Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Ushul Fiqh II

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

MASHLAHAH MURSALAH

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Ushul Fiqh 2”


Dosen pengampu : Dadad Ardabili, MH

Disusun Oleh :

Azka Saputra :23.1.2875


Bilqis Ramadhani Purnama :23.1.2684
Frila Wapik Aridla :23.1.2899

PEOGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DEPOK AL-KARIMIYAH
2024 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa terpanjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan anugerah yang sangat luar biasa kepada hamba-Nya,
yang mana salah satu diantaranya adalah dengan selesainya makalah ini yang berjudul
“Marshlahah Mursalah” dengan tepat waktu dan dikerjakan sebaik mungkin, serta
penuh kesungguhan, dan diharapkan dapat memenuhi tugas tersebut, serta
mendapatkan nilai yang memuaskan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa ajaran Islam dari zaman kegelapan sampai
zaman terang benderang, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dadad
Ardabili, MH. Selaku dosen pengampu mata kuliah (Ushul Fiqh 2) yang telah
memberikan arahan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah
memberikan dukungan, sehingga makalah ini tersusun dengan baik, namun penulis
juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan pasti terdapat
kekurangan didalamnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kritik, saran, dan masukan, agar ke depannnya menjadi
lebih baik lagi dalam penulisan makalah maupun penugasan lainnya, semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat, wawasan, dan pengetahuan.Khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca.

Depok, 25 september, 2024

Penulis :

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Pengertian Maṣlahah ................................................................................................... 2
B. Macam-macam Maṣlahah ........................................................................................... 2
C. Konsep Maslahah ........................................................................................................ 7
D. Dasar Hukum ............................................................................................................... 7
E. Persyaratan Maṣlahah Mursalah ............................................................................... 8
F. Kedudukan Maṣlahah Mursalah dan Kehujjahannya .......................................... 10
G. Kemunculan Mashlahah Mursalah .......................................................................... 11
H. Metode Yang Digunakan........................................................................................... 14
BAB III ................................................................................................................................... 15
PENUTUP .............................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan................................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-mashlahah al-mursalah merupakan sebuah kosep yang dikenal luas di dalam studi
ushul fiqh. Hampir setiap karya ushul fiqh senantiasa tak lepas dari pembicaraan
almashlalah al-mursalah. Ia merupakan sebuah metode istinbath hukum fiqih di antara
berbagai metode istinbath lainnya. Keberadaannya sebagai sebuah metode istinbath
hukum telah dipraktekkan sejak masa yang paling awal, baik oleh para sahabat maupun
oleh imam mazhab.
Oleh karena itu, konsep al-masalih telah dibicarakan dan dikembangkan oleh ahli-
ahli ushul fiqih. Sebagian para pengkaji ushul fiqh memberi perhatian yang khusus dan
luas terhadap al-mashlahah ini sehingga menulis al-mashlahah ini secara tersendiri di
luar pembahasan materi ushul fiqh lainnya. Atau juga mengelaborasi pemikiran al-
masalih yang dikembangkan oleh seorang tokoh yang memberi perhatian yang khusus
dengan al-mashlahah al-mursalah, seperti yang dilakukan Musthafa Zaid dengan
karyanya al-Mashalah fi al-Tasyri’ al-Islam wa Najamuddin al-Thufi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah yang terkait dengan Mashlahah Mursalah?
2. Kenapa Mashlahah Mursalah sangat penting dalam kehidupan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa saja yang terkait pada bahasan Mashlahah Mursalah.
2. Untuk mengetahui peran Mashlahah Mursalah dalam kehidupan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Maṣlahah
Secara etimologi, Maṣlahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun
makna. Maṣlahah dapat juga diartikan sebagai manfaat atau suatu pekerjaan yang
mengandung manfaat. Apabila dikatakan bahwa perdagangan itu suatu kemaslahatan
dan menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut berarti bahwa
perdagangan dan menuntut ilmu keduanya itu penyebab diperolehnya manfaat lahir dan
batin. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi Maṣlahah yang dikemukakan oleh
beberapa ulama Ushul Fiqh, namun seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang
sama. Imam al-Ghazali, mengemukakan bahwa pada prinsipnya Maṣlahah adalah
mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuantujuan
syara‟. Imam al-Ghazali memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejalan dengan
tujuan syara‟, sekalipun bertentangan dengan tujuantujuan manusia, karena
kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan pada kehendak syara‟, namun
sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu, hal ini seperti gambaran cerita pada
zaman jahiliyyah yang mana para wanita tidak mendapatkan bagian harta warisan yang
menurut mereka hal tersebut mengandung kemaslahatan, sesuai dengan adat istiadat
mereka, namun pandangan ini tidak sejalan dengan kehendak syara‟, karenanya tidak
dinamakan Maṣlahah. Jadi suatu perkara dikatakan maslahah adalah ketika perkara
tersebut melindungi esensi manusia, memberi keuntungan, namun juga tidak
bertentangan dengan syara‟. 1

