Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Artikel Ilmiah

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

THE ABSTRACTION PROCESS OF CONSTRUCTING RELATION OF

TRIANGLES IN TERMS OF CONCEPTUAL COGNITIVE STYLE OF TEMPO TO


THE STUDENTS GRADE VIIITH SMP NEGERI 1 BALIKPAPAN

Nur Ismiyati, Nurdin Arsyad, Alimuddin

Mathematics Education Postgraduate Program


Universitas Negeri Makassar, Indonesia

e-mail: nurisimiyati23@gmail.com

ABSTRACT
Abstraction is an important process in mathematics education.
Educators need to provide their cares and know the differences of students’
characteristics in view of abstract mathematical objects; one of them is
cognitive style. The objective of this research was to describe the abstraction
process of constructing relation of triangles in terms of conceptual cognitive
style of tempo. This research employed a descriptive research with qualitative
approach, the research’s subjects consisted of four students grade VIII at SMP
Negeri 1 Balikpapan. The research’s results obtained were the subject of fast
accurate gained 6 relation of triangles and in completing the subject quickly
without careful consideration and tend to write down everything which comes
to mind on the answer sheet without thinking about it but the given solution
tends to be precise. Subject reflective gained 7 relation of triangles and in
completing the subject thought first before answering a question so it takes a
long time but the answers are delivered based on the results of mature
information processing and tend to be precise. Impulsive subjects gained 5
relation of triangles and in completing the subjects tend to respond quickly,
short but not clear and write everything that comes to mind on the answer
sheets but the given solutions tend to be less precise. Subject slow inaccurate
gained 5 relation of triangles and in completing the subjects tend to be long in
responding and less precise in giving conclusions and do not expose it in
detail.

Keywords: process of abstraction, triangle, conceptual cognitive style of tempo

PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu yang memiliki struktur yang relatif ketat, hal ini
dapat dirasakan saat mempelajari konsep-konsep matematika yang harus melalui
urutan-urutan tertentu. Pada hakekatnya belajar matematika adalah belajar konsep,
struktur konsep, mencari hubungan antarkonsep dan strukturnya. Penekanan utama
pembelajaran matematika yang baik adalah bagaimana agar siswa dapat memahami
konsep-konsep matematika yang bersifat konkret. Serangkaian pembentukan konsep
abstrak tersebut dapat disebut sebagai proses abstraksi. Akan tetapi, konsep matematika
yang abstrak membuat banyak para siswa merasa mengalami kesulitan dalam belajar
matematika sehingga menjadi masalah bagi guru dalam mengajar matematika karena

1
siswa yang memahami konsep dengan baik akan lebih dapat menggeneralisasikan dan
mentransfer pengetahuannya dari pada siswa yang hanya menghafal konsep. Penekanan
utama pembelajaran matematika yang baik adalah bagaimana agar siswa dapat
memahami konsep-konsep matematika yang bersifat konkret. Serangkaian pembentukan
konsep abstrak tersebut dapat disebut sebagai proses abstraksi. Menurut Kidron dan
Dreyfus dalam Budiarto dkk (2017:394) abstraksi telah menjadi isu sentral dalam
matematika dan ilmu pendidikan selama bertahun-tahun. Abstraksi telah dikenal sebagai
sesuatu yang berperan penting bagi keberhasilan pembelajaran matematika jika ditinjau
dari sudut pandang kognitif. Namun demikian abstraksi juga menjadi salah satu alasan
utama terhadap gagalnya proses pembelajaran matematika. Secara sederhana dalam
konteks pendidikan matematika, abstraksi dapat diartikan sebagai suatu proses
mempelajari ide-ide, objek-objek atau konsep-konsep yang bersifat abstrak.
Pengertian abstraksi menurut Halverscheid (2008), Hoyles (1996) dalam Ergul
(2013:1898) yaitu “Abstraction is, in one sense, the transformation of events or objects
in the external world into mental constructs and related to obtaining new information
from these constructs. In other words, abstraction amounts to the appearance of new
information through arrangement of information vertically (Halverscheid, 2008). Here
the arrangement of information vertically means establishing relationships between
concepts. However, Noss and Hoyles (1996) addressed abstraction in the dimension of
students’ relating conceptual information which they have; according to this, when
students perform activities successfully and progress, they learn to combine previous
activites with new ones” dengan kata lain bahwa abstraksi merupakan salah satu hal
dalam transformasi objek di dunia luar menjadi konstruksi mental dan terkait dengan
mendapatkan informasi baru dari konstruksi ini. Dengan kata lain, abstraksi berarti
munculnya informasi baru melalui pengaturan informasi secara vertikal (Halverscheid,
2008). Disini susunan informasi secara vertikal berarti membangun hubungan antar
konsep. Namun Noss dan Hoyles (1996) membahas abstraksi dalam dimensi pada
hubungan informasi konseptual siswa yang mereka miliki. Menurutnya, ketika siswa
melakukan aktivitas dengan sukses dan berkembang, mereka belajar menggabungkan
aktivitas sebelumnya dengan yang baru.
Penelitian yang terkait dengan proses abstraksi yakni penelitian yang dilakukan
oleh Williams (2007) yang meneliti proses abstraksi spontan yang terjadi dalam proses
belajar matematika pada topik persamaan garis linear. Dalam penelitian ini, Williams
melihat proses abstraksi dua sisi dari dua negara yang berbeda yaitu Australia dan
Amerika Serikat. Williams menggabungkan teori tentang model abstraksi RBC
(Recognising, Building With, Construction) dengan teori aktivitas mental Krutetskii
dalam menyelesaikan masalah untuk membuat suatu model yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi terjadinya proses abstraksi spontan dalam belajar matematika yang
berlangsung di kelas. Hasil penelitian tersebut menyarankan untuk memberikan
kesempatan yang lebih luas pada siswa melakukan aktivitas sekilas saja untuk memicu
munculnya proses abstraksi spontan. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh
Williams tidak dipaparkan lebih jauh karakteristik dari aktivitas yang dapat
memunculkan proses abstraksi.
Piaget dalam Nurhasanah dkk (2017:56) mengemukakan teori tiga bagian
tentang abstraksi, pertama abstraksi empiris yang memfokuskan pada acara anak
mengkonstruk arti sifat-sifat objek. Kedua, abstraksi empiris semu yang memfokuskan
pad acara anak mengkonstruk arti sifat-sifat aksi pada objek. Ketiga, abstraksi reflektif
yang memfokuskan pada ide tentang aksi dan operasi menjadi objek tematik pada

