Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makanan Probiotik Afiati DKK

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Versi Online: J. Teknol.

dan Industri Pangan


http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

PEMANFAATAN BAKTERI PROBIOTIK INDIGENUS DALAM PEMBUATAN KEJU LUNAK

[Utilization of Indigenous Probiotic Bacteria in the Production of Soft Cheese]

Fifi Afiati1)*, Yopi1) dan Rarah R.A. Maheswari2)


1) Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong, Bogor
2) Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Diterima 12 April 2013 / Disetujui 15 Februari 2014

ABSTRACT
Probiotic soft cheese containing lactic acid bacteria is one of functional food products. Three lactic acid bacteria namely Lactococcus lactis
DSB 42 (LL-DSB42), Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01) and Bifidobacterium longum RRM-01 (BL-RRM01) were used in the
production of probiotic soft cheeses. Single culture (BL, LA, and LL) and mixed culture (BL-LA, BL-LL, LA-LL and BL-LA-LL) were used to produce
diversified functional products. The preparation of probiotic soft cheese consists of pasteurization, addition of lactic acid bacterial culture (5%, v/v),
addition of rennet, cutting the curd, scalding, draining and packaging. Soft cheese characteristics were analyzed physically (yield), chemically (pH,
water content, crude protein, crude fat and ash) and microbiologically (lactic acid bacteria). The results showed that addition of lactic acid bacteria
cultures significantly decreased the pH value (pH 5.10 to 5.79). The yield of probiotic soft cheese produced was in the range of 17.86-22.51% with
water content of more than 55%. The fat and carbohydrate content of both cheeses of single and mixed cultures were significantly different (p<0.05)
(fat content 5.1-7.4% for single culture and 4.0-9.3% for mix culture; carbohydrate content 11.6-17.7% for single culture and 4.6-12-2% for mix
culture). The combination of all three starter cultures did not result in inhibition to each other, thus these combination were able to achieve the
maximum number of 9.0 log10CFU g-1 on a single culture soft cheese and 9.8 log10CFU g-1 in mixed cultures soft cheese. In conclusion, soft
cheeses with single culture (BL, LA, and LL) and mixed culture (BL-LA, BL-LL, LA-LL and BL-LA-LL) had excellent potential properties to be
developed as probiotic foods.

Keywords: B. longum, lactic acid bacteria, L. acidophilus, L. lactis, soft cheese

ABSTRAK
Keju probiotik menggunakan bakteri asam laktat merupakan salah satu produk pangan fungsional. Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan
dalam pembuatan keju lunak adalah Lactococcus lactis DSB 42 (LL-DSB42), Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01) dan Bifidobacterium
longum RRM-01 (BL-RRM01), baik secara tunggal (BL, LA, and LL) atau campuran (BL-LA, BL-LL, LA-LL dan BL-LA-LL) yang bertujuan
meningkatkan diversifikasi produk menjadi pangan fungsional. Penelitian dimulai dari proses pasteurisasi, penambahan BAL (5%, v/v),
penambahan rennet, pemotongan curd, scalding, penyaringan dan pengemasan. Keju lunak dianalisis secara fisik (rendemen), kimia (pH, kadar
air, lemak kasar, abu dan karbohidrat by difference). Penambahan BAL menyebabkan penurunan pH (pH 5.10 sampai 5.79). Rendemen yang
dihasilkan betrkisar 17.86-22.51% dengan kadar air lebih dari 55%. Kandungan lemak dan karbohidrat berbeda nyata (p<0.05) baik yang ditambah
BAL secara tunggal atau campuran (kadar lemak 5.1-7.4% pada kultur tunggal dan 4.0-9.3% pada kultur campuran; kandungan karbohidrat 11.6-
17.7% pada kultur tunggal dan 4.6-12-2% pada kultur campuran). Kombinasi ketiga kultur starter tidak menyebabkan penghambatan pada kultur
lainnya, sehingga mampu tumbuh maksimum 9.0 log10CFU/g pada kultur tunggal dan 9.8 log10CFU/g pada kultur campuran. Disimpulkan bahwa
keju lunak dengan kultur tunggal atau campuran berpotensi sebagai makanan probiotik.

Kata kunci: bakteri asam laktat, B. longum, keju lunak, L. acidophilus, L. lactis

PENDAHULUAN 1
Bakteri probiotik berfungsi efektif jika viabilitasnya dapat
dipertahankan sampai usus halus dan usus besar. Bakteri
Beragamnya jenis pangan di Indonesia memicu beberapa probiotik bertanggung jawab melindungi tubuh manusia dari
industri untuk mengembangkan produk berbasis susu. Keju infeksi, terutama di sepanjang permukaan mukosa saluran
merupakan produk susu yang memiliki karakteristik fisik dan pencernaan (Sanders, 2003). Bakteri asam laktat seperti L.
kimia spesifik dibandingkan produk susu lainnya serta ber- acidophilus, Bifidobacterium spp dan L. casei sering digunakan
potensi sebagai probiotik (Karimi et al. 2011). Pembuatan keju dalam pembuatan produk-produk yang terbuat dari susu dan
merupakan proses dehidrasi susu dan dipengaruhi oleh faktor juga sebagai bagian dari mikroflora gastrointestinal (Shah,
lain seperti kultur, pengasaman, pengasinan, kemasan dan 2007).
pendinginan (Everett dan Auty, 2008). Bakteri asam laktat tergolong mikroorganisme Generally
Recognized as Safe (GRAS), aman jika ditambahkan ke dalam
bahan pangan dan bersifat non toksik, sehingga dapat
*Penulis Korespondensi: dimanfaatkan dalam pembuatan produk pangan fermentasi
E-mail: fifi.afiati@lipi.go.id; afiati_btk@yahoo.com (Kusmiati dan Malik, 2002). Strain bakteri yang tergolong dalam

