-1776)
David Hume seorang yang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya
tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding dan an encuiry into
the principles of moral.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never
catch my self at any time with out a perception. Sebuah pernyataan yang
mengatakan saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya. Dari
ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman
tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression).
Pemikiran lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu
pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri
manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan) dan kemudian menjadi
pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar
empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di
dasarkan pada pengamatan (observasi) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian
menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya
pengetahuan.
Rangkaian pemikiran empirisme dapat di gambarkan dari jenis-jenis
empirisme sebagai berikut:
a. Empirio-kritisisme
Empirio-kritisisme disebut juga machisme, sebuah aliran filsafat yang bersifat
subyektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini
adalah ingin membersihkan pengertian pengalaman dari konsep substansi,
keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya
aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral
atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi,
karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
b. Empirisme Logis
Analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem
filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
1) Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip
kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
2) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-
proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada
seketika.
3) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya
tidak mengandung makna.
c. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu,
dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah
kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam
filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan
empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti
(probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat
diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan
dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak
hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok
falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena
terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak
dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Empirisme (enviromentalisme) pendidikan memegang peranan penting, sebab
pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak.
Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah pengalaman yang telah
disesuaikan dengan tujuan pendidikan. Dalam arti sempit, aliran empirisme
menganggap bahwa objek indera adalah suatu yang riil (nyata). Menurut paham ini,
orang tidak dapat melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda
dengan ide. Ide adalah ide tentang benda, suatu pikiran dalam akal yang menunjuk
pada suatu benda. Dalam hal ini, benda adalah realitas dan ide dan ide adalah
bagaimana benda itu menampak. Penganut aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan
manusia bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak melainkan
diperoleh melalui pengalaman konkrit.
Menurut Hendrowibowo (Wahab Jufri, 2008: 48), kaum empiris cenderung
menganggap akal sebagai salah satu dari dari banyak benda yang merupakan bagian
dari alam. Berbeda dengan kaum idealis yang mengatakan bahwa akal merupakan
realitas pertama, kaum empiris memberikan perhatian bukan pada akal yang
memahami akan tetapi kepada realitas yang dialami. Dengan demikian realisme
mencerminkan objektivitas yang mendasari dan menyokong sains modern.
Terkait dengan pendidikan, penganut paam empirisme menyatakan bahwa
kurikulum sekolah harus mengacu pada pengajaran bahasa, unsur-unsur logika, sains,
dan matematika. Para pendidik yang menganut paham ini selalu mementingkan
proses perolehan ilmu dan keterampilan daripada sekedar mengembangkan rasio.
Oleh karena itu, menurut kaum empiris, pengalaman belajar adalah hal yang
terpenting karena merupakan sumber kebenaran (Wahab Jufri, 2008: 48).
Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar, memegang peranan sangat
penting. Sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Dari pengalaman itulah yang akan
membentuk tingkah laku, sikap, dan watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan
yang diharapkan.

3. Implementasi Empirisme dalam Pembelajaran


Pembelajaran merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau
sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan (UU No.
20 Tahun 2003). Pengembangan individu yang dimaksud dengan siswa mencakup
empat ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor, dan sensori motorik. Keempat
ranah tersebut nantinya akan diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi yaitu
meliputi pengembangan sikap dan penghargaan, cara berfikir, ketrampilan,
pengetahuan dan pengertian, serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi
kepentingan hidup.
Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan
tingkah laku, baik moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai makhluk
individu dan sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan
lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pembelajaran (Sudjana dan Rivai,
1991).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa John Lock, seorang filsuf dari
Inggris mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti
kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, (a blank sheet of paper). Oleh
karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang
memberikan warna pendidikannya.
Pembelajaran empirisme merupakan pembelajaran yang di dalamnya
menyertakan implementasi empirisme. Seperti yang sudah dijelaskan, empirisme
dalam pendidikan mengutamakan pemberian pengalaman pada peserta didik untuk
membangun pengetahuan siswa sendiri. Siswa memperoleh ilmu tidak dari buku atau
gurunya secara langsung, akan tetapi dari pengalamannya.
Pengalaman menjadi guru terbaik, bagi siswa. Oleh karena itu dalam
pembelajaran perlu menerapkan empirisme, yakni dengan metode belajar pengalaman
nyata (experiential learning). Hal ini akan lebih efektif bagi siswa, karena mereka
merasa lebih diyakinkan. Pengetahuan yang siswa dapatkan dari pengalaman belajar
langsung lebih mudah dicerna dan terekam dalam memorinya.
Sebagai contoh, jika ingin mengajarkan kebiasaan baik mencuci tangan
pakai sabun sebagai bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat, berikan contoh dan
libatkan siswa dalam pembelajaran mengenai kesehatan tubuh. Kenalkan kepada
siswa apa yang disebut sebagai kuman yang menempel pada tangan. Selain itu
kenalkan manfaat sabun dan cara mencuci tangan yang benar. Jadikan kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun sebagai rutinitas harian yang memberikan pengalaman
menyenangkan.
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan
tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman
belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya
mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar
membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam
pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya
mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan
kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa
belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan,
pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna
untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean
Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam,
melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan
potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk
mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan
demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang
diciptakan sendiri.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang
dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru,
sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik
apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui,
serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di
sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya
keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John
Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan
langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada
asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara
keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya
melihat materi/konsep.
Modus pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa
yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari
apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa
yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar
dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena
mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk
melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak
90%.
Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang
filsof Cina Confocius, bahwa apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat,
saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata bijak ini kita
dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam pembelajaran.