2
pemikiran atau asimilasi, yang berkaitan dengan kategorisasi operasi mental dan
abstrasi terhadap objek mental. Pada dasarnya ketiga bentuk abstraksi tersebut saling
berkaitan. Tindakan-tindakan yang menghantarkan pada abstraksi empiris semu dan
abstraksi reflektif terbentuk melalui proses identifikasi sifat-sifat objek yang terjadi
pada saat abstraksi empiris. Di lain pihak, abstraksi empiris hanya mungkin terjadi
melalui proses asimilasi skema-skema yang dikonstruksi oleh abstraksi reflektif.
Secara garis besar Mitchelmore & White (2007:3) membedakan abstraksi
menjadi dua. Pertama, abstraksi empiris yaitu proses pembentukan pengertian tentang
suatu objek yang abstrak berdasar ada pengalaman empiris. Kedua, abstraksi teoritis
terdiri dari pembentukan konsep-konsep untuk disesuaikan dengan beberapa teori.
Menurut Nurhasanah (2010:28) dalam proses pembelajaran matematika, terdapat tiga
hal yang terjadi berkaitan dengan proses abstraksi yang dialami siswa yaitu siswa
belajar sebuah konsep empiris, siswa belajar tentang sebuah objek matematis dan siswa
belajar tentang hubungan antara konsep empiris dan objek matematis atau sebaliknya,
mereka belajar tentang objek matematis, mereka belajar tentang konsep empiris dan
mereka belajar tentang hubungan keduanya. Jika pernyataan tersebut dicermati, maka
terlihat bahwa walaupun terdapat perbedaan konsep antara abstraksi empiris dan
abstraksi teoritis, tetapi keduanya merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari
proses belajar matematika. Dalam proses belajar matematika kedua proses abstraksi
tetap harus terjadi. Beberapa konsep matematika memang dapat dengan mudah
diajarkan melalui sebuah proses abstraksi empiris seperti konsep bilangan positif, sudut
atau bangun datar. Namun beberapa konsep dalam matematika seperti bilangan
irrasional atau bilangan kompleks tidak mudah diajarkan secara empiris.
Berdasarkan pengertian abstraksi baik empiris maupun teoritis, indikasi
terjadinya proses abstraksi dalam belajar dapat dicermati dari beberapa aktivitas sebagai
berikut:

Tabel 1. Indikator aktivitas abstraksi

Aktivitas Abstraksi Tipe Abstraksi


Mengidentifikasi karakteristik objek melalui pengalaman Abstraksi
langsung Empiris
Mengidentifikasi karakteristik objek yang diimanipulasikan atau Abstraksi
diimajinasikan Empiris
Membuat generalisasi Abstraksi Teoritis
Merepresentasikan gagasan matematika dalam bahasa dan Abstraksi Teoritis
simbol-simbol matematika
Membuat hubungan antarproses atau konsep untuk membentuk Abstraksi Teoritis
suatu pengertian baru
Sumber : Nurhasanah, 2010
Dalam penelitian ini materi yang terkait adalah segitiga. Konsep segitiga
merupakan salah satu materi kajian geometri dalam matematika sekolah yang
kebanyakan siswa mengalami kesulitan, terutama dalam mengungkapkan pengertian
bangun segitiga dan mensortir serta menggambar bangung segitiga sesuai jenisnya. Hal
ini sejalan dengan penelitian Yezita dkk (2012:54) bahwa materi mengenai identifikasi

3
sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya yang merupakan materi sulit dipahami
siswa. Oleh karena itu, proses abstraksi sangat diperlukan pada pembelajaran
matematika khususnya pembelajaran geometri dalam konsep segitiga. Menurut
Suhartono (2006:1) Segitiga adalah gabungan tiga ruas garis yang dibentuk oleh tiga
titik yang tidak segaris yang sepasang-sepasang saling dihubungankan.
Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang proses
abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga ditinjau dari gaya kognitif
konseptual tempo dengan mengajukan pertanyaan penelitian yaitu : 1) Bagaimana
deskripsi proses abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga yang dimiliki
siswa bergaya kognitif fast accurate?, 2) Bagaimana deskripsi proses abstraksi dalam
mengkonstruksi hubungan antarsegitiga yang dimiliki siswa bergaya kognitif reflektif?,
3) Bagaimana deskripsi proses abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga
yang dimiliki siswa bergaya kognitif impulsif?, dan 4) Bagaimana deskripsi proses
abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga yang dimiliki siswa bergaya
kognitif slow innacurate?. Tujuan dari penelitian ini adalah untk mengetahui bagaimana
proses abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitia pada siswa bergaya
kognitif konseptual tempo yakni fast accurate, reflektif, impulsif, dan slow innacurate.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan


kualitatif. Penelitian ini menggambarkan data kualitatif dan mendeskripsikan secara
terperinci proses abstraksi dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga ditinjau dari
gaya kognitif konseptual tempo. Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah data
hasil tes abstraksi dan transkip hasil wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Balikpapan tahun ajaran 2017/2018. Subjek penelitian
dipilih dari siswa yang bergaya kognitif reflektif, impulsif, fast accurate, dan slow
inaccurate. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan instrumen tes MFFT (Matching
Familiy Figure Test) yang dibuat oleh Jerome Kagan dan dimodifikasi oleh Warli
(2010:185) yang sudah teruji validitas, reliabilitas, dan layak untuk digunakan. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes abstraksi yang
didasarkan pada indikator aktivitas abstraksi yang selanjutnya dilakukan wawancara
berbasis tugas yang dapat mengungkapkan secara verbal apa yang dipikiran dan apa
yang dibayangkan pada saat memahami dan menyelesaikan soal. Pengujian keabsahan
data penelitian menggunakan triangulasi waktu yaitu memeriksa dan membandingkan
data dari subjek berdasarkan waktu berbeda, yakni data yang diperoleh dari hasil
penyelesaian tes tertulis dan hasil wawancara untuk masalah M1 divalidasi dengan hasil
penyelesaian tes tertulis dan hasil wawancara untuk masalah M2 dimana masalah M2
setara dengan masalah M1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data tentang gaya kognitif siswa pada penelitian ini diperoleh dari hasil tes gaya
kognitif pada siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Balikpapan tahun ajaran 2017/2018. Calon
subjek dipilih dari kelas 8.1 dan 8.2 tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah 66 siswa.
Berdasarkan hasil tes gaya kognitif tersebut diperoleh data dari 66 siswa yang mengikuti
tes gaya kognitif, terdapat 21 siswa atau 32% siswa termasuk kelompok bergaya
kognitif reflektif, 20 siswa atau 30% siswa termasuk kelompok bergaya impulsif, 13
siswa atau 20% siswa termasuk kelompok bergaya fast accurate, 12 siswa atau 18%

4
siswa termasuk kelompok bergaya slow inaccurate. Selanjutnya berdasarkan
pengelompokan data tentang gaya kognitif siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Balikpapan
yang telah mengikuti tes MFFT, selanjutnya dilakukan pemilihan subjek penelitian yang
terdiri atas 4 orang siswa yang dipilih dari masing-masing setiap kelompok.