7
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

bakteri probiotik adalah dari genus Laactobacillus dan sebanyak 2-3 x 24 jam dalam 9 bagian media cair steril dan 1
Bifidobacterium (Madureira et al. 2005) saat ini bakteri probiotik bagian kultur. Perbanyakan kultur dilakukan melalui tahap
banyak digunakan dalam yoghurt, es krim dan makanan pembuatan kultur induk, kultur antara dan kultur kerja, dimana 1
penutup (Homayouni et al. 2008). bagian kultur BAL ditumbuhkan dalam 9 bagian larutan skim
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tahan ter- steril.
hadap pH rendah dan cocok untuk digunakan dalam pembuatan
produk olahan susu dengan keasaman tinggi (Vedamuthu, Pembuatan keju lunak
2006). Dilaporkan juga L. lactis merupakan bakteri asam laktat Masing-masing kultur kerja 5% (v/v) ditambahkan ke dalam
yang dimanfaatkan dalam dunia industri untuk memproduksi susu yang telah dipasteurisasi dan dilakukan pengukuran pH
produk susu fermentasi khususnya keju (Odamaki et al. 2011). hingga mencapai pH 6.3. Kultur kerja yang ditambahkan
Disisi lain bifidobacteria dilaporkan mampu memanfaatkan meliputi kultur tunggal (Lactobacillus acidophilus RRM-01/LA,
laktulosa dan oligosakarida yang merupakan karbohidrat Bifidobacterium longum RRM-01/BL dan Lactococcus lactis
komplek dan dikenal dengan istilah ‘faktor-faktor bifidus’. DSB 42/LL) atau kultur campuran (BL-LA 1:1, BL-LL 1:1, LA-LL
Interaksi positif antara beberapa strain bakteri asam laktat 1:1 dan BL-LA-LL 1:1:1). Pada bahan tersebut kemudian
tersebut diatas telah banyak digunakan seperti L. acidophilus ditambah rennet dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 jam,
dan Bifidobacterium spp. (Tamime dan Robinson, 2000). L. selanjutnya dipotong-potong dan didiamkan selama 15 menit.
helveticus R0052, B. longum R0175 dan B. lactis BB-12 Scalding dilakukan dengan cara pemanasan curd pada suhu
merupakan strain yang dapat memberikan efek kesehatan 40°C selama 30 menit, dilanjutkan dengan penyaringan, pe-
(Rautava et al. 2009; Jandu et al. 2009; Wagar et al. 2009). ngemasan dan penyimpanan. Penambahan kultur kerja sampai
Mikroorganisma genus laktokokus dianggap aman sehingga pengemasan dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3, 4 dan 5.
banyak digunakan dalam produk olahan susu, baik dalam skala
kecil atau besar (Casalta dan Montel, 2008).
Penelitian menggunakan bakteri asam laktat Lactobacillus
acidophilus RRM-01 (LA-RRM01), Bifidobacterium longum
RRM-01 (BL-RRM01) dan Lactococcus lactis DSB 42 (LL-
DSB42), karena menurut Maheswari et al. (2008) bakteri ter-
sebut berpotensi sebagai probiotik yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, khususnya E. coli. Ketiga bakteri
yang digunakan merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi Gambar 1. Kultur kerja Gambar 2. Proses koagulasi
dari produk lokal, yaitu dadih dari Sumatera Barat sehingga
diharapkan mampu meningkatkan potensi plasma nutfah lokal.
Tujuan pemanfaatan bakteri LA-RRM01, BL-RRM01 dan LL-
DSB42 pada keju lunak adalah untuk meningkatkan diversifikasi
produk menjadi pangan fungsional melalui proses fermentasi
bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran dalam
pembuatan keju lunak terhadap karakteristik fisik, kimia dan
mikrobiologi.
Gambar 3. Pengeluaran whey Gambar 4. Penyaringan
BAHAN DAN METODE
Bahan
Susu segar diperoleh dari sapi Friesian Holland (FH) yang
dipelihara di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Bahan
lain yang digunakan adalah susu skim dari supermarket lokal,
dan rennet, kultur Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-
RRM01; LA), Bifidobacterium longum RRM-01 (BL-RRM01; BL)
serta Lactococcus lactis DSB 42 (LL-DSB42; LL) dari Gambar 5. Pengemasan
Laboratorium Hasil Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB.
Analisis produk
Keju lunak yang dihasilkan dianalisis secara fisik
Analisis kualitas susu segar
(rendemen), kimia (pH, kadar air, protein kasar, abu, lemak
Analisis susu menggunakan pH meter (MV meter UB-7)
kasar dan mikrobiologi (BAL, bakteri asam laktat). Analisis pH
dan milko tester (Master Pro) meliputi nilai pH, kadar lemak,
dan populasi bakteri asam laktat dilakukan terhadap keju lunak
protein, laktosa.
yang disimpan selama 1, 7 dan 14 hari, sedangkan analisis
kadar air, protein, lemak dan abu serta karbohidrat by difference
Persiapan kultur bakteri (hasil pengurangan angka 100 dengan komponen air, protein,
Persiapan dimulai dengan mengaktifkan kultur BAL dalam lemak dan abu) dilakukan terhadap keju segar (H1). Analisis
media de Mann Rogossa Sharpe Broth (MRSB, Merck) steril dilakukan menurut AOAC (2005) dan BAM (2001).

