Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

LP Sistem Endokrin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM ENDOKRIN

DENGAN KASUS DIABETES MILITUS TIPE II


DI RUANG MELATI LANTAI 3
RSUD DR. SOEKARDJO
TASIKMALAYA

OLEH:
ASEP HILMAN
NIM: 4012170015

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTRA BANJAR


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2016
A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan

(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit

diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak

dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang

ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel

terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis

dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan

suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi

terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar

glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat

kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus

(DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk

heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan

pembuluh darah.
B. DIABETES MELLITUS TIPE II

Diabetes mellitus Tipe II adalah DM tipe Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI).

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini

diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah

raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat

hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol

hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan

pada mereka yang obesitas.

C. ETIOLOGI

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a) Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi

suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe

antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan

gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b) Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan

respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan

cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

jaringan asing.
c) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh

hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai

pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin

maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel

sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-

reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan

DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada

membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor

insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada

akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan

euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga

Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent

Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-

bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi

terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.


Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya

adalah:

a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Kelompok etnik

D. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 100 gram. Letak pada daerah

umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar

lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.

Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :

1. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan

umbilical dalam lekukan duodenum.

2. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan

depan vertebra lumbalis pertama.

3. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh

lympa.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi

insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta

yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta
mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi

somatostatin.

Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :

a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah

pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :

1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan

polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan

monosakarida.

2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino.

3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan

gliserol gliserin.

b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau

langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli

pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.

Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung

diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon

tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan

glukagon

1) Insulin

Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin

terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan

disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang

memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah.

Kadar glukosa darah adalah 80 90 mg/ml.


Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :

a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan

konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3

glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan

bentuk glikogen.

b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.

c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap

hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang

disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa

yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia

berat.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :

a) Menambah kecepatan metabolisme glukosa

b) Mengurangi konsentrasi gula darah

c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

2) Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau

langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi

yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.

Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri

dari 29 rantai asam amino.

Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :

a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)

b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)


Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah

mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada

sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi

glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi

glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari

hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

E. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh

hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial

(sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut

muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam

urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis


(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru

dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,

proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila

jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-

tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah

yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai

akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita

toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan

dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi

pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik

hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari

30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama

bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-

sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Pathway

Pathway Diabetes Melitus


F. MANIFESTASI KLINIS

1. Diabetes Tipe II

a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan

kabur.

c) komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. DATA PENUNJANG

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2

jam setelah pemberian glukosa.

2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau

peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi

merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe

II)

10. Urine: gula dan aseton positif

11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi

luka.
H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan

sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari

glukosa darah

a. Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang

normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk

dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau

koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu

hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik

biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh

karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar

gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya

kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.

2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5

menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W

bergantung pada tingkat hipoglikemia

3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan

pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.


4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi

pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab

kegagalan ketiga organ ini.

b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (Hhnc/ Honk).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya

ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak

terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak

terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding

kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 150 mEq per

liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan

1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma

330 mOsm/liter

NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam

menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose

Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI

berikutnya
5 sampai 7 unit/jam RI

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk

mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan

setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
Jam kedua dan
mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
jam berikutnya

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl

0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi

hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan

ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu,

harus dimonitoring dengan hati hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak

ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 5 unit per jam dan bergantung pada

reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse

untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai

dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Penyebabnya adalah Tidak


adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat

disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2) Keadaan sakit atau infeksi

3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak

diobati.

Patofisiologinya Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang

memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati

menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam

upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan

mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan

kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan

menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik

yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq

natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)

menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah

menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan

keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal

akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila

bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis

metabolik.

Tanda dan Gejalanya: Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan

menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien

dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien
dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita

hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih

pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata

disertai denyut nadi lemah dan cepat.

Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis

menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri

abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu

berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan

tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti

buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu

hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat

terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi

asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.

Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien

dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada

osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah Kadar glukosa dapat

bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan

kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar

sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat

dehidrasi)

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan

kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar

glukosa yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin
tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya

mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang

rendah ( 0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah

( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)

terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)

dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.

Penatalaksanaan

1) Rehidrasi

a) Jam pertamaberi infuse 200 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung

pada tingkat dehidrasi

b) Jam kedua dan jam berikutnya 200 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada

tingkat dehidrasi

c) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200

300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai

150 mg/ 100 cc.

2) Kehilangan elektrolit

Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium

dalam plasma normal.

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara

intravena untuk mempertahankan kadar cairan

setengahdari KCl dan setengah dari KPO4


Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium

kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30


Jam kedua dan
mEq/liter K+
jam berikutnya

3) Insulin

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

algoritma Diabetes Mellitus


2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,

vaskular perifer dan vaskular serebral.

b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan

ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau

menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

e) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

I. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan

kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta

neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa

darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas

pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

a. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita


5) Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J

yaitu:

1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

3) jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi

penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative

Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %

2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%

3. Gemuk (overweight) BBR > 110%

Obesitas apabila BBR > 120%

1. Obesitas ringan BBR 120 % - 130%

2. Obesitas sedang BBR 130% - 140%

3. Obesitas berat BBR 140% - 200%

4. Morbid BBR >200 %


Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita

DM yang bekerja biasa adalah :

1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari

2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari

3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari

4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

1. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah

makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan

kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan

sensivitas insulin dengan reseptornya.

2. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore

3. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen

4. Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein

5. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan

dirangsang pembentukan glikogen baru.

6. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita

DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,

kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.


d. Obat

1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

a. Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang

tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan

sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini

biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih

bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.

b. Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain

yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

c. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

1) Menghambat absorpsi karbohidrat

2) Menghambat glukoneogenesis di hati

3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

d. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin.

e. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

2. Insulin

a. Indikasi penggunaan insulin

1) DM tipe I

2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3) DM kehamilan

4) DM dan gangguan faal hati yang berat

5) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

6) DM dan TBC paru akut


7) DM dan koma lain pada DM

8) DM operasi

9) DM patah tulang

10) DM dan underweight

11) DM dan penyakit Graves

b. Beberapa cara pemberian insulin

1) Suntikan insulin subkutan

Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah

suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung

pada beberapa faktor antara lain :

e. Cangkok pancreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara

kembar identik.

J. DATA POKUS PENGKAJIAN

1. Wawancara

Terdiridari : identitas klien, penanggung jawab klien, riwayat kesehatan keluarga,


riwayat kesehatan pasien sebelumnya atau terdahulu dan keluhan yang dirasakan.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menggunakan pemeriksaan head to toe.

3. Pemeriksaan diagnostic

a) Glukosa urine

b) Kadar gula darah

c) Test toleransi glukosa oral (TTGO)


d) Hemoglobin glikasi (hbA1c)

K. ANALISIS DATA

No Data Etiologi Masalah

1 DS: DM Tipe II Gangguan

- Klien mengatakan sering pemebuhan


lapar walaupun telah makan.
Glukosa darah meningkat kebutuhan nutrisi
- Klien mengatakan berat
badannya turun dari 59Kg
menjadi 55 Kg sejak 10 hari
yang lalu Glukosa darah tidak
dapat ditransfer ke
DO: jaringan

- Program diet 1700 klori

- Gula darah puasa 152 mg/ dL Glikogen otot menurun

- Gula darah 2 JPP 264


mg/dl
Pemecahan lemak dan
- Glukosa urine 2 JPP ++++ protein di hati

- Klien tampak lemah

- porsi makan habis Merangsan Penurunan


g BB
hipotalamu
s

Nafsu Pemenuha
makan n nutrisi
tidak
adekuat

Perubaha
n pola
nutrisi
polipagia
Gangguan
pemenuhan
nutrisi

2 DS: Kurang informasi terkait Gangguan rasa

- Klien mengatakan kurang penyakit aman cemas


pengetahuan yang lebih jelas
tentang perawatan penyakitnya

- Klien mengeluh bahwa Ketidak tahuan tentang


dirinya tidak teratur kontrol gula
darahnya penyakit

- klien mengatakan cemas


karena tidak sembuh juga
Cemas
DO:

- Terjadinya peningkatan gula


darah

3 DS: Sel tidak mendapatkan Gangguan


energi dari glukosa
- Klien mengatakan selama aktivitas fisik
sakit dia tidak lagi mampu
bekerja dan beraktivitas seperti
biasanya. Terjadi katabolisme
protein di dalam otot
- Klien sering merasa pusing.

- Klien mengatakan sering


merasa lapar sehingga tubuhnya Suplai energi ke dalam
lemas. jaringan menurun

DO:

- Selama di rumah sakit klien Kelelahan


terlihat hanya berbaring dan
duduk-duduk di tempat tidur.

- porsi makan habis.


L. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a) Nyeri akut b/d agen injuri fisik

b) Resiko Infeksi

c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

d) Resiko Hipo / Hiperglikemi

e) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan

sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

f) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi

aktifitas, penurunan kekuatan otot

g) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan

sumber informasi.

h) Kelelahan berhubungan dengan status penyakit

i) Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Pioritas

a) Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan peningkatan

glukosa dalam darah ditandai dengan, Gula darah puasa 152 mg/ dL, Gula

darah 2 JPP 264 mg/dl.