Proses Abstraksi Subjek Fast Accurate dalam Mengkonstruksi Hubungan


Antarsegitiga

Proses abstraksi yang dilakukan oleh subjek dimulai dengan mengamati dan
membaca soal terlebih dahulu. Pada aspek identifikasi karakteristik objek melalui
pengalaman langsung subjek memperhatikan sudut dan panjang sisinya yang
selanjutnya melakukan pengukuran terhadap panjang sisi dengan menggunakan mistar
dan hasil pengukurannya ditulis di samping gambar tersebut. Sedangkan untuk besar
sudut, subjek hanya mengamati gambar tersebut dan ini merupakan bagian dari aspek
identifikasi karakteristik objek yang diimajinasikan atau dibayangkan. Sebelum
menuliskan contoh-contoh yang ditemukan pada gambar segitiga, subjek
mengidentifikasi ciri-ciri segitiga berdasarkan panjang sisi diidentifikasi berdasarkan
karakteristik panjang sisi dan besar sudut sedangkan jenis segitiga berdasarkan besar
sudut diidentifikasi berdasarkan karakteristik sudutnya. Terkait dengan sudut, subjek
memaparkan banyaknya sudut yang harus dipenuhi berdasarkan besar sudutnya.
Namun, subjek mengidentifikasi ciri-ciri segitiga lancip yakni beranggapan bahwa
segitiga yang mempunyai sudut kurang dari 90 ° adalah sudut lancip dan banyaknya
besar sudut yang lancip yakni minimal dua sudut, subjek tidak mengetahui bahwa
banyaknya sudut yang besarnya kurang dari 90 ° haruslah tiga buah. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2010:120) bahwa siswa
mengalami suatu proses “radical conctructivism” dalam proses abstraksinya yaktu
siswa membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan sedikit pengetahuan dasar yang
sudah dimilikinya, ini dikarenakan pada proses mengidentifikasi karakteristik, siswa
dapat menemukan karakteristik namun tidak cukup peka dengan berapa banyak
karakteristik-karakteristik yang harus dipenuhi untuk membuat suatu pengelompokkan.
Selanjutnya siswa menuliskan contoh-contoh segitiga dan mengklasifikasikan jenis
segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut. Subjek menggunakan simbol ∆
untuk menyatakan suatu bangun segitiga dan dapat memahami dengan baik makna
simbol yang terdapat pada soal dan hal ini merupakan bagian dari aspek
merepresentasikan gagasan matematika kedalam simbol matematika. Selanjutnya pada
aspek membuat hubungan antarproses atau konsep untuk membentuk suatu pengertian
baru yakni subjek mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan
besar sudutnya, subjek memperhatikan bagian-bagian yang sama antarsegitiga yakni ciri
yang sama dari kedua segitiga tersebut adalah besar sudutnya. Dari ciri-ciri yang sama
tersebut, subjek lalu mengkonstruksi jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar
sudutnya dan memperoleh pengetahuan yang baru. Hasil dari mengkonstruksi hubungan
antarsegitiga berdasrkan panjang sisi dan besar sudutnya disajikan dalam skema berikut.

5
Segitiga
Gambar 1.

Segitiga sama sisi Segitiga sama kaki Skema Segitiga sebarang

Tiga Dua Satu Satu Dua Satu


sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya
lancip lancip tumpul siku-siku lancip tumpul

Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga


sama sisi sama kaki sama kaki sama kaki sebarang sebarang
lancip lancip tumpul siku-siku lancip tumpul

Hubungan Antarsegitiga Berdasarkan Panjang Sisi dan Besar Sudut Pada


Subjek Fast Accurate

Subjek dengan gaya kognitif fast accurate pada proses abstraksi dalam
mengkonstruksi hubungan antarsegitiga melalui aktivitas abstraksi yang berkaitan
dengan proses wawancara, subjek cenderung memberikan respon dengan cepat. Dalam
mengerjakan tes, subjek cenderung langsung menuliskan setiap hal yang terlintas
dipikirannya pada lembar jawaban tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Walaupun
demikian, subjek dapat memberikan solusi yang tepat. Hal ini sesuai dengan
karakteristik yang dinyatakan oleh Rozencwajg dan Corroyer (Ningsih, 2012:123)
bahwa seseorang yang fast accurate adalah seseorang yang memiliki karakteristik
menggunakan waktu singkat dalam menjawab masalah, tetapi cermat/teliti sehingga
jawaban yang diberikan cenderung benar. Berkaitan dengan hal tersebut karakteristik
subjek yang cepat merespons sesuai dengan teori yang ada.