8
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

Analisis data Tabel 2. Rendemen keju lunak yang dihasilkan dari penambahan
Rancangan penelitian pengujian analisis nilai pH, analisis kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau
karbohidrat dan jumlah BAL menggunakan faktorial rancangan campuran
acak lengkap (faktorial RAL), analisis protein kasar, lemak Kultur Starter Rendemen (%)tn
kasar, kadar air dengan rancangan acak kelompok (RAK) BL 17.9 ± 5.1
dengan tiga kali ulangan dan dianalisis dengan sidik ragam LA 20.6 ± 6.7
(ANOVA). Jika terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji LL 19.6 ± 6.1
Duncan. BL-LA 21.6 ± 8.4
BL-LL 21.4 ± 9.9
LA-LL 21.4 ± 6.6
HASIL DAN PEMBAHASAN BL-LA-LL 22.5 ± 7.3
BL = Bifidobacterium longum; LA = Lactobacillus acidophilus
Kualitas susu sapi segar LL = Lactococcus lactis; tn = tidak berbeda nyata (p>0.05)
Susu merupakan bahan dasar yang diperlukan dalam pem-
buatan keju. Komposisi yang terkandung di dalam susu berbeda Kasein berfungsi membentuk jaringan parakasein untuk
tergantung jenis ternak, bangsa ternak, status nutrisi, periode menghasilkan struktur keju. Secara sederhana, rendemen
laktasi, umur, interval pemerahan dan kesehatan (McSweeney, merupakan berat keju yang dihasilkan dari berat susu yang
2007). Penentuan kualitas susu harus mengikuti standar mutu digunakan. Penentuan rendemen sebenarnya dihasilkan dari
yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional pengukuran semua komponen input (susu, starter dan garam)
tentang susu sapi segar (BSN, 2011). Pengujian susu diawal serta output (keju dan whey). Keju yang dihasilkan dipengaruhi
proses produksi dilakukan karena susu merupakan bahan oleh beberapa faktor, seperti spesies, bangsa, masa laktasi,
utama dalam pembuatan keju, dimana komponen susu seperti nutrisi, frekuensi pemerahan dan status kesehatan ternak
protein berperan dalam pembentukan tekstur dan flavor, (McSweeney, 2007).
sedangkan laktosa merupakan substrat terpenting dalam proses Secara umum, rataan rendemen yang dihasilkan dalam
fermentasi bakteri asam laktat. Standar kandungan protein susu penelitian tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini menunjukkan
untuk pembuatan keju adalah 3.7-4.5%. Kandungan yang bahwa penggunaan bakteri asam laktat LA, BL dan LL baik
standar dapat meningkatkan keseragaman, mengurangi casein secara tunggal atau campuran memberikan pengaruh yang
dalam whey dan meningkatkan kadar protein dalam produk sama terhadap rendemen keju lunak, karena kultur yang di-
(McSweeney, 2007). Mutu susu sapi segar yang digunakan tambahkan mempunyai konsentrasi yang sama, seperti pen-
dalam penelitian seperti tercantum dalam Tabel 1. dapat Jamilatun (2009) bahwa rendemen dipengaruhi oleh
konsentrasi inokulum, suhu dan waktu fermentasi. Persentase
Tabel 1. Mutu susu segar sapi Friesian Holland (FH) yang dipelihara rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 17.86-
di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong 22.51%, berkaitan erat dengan kadar air yang dikandungnya,
Komposisi Nilai Nilai Standar berpengaruh juga terhadap konsistensi dan teksturnya (Farke,
Lemak (%) 4.9 ± 0.7 3.01 2004) (Tabel 5) sehingga keju yang dihasilkan dapat di-
Protein (%) 3.8 ± 0.2 2.81 klasifikasikan sebagai keju lunak, karena menurut Heller et al.
Laktosa (%) 4.0 ± 0.2 4.092 (2008) keju yang mengandung kadar air >55% diklasifikasikan
pH 6.7 ± 0.1 6.3 - 6.81 sebagai keju lunak.
1SNI 3141.1:2011; 2Siddique et al. (2010) McSweeney (2007) mengemukakan bahwa kadar protein
dan lemak susu serta penanganan susu pada proses pem-
Salah satu atribut yang dapat menentukan kualitas susu buatan keju dapat mempengaruhi perolehan rendemen.
adalah kandungan laktosa dan abu (Siddique et al. 2010). Rendemen dihasilkan dari penurunan berat keju disebabkan
Laktosa merupakan sumber energi utama bagi bakteri asam oleh kehilangan air akibat penguapan dan pelepasan CO2 dari
laktat yang memerlukan karbon organik sebagai sumber karbon proses glikolisis dan proteolisis serta dipengaruhi kelembaban
dan energi dengan merubah menjadi asam laktat dan produk relatif dan suhu lingkungan (Riahi, 2007). Rendemen yang
lainnya melalui dua rute metabolisme yang berbeda. Konsen- dihasilkan dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian
trasi laktosa dan laktat berpengaruh terhadap proses pe- yang telah dilakukan Huppertz et al. (2004) yaitu 10-25%,
matangan keju (Riahi et al. 2007). sementara keju segar Minas hasil penelitian Buriti et al. (2005)
Mutu susu segar sapi FH memenuhi standar yang telah di- menghasilkan rendemen sebesar 4.3–9.6%.
tetapkan SNI 314.1:2011, sehingga susu yang dihasilkan dapat
digunakan untuk produk olahan susu, khususnya pembuatan Kualitas kimia keju lunak
keju lunak. Salah satu karakteristik penting dalam penilaian mutu susu
pada pembuatan keju adalah pH karena pH medium sangat
Rendemen keju lunak penting bagi stabilitas bakteri probiotik selama penyimpanan
Rendemen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsen- (Kailasapathy et al. 2008). Nilai pH yang tinggi merupakan
trasi rennet, temperatur dan pH (Walstra et al. 2006). Per- kondisi yang kurang menguntungkan bagi proses peng-
sentase rendemen keju lunak dapat dilihat pada Tabel 2. gumpalan keju yang membutuhkan pH optimum yaitu asam
(McSweeney, 2007). Nilai pH keju lunak dengan penambahan

9
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

kultur BAL secara tunggal atau campuran dapat dilihat pada 7


Tabel 3, sedangkan nilai pH selama penyimpanan dapat dilihat
pada Tabel 4. 6

Tabel 3. Nilai pH keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur 5


bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran
Kultur BAL Nilai pH Rataan ± SD 4