b) Gangguan Aktivitas berhubungan dengan suplai energi ke dalam jaringan

menurun di tandai dengan tubuh lemas

c) Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya informasi

akurat/terbatasnya pengetahuan klien tentang penyakit, penyebab, gejala,

komplikasi, pengobatan (pemberian insulin dan obat-obatan oral), perawatan

meliputi diet.
M. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Perubahan pemenuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Timbang berat badan secara 1. Memantau keadaan klien
kebutuhan nutrisi dengan kriteria: teratur
berhubungan dengan 1. Jangka Pendek:
peningkatan glukosa - Mempertahankan kadar
2. Dapat Mengidentifikasi
dalam darah gula mendekati normal.
2. Tentukan program diet dan pola tingkat penyimpangan dan
- BB stabil
makan pasien serta bandingkan perkembangan GD klien;
DS: - Menunjukan tingkat
dengan makanan yang dapat berperan untuk
- Klien mengatakan energi biasanya.
dihabiskan pasien. menyesuaikan kadar/dosis
sering lapar walaupun
terapi.
telah makan 2. Jangka Panjang : a) Ingatkan pada klien agar
- Klien mengatakan - Klien dapat mencerna tidak makan selain diet
berat badannya turun makanan dengan kadar DM 1700 kalori.
dari 59 Kg menjadi 55 gula dan protein stabil. b) Berikan diet DM 1700
Kg sejak 10 hari yang - Gula darah stabil. kalori sesuai program.
lalu c) Lakukan pemeriksaan GD
secara teratur.
DO :
3. Berikan pengobatan insulin 3. Dengan pemberian Insulin
- Program diet 1700
(actrapid) sesuai program. yang cepat dapat membantu
klori
- Gula darah puasa 152 memindahkan glukosa darah
mg/ dL 4. Pantau tanda-tanda hiperglikemi, ke dalam jaringan.
- Gula darah 2 JPP 264 seperti penurunan tingkat 4. Karena metabolisme mulai
mg/dl kesadaran, kulit lambab, dingin, terjadi, gula dalam darah
- Glukosa urine 2 JPP denyut nadi cepat, lapar, peka akan berkurang dan
++++ rangsang, sakit kepala, pusing, sementara insulin tetap
- Klien tampak lemah sempoyongan. diberikan maka hipoglikemi
dapat terjadi.
a) Dapat Mengkaji
pemasukan makanan yang
adekuat (termasuk absorbsi
dan utilisasinya.
b) Dapat Mengidentifikasi
kekurangan dan
penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
2 Gangguan Aktivitas Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Timbang berat badan secara 1. Dapat Mengkaji pemasukan
berhubungan dengan sel dengan kriteria : teratur makanan yang adekuat
yang tidak mendapatkan (termasuk absorbsi dan
energi dari glukosa yang 1. Jangka Pendek utilisasinya.
ditandai dengan - Mempertahankan 2. Dapat Mengidentifikasi
2. Tentukan program diet dan pola
kadar gula mendekati kekurangan dan
DS: normal. makan pasien serta bandingkan penyimpangan dari
- Klien mengatakan - BB stabil dengan makanan yang dapat kebutuhan terapeutik.
selama sakit dia tidak - Menunjukan tingkat dihabiskan pasien.
lagi mampu bekerja energi biasanya. a) Ingatkan pada klien agar
dan beraktivitas seperti tidak makan selain diet
biasanya. 2. Jangka Panjang : DM 1700 kalori.
- Klien sering merasa - Klien dapat mencerna b) Berikan diet DM 1700
pusing . makanan dengan kadar kalori sesuai program.
3. Lakukan pemeriksaan GD secara 3. Dapat Mengidentifikasi
- Klien mengatakan gula dan protein stabil.
tingkat penyimpangan dan
sering merasa lapar - Gula darah stabil. teratur.
perkembangan GD klien;
sehingga tubuhnya
berperan untuk
lemas.
menyesuaikan kadar/dosis
DO : terapi.
4. Dengan pemberian Insulin
4. Berikan pengobatan insulin
- Selama di rumah sakit
yang cepat dapat membantu
(actrapid) sesuai program
klien terlihat hanya
memindahkan glukosa darah
berbaring dan duduk-
ke dalam jaringan.
5. Pantau tanda-tanda hiperglikemi,
duduk di tempat tidur.
5. Karena metabolisme mulai
seperti penurunan tingkat
- Porsi makan habis.
terjadi, gula dalam darah
kesadaran, kulit lambab, dingin,
akan berkurang dan
denyut nadi cepat, lapar, peka
sementara insulin tetap
rangsang, sakit kepala, pusing, diberikan maka hipoglikemi
sempoyongan. dapat terjadi.
3 Gangguan rasa aman Pengetahuan klien 1. Memberikan penjelasan kepada 1. Dapat Menjadi tolak ukur
cemas berhubungan dgn bertambah dengan kriteria : keluarga dan klien mengenai dan patokan pemberian
kurangnya pengetahuan ttg 1. Jangka pendek : penyakit, penyebab, gejala, Health Education (HE).
perawatan penyakitnya di - Klien dan keluarga komplikasi, pengobatan
tandai dengan mengerti tentang (pemberian insulin dan obat-
penyakit, penyebab, obatan oral), perawatan meliputi
DS : gejala, komplikasi, diet,
pengobatan (pemberian 2. Memberikan pemahaman yang 2. Adanya perubahan perilaku
- klien sering bertanya
insulin,diit DM dan sederhana tapi memadai kepada yang mendukung usaha
kepada perawat
obat-obatan oral), klien dan keluarga mengenai perawatan. Dengan
tentang penyakitnya
perawatan dan latihan. penyakit, penyebab, gejala, memberikan penyuluhan
komplikasi, pengobatan klien mengerti dan
2. Jangka panjang : (pemberian insulin dan obat- memahami tentang
- Adanya perubahan obatan oral), perawatan meliputi penyakitnya
perilaku yang diet, dan latihan.
mendukung usaha
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit
EGC, Jakarta.

www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus

Anda mungkin juga menyukai