Proses Abstraksi Subjek Reflektif dalam Mengkonstruksi Hubungan Antarsegitiga

Proses abstraksi yang dilakukan oleh subjek dimulai dengan mengamati dan
membaca soal terlebih dahulu. Pada aspek identifikasi karakteristik objek melalui
pengalaman langsung subjek memperhatikan sudut dan panjang sisinya yang
selanjutnya melakukan pengukuran terhadap panjang sisi dan besar sudutnya dengan
menggunakan mistar serta busur dan hasil pengukurannya ditulis di samping gambar
dan memberikan tanda pada setiap sisi. Subjek cenderung menghitung berulang kali
agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengukuran. Sebelum menuliskan contoh-
contoh yang ditemukan pada gambar segitiga, subjek mengidentifikasi ciri-ciri segitiga
berdasarkan panjang sisi diidentifikasi berdasarkan karakteristik panjang sisi dan besar
sudut sedangkan jenis segitiga berdasarkan besar sudut diidentifikasi berdasarkan
karakteristik sudutnya. Terkait dengan sudut, subjek memaparkan banyaknya sudut yang
harus dipenuhi berdasarkan besar sudutnya. Selanjutnya siswa menuliskan contoh-
contoh segitiga dan mengklasifikasikan jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar
sudut. Subjek menggunakan simbol ∆ untuk menyatakan suatu bangun segitiga dan
dapat memahami dengan baik makna simbol yang terdapat pada soal dan hal ini
merupakan bagian dari aspek merepresentasikan gagasan matematika kedalam simbol

6
matematika. Selanjutnya pada aspek membuat hubungan antarproses atau konsep untuk
membentuk suatu pengertian baru yakni subjek mengkonstruksi hubungan antarsegitiga
berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya, subjek memperhatikan bagian-bagian yang
sama antarsegitiga yakni ciri yang sama dari kedua segitiga tersebut adalah besar
sudutnya. Dari ciri-ciri yang sama tersebut, subjek lalu mengkonstruksi jenis segitiga
berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya dan memperoleh pengetahuan yang baru.
Subjek dalam mengungkapkan hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan
besar sudut berpikir dan diam sejenak sebelum menjawab dan apabila ada jawaban yang
diutarakan tidak sesuai maka subjek dengan kesadaran memperbaiki jawabannya.
Subjek menjelaskan hubungan tersebut dengan menggunakan contoh yang sudah
ditemukan dari gambar soal yang dikelompokkan ke dalam dua jenis segitiga sekaligus
yakni berdasarkan panjang sisi dan besar sudut. Hasil dari mengkonstruksi hubungan
antarsegitiga berdasrkan panjang sisi dan besar sudutnya disajikan dalam skema berikut.
Segitiga

Segitiga sama sisi Segitiga sebarang Gambar 2. Segitiga sama kaki

Tiga Tiga Tiga


Satu Salah Satu Salah
sudutnya sudutnya sudutnya
sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya
kurang kurang kurang
lebih dari lebih dari
dari dari dari

Segitiga Segitiga Segitiga


Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga
sama sama sama
sama sisi sebarang sebarang sebarang
kaki kaki kaki
lancip lancip tumpul siku-siku
lancip tumpul sebarang

Skema Hubungan Antarsegitiga Berdasarkan Panjang Sisi dan Besar Sudut


Pada Subjek Reflektif

Subjek dengan gaya kognitif reflektif pada proses abstraksi dalam


mengkonstruksi hubungan antarsegitiga melalui aktivitas abstraksi yang berkaitan
dengan proses wawancara, subjek berpikir terlebih dahulu sebelum menjawab
pertanyaan sehingga memerlukan waktu yang cenderung lama, tetapi jawaban yang
disampaikan berdasarkan hasil pengolahan informasi yang matang. Dalam mengerjakan
tes, subjek melakukan perhitungan yang berulang-ulang dalam mengukur besar sudut
dan tampak memikirkan terlebih dahulu setiap ide yang akan dituliskan dan melakukan
perhitungan dengan matang di kertas lain sebelum menulisnya di lembar jawaban.
Kesimpulan yang dibuat berdasarkan pada pertimbangan yang matang. Hal ini sesuai
dengan karakteristik yang dinyatakan oleh Rozencwajg dan Corroyer (Ningsih,
2012:123) bahwa seseorang yang reflektif adalah seseorang yang memiliki karakteristik
menggunakan waktu yang relatif lama dalam menyelesaikan masalah, tetapi cermat atau
teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung benar dan unik (tidak umum).