pH
BL 5.79 ± 0.47 a
3
LA 5.15 ± 0.65 b
LL 5.48 ± 0.87 ab
2
BL-LA 5.11 ± 0.72 b
BL-LL 5.53 ± 0.82 ab 1
LA-LL 5.10 ± 0.65 b
BL-LA-LL 5.14 ± 0.75 b 0
BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus LA BL-LA LA-LL BL-LA-LL BL-LL LL BL
lactis; a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda Kultur
nyata (p<0.05) H0 H1 H7 H14
Gambar 6. Diagram batang rataan nilai pH selama penyimpanan keju
Tabel 4. Nilai pH keju lunak selama penyimpanan yang dihasilkan lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri
dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran
atau campuran
Penyimpanan (hari) Nilai pH Rataan ± SD
H-0 6.09 ± 0.17a Gambar 6. terlihat bahwa keju lunak dengan pe-nambahan
H-1 5.30 ± 0.52b kultur LA, baik tunggal atau campuran menunjukkan nilai pH
H-7 5.05 ± 0.73bc yang lebih rendah (6.08 menjadi 4.64) dibandingkan kultur
H-14 4.88 ± 0.77c lainnya (6.19 menjadi 5.07), hal ini menunjukkan bahwa
H-0 = hari ketika penambahan kultur starter, H1-H14 = hari penyimpanan ke-1, penambahan kultur L. acidophilus ternyata mampu menurunkan
7, dan 14 tingkat keasaman keju lunak, karena menurut Vedamuthu
(2006) walaupun L. acidophilus tumbuh lambat di dalam susu,
Berdasarkan analsis sidik ragam terdapat perbedaan namun memproduksi asam laktat dalam jumlah tinggi, sehingga
(p<0.05) pada kultur BAL, sehingga kultur BAL berpengaruh dapat berperan sebagai faktor pengasam. Produk keju yang
nyata terhadap nilai pH dan setelah uji Duncan kultur BAL dapat mengandung L. acidophilus mempunyai kandungan asam laktat
diketahui bahwa nilai pH keju lunak yang mengandung kultur BL yang tetap selama penyimpanan, karena banyak laktosa yang
tidak berbeda nyata dengan kultur LL dan BL-LL, sedangkan hilang bersama whey dan hanya sedikit yang tersisa dalam keju
keju lunak yang mengandung kultur LA-LL berbeda tidak nyata (Ong et al. 2006). Selama penyimpanan, dapat terjadi perubah-
dengan semua perlakuan, kecuali keju lunak yang mengandung an struktural karena hilangnya kelembaban dan perubahan
kultur BL. Nilai pH susu merupakan faktor penting selama fase biokimia, serta perubahan keju secara umum (Madadlou et al.
penggumpalan pada proses pembuatan keju. Nilai pH bervariasi 2007).
karena adanya reaksi kultur starter, proses sebelum pematang- Berdasarkan analsis sidik ragam terdapat perbedaan
an atau adanya penambahan asam. Nilai pH mempengaruhi (p<0.05) pada penyimpanan, sehingga penyimpanan ber-
aktivitas proteolitik karena terjadi pemecahan makropeptida pengaruh nyata terhadap nilai pH dan setelah uji Duncan
kappa kasein oleh rennet (Ong et al. 2012). Selama fase penyimpanan diketahui bahwa rata-rata pH tertinggi dihasilkan
pembuatan keju, laktosa dirubah menjadi asam laktat, sehingga pada penyimpanan H-0 (6.09), sedangkan terendah pada
meningkatkan pH, namun ketika nutrisi tidak tersedia, maka penyimpanan H-14 (4.88). Tidak terjadi interaksi antara kultur
mikroflora memetabolisme asam amino yang dilepaskan dari BAL dan lama penyimpanan, karena memiliki p-value 0.999 >α
kasein (McSweeney dan Sousa, 2000). 5% (p>0.05). Kadar pH pada awal penyimpanan lebih tinggi
Bifidobakteria tumbuh optimum pada pH 6.5-7.0 dan akan karena pada H0 merupakan saat penambahan kultur pada
terhambat di bawah pH 5.0 atau di atas pH 8.0 (Bolyston, susu, dimana pH awal susu setelah pasteurisasi sebesar 6.4
2004). Bifidobacterium longum dibedakan dari spesies Bifido- turun menjadi 6.09 setelah penambahan kultur bakteri asam
bakteria lain, karena dapat memanfaatkan arabinosa, xilosa, laktat. Penurunan terus terjadi selama masa penyimpanan, hal
ribosa, laktosa, melesitol, trehalosa dan tidak dapat memanfaat- ini dimungkinkan karena proses metabolisme berlangsung
kan glukonat, maltosa dan salisin (Hadadji dan Bensoltane, secara ideal dan kondisi konstan, dimana tingkat produksi asam
2006). Bifidobacterium longum tumbuh baik pada media TPY sebanding dengan jumlah bakteri, walaupun ketika pertumbuh-
yang mengadung laktosa dengan laju pertumbuhan 0.37 per an melambat atau bahkan berhenti karena terjadi akumulasi
jam. Nilai pH kultur menurun secara bertahap dari 6.7 ke 4.1 asam laktat, sistem enzim bakteri masih dapat terus melanjut-
setelah 23 jam inkubasi pada 37°C, namun pertumbuhan B. kan perubahan dari laktosa menjadi asam. Kondisi pertumbuh-
longum relatif tidak terpengaruh. Rataan nilai pH selama an bakteri tidak persis sama seperti yang terjadi pada starter
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. akibat perlakuan panas pada susu dan tekanan oksigen di