4. Implementasi Experiential Learning dalam Pembelajaran Biologi untuk


Mewujudkan Pembelajaran Biologi Sesuai Hakikat Pendidikan Biologi
Proses pembelajaran biologi sebagai suatu sistem, pada prinsipnya
merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-komponen: raw input
(peserta didik), instrumental input (masukan instrumental), lingkungan, dan out put-
nya (hasil keluaran). Keempat komponen tersebut mewujudkan sistem pembelajaran
biologi dengan prosesnya berada di pusatnya. Dalam teori modern, proses
pembelajaran tidak tergantung sekali kepada keberadaan guru (pendidik) sebagai
pengelola proses pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa proses belajar pada
hakekatnya merupakan interaksi antara peserta didik dengan objek yang dipelajari
(Suhardi, 2007).
Salah satu jenis instrumental input pembelajaran biologi adalah metode
pembelajaran dan pendekatan yang digunakan. Sseperti yang sudah dijelaskan di atas,
pentingnya pemberian pengalaman langsung pada pembelajaran siswa membuat
perlunya experiential learning tersebut dalam pembelajaran biologi sebagai
implementasi empirisme dalam pendidikan.
Selain itu, melihat hakikat pendidikan biologi, bahwa biologi merupakan
ilmu untuk mempelajari makhluk hidup dan perilakunya. Sedangkan makhluk hidup
dan perilakunya itu adalah diri siswa itu sendiri dan makhluk hidup di lingkungan
siswa, sehingga memang sudah seharusnya dilakukan pemberian pengalaman
langsung dalam pembelajaran biologi melalui interaksi siswa dengan objek belajar
biologi yang merupakan dirinya sendiri dan lingkungannya. Hal ini karena objek
belajar biologi tidaklah sangat abstrak, akan tetapi real bagi siswa, sehingga
memungkinkan siswa belajar dengan menggunakan alat inderanya.
Melihat kembali hakikat pendidikan biologi, belajar biologi berarti berupaya
mengenali proses kehidupan nyata di lingkungan, atau belajar biologi dari aspek
empiris (purpose in empirical evidence). Belajar biologi berarti berupaya mengenali
diri sendiri sebagai makhluk, atau belajar biologi dari aspek evaluasi (purpose in
human institution). Belajar biologi diharapkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas
manusia dan lingkungan atau belajar biologi dari aspek sintas (purpose in human
life).
Observasi dan eksperimen sebagai experiential learning penting dalam
mempelajari biologi. Kemampuan observasi sangat mendasar untuk melakukan
eksperimen terhadap lingkungan dan menguji gagasan dengan melibatkan
penggunaan semua indra. Observasi amat erat kaitannya dengan pengamatan.
Pengemat yang kurang memiliki rasa kemelitan cenderung kurang termotivasi untuk
melakukan observasi seksama, eksperimen dalam biologi memerlukan kecermatan
dalam memilih obyek untuk dibandingkan setelah diberikan perlakuan pada salah
satunya. Sebagaimana diketahui tidak ada mahluk hidup sejenisyang persis sama,
bahkan saudara kembar sekalipun. Dalam eksperimen biologi seringkali diperlukan
dua atau lebih organisme yang diperkirakan memiliki kemiripan sebanyak mungkin.
Jadi seorang biologiwan atau yang mempelajari biologi memerlukan ketelitian
berfikir yang lebih cermat dibandingkan dengan ilmuwan lain dalam bidang ilmu,
bahkan dalam bidang sains sekalipun.
Observasi dan eksperimen dalam pembelajaran biologi juga dapat
mengakomodasi keterampilan proses dan sikap imiah siswa. Melalui eksperimen
siswa berlatih terampil menggunakan alat-alat ukur dan kerja laboratorium. Prosedur
kerja ilmiah dalam ekperimen pembelajaran biologi mampu menginternalisasikan
nilai-nilai karakter siswa, terutama nilai-nilai dalam sikap ilmiah. Jadi experiential
learning ini mampu membekali siswa tidak hanya aspek kognitif saja, akan tetapi
afektif dan psikomotor, sehingga experiential learning ini sangat sesuai dengan
hakikat biologi.
Selama ini, mata pelajaran biologi dipahami siswa sebagai mata pelajaran
hafalan. Dimana fakta-fakta biologi dihafalkan oleh siswa, tidak difahami sebagai
suatu proses biologi. Pada dasarnya pembelajaran pengalaman langsung (experiential
learning) tidak semata-mata menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran atau sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada
latihan membaca dan menulis, tetapi belajar adalah proses yang melibatkan seluruh
komponen fisik dengan psikis seseorang dalam sebuah tindakan atau prilaku yang
sangat kompleks yang dialami oleh seseorang secara sendiri yang bersumber dari
lingkungannya.
Pembelajaran langsung (experiential learning) dimaksudkan agar siswa
dalam kegiatan belajar siswa mengalami langsung peristiwa belajar tersebut.
Menurut Teori belajar Gagne belajar terdiri dari tiga tahapan penting yaitu persiapan
untuk belajar, perolehan dan unjuk perbuatan serta retrival dan alih belajar. Ketiga
hal tersebut merupakan fase yang dilewati siswa dalam kegiatan belajar.
Rogers mengemukakan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru
dalam menerapkan model pembelajaran langsung yaitu:
a. Guru memberikan kepercayaan kepada kelas agar memilih belajar secara terstruktur.
b. Guru dan siswa membuat kontrak belajar
c. Guru menggunakan metode inkuiri atau belajar menemukan.
d. Guru menggunakan metode simulasi
e. Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan
berpartisipasi pada kelompok lain
f. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam belajar