7
Proses Abstraksi Subjek Impulsif dalam Mengkonstruksi Hubungan Antarsegitiga

Proses abstraksi yang dilakukan oleh subjek dimulai dengan mengamati dan
membaca soal terlebih dahulu. Pada aspek identifikasi karakteristik objek melalui
pengalaman langsung subjek melakukan pengukuran langsung pada besar sudut pada
bangun-bangun segitiga dan membuat atau menambahkan beberapa garis yang
menghubungkan beberapa titik pada gambar soal sehingga merubah bentuk segitiga
yang terdapat dalam gambar tersebut. Sedangkan untuk panjang sisi, subjek hanya
mengamati gambar tersebut dan selanjutnya memberikan tanda simbol pada panjang sisi
dan ini merupakan bagian dari aspek identifikasi karakteristik objek yang
diimajinasikan atau dibayangkan. Sebelum menuliskan contoh-contoh yang ditemukan
pada gambar segitiga, subjek mengidentifikasi ciri-ciri segitiga berdasarkan besar sudut
diidentifikasi berdasarkan karakteristik sudutnya dan jenis segitiga berdasarkan panjang
sisi diidentifikasi ciri-cirinya dengan memperhatikan bentuknya yang sesuai dengan
pengetahuan yang dipahami oleh subjek. Misalnya pada segitiga sama kaki, subjek
mengungkapkan ciri-ciri bahwa “sisi miringnya itu sama tapi sisi alasnya tidak sama”
yang artinya bahwa subjek selalu memandang bentuk segitiga yang memiliki panjang
sisi yang sama adalah pada sisi miringnya saja dan sama halnya dengan segitiga siku-
siku. Selain itu, ciri-ciri dari segitiga lancip diidentifikasi yakni segitiga lancip yang
mempunyai sudut kurang dari 90° dan banyaknya besar sudut yang lancip minimal dua
sudut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah
(2010:120) bahwa siswa yang mengalami bias penglihatan pada proses abstraksi karena
pengaruh mental set yang bersumber dari gambar. Selain itu, siswa mengalami suatu
proses “radical conctructivism” dalam proses abstraksinya yaktu siswa membangun
sendiri pengetahuannya berdasarkan sedikit pengetahuan dasar yang sudah dimilikinya,
ini dikarenakan pada proses mengidentifikasi karakteristik, siswa dapat menemukan
karakteristik namun tidak cukup peka dengan berapa banyak karakteristik-karakteristik
yang harus dipenuhi untuk membuat suatu pengelompokkan. Selanjutnya siswa
menuliskan contoh-contoh segitiga dan mengklasifikasikan jenis segitiga berdasarkan
panjang sisi dan besar sudut. Subjek menggunakan simbol ∆ untuk menyatakan
suatu bangun segitiga tetapi tidak dapat memahami dengan baik makna simbol yang
terdapat pada soal dan hal ini merupakan bagian dari aspek merepresentasikan gagasan
matematika kedalam simbol matematika. Akan tetapi, contoh-contoh yang ditemukan
ada beberapa kekeliruan dan kurang teliti dalam mengelompokkannya ke setiap jenis
segitiga. Selanjutnya pada aspek membuat hubungan antarproses atau konsep untuk
membentuk suatu pengertian baru yakni subjek dalam mengungkapkan hubungan
antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut yakni dengan memperhatikan
besar sudut, panjang sisi serta bentuk dari segitiga tersebut dan memberikan
penjelasannya dengan menggunakan contoh segitiga yang telah ditemukan sebelumnya.
Subjek masih terbatas dalam memandang suatu segitiga berdasarkan bentuk segitiga
yang selama ini dipelajari. Dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan
panjang sisi dan besar sudut, subjek memperhatikan karakteristik bentuk dan besar
sudut yang dimiliki oleh segitiga berdasarkan panjang sisi. Hasil dari mengkonstruksi
hubungan antarsegtiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya disajikan dalam
skema tersebut.

8
Segitiga

Segitiga sama sisi Segitiga sama sebarang Segitiga sama kaki

Tiga Dua Satu Dua Satu


sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya
lancip lancip tumpul lancip tumpul

Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga


sama sisi sebarang sebarang sama kaki sama kaki
lancip lancip tumpul lancip tumpul

Gambar 3. Skema Hubungan Antarsegitiga Berdasarkan Panjang Sisi dan Besar Sudut
Pada Subjek Impulsif

Subjek dengan gaya kognitif impulsif pada proses abstraksi dalam


mengkonstruksi hubungan antarsegitiga melalui aktivitas abstraksi yang berkaitan
dengan proses wawancara, subjek cenderung memberikan respon dengan cepat, singkat,
tetapi kurang jelas. Dalam mengerjakan tes yang diberikan, subjek cenderung langsung
menuliskan setiap hal yang terlintas dipikirannya pada lembar jawaban sehingga tidak
melakukan pertimbangan yang matang dan tidak dapat memberikan alasan yang jelas.
Hal ini sesuai dengan karakteristik yang dinyatakan oleh Rozencwajg dan Corroyer
(Ningsih, 2012:123) bahwa seseorang yang impulsif adalah seseorang yang memiliki
karakteristik menggunakan waktu yang relatif singkat dalam menyelesaikan masalah,
tetapi kurang cermat sehingga jawaban cenderung salah.