10
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

dalamnya, sehingga enzim bakteri yang ditambahkan harus sama setelah disimpan selama 28 hari yaitu sebesar 13.58%
menyesuaikan terlebih dahulu (Walstra et al. 2006). protein dan 15.94% lemak (Fritzen-Freire et al. 2010). Mutu keju
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang yang dihasilkan dalam penelitian memiliki kandungan protein
nyata (p<0.05) terhadap kandungan karbohidrat by difference 20.2–21.7%, hampir sama dengan keju cedar olahan 19.5%
dan lemak, namun kadar air, protein dan abu tidak menunjuk- (BSN, 1992) namun lebih besar dari hasil penelitian Buriti et al.
kan perbedaan yang nyata pada semua kultur yang di- (2007) yaitu sebesar 11.86% pada keju segar Minash yang
tambahkan, baik secara tunggal atau campuran. Keju lunak mengandung L. acidophilus dan 13.44% pada keju probiotik
yang mengandung kultur bakteri asam laktat BL-LL meng- yang menggunakan kultur Lactobacillus acidophilus (Kasimoglu
hasilkan kadar lemak paling rendah, sehingga diharapkan keju et al. 2004), sehingga keju lunak yang dihasilkan pada
ini dapat dijadikan sebagai alternatif pangan fungsional. penelitian ini dapat dijadikan sumber protein melebihi
Kombinasi BL-LA akan meningkatkan 45% produksi asam kandungan protein pada bahan dasarnya (3.8%). Pembentukan
laktat, selain itu dapat memberikan dampak positif terhadap asam amino dari protein juga penting dalam pematangan keju,
pengaruh bifidogenik dan mampu merangsang produksi asam dan merupakan senyawa prekursor dalam pembentukan flavor
laktat (Hadadji dan Bensoltane, 2006). Hasil analisis proksimat sebagai ciri khas pematangan keju (Walstra et al. 2006).
keju lunak probiotik yang dihasilkan dari penambahan kultur Kandungan karbohidrat by difference keju lunak yang
bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran dapat dilihat mengandung bakteri tunggal LA berbeda nyata (p<0.05) dengan
pada Tabel 5. keju lunak yang mengandung bakteri BL-LL dan BL-LA-LL,
namun berbeda tidak nyata dengan yang ditambah bakteri BL,
Tabel 5. Hasil analisis proksimat keju lunak yang dihasilkan dari LL, BL-LA dan LA-LL, hal ini menunjukkan bahwa bakteri LA
penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau
mampu bersinbiotik dengan bakteri BL dan LL untuk menghasil-
campuran
Kadar Protein Karbohidrat Lemak
kan energi dalam proses metabolismenya. Metabolisme
Kultur Abu heksosa melalui jalur Emden-Meyerhoff mengarah ke produksi
Air kasar by Difference Kasar
Starter (%)tn
(%)tn (%)tn (%) (%) laktat dengan piruvat. Banyak jalur alternatif BAL untuk meng-
BL 57.7± 20.5± 13.1± 7.0± 1.7 ± hasilkan piruvat dan metabolit selain laktat, seperti metabolisme
0.5 2.7 0.5ab 3.3ab 0.3 heksosa pada kondisi glukosa terbatas atau dengan adanya
LA 55.0± 20.9± 17.7± 5.1± 1.2 ±
0.4 0.6 3.6a 2.5ab 0.1
oksigen sebagai elektron akseptor (Axelson, 2004).
LL 58.6± 20.7± 11.6± 7.4± 1.7 ± Lactococcus lactis mampu mengkonversi piruvat menjadi α-
0.8 1.8 5.6ab 6.0ab 0.5 asetolaktat ketika terdapat elektron akseptor seperti sitrat dan
BL-LA 64.1± 21.6± 8.8± 4.0± 1.6 ± terjadi kelebihan piruvat relatif terhadap kebutuhan NADH
5.2 1.8 3.9ab 2.7b 0.4 melalui reaksi laktat dehidrogenase, dimana α-asetolaktat
BL-LL 63.4± 21.7± 6.7± 6.3± 2.0 ±
10.7 1.5 3.4b 4.2ab 1.7
secara enzimatik diurai menjadi acetoin atau dikonversi secara
LA-LL 61.0± 20.2± 12.2± 5.2± 1.4 ± non enzimatik terhadap senyawa rasa (Hugenholtz et al. 2002.)
4.7 2.6 3.0ab 4.0ab 0.4 yaitu diasetil (Hansen dan Schieberle, 2005). Lactococcus lactis
BL-LA-LL 63.6± 21.0± 4.6± 9.3± 1.4 ± subsp. lactis dan Lactococcus lactis subsp. cremoris dalam
5.8 1.2 3.1b 6.8a 0.9 fermentasi susu berperan sebagai pengasam, terutama dalam
BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus
lactis; a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda
memproduksi asam laktat dan berkontribusi pada pengembang-
nyata (p<0.05). tn = tidak berbeda nyata an tekstur dengan memproduksi eksopolisakarida atau senyawa
aromatik sitrat, asam amino atau dalam metabolisme (Smit et al.
Sampai saat ini standar tentang keju masih mengacu pada 2005) sehingga membantu dalam menilai keamanan kultur yang
SNI 01-2980-1992, yaitu tentang keju cedar olahan dengan digunakan (Kok et al. 2005).
45% kadar air, 19.5% kadar protein kasar, 25% kadar lemak Kadar lemak keju lunak yang mengandung bakteri BL-LA
dan 5.5% kadar abu (BSN, 1992). (4.0) berbeda lebih kecil dari keju lunak yang mengandung
Berdasarkan kadar air yang dikandungnya (55-64.1%), keju bakteri BL-LA-LL (9.3%). Klasifikasi keju berdasarkan kadar
yang dihasilkan termasuk kelompok keju lunak, seperti diurai- lemaknya menurut standar umum keju Codex terdiri atas tinggi
kan Heller et al. (2008) bahwa klasifikasi produk keju ber- lemak (>60%), lemak penuh (40-60%), lemak sedang (25-45%),
dasarkan kadar air terbagi atas keju keras (20-24%), keju semi lemak rendah (10-25%). Keju yang dihasilkan tergolong ke
keras atau semi lunak (45-55%) dan keju lunak (>55%), umum- dalam keju lunak dengan kadar lemak yang rendah, kondisi ini
nya keju lunak dikonsumsi dalam keadaan segar dan mem- terjadi karena keju lunak yang digunakan menggunakan bakteri
punyai umur simpan yang terbatas. Kadar air yang tinggi dapat asam laktat baik secara tunggal atau campuran. Populasi
melemahkan jaringan kasein sehingga partikel keju mudah mikroba dalam curd berhubungan dengan kandungan lemak
lepas (McSweeney, 2007). Protein susu merupakan zat penting keju. Pembuatan keju rendah lemak tergantung dengan teknik
dalam gizi dan fisiologi manusia. Protein dalam susu terbagi pengolahan, kultur starter dan penggunaan zat tambahan
atas kasein dan whey protein. Kasein merupakan kelompok seperti penstabil dan lemak pengganti. Pemberian kultur starter
dominan protein dalam susu, mengandung ester fosfat, prolin dalam pembuatan keju berkontribusi terhadap proteolisis yang
dan sedikit residu sistein, terdiri dari molekul αs1, αs2, β dan κ, menyebabkan perubahan karakteristik tekstur dan rasa yang
(Steijns, 2001). Keju lunak yang dihasilkan dari penambahan khas karena terjadi perubahan lingkungan dalam proses meta-
kultur bakteri probiotik mempunyai kandungan protein dan bolismenya, sehingga penambahan kultur starter tetap harus
lemak masing-masing sebesar 13.50% dan 15.70% dan relatif dibatasi agar aktivitas proteolitik dapat terkendali (Mistry, 2001).