g. Guru menggunakan kegiatan pembelajaran berprogram agar tercipta bagi siswa
peluang untuk menumbuhkan kreatifitas (Uaksena, 2011).
Experiential learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu: Pengetahuan (konsep,
fakta, informasi), Aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan Refleksi (analisis
dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan kontribusi
penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran.
Sedangkan dalam merancang pelatihan experiential learning, ada 4 tahapan
yang harus dilalui yaitu: 1 Experiencing, tantangan pribadi atau kelompok, 2.
Reviewing: menggali individu untuk mengkomunikasikan pembelajaran dari
pengalaman yang didapat, 3. Concluding menggambarkan kesimpulan dan kaitan
antara masa lalu dan sekarang, serta 4. Planning: menerapkan hasil pembelajaran
yang dialaminya.
Menurut Mardana (2005) belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan
antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar maka
orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar
tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian
bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.
Atherton (2002) mengemukakan bahwa dalam konteks belajar, pembelajaran
berbasis pengalaman dapat dideskripsikan sebagai proses diman pengalaman belajar
direfleksikan secara mendalam dan dari sini muncu pemahaman baru atau proses
belajar.
Model pembelajaran semacam ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif. Lebih lanjut, Hamalik
menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan pengalaman memberi seperangkat atau
serangkaian situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang
dirancang oleh guru. Cara ini mengarahkan para siswa untuk mendapatkan
pengalaman lebih banyak melalui keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingan
bila mereka hanya membaca suatu materi atau konsep. Dengan demikian, belajar
berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar siswa yang bersifat
terbuka dan siswa mampu membimbing dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa penerapan
model experiential learning dapat membantu siswa dalam membangun
pengetahuannya sendiri. Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam
menerapakan model experiential learning guru harus memperbaiki prosedur agar
pembelajarannya berjalan dengan baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
model pembelajaran experiential learning adalah sebagai berikut :
a. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat
terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu.
b. Guru harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi.
c. Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.
d. Para siswa ditempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa mampu
memecahkan masalah dan bukan dalam situsi pengganti. Contohnya : Di dalam
kelompok kecil, siswa membuat mobil-mobilan dengan menggunakan potongan-
potongan kayu, bukan menceritakan cara membuat mobil-mobilan.
e. Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membua keputusan
sendiri, menerima kosekuensi berdasarkan keputusan tersebut.
f. Keseluruhan kelas menceritakan kembali tentang apa yang dialam sehubungan
dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan
pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas
bermacam-macam pengalaman tersebut.
Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran
experiential learning, guru juga harus memperhatikan metode belajar melalui
pengalaman ini, yaitu meliputi dua hal di bawah ini.
a. Strategi belajar melalui pengalaman berpusat pada siswa dan berorientasi pada
aktivitas. Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar,
dan bukan hasil belajar.
b. Guru dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.
Model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dari hal-
hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa
dilakukan oleh peserta didik. Experiential learning adalah suatu proses belajar
mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung.
Oleh karena itu, metode ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam
melakukan kegiatan. Kemudian, mereka mendapatkan pemahaman serta
menuangkannya dalam bentuk lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Langkah menantang bagi guru biologi dalam experiential learning adalah
memikirkan atau merancang aktifitas pengalaman belajar seperti apa yang harus
terjadi pada diri siswa baik individu maupun kelompok. Aktifitas pembelajaran harus
berfokus pada peserta belajar (student-centered learning). Dengan demikian, apa
yang harus kita lakukan, apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus kita katakan
atau sampaikan harus secara detail kita rancang dengan baik.
Begitu pula dengan media dan alat bantu pembelajaran lain yang yang
dibutuhkan juga harus benar-benar telah tersedia dan siap untuk digunakan.
Metode Experiential learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan
konsep-konsep saja. Namun, juga memberikan pengalaman yang nyata yang akan
membangun keterampilan melalui penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan
mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik serta evaluasi antara hasil
penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

