Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Perenialisme Baru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Kesadaran akan segala krisis yang dihadapi manusia, yang sedang terjadi
dalam realitas era modern ini, merupakan salah satu faktor yang yang mendukung
kami untuk mencoba menemukan suatu paradigma lalin terkait yang dapat
menguraikan dan menjawab persoalan kemodernan. Dengan demikian paradigma
yang tepat dalam menjawab persoalan ini ialah perenialisme. Sebenarnya apa yang
dimaksud dengan perenialisme? Perenialisme sebenarnya ialah sebuah wacana
filsafat tua yang ada didalam masa pramodern, namun diklaim sebagai yang tetap
aktual disepanjang masa.
Konsep-konsep perenialisme terkait dengan realita kehidupan manusia,
sangatlah berbeda dengan konsep-konsep modernisme yang mempunyai
karakteristik yang berbeda diantara keduanya. Modernisme berkarakter materialis
dan mekanis, sedangkan perenialisme berkarakter holistik dan siklis. Yaitu
bahwasanya perenialisme menerima eksistensi segala aspek yang ada di dunia ini,
baik itu hal yang kesat mata maupun yang tidak kesat mata. Dengan menempatkan
perenialisme sebagai jawaban dari permasalaha terhadap realita kehidupan ini,
maka untuk lebih jelas terkait pengertian perenialisme, maka kami mencoba
menyusun makalah terkait dengan pengertian, asensi dan lain halnya yang masih
termasuk dalam cakupan filsafat perenialisme.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan-pemasalahan dalam konsep makalah ini
yang akan dibahas didalamnya ialah antara lain:
1. Apa pengertian Perenialisme?
2. Bagaimana latar belakang munculnya aliran filsafat pendidikan
perenialisme?
3. Bagaimana esensi filsafat perenialisme?

1
4. Bagaimana implikasi perenialisme terhadap pendidikan dan
pembelajaran?

C. Tujuan
1. Mengetahui Apa pengertian Perenialisme
2. Mengetahui Bagaimana latar belakang munculnya aliran filsafat
pendidikan perenialisme
3. Mengetahui Bagaimana esensi filsafat perenialisme?
4. Mengetahui Bagaimana implikasi perenialisme terhadap pendidikan dan
pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perenial, yang dalam Oxford Advanced
Learners Dictionary of Current English diartikan sebagai continuing through out
the whole year atau lasting for a very long time abadi atau kekal.1 Dari makna
yang terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung
kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang
bersifat kekal abadi.
Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah
menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis
ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa kembali kepada kebudayaan
masa lampau (regresive road to culture). Oleh sebab itu perenialisme memandang
penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman
modern ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal yang telah
teruji ketangguhannya.
Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang
terkiblat dua, yaitu: (1) perenialisme yang theologis-bernaung dibawah supremasi
gereja katolik. Dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas-dan (2)
perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita Plato dan Aristoteles.2

B. Sejarah Filsafat Perenialisme


Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
dunia ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual dan sosio-kultural. Maka perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan ini.

1 Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta: Bumi Aksara), 2008, hal 27.
2 Drs, zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, ,hal 28

3
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat-
filsafat Plato yang merupakan bapak idealisme klasik, filsafat Aristoteles sebagai
bapak realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan
antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) gereja katolik yang tumbuh pada
zamannya (abad pertengahan).
Kira-kira antara abad ke-6 hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan
keemasan filsafat perenialisme. Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-
buru melihat perkembangan filsafat perenial ini hanya dalam kerangka sejalan
pemikiran barat saja, melainkan juga terjadi di wilayah lainnya. Dan memang harus
tetap diakui bahwasanya jejak perkembangan filsafat perenial jauh lebih tampak
dalam konteks sejarah perkembangan intlektual Barat, apalagi sebagai jenis filsafat
khusus, filsafat ini mendapat eleborasi sistematisnya dari para perenialis Barat,
seperti Agostino Steunco.3
Namun, filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai kebijaksanaan
universal, disebabkan oleh beberapa alasan yang kompleks secara berangsur-angsur
mulai runtuh menjelang akhir abad ke-16. Salah satu alasan yang paling dominan
adalah perkembangan yang pesat dari filsafat materialis. Filsafat materialis ini
membawa perubahan yang radikal terhadap paradigma hidup dan pemikiran
manusia pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, banyak aspek
realita yang diabaikan, dan yang tinggal hanyalah sistem mekanistik belaka. Filsafat
matearialis ini begitu kuat mempengaruih pola pikir manusia abad modern yang
merentang sejak abad ke-16 hingga akhir abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20
dan awal abad ke-21, sehingga pada tiap-tiap bentuk pemikiran baru yang muncul
hingga pada zaman kontemporen. Dan pada zaman kontemporer ini lah dapat
dikatakan zaman kebangkita filsafat perenialisme.4