11
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

Produk yang dihasilkan dari kultur campuran mempunyai atau menggunakan pengawet, namun metode ini umumnya
spektrum luas dan komposisi yang kompleks dengan dapat mengurangi sifat organoleptik produk (Zheng dan
kandungan antibiotik, namun belum ditemukan metode yang Kennett, 2008) dan menurunkan populasi B. longum 15708
dapat menghitung populasi L. acidophilus, L. casei dan dengan cepat sehingga penggunaannya membutuhkan pen-
Bifidobacterium secara bersamaan (Talwalkar dan dekatan lain yang dapat mempertahankan daya hidupnya
Kailasapathy, 2004a) sehingga harus dipilih metode selektif, selama produksi dan penyimpanan (Ding dan Shah, 2007;
dikhususkan pada jenis makanan, spesies dan strain (Sartory, Talwalkar dan Kailasapathy, 2004b).
2005).
Tabel 6. Jumlah bakteri asam laktat (BAL) keju lunak yang dihasilkan
Kualitas mikrobiologi keju lunak dari penambahan kultur BAL secara tunggal atau campuran
Pembuatan keju yang menggunakan kultur bakteri, hal yang Kultur Starter Populasi BAL (Log10 CFU/g)
harus diperhatikan adalah kelangsungan hidup bakteri tersebut BL 9.09 ± 0.29b
dalam matriks keju selama proses produksi dalam jumlah yang LA 9.28 ± 0.23ab
cukup dengan menghitung unit koloni (CFU) (Reid, 2008), LL 9.33 ± 0.11ab
namun Ong et al. (2006) mengemukakan bahwa penambahan BL-LA 9.09 ± 0.21b
mikroorganisme probiotik tidak berpengaruh langsung terhadap BL-LL 9.17 ± 0.17ab
komposisi keju cedar yang disimpan pada suhu 4°C (garam, LA-LL 9.32 ± 0.40ab
lemak, protein dan pH). Produk susu fermentasi merupakan BL-LA-LL 9.38 ± 0.42a
cara yang umum dilakukan dalam memanfaatkan bakteri BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus
probiotik komersil dalam makanan, seperti L. acidophilus L. lactis; a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda
nyata (p<0.05)
casei dan Bifidobacterium (Temmerman et al. 2003). Kultur L.
acidophilus dapat juga digunakan dalam pembuatan keju
Tabel 7. Jumlah bakteri asam laktat (BAL) selama penyimpanan
probiotik Turkish dengan populasi 107 CFU/g (Kasimoğlu et al.
Kultur Starter Populasi BAL (Log10 CFU/g)
2004). Jumlah minimum bakteri probiotik yang dibutuhkan untuk
H-1 9.34 ± 0.32a
memperoleh efek kesehatan belum ditetapkan (Roy, 2005).
H-7 9.15 ± 0.27b
Namun, menurut Chen dan Walker (2005), cara terbaik untuk
H-14 9.19 ± 0.23b
mendapatkan manfaat probiotik adalah dengan mengonsumsi-
BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus
nya secara rutin, sehingga mampu mempertahankan atau lactis; a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda
meningkatkan keseimbangan mikroba usus. Populasi nyata (p<0.05)
Bifidobacterium Bb-12 dalam keju Cheddar yang disimpan
selama 32 minggu mengandung sebesar 8 log CFU/g sel Jumlah kultur starter probiotik tergantung pada matriks keju
probiotik (Phillips et al. 2006) namun demikinan B. longum dan target yang akan dicapai, seperti mengetahui latar belakang
15708 sangat sensitif terhadap kondisi asam (Kheadr et al. taksonomi dan fungsi bakteri yang digunakan, sehingga peng-
2007). Jumlah BAL yang ditambahkan baik secara tunggal atau gunaan media yang selektif sangat disarankan (Karimi et al.
campuran dan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6 2012). Keju segar memiliki umur simpan yang sangat terbatas
dan Tabel 7. dan mudah terkena mikroba patogen psikotropika sehingga
Penggunaan media selektif memungkinkan pertumbuhan perlu diupayakan untuk meningkatkan keamanan mikrobiologis
bakteri yang diharapkan dan menghambat bakteri lainnya produk. Populasi mikroba yang terdapat dalam dadih keju
(Darukaradhya et al. 2006). Jumlah mikroba merupakan dipengaruhi oleh retensi pada saat renneting, kehilangan
indikator aktivitas bakteri. Jumlah BAL keju lunak yang meng- selama proses pengeluaran whey, proses cheddaring atau
gunakan bakteri campuran BL-LA-LL (9.38 CFU/g) berbeda penggaraman dan turunnya viabilitas (daya tumbuh) pada saat
nyata (p<0.05) dibanding jumlah BAL yang menggunakan proses selama 3-5 jam (Fortin et al. 2011). Berdasarkan uji
bakteri BL dan BL-LA (9.09 CFU/g). Tingginya jumlah BAL pada Duncan terhadap penyimpanan, dapat diketahui bahwa terdapat
keju lunak yang ditambahkan secara tunggal atau campuran perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap jumlah BAL yang
memberi indikasi bahwa pemberian bakteri campuran tidak me- disimpan selama 1 hari (9.34 CFU/g) dibanding jumlah BAL
nyebabkan penghambatan terhadap bakteri lainnya dan mampu setelah disimpan selama 7 dan 14 hari. Perubahan yang terjadi
bersinbiotik, sehingga mampu mencapai jumlah maksimal 9.38 pada jumlah BAL disebabkan adanya kompetisi nutrisi pada
CFU/g. Pertumbuhan B. bifidum dan B. longum meningkatkan proses penyimpanan, dimana bakteri yang satu menghambat
populasi 1-2 log10, sementara populasi B. infantis menurun 1 pertumbuhan bakteri lainnya. Walau lama penyimpanan me-
log10 selama 14 hari periode pematangan (Boylston, 2004). nyebabkan perbedaan terhadap jumlah BAL, namun jumlah
Agar dapat dikategorikan sebagai produk makanan sehat BAL dalam keju lunak masih menunjukkan populasi yang tinggi
dan tetap layak selama penyimpanan, hal pertama yang harus (9.15-9.38 CFU/g), sehingga dapat dikategorikan sebagai
dikontrol adalah jumlah mikroorganisme probiotik dalam produk probiotik dan menunjukkan BAL yang ditambahkan mampu
keju yang dihasilkan karena bakteri probiotik menekankan pada beradaptasi terhadap matrik keju sehingga mampu bertahan
perlunya bakteri yang hidup ketika dikonsumsi (Farnworth dan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5°C. Komponen-
Champagne, 2010). Salah satu metode yang dikenal untuk komponen yang membentuk matrik keju berperan melindungi
meningkatkan keamanan mikrobiologi dalam produk makanan bakteri probiotik selama melewati saluran pencernaan dan
adalah dengan cara pemasakan, aktivitas air, penyesuaian pH selama penyimpanan, karena keju mempunyai konsistensi