B. Macam-macam Maṣlahah
Para ahli ushul fiqh mengemukakan beberapa pembagian maṣlahah, jika dilihat dari
beberapa segi.Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan itu, para ahli
ushul fiqh membaginya kepada tiga macam, yaitu:

1. Maṣlahah Al-Ḍurariyyah.

1 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Ciputat: PT. Logos WacanaIlmu, 1997), 114. 13

2
Yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat
manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan yang sebagai berikut:

a) memelihara agama.
b) memelihara jiwa.
c) memelihara akal.
d) memelihara keturunan.
e) memelihara harta.
kemaslahatan ini disebut dengan al maṣalih alkhamsah. Fitrah dan
naluri insani yang tidak bisa diingkari dan sangat dibutuhkan umat
manusia ialah dengan memeluk suatu agama.Untuk kebutuhan tersebut,
maka Allah mensyari'atkan agama yang wajib dipelihara oleh setiap
orang, baik yang berkaitan dengan 'aqidah, ibadah, maupun muamalah,
hak hidup juga merupakan hak paling asasi bagi setiap manusia. 2
Dalam kaitan ini, untuk kemaslahatan, keselamatan jiwa dan
kehidupan manusia, Allah mensyariatkan berbagai hukum yang terkait
dengan itu, seperti syariat qiṣaṣ, kesempatan mempergunakan hasil
sumber alam untuk dikonsumsi manusia, hukum perkawinan untuk
melanjutkan generasi manusia, dan berbagai hukum lainnya. Akal
merupakan sasaran yang menentukan bagi seseorang dalam menjalani
hidup dan kehidupannya.
Oleh sebab itu Allah menjadikan pemeliharaan akal itu sebagai
suatu yang pokok. Untuk itu, antara lain Allah melarang meminum
minuman keras, karena minuman itu dapat merusak akal dan hidup
manusia.
Hal ini bisa juga dikaitkan dengan maslahah, penjual dan penikmat
minuman keras akan merasa sangat diuntungkan dengan adanya
minuman tersebut, namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang
dinamakan maslahah mursalah karena bertentangan dengan syara‟.

2
Mardani,Ushul Fiqh (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 230. 14

3
Dalam rangka memelihara kelangsungan manusia di muka bumi ini,
maka berketurunan juga merupakan masalah pokok bagi manusia, untuk
memelihara dan melanjutkan keturunan tersebut Allah mensyari'atkan
nikah dengan segala hak dan kewajiban yang diakibatkannya. Terakhir,
manusia tidak bisa hidup tanpa harta.
Oleh sebab itu, harta merupakan sesuatu yang ḍaruri (pokok) dalam
kehidupan manusia. Untuk mendapatkannya Allah mensyari‟atkan
berbagai ketentuan dan untuk memelihara harta seseorang Allah
mensyariatkan hukuman bagi para pencuri dan perampok.3
2. Maṣlahah Al-Hajiyyah.
Yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan
kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang berbentuk keringanan, hal
tersebutdemi mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia.
Misalnya dalam bidang ibadah diberi keringanan meringkas (qaṣr) sholat dan
berbuka puasa bagi orang yang sedang musafir; dalam bidang muamalah
diperbolehkan berburu binatang dan memakan makanan yang baik-baik,
dibolehkan melakukan jual beli pesanan (bay’ al-salam), kerjasama dalam
pertanian (muzara’ah) dan perkebunan (musaqqah). Semuanya ini disyariatkan
Allah untuk mendukung kebutuhan mendasar al maṣalih al-khamsah diatas.
3. Maṣlahah Al-Tahsiniyyah
Yaitu kemaslahatan yang sifatnya sebagai suatu pelengkap, berupa
keleluasaan atau kebebasan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya.
Misalnya dianjurkan untuk memakan yang bergizi, berpakaian yang bagus-
bagus, melakukan ibadat-ibadat sunat sebagai amalan tambahan, dan berbagai
jenis cara menghilangkan najis dari badan manusia. Ketiga kemaslahatan ini
perlu dibedakan sesuai kebutuhan dalam setiap perkara, sehingga seorang
muslim dapat menentukan prioritas dalam mengambil suatu kemaslahatan.

3 Al Yasa‟ Abu Bakar, Metode Istislahiah, (Jakarta: Kencana, 2016), 39.

4
Sedangkan dilihat dari segi eksistensinya, maṣlahah dibagi oleh Ulama
ushul fiqh menjadi tiga macam, yaitu al-maslahah al mu’tabarah, al-maslahah
al mulghah, al-maslahah al-mursalah.
4. Al mashlahah Al-Mu’tabarah
Yakni kemaslahatan yang terdapat dalam nash yang secara tegas
menjelaskan dan mengakui keberadaannya, seperti menjaga agama, jiwa, akal,
kehormatan dan harta. Allah mensyariatkan jihad, karena untuk membela
agama, Allah mensyariatkan qisas karena untuk melindungi jiwa, Allah
memberikan hukuman had kepada peminum khamar untuk menjaga akal, Allah
memberikan hukuman had kepada pelaku zina dan qadzaf karena untuk
menjaga kehormatan, dan Allah memberikan hukuman had kepada pelaku
pencurian karena untuk melindungi harta.4
Maṣlahat yang mu‟tabarah (dapat diterima) ialah maslahatmaslahat yang
bersifat hakiki, yaitu meliputi lima jaminan dasar keyakinan agama,
keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunan,
keselamatan harta benda.
Adapun jaminan dasar itu merupakan tiang penyangga kehidupan dunia
agar umat manusia dapat hidup aman dan sejahtera.
a) Jaminan keselamatan jiwa (al-muhafadzah ‘ala an-nafs)
Ialah jaminan keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia.
Termasuk dalam cakupan pengertian umum dari jaminan ini ialah
jaminan keselamatan nyawa, anggota badan dan terjaminnya
kehormatan kemanusiaan.
Termasuk juga kebebasan dalam memilih profesi, kebebasan
berfikir serta mengeluarkan pendapat, kebebasan berbicara, kebebasan
memilih tempat tinggal dan lain sebagainya.
b) Jaminan keselamatan akal (al-muhafadzah al-‘aql).
Ialah terjaminnya akal fikiran dari kerusakan yang menyebabkan
orang yang bersangkutan tidak berguna di tengah masyarakat, sumber
kejahatan atau bahkan menjadi sampah masyarakat.

4
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terj. Saefullah Ma‟shum dkk, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2014), 451.

5
Upaya pencegahan yang bersifat preventif yang dilakukan syariat
Islam sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan akal
fikiran dan menjaganya dari berbagai hal yang membahayakan,
diharamkannya meminum arak dan segala sesuatu yang memabukkan
atau menghilangkan daya ingatan adalah dimaksudkan untuk menjamin
keselamatan akal.
c) Jaminan keselamatan keluarga dan keturunan (al-muhafadzah an-nasl).
Yaitu jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup
dan berkembang sehat dan kokoh, baik pekerti serta agamnya. Hal itu
dapat dilakukan melalui penataan kehidupan rumah tangga dengan
memberikan pendidikan dan kasih sayang kepada anak-anak agar
memiliki kehalusan budi pekerti dan tingkat kecerdasan yang memadai.
d) Jaminan keselamatan harta benda (al-muhafadzahal-maal).
Yaitu dengan meningkatkan kekayaan secara proporsional melalui
cara-cara yang halal, bukan mendominasi kehidupan perekonomian
dengan cara yang lalim dan curang.
e) Jaminan keselamatan agama atau kepercayaan (al-muhafadzah ad-diin),
yaitu dengan menghindarkan timbulnya fitnah dan keselamatan dalam
agama serta mengantisipasi dorongan hawa nafsu dan perbuatan-
perbuatan yang mengarah kepada kerusakan secara penuh.5
5. Al-Mashlahah Al-Mulghah.
Ialah maslahah yang berlawanan dengan ketentuan Nash. Misalnya,
menyamakan bagian warisan untuk anak laki-laki dan anak perempuan.
Penyamaan ini boleh jadi ada kemaslahatan, tetapi bertentangan dengan ayat
Al-Qur‟an surah An-Nisa‟ ayat 11, yang mana seharusnya bagian laki-laki dua
kali lebih banyak disbanding dengan perempuan, karena kewajiban laki-laki
lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan
memberi nafkah.
6. Al-Maslahah Al