3 Emanuel Wora. Perenialisme Kritik Atas Modernisme Dan


Postmodernisme (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal 17
4 Ibid hal 26

4
C. Esensi Aliran Filsafat Perennialisme
Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar
kata perenis atau perennial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus menerus
melalui waktu, hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi.5 Perenial diartikan
sebagai continuing throughout the whole year atau lasting for a very long time
(abadi atau kekal atau terus tiada akhir). Filsafat perenialisme berpegang pada nilai-
nilai atau norma-norma yang bersifat kekal atau abadi. Aliran ini mengambil
analogi realita sosial budaya manusia sebagai realita pohon bunga yang terus
menerus mekar, datang dan pergi serta berubah warna secara tetap sepanjang tahun
dan masa dengan gejala yang harus ada dan sama.6
Perenilaisme memandang bahwasanya pada zaman modern ini telah banyak
menimbulkan krisis diberbagai bidang dalam kehidupan manusia, trutama dalam
bidang pndidikan. Oleh karena itu, perenialisme memberikan solusi jalan keluar
dari kekrisisan tersebut dengan kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.Untuk itulah pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan yang telah teruji
dan tangguh.7
Perenialisme merupakan suatu aliran filsafat yang susunannya mempunyai
kesatuan, dimana susunan tersebut merupakan hasil pemikiran yang memberikan
kemungkinan bagi orang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah
perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang utama filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Kaum perenialisme menggunakan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dengan demikian kalangan perenialisme mempelopori gerakan kembali pada hal-
hal absolut dan memfokuskan pada ide gagasan yang luhur menyejarah bagi
manusia. Ide gagasan seperti ini telah terbukti keabsahan dan kegunaannya karena

5 Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta:Ar-Ruzzmedia,2011), hal.163


6 M. Djumberansjah Indar, Filsafat Pendidikan (Surabaya:Karya Abaditama,1994), hal.137
7 Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), hal 89

5
mampu bertahan dari ujian waktu. Perenialisme menekankan secara penting akal
budi, nalar dan karya-karya besar masa lalu. Perenialisme adalah pendidikan klasik
dan tradisional dalam suatu bentuk yang diperbaharui yang lebih spesifik dalam
formulasi-formulasi teoritisnya karena kemunculannya dilatari oleh musuh yang
nyata dan berpengaruh dalam progresivisme kependidikan.8
Motif perenialisme dengan mengambil jalan mengembalikan kepada masa
lampau tidak hanya sebagai nostalgia (rindu akan hal-hal yang lampau) semata,
tetapi telah berdasar pada keyakinan bahwa kepercayaan prinsip-prinsip aksiomatis
yang berguna pada zaman sekarang karena tidak terikat oleh waktu dan tetap
berlaku dalam perjalanan sejarah. Jadi, perenialisme menganggap bahwa
pentingnya pembentukan kebiasaan dalam pendidikan sekarang yang didasarkan
pada kebiasaan dan kebudayaan pada masa lampau yang memiliki nilai dan
idealitas serta memiliki kegunaan untuk kehidupan masa sekarang.
Kunci memahami protes kalangan perenialis dalam pendidikan adalah
konsep pendidikan liberal. Pendidikan liberal (bebas) dalam tradisi klasik berkisar
di seputar kajian-kajian yang menjadikan orang-orang bebas dan manusia sejati
sebagai lawan dari pelatihan yang mana mereka menerima begitu saja melakukan
tugas-tugas khusus dalam dunia kerja. Dalam dunia Yunani, manusia dibagi
menjadi dua macam, pertama mereka yang melakukan tugas kerja (mengandalkan
otot) dan mereka yang melakukan tugas berfikir (menggunakan kemampuan
rasionalitas keistimewaan manusia). Kedua merupakan kelompok yang yang bebas
menjalankan pemerintahan (fungsi memerintah dan mengatur). Karena mereka
bebas, mereka membutuhkan pendidikan yang akan mengembangkan kemampuan
rasional kemanusiaannya. Pendidikan menfokuskan pada aspek mental dan rasional
manusia dan cenderung memperhatikan (memikirkan) ide dan gagasan yang
berpengaruh dari budaya barat.9
Filsafat perenialisme ini, berasaskan pada kebudayaan yang mempunyai dua
buah sayap, yaitu perenialisme yang bersifat theologis yang ada dalam pengayoman

8 George R. Knight, Filsafat Pendidikan, Penerjemah: Mahmud Arif (Yogyakarta:Gama


Media,2007),hal.165
9 Muhammad Noorsyam, Pengantar Filsafat Pendidikan(Malang: FIP IKIP, 1978),hal 167

6
supermasi gereja katolik, khususnya menurut ajaran interpretasi Thomas Aquinas,
dan perenialismesekuler, yakni yang berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan
Aristoteles.10 Pendapat ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh H.B
Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles
mengembangkan Philosophia Perenis, yang sejauh mana seseorang dapat
menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri, S.T Thomas Aquinas telah
mengadakan beberapa perubahan sesuai sesuai dengan tuntunan agama kristen
tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Teo-
Thomisme. Teo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam faham
gerejawi sampai tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme.11
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya aliran perenialisme
dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran
Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas. Dimana tokoh-tokoh ini timbul dari
lingkungan agama katolik.

1. Pandangan Ontologi Perenialisme


Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama
ialah jaminan bahwa reality is universal that is every where and at every moment
the same, realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama
di setiap waktu.
Dengan keputusan yang bersifat ontologisme kita akan sampai pada
pengertian pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian,
diantaranya ialah: benda individual, esensi, aksiden dan substansi.12
a. Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan
manusia yang dapat ditangkap oleh indera manusia, seperti batu, kayu,dan
lain-lain.

10 Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal 90
11 Ibid hal 91
12 Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal 91

7
b. Esensidari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu
lebih baik intrinsik dari pada halnya, misalnya manusia ditinjau dari
esensinya adalah berpikir.
c. Aksidenadalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya
kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka
barang-barang antik.
d. Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu, dari yang khas
dan yang universal baik yang material atau spiritual.
Ada empat sebab (kausa) yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu atau
berlangsungnya sesuatu. Dalam buku Plato yang berjudul fisika menerangkan
bahwa istilah-istilah yang menjelaskan tentang adanya garis perjalanan suatu benda
yang digunakan sebagai dasar untuk mengadakan penemuan mengenai suatu benda.
Kausa tersebut dalam sebagai berikut:13
a. Kausa materialis, yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda,
misalnya telur, tepung dan gula untuk roti.
b. Kausa formalis, yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau
modelnya, misalnya bulat, kotak, dan lain-lain.
c. Kausa efisien, yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu
cepat, lambat atau tergesa tergesa.
d. Kausa finalis, adalah tujuan atau akhir dari sesuatu, misalnya, tujuan
pembuatan sebuah patung.
Apabila kausalitas diteruskan tinjuannya, maka kausalitas merupakan mata
rantai yang tidak ada putusnya sebelum sampai kepada pertanyaan adanya
penyebab pertama atau kausa prima.
Parenialisme dalam bidang ontologis berasal pada teologi yakni
memandang bahwa realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak atau
berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teleologi).14 Jika dihubungkan
dengan manusia, manusia mempunyai potensialitas yang berubah menjadi

13 Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan/Sistem dan Metode (Yogyakarta: IKIP, 1987),hal 66


14 Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakasrta: Nuhalitera, 2010), hal 112

8
aktualitas. Di samping asas teleologi yang merupakan aktualisasi dari potensialitas,
terdapat asas supernatural dimana tujuan akhir dari supernatural adalah Tuhan
sendiri.

2. Pandangan Epistemologi
Perenialisme berpendapat bahwa yang terlindung pada kepercayaan adalah
segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan. Kebenaran
merupakan kesesuaian antara pikiran (kepercayaan) dan benda, benda-benda yang
dimaksud adalah hal-hal yang bersendikan pada prinsip-prinsip keabadian.15 Oleh
karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar, sehingga
sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, prinsip-prinsip
itu adalah:16
a. Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila batu adalah
batu dan tidak akan menjadi kayu
b. Principium contradiksionis, yaitu hukum kontradiksi (berlawanan,
bertentangan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran
dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
c. Principium exelusi tertii, yaitu tidak ada kemungkinan ketiga dalam satu dalil.
Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar
dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang
berikutnya tidak benar.
d. Principium rationis sufisientis, prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan
apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula
tujuan atau akibatnya.
Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan
dengan filsafat. Science sebagai ilmu pengetahuan dimana science yang meliputi
biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut

15 Ibid hal 93
16 Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan/Sistem dan Metode (Yogyakarta: IKIP, 1987),hal 67-68

9
sebagaiempiriological analysis yakni analisa atas individual things dan peristiwa-
peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah.

3. Pandangan Aksiologi Perenialisme


Dalam bidang aksiologi, perenialisme memandang masalah nilai yang
berdasarkan juga pada prinsip supernatural, yakni menerima universal yang abadi.
Masalah utama prinsip supernatural yakni dalam tingkah laku manusia, maka
manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan
kodratnya, di samping itu ada pula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-
dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian
dengan sifat rasional (pikiran) manusia.

D. Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Perenialisme


1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral sofisme
adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam
moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing
individu. Plato ingin membangun dan membina tata kehidupan dunia yang ideal,
diatas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera, membina cara yang menuju
kebajikan.
Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah.
Menurutnya dunia ideal bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran,
pengetahuan dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber
dari ide mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan
kebenaran, pengetahuan dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia
menemukan semuanya itu. Dengan akal dan rasio semua itu dapat ditemukan
kembali oleh manusia.
Manusia dapat memperoleh kebenaran tersebut dengan jalan berfikir, dan
dengan melalui pengamatan indra, karena dengan berfikir itulah manusia dapat
mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan.

10
2. Aristoteles
Ariestoteles (483-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam
pemikirannya, ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realisme (realisme klasik). Ia mengajarkan cara
berfikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, manusia adalah makhluk materi dan rohani. Sebagi makhluk
materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam
materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar ia akan menuju pada
proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna.

3. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas mencoba mempertemukan antara pertentangan yang
muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat. Pandangan
tentang realitas, ia kemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena
diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa
Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Ia menekankan dua hal dalam pemikiran
tentang realitasnya, yaitu dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar dan
penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.17
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquinas mengemukakan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi,
menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu,
dapat memperoleh pengetahuan dari pengalamannya dan rasionya. Filsafat Thomas
Aquinas disebut tomisme.

E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme


Dalam bidang pendidikan, perenialisme dipengaruhi oleh tokoh-tokoh,
seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Teori atau konsep pendidikan

17 Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan/Sistem dan Metode (Yogyakarta: IKIP, 1987),hal 61

11
perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme
Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas
Aquinas yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja
Katolik yang tumbuh pada zamannya.
Plato, dalam hal pendidikan pokok pikirannya ialah bahwa ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum universal yang
abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin
bila ide tersebut menjadi ukuran, asas normatif dalam dalam tata pemerintaha.
Maka tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar dan
mempraktekkan asas-asas normatif tersebut dalam espek kehidupan.
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu,
kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi tersebut dan
kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan
masyarakat dapat terpenuhi. 18
pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan
secara seimbang.19

F. Implementasi Aliran Perenialisme


a. Pandangan Perennialisme Mengenai Belajar
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah:
1. Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir
(mental disiplin) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan
dalam proses belajar. Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya
dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.20

2. Rasionalitas dan asas kemerdekaan.

18 Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung:Alfabeta,2007),hal.154


19 Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam.,(Jakarta,Bumi Aksara.1995) hal 28
20 Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta:Ar-Ruzzmedia,2011), hal.180

12
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan,
otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Makna kemerdekaan
pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri (be him-
self), sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk
lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai
makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.21

3. Learning to reason ( belajar untuk berpikir)


Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung
merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to
reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan
tinggi.22

4. Belajar sebagai persiapan hidup


Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup
(dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju
kesempurnaan hidup, kehidupan dunia ataupun surgawi.23

5. Learning through teaching (belajar melalui pengajaran)


Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by
discovery, penyelidikan tanpa bantuan guru. Sebenarnya learning by instruction
adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut
perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar.24
G. Implikasi Filsafat Perenialisme Dalam Pendidikan

21 Ibid hal 180


22 Ibid hal 180
23 Ibid hal 180
24 Ibid hal 180-181

13
Perenialisme memandang pendidikan sebagai proses mengembalikan
keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh, baik
berupa teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang berdasarkan pada kesatuan, bukan
mencerai-beraikan, menemukan persamaan-persamaan, bukan membanding-
bandingkan, serta memahami isi, bukan melihat luar atas berbagai aliran dan
pemikiran. Implikasi filsafat perenialisme dalam pendidikan antara lain:
1. Tujuan Pendidikan Melestarikan Budaya Bangsa
Bagi perenialis, nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi. Inilah
yang menjadi tujuan pendidikan sejati. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah
membantu peserta didik menyiapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai
kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Pendidikan harus sama bagi semua orang, dimana pun dan kapanpun ia berada,
begitu pula tujuan pendidikan harus sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai
manusia.
2. Kedudukan Siswa Penerus Generasi Terdahulu
Kaum perenialis berpendapat bahwa siswa adalah subyek sekaligus inti
dalam pelaksanaan pendidikan, dan guru hanya bertugas menolong membangkitkan
potensi yang dimiliki anak didik yang masih tersembunyi agar menjadi aktif dan
nyata, bukan membentuk atau memberikan kemampuan kepada anak didik.

3. Peranan Guru Sebagai Tokoh Sentral


Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus
menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang
ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka harus belajar, untuk
memperhalus pikiran dan mengontrol seleranya. Apabila anak gagal dalam belajar,
guru tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan pada lingkungan yang tidak
menyenangkan, atau pada rangkaian peristiwa psikologis yang tidak
menguntungkan. Guru harus mampu mengatasi semua gangguan tersebut, dengan
melakukan pendekatan secara intelektual yang sama bagi semua siswa. Dan tidak

14
ada anak yang diizinkan untuk menentukan pengalaman pendidikannya yang ia
inginkan.
4. Kurikulum
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered, berpusat pada materi
pelajaran. Materi pelajaran bersifat seragam, universal dan abadi. Selain itu, materi
pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia sebab
demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi
adalah mata pelajaran yang mempunyai rational content yang lebih besar. Oleh
karena itu, titik berat kurikulum diletakkan pada pelajaran sastra, matematika,
bahasa dan humonaria, termasuk sejarah (liberal art). Prinsip-prinsip kurikulum
untuk sekolah dasar, berlaku pula untuk sekolah menengah dengan suatu prinsip
peningkatan pemasakan akal anak didik.
5. Metode
Metode pendidikan atau model belajar utama yang digunakan oleh
perenialis adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-
karya yang tertuang dalam the greats book dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
Peranan guru bukan sebagi perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara. Guru
mengembangkan potensi-potensi self-discovery. Ia juga melakukan moral authority
(otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang professional yang qualified
dan superior dibandingkan dengan muridnya. Guru itu harus mempunyai aktualitas
yang lebih dan pengetahuan yang sempurna.25

25 Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta:Ar-Ruzzmedia,2011), hal.17

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perenialisme merupakan sebuah wacana filsafat tua, yang bertentangan
dengan konsepsi modernisme dan menentang progresivisme. Dimana segala
sesuatunya baik dari segi kebudayaan, nilai-nilai realitas kehidupan duniawi
manusia yang ada pada saat ini telah berada dalam situasi dan kondisi yang kritis,
yaitu dalam situasi yang penuh kekacauan, ketidak pastian dan ketidak teraturan,
terutama dalam kehidupan moral manusia. Menimbang hal tersebut, maka
perenialisme memandang realita yang terjadi pada saat ini hendaknya dan harus di
kembalikan kepada masa lampau. Karenaperenialisme berpegang pada nilai-nilai
atau norma-norma yang bersifat kekal atau abadi. Nilai-nilai dan norma-norma
tersebut berupa suatu Ide dan gagasan yang telah terbukti keabsahan dan
kegunaannya karena mampu bertahan dari ujian waktu.

B. Saran-Saran
Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat, dengan kerendahan hati,
penulis menyadari makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Mohon kritik dan
saran demi kesempurnaan makalah ini dan khazanah keilmuan.

16
Daftar Pustaka

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Emanuel Wora. Perenialisme Kritik Atas Modernisme Dan Postmodernisme,
Yogyakarta: Kanisius, 2006.
George R. Knight, Filsafat Pendidikan, Penerjemah: Mahmud Arif, Yogyakarta:
Gama Media, 2007.
Muhammad Noorsyam, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang: FIP IKIP, 1978.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan/Sistem dan Metode, Yogyakarta: IKIP, 1987.
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan(Manusia, Filsafat dan
Pendidikan),Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Ali Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakasrta: Nuhalitera, 2010.
M. Djumberansjah Indar, Filsafat Pendidikan, Surabaya: Karya Abaditama,1994.
Saiyidain, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, Bandung: CV
Diponegoro, 1981.
Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia,
2011.
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta,2007.
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam.,Jakarta:Bumi Aksara.1995.

17

Anda mungkin juga menyukai