12
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

padat, kadar lemak dan pH yang lebih tinggi dibanding produk Chen CC, Walker WA. 2005. Probiotics and prebiotics: role in
fermentasi lainnya (Boylston, 2004). clinical disease states. Adv Padiatr 52: 77-113. DOI: 10.
1016/j.yapd.2005.03.001.
Darukaradhya J, Phillips M, Kailasapathy K. 2006. Selective
KESIMPULAN
enumeration of Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium
spp, starter lactic acid bacteria and non starter lactic acid
Penambahan kultur bakteri asam laktat menurunkan pH
bacteria from cheddar cheese. Int Dairy J 16: 439-445. DOI:
selama 14 hari penyimpanan dengan karakteristik keju lunak.
10.1016/j.idairyj.2005.06.009.
Penambahan bakteri LA secara tunggal menghasilkan
karbohidrat lebih tinggi dibandingkan penambahan LA secara Ding WK, Shah NP. 2007. Acid, bile and heat tolerance of free
campuran dengan kadar lemak yang rendah. Kombinasi ketiga and microencapsulated probiotic bacteria. J Food Sci 72:
kultur starter yang ditambahkan secara tunggal atau campuran M446-M450. DOI: 10.1111/j.1750-3841.2007.00565.x.
tidak menyebabkan penghambatan pada kultur yang lain, Everett DW, Auty MAE. 2008. Cheese structure and current
sehingga mencapai jumlah di atas 9.0 log10 CFU/g dan tetap methods of analysis. Int Dairy J: 759-773. DOI: 10.1016/j.
bertahan selama penyimpanan 14 hari sehingga berpotensi idairyj.2008.03.012.
sebagai kandidat makanan probiotik. Farke NY. 2004. Cheese technology. Int Dairy J Tech 57: 91-98.
Farnworth ER, Champagne C. 2010. Bioactive Foods in
UCAPAN TERIMA KASIH Promoting Health. Probiotics and Prebiotics. Elsevier Inc.
Fritzen-Freire CB, Müller CMO, Laurindo JB, Prudencio. 2010.
Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset dan The influence of Bifidobacterium Bb-12 and lactic acid
Teknologi RI, Jakarta dan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, incorporation on the properties of Minas Frescal cheese. J
Cibinong. Food Eng 96: 621-627. DOI: 10.1016/j.jfoodeng.2009.09.
010.
Fortin MH, Champagne CP, St-Gelais D, Britten M. 2011. Effect
DAFTAR PUSTAKA
of time of inoculation, starter addition, oxygen level and
salting on the viability of probiotic cultures during cheddar
Axelson L. 2004. Lactic Acid Bacteria: Classification and
cheese production. Int Dairy J 21: 75-82. DOI: 10.1016/j.
Physiology. In: Salminen S, von Wright AT, Ouwehand A.
idairyj.2010.09.007.
2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional
Aspects. 3rd ed. NY: Marcell Dekker Inc. Hal 629. Hansen A, Schieberle P. 2005. Generation of aroma
compounds during sourdough fermentation: applied and
Boylston TD, Vinderola CG, Ghoddusi HB, Reinheimer JA.
fundamental aspects. Trends Food Sci Technol 16: 85–94.
2004. Incorporation of bifidobacteria into cheeses:
DOI: 10.1016/j.tifs.2004.03.007.
challenges and rewards. Int Dairy J 14: 375-387. DOI:
10.1016/j.idairyj.2003.08.008. Hadadji M, Bensoltane A. 2006. Growth and lactic acid
production by Bifidobacterium longum and Lactobalillus
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI No.
acidophilus in goat’s milk. Afr J Biotechnol 5: 505-509.
3141.1:2011. Susu Segar. Badan Standardisasi Nasional
Jakarta. Heller KJ, Bockelmann W, Schrezenmeir J, de Verse M. 2008.
Cheese and Its Potential as a Probiotic Food. In: Farnworth
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI No. 01-2980-
ER. (Ed). Handbook of Fermented Functional Foods. 2nd ed.
1992. Keju Cedar olahan. Badan Standardisasi Nasional
US: CRC Pr.
Jakarta.
Homayouni A, Azizi A, Ehsani MR, Yarmand MS, Razavi SH.
Buriti FCA, da Rocha JS, Saad SMI. 2005. Incorporation of
2008. Effect of microencapsulation and resistant starch on
Lactobacillus acidophilus in Minas fresh cheese and its
the probiotic survival and sensory properties of synbiotic ice
implications for textural and sensorial properties during
cream. Food Chem 111: 50–55. DOI: 10.1016/j.foodchem.
storage. Int Dairy J 15: 1279-1288. DOI: 10.1016/j.idairyj.
2008.03.036.
2004.12.011.
Huppertz T, Patrick FF, Kelly AL. 2004. Effects of high pressure
Buriti FCA, Okazaki TY, Alegro JH, Alergo, Saad SM. 2007.
treatment on the yield of cheese curd from bovine milk.
Effect of a probiotic mixed culture on texture profile and
Innov Food Sci Emer 5: 1–8. DOI: 10.1016/j.ifset. 2003.
sensory performance of Minas fresh cheese in comparison
09.001.
with the traditional products. Archv Lat Am Nutr 57: 179-
185. Jamilatun M. 2009. Optimalisasi Fermentasi Rhizopus oryzae
dalam Pembentukan curd dan Analisis Kualitas Keju
Casalta E, Montel MC. 2008. Safety assessment of dairy
Mentah yang Terbentuk. [Tesis]. Program Pascasarjana.
microorganisms: the Lactococcus genus. Int J Food
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Microbiol 126: 271-273. DOI: 10.1016/j.ijfoodmicro.
2007.08.013. Jandu N, Zeng ZJ, Johnson-Henry KC, Sherman PM. 2009.
Probiotics prevent enterohaemorrhagic Escherichia coli
O157:H7-mediated inhibition of interferon-gamma-induced

13
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

tyrosine phosphorylation of STAT-1. Microbiol 155: 531-540. organic acid. Int Dairy J 16: 446-456. DOI: 10.1016/j.idairyj.
DOI: 10.1099/mic.0.021931-0. 2005.05.008.
Kailasapathy K, Harmstorf I, Phillips M. 2008. Survival of Ong L, Dagastine RR, Kentish SE, Gras SL. 2012. The effect of
Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium animalis spp. pH at renneting on the microstructure, composition and
lactis in strirred fruit yogurts. LWT-Food Sci Technol 41: texture of cheddar cheese. Food Res Int 48: 119-130. DOI:
1317-1322. DOI: 10.1016/j.lwt.2007.08.009. 10.1016/j.foodres.2012.02.020.
Karimi R, Mortazavian AM, Da Cruz AG. 2011. Viability of Phillips M, Kailasapathy K, Tran L. 2006. Viability of commercial
probiotic microorganisms in cheese during production and probiotic cultures (L. acidophilus, Bifidobacterium sp., L.
storage [Review]. Dairy Sci Technol 91: 283-308. DOI: casei, L. paracasei and L. rhamnosus) in cheddar cheese.
10.1007/s13594-011-0005-x. Int J Food Microbiol 108: 276-280. DOI: 10.1016/j.
Karimi R, Mortazavian AM, Amiri-Rigi A. 2012. Selective ijfoodmicro.2005.12.009.
enumeration of probiotic microorganisms in cheese. Food Rautava S, Salminen S, Isolauri E. 2009. Specific probiotics in
Microbiol 29: 1-9. DOI: 10.1016/j.fm.2011.08.008. reducing the risk of acute infections in infancy-a
Kasimoğlu A, Göncüoğlu M, Akgü A. 2004. Probiotic white randomised, double-blind, placebo-controlled study. British J
cheese with Lactobacillus acidophilus. Int Dairy J 14: 1067- Nutr 101: 1722-1726. DOI: 10.1017/S0007114508116282.
1073. DOI: 10.1016/j.idairyj.2004.04.006. Reid G. 2008. Probiotics and prebiotics-progress and
Kheadr E, Dabour N, Le Lay C, Lacroix C, Fliss J. 2007. challenges. Int Dairy J 18: 969-975. DOI: 10.1016/j.idairyj.
Antibiotic susceptibility profile of bifidobacteria as affected 2007.11.025.
by oxgall, acid and hydrogen peroxide stress. Antimicrobiol Riahi MH, Trelea IC, Lecrercq MN, Picque D, Corrieu G. 2007.
Agent Chemo 51: 169-174. DOI: 10.1128/AAC.00261-06. Model for changes in weight and dry matter during the
Kok J, Buist G, Zomer AL, van Hijum SAFT, Kuipers OP. 2005. ripening of a smear soft cheese under controlled tem-
Comparative and functional genomics of lactococci perature and relative humidity. Int Dairy J 17: 946-953. DOI:
[Review]. FEMS Microbiol Rev 29: 411-433. 10.1016/j.idairyj.2006.11.002.
Kusmiati, Malik A. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri Roy D. 2005. Technological aspects related to the use of
Leuconostoc mesenteroides pada berbagai media. Makara bifidobacteria in dairy products. Le Lait Dairy Sci Technol
Kesehatan 6: 1-7. 85: 39-56. DOI: 10.1051/lait:2004026.
Madureira A, Pereira CI, Truszkwoska K, Gomes AM, Pintado Sanders ME. 2003. Probiotics: considerations for human health.
ME, Malcata FX. 2005. Survival of probiotic bacteria in a [Reviews]. Nutr Rev 61: 91–99.
whey cheese vector submitted to environmental conditions Sartory DP. 2005. Validation, verification and comparison:
prevailing in the gastrointestinal tract. Int Dairy J 15: 921- adopting new methods in water microbiology. SA Water Res
927. DOI: 10.1016/j.idairyj.2004.08.025. Commi 31: 393-396.
Maheswari RRA, Wiryawan IKG, Maduningsih GL. 2008. Shah NP. 2007. Functional cultures and health benefits. Int
Stability of two probiotics bacteria of goat milk yoghurt in rat Dairy J 17: 1262-1277. DOI: 10.1016/j.idairyj.2007.01.014.
digestive tract. Microbiol 2: 124-130. Siddique F, Anjum FM, Huma N, Jamil A. 2010. Effect of
McSweeney PLH. 2007. Cheese Problems Solved. England: different UHT processing temperatures on ash and lactose
CRS Pr. content of milk during storage at different temperatures. Int J
McSweeney PLH, Sousa MJ. 2000. Biochemical pathways for Agr Biol 12: 439-442.
the production of flavour compounds in cheeses during Steijns JM. 2001. Milk ingredients as nutraceuticals. Int J Dairy
ripening [Review]. Le Lait Dairy Sci Technol 80: 293–324. Technol 54: 81–88. DOI: 10.1046/j.1364-727x.2001.00019.
DOI: 10.1051/lait:2000127. x.
Mistry VV. 2001. Low fat cheese technology. Int Dairy J 11: 413- Talwalkar A, Kailasapathy K. 2004a. Comparison of selective
422. DOI: 10.1016/S0958-6946(01)00077-2. and differential media for the accurate enumeration of
Odamaki T, Yonezawa S, Sugahara H, Xiao JZ, Yaeshima T, strains of Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium spp.
Iwatsuki K. 2011. A one step genotypic identification of and Lactobacillus casei complex from commercial yoghurts.
Lactococcus lactis subspecies at the species/strain levels. Int Dairy J 14: 143-149. 10.1016/S0958-6946(03)00172-9.
Syst Appl Microbiol 34: 429-434. DOI: 10.1016/j.syapm. Talwalkar A, Kailasapathy K. 2004b. A review of oxygen toxicity
2011.01.011. on probiotic yoghurts: influence on the survival of probiotic
Ong L, Henrikson A, Shah NP. 2006. Development of probiotic bacteria and protective techniques. Comp Rev Food Sci
cheddar cheese containing Lb. acidophilus, Lb. paracasei, Food S 3: 117-124. DOI: 10.1111/j.1541-4337.2004.
Lb. casei and Bifidobacterium spp. and the influence of tb00061.x.
these bacteria on proteolytic patterns and production of Tamime AY, Robinson RK. 2000. Yoghurt: Science and
Technology. 2nd Edition. Boston: CRC Pr.

14
Versi Online: J. Teknol. dan Industri Pangan
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip Vol. 25 No. 1 Th. 2014
DOI: 10.6066/jtip.2014.25.1.7 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

Temmerman R, Scheirlinck I, Huys G, Swings J. 2003. Culture fermented soy and dairy milks prepared with lactic acid
independent analysis of probiotic products by denaturing bacteria. J Food Sci 74: M423-M430. DOI: 10.1111/j.1750-
gradient gel electrophoresis. Appl Environ Microbiol 69: 220- 3841.2009.01308.x.
226. DOI: 10.1128/AEM.69.1.220-226.2003. Walstra P, Wouters JTM, Geurts. 2006. Dairy Science and
Vedamuthu ER. 2006. Starter Cultures for Yogurt and Technology. 2nd. NY:CRC.
Fermented Milks. In: Chandan RC. (ed). Manufacturing Zheng Z, Kennett C. 2008. Methods of Making Fresh Cheese
Yogurt and Fermented Milks. US: Blackwell Pub Prof. with Enhanced Microbiological Safety. US:Patent Appl Pub
Wagar LE, Champagne CP, Buckley ND, Raymond Y, Green- No. US2008/0152757 A1.
Johnson JM. 2009. Immunomodulatory properties of

15

You might also like