Proses Abstraksi Subjek Slow Innacurate dalam Mengkonstruksi Hubungan


Antarsegitiga

Proses abstraksi yang dilakukan oleh subjek dimulai dengan mengamati dan
membaca soal terlebih dahulu. Pada aspek identifikasi karakteristik objek melalui
pengalaman langsung subjek melakukan pengukuran langsung terhadap besar sudutnya
dengan menggunakan penggaris busur. Hasil pengukurannya dituliskan pada gambar
dan memberikan simbol pada bagian sudut untuk menyatakan suatu besaran sudut pada
bangun segtiga tersebut. Sedangkan untuk panjang sisi, mengamati panjang sisi pada
gambar soal tanpa melakukan pengukuran dan ini merupakan bagian dari aspek
identifikasi karakteristik objek yang diimajinasikan atau dibayangkan. Subjek
cenderung menghitung beberapa kali untuk memastikan besar sudut pada gambar
tersebut dan tidak melakukan pengecekan kembali tentang panjang sisi karena sudah
yakin dengan pengamatan yang dilakukan. Sebelum menuliskan contoh-contoh yang
ditemukan pada gambar segitiga, subjek mengidentifikasi ciri-ciri segitiga berdasarkan
panjang sisi diidentifikasi berdasarkan karateristik panjang sisinya sedangkan untuk
jenis segitiga berdasarkan besar sudut diidentifikasi berdasarkan karakteristik sudutnya.
Namun subjek tidak mengungkapkan berapa banyak sudut yang harus terpenuhi sesuai
ukuran sudutnya. Subjek masih terbatas dalam memandang suatu segitiga berdasarkan

9
bentuk segitiga yang selama ini dipelajari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nurhasanah (2010:120) bahwa siswa yang mengalami bias penglihatan
pada proses abstraksi karena pengaruh mental set yang bersumber dari gambar. Selain
itu, siswa mengalami suatu proses “radical conctructivism” dalam proses abstraksinya
yaktu siswa membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan sedikit pengetahuan dasar
yang sudah dimilikinya, ini dikarenakan pada proses mengidentifikasi karakteristik,
siswa dapat menemukan karakteristik namun tidak cukup peka dengan berapa banyak
karakteristik-karakteristik yang harus dipenuhi untuk membuat suatu pengelompokkan.
Selanjutnya siswa menuliskan contoh-contoh segitiga dan mengklasifikasikan jenis
segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut. Subjek menggunakan simbol ∆
untuk menyatakan suatu bangun segitiga tetapi tidak dapat memahami dengan baik
makna simbol yang terdapat pada soal dan hal ini merupakan bagian dari aspek
merepresentasikan gagasan matematika kedalam simbol matematika. Akan tetapi,
contoh-contoh yang ditemukan ada beberapa kekeliruan dan kurang teliti dalam
mengelompokkannya ke setiap jenis segitiga dan cenderung menggunakan waktu lama
untuk menemukannya. Selanjutnya pada aspek membuat hubungan antarproses atau
konsep untuk membentuk suatu pengertian baru yakni subjek dalam mengungkapkan
hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut dengan
memperhatikan besar sudut dan juga memperhatikan bentuk dari segitiga tersebut.
Dalam menjelaskan hubungan antarsegitiga, subjek juga memberikan contoh yang
terkait dengan hubungan panjang sisi dan besar sudut. Subjek cenderung memberikan
penjelasan kurang jelas dan hubungan berdasarkan panjang sisi dan besar sudut yang
didapat kurang lengkap. Dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan
panjang sisi dan besar sudut, subjek memperhatikan karakteristik bentuk dan besar
sudut yang dimiliki oleh segitiga berdasarkan panjang sisi. Hasil dari mengkonstruksi
hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya disajikan dalam
skema berikut.

Segitiga

Segitiga sama sisi Segitiga sama sebarang Segitiga sama kaki

Tiga Tiga Satu Tiga Satu


sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya sudutnya
lancip lancip tumpul lancip tumpul

Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga


sama sisi sebarang sebarang sama kaki sama kaki
lancip lancip tumpul lancip tumpul

Gambar 4. Skema Hubungan Antarsegitiga Berdasarkan Panjang Sisi dan Besar Sudut
Pada Subjek Slow Innacurate

Subjek dengan gaya kognitif slow innacurate pada proses abstraksi dalam
mengkonstruksi hubungan antarsegitiga melalui aktivitas abstraksi yang berkaitan
dengan proses wawancara, subjek cenderung lama dalam memberikan respons dan