C. KESIMPULAN
1. Hakekat pendidikan biologi yakni memberi siswa bekal proses, produk,
keterampilan, dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Objek pendidikan
biologi adalah diri siswa sendiri, makhluk hidup, dan lingkungannya, dengan
demikian siswa dan lingkungannya merupakan sumber belajar biologi.
2. Empirisme merupakan aliran yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia bukan
didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak melainkan diperoleh melalui
pengalaman konkrit.
3. Pembelajaran empirisme adalah pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa
secara langsung sebagai sumber belajar.
4. Experiential learning dapat digunakan untuk implementasi empirisme dalam
pembelajaran biologi yang sesuai dengan hakikat pendidikan biologi. Experiential
learning adalah suatu metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar
untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara
langsung. Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk
membantu pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses
pembelajaran sehingga pembelajar terbiasa berpikir kreatif. Sedangkan peran guru
dalam pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator.

DAFTAR PUSTAKA

Wahab Jufri. 2008. Filosofi Pengembangan Pendidikan Sains dalam Proses Transformasi
Sains, Teknologi, dan Nilai-Nilai Kemanusiaan. Jurnal Pijar MIPA Vol. III No.2
September 2008 p. 47-52 ISSN 1907-1744.

Harun Hadiwijono. 1993. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Indien. 2012. Pembelajaran Experiential Learning. Diambil dari http://007indien.


blogspot.com/2012/03/pembelajaran-experiential-learning.html pada hari Senin, 14
Januari 2012.

J. S. Suriasumantri. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Limbangan. 2012. Aliran Teori Empirisme & Cara Mempelajari Filsafat. Diambil dari
http://psikologibrebesjateng.blogspot.com/2012/01/aliran-teori- pengetahuan-
empirisme.html pada hari Senin, 14 Januari 2012.

Masdiloreng. 2009. Empirisme. Diambil dari http://masdiloreng.wordpress.com


/category/filsafat/ pada hari Senin, 14 Januari 2012.

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

Nuryani,R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Penerbit Universitas Negeri
Malang.

S. Suhartono. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Sudjana, Nana & Rivai, Ahmad. 1991. Teknologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru
Algesindo.
Suhardi. 2007. Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan
Biologi FMIPA UNY.

Uaksena. 2011. Pembelajaran Langsung (experiential learning). Diambil dari


http://elearningpendidikan.com/pengertian-pembelajaran-langsung-experiential-learning.html
pada hari Senin, 14 Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai