Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

PENDAHULUAN Deliniasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

1

PENDAHULUAN

Wilayah/Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis


beserta segenap unsur terkait padanya batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional. Kawasan dalah wilayah dengan
fungsi utama lindung atau budidaya, terdiri dari: a. Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. b. Kawasan
budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan (Sirait, 2009).
Deliniasi hutan atau kawasan lindung merupakan salah satu untuk
mengetahui seberapa besar proporsi kawasan hutan lindung dari luas seluruhnya
kawasan hutan ini sehingga didapatakan luas yang efektif untuk digunakan dan
memanajemenkan pengelolaan hutan yang dimiliki fungsi pengaturan tata air,
pencegahan erosi dan perlindungan dan daerah aliran sungai yang telah
kehilangan 20 % tutupan hutannya. Dan pengelolaan hutannya untuk kebutuhan
menjadi lebih efisien dan produktif (Budiaman, 1996).
Berdasarkan kajian peraturan, kawasan lindung dibagi menjadi 7
kelompok yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya yang meliputi hutan lindung, daerah resapan air dan lahan gambut; 2.
Kawasan perlindungan setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air dan ruang terbuka hijau;
3. Kawasan suaka alam yang meliputi cagar alam dan suaka margasatwa; 4.
Kawasan pelestarian alam yang meliputi taman nasional, taman wisata alam dan
taman hutan raya; 5. Kawasan cagar budaya meliputi situs budaya dan geologi; 6.
Kawasan rawan bencana alam meliputi bencana gunung berapi, bencana longsor,
bencana banjir, gelombang pasang dan gempa bumi (Harimurti, dkk., 2007).
Berdasarkan Kepres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung pada pasal 8 bahwa kriteri kawasan lindung adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai
skor 175 dan atau kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau
2

lebih, dan atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut
2.000 meter atau lebih. Selanjutnya disebutkan kriteria-kriteria: a. Kawasan
bergambut dengan ketebalan 3 meter yang terdapat di bagian hulu sungai;
b. Kawasan resapan air adalah curah hujan tinggi dengan struktur tanah mudah
meresapkan air, bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara
besar-besaran; c. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang pantai
dengan jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; d. Kriteria
sempadan sungai adalah 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter kiri
kanan sungai kecil; e. Kriteria kawasan waduk atau danau adalah 50 100 meter
dari titik pasang ke arah darat; Kawasan sekitar mata air adalah dengan jari-jari
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air (Zulkarnain, 2013).
Dengan adanya pendeliniasian pada kawasan lindung, maka dapat
diarahkan untuk mencapai nilai manfaat (use value), nilai pilihan (optional value),
dan nilai keberadaan (existence value). Dalam hal ini, nilai manfaat lebih
ditujukan untuk pemanfaatan kawasan lindung pada saat ini, baik untuk ilmu
pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun ekonomi melalui
pariwisata yang keuntungannya dapat dirasakan oleh generasi saat ini.
(Rohananda dan Suprihardjo, 2013)
Kawasan hutan, terutama hutan lindung adalah kawasan resapan air yang
memiliki curah hujan tinggal dengan struktur dengan tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu menyerapkan air hujan
secara besar besaran. Hutan yang berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung)
merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukkan sebagai pengaturan
tata air, pencegah banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.
(Sagala, 1999)

Tujuan
Tujuan dari praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul Deliniasi
Kawasan Lindung ini adalah
1. Agar Mahasiswa mengetahui daerah yang dilindungi
2. Agar Mahasiswa dapat menentukan daerah yang dilindungi
3. Agar Mahasiswa untuk mengetahui luas areal yang dilindungi
4. Agar Mahasiswa mengetahui luas total areal produksi.
METODE PRAKTIKUM

2
3

Waktu dan Tempat


Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul Deliniasi Kawasan
Lindung dilaksanakan pada hari Jumat, 12 Maret 2016 pada pukul 15.00 WIB
sampai dengan selesai. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Manajemen
Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pensil, pulpen, kalkulator,
penggaris 100 cm dan 30 cm, penghapus, dan pensil warna. Bahan yang
digunakan pada paraktikum ini adalah peta kontur sebagai media untuk
menganalisis peta, dogrid, dan buku panduan.

Prosedur Kerja
1. Peta kontur dengan skala 1 : 5000 diamati dengan cermat daerah yang
termasuk kawasan yang lindung berupa aliran sungai dan areal bertopografi
curam
2. Ditandai sungai dengan pulpen pemanen warna merah
3. Pendeliniasi kawasan lindung yang ada dengan ketentuan pada sungai adalah
sebagai berikut :
ordo 1 : 10 m dari kanan kiri sungai (0,2 cm pada peta)
ordo 2 : 15 m dari kanan kiri sungai (0,3 cm pada peta)
ordo 3 : 20 m dari kanan kiri sungai (0,4 cm pada peta)
ordo 4 : 25 m dari kanan kiri sungai (0,5 cm pada peta)
Dengan ketentuan ordo pada masing-masing kawasan hutan sungai, misalnya:
1+1=2
1+2=2
2+2=3
2+3=3
3+3=4

4. Dihitung panjang tiap aliran sungai sesuai ordo dengan menggunakan benang
5. Ditebalkan dengan spidol garis ordo yang telah ditentukan
6. Dihitung luas seluruh ordo yaitu ordo I, II, III, dan ordo IV
7. Dimasukkan data hasil perhitungan ke dalam tabel berikut:
Tabel 1. Deliniasi Kawasan Lindung
Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
4

II
III
IV
Total

Tabel 2. Deliniasi Kawasan Lindung Hutan Produksi


Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
II
III
IV
Total

Tabel 3. Deliniasi Kawasan Lindung Hutan Produksi Terbatas


Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
II
III
IV
Total
5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang
berjudul Deliniasi Kawasan Lindung adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Deliniasi Kawasan Lindung
Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
II
III
IV
Total

Tabel 2. Deliniasi Kawasan Lindung Hutan Produksi


Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
II
III
IV
Total

Tabel 3. Deliniasi Kawasan Lindung Hutan Produksi Terbatas


Ordo Panjang Ordo (m) Lebar ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
I
II
III
IV
Total

Pembahasan
6

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, A. 1996. Dasar-dasar Teknik Pemanenan Kayu Untuk Program


Pendidikan Pelaksanaan Pemanenan Kayu. IPB Press. Bogor

Harimurti, Solichin, A.F Ramly, dan H.Subroto. 2007. Analisis Kawasan Lindung
DAS Cisadane-Angke-Ciliwung Asisten Deputi Bidang Data dan
Informasi Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan
Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup

Rohananda, C. K., dan R. Suprihardjo. 2013. Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar


Budaya di Kabupaten Ngawi. Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 1.
Diakses dari digilib.its.ac.id [23 April 2016] [21:00 WIB]

Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.


Jakarta

Sastrodimedjo, S. 1992. Eksploitasi Hutan I. Sekretariat Jenderal Departemen


Kehutanan. Jakarta.

Sirait, J. H. M. 2009. Konsep Pengembangan Kawasan Kota. Jurnal Perencanaan


& Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3. Diakses dari
repository.usu.ac.id [23 April 2016] [21:15 WIB]

Zulkarnain. 2013. Analisis Penetapan Kriteria Kawasan Hutan. Jurnal Agrifor


Vol. XII, No. 2; 231-236. Diakses dari http:/download/portalgaruda.org
[24 April 2016] [20:30 WIB]

Anda mungkin juga menyukai