10
jawaban yang disampaikan kurang tepat. Dalam mengerjakan tes abstraksi, subjek tidak
menyelidikinya satu persatu terkait jawaban yang ditulis dan subjek cenderung kurang
jelas dalam memberikan kesimpulan dan tidak memaparannya secara rinci. Hal ini
sesuai dengan karakteristik yang dinyatakan oleh Rozencwajg dan Corroyer (Ningsih,
2012:123) bahwa seseorang yang slow inaccurate adalah seseorang yang memiliki
karakteristik menggunakan waktu yang lama dalam menjawab masalah, tetapi
tidak/kurang cermat sehingga jawaban cenderung salah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang mengacu pada pertanyaan penelitian, maka
kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1) Proses abstraksi pada subjek
fast accurate dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi
dan besar sudut adalah dengan memperhatikan bagian-bagian yang sama antarsegitiga
yakni ciri yang sama dari kedua segitiga tersebut adalah besar sudutnya. Skema
hubungan yang dibuat ada 6 hubungan antarsegitgia berdasarkan panjang sisi dan besar
sudut. Subjek dalam menyelesaikan soal tersebut cenderung cepat dalam memberikan
respon dan menuliskan setiap hal yang terlintas dipikirannya tanpa memikirkannya
terlebih dahulu tetapi solusi yang diberikan tepat. 2) Proses abstraksi pada subjek
reflektif dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan
besar sudut adalah dengan memperhatikan bagian-bagian yang sama antarsegitiga yakni
ciri yang sama dari kedua segitiga tersebut adalah besar sudutnya. Skema hubungan
yang dibuat ada 7 hubungan antarsegitgia berdasarkan panjang sisi dan besar sudut.
Subjek dalam menyelesaikan soal tersebut berpikir terlebih dahulu sehingga cenderung
menggunakan waktu yang lama tetapi jawaban yang disampaikan berdasarkan hasil
pengolahan informasi yang matang. 3) Proses abstraksi pada subjek impulsif dalam
mengkonstruksi hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut adalah
dengan memperhatikan besar sudut yang dimiliki oleh jenis segitiga berdasarkan
panjang sisi. Skema hubungan yang dibuat ada 5 hubungan antarsegitiga berdasarkan
panjang sisi dan besar sudut. Subjek dalam menyelesaikan soal tersebut cenderung
memberikan respon yang cepat, singkat, tetapi kurang jelas dan tidak melakukan
pertimbangan yang matang dan tidak dalam memberikan alasan yang jelas. 4) Proses
abstraksi pada subjek slow innacurate dalam mengkonstruksi hubungan antarsegitiga
berdasarkan panjang sisi dan besar sudut adalah sudut dilihat dari sudut yang dimiliki
pada jenis segitiga berdasarkan panjang sisi. Skema hubungan yang dibuat ada 5
hubungan antarsegitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut. Subjek dalam
menyelesaikan soal tersebut cenderung lama dalam memberikan respon dan jawaan
yang disampaikan kurang tepat dan cenderung kurang jelas dalam memberikan
kesimpulan dan tidak memaparkannya secara rinci.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, M. T., Rahaju, E. B., & Hartono, S. 2017. Students’ Abstraction in Re-
cognizing, Building With and Constructing a Quadrilateral. Educational
Research and Reviews (Online).12(7):394-402.

Ergul, N. 2013. Momentum Concept in The Process of Knowledge Construction.


Educational Sciences: Theory & Practice (Online). 13(3): 1897-1901.

11
Mitchelmore, M., & White, P. 2007. Abstraction in Mathematics Learning. Mathematics
Educational Research Journal (Online). 19(2): 1-9.

Ningsih, P. R. 2012. Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif. Gamatika (Online). 2(2): 120-127.

Nurhasanah, F. 2010. Abstraksi Siswa SMP dalam Belajar Geometri Melalui Penerapan
Model Van Hiele dan Geometers’ Sktchpad. Tesis tidak diterbitkan. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.

Nurhasanah, F., Kusumah, Y. S., & Sabandar, J. 2017. Concept of Triangle: Examples of
Mathematical Abstraction in Two Different Contexts. International Journal on
Emerging Mathematics Education. 1(1): 53-70.

Warli. 2010. Profil Kreativitas Siswa yang Bergaya Kognitif Reflektif dan Siswa yang
Bergaya Kognitif Impulsif dan Reflektif dalam Memecahkan Masalah Geometri.
Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana UNESA.

Williams, G. 2007. Abstracting in The Context of Spontanious Learning. Mathematics


Educational Research Journal. 19(2): 69-88.

Yezita, E., Rosha, M., & Yerizon. 2012. Mengonstruksi Pengetahuan Siswa Pada Materi
Segitiga dan Segiempat Menggunakan Bahan Ajar Interaktif Matematika
Berbasis Konstruktivisme. Jurnal Pendidikan Matematika (Online). 1(1): 54-59.

12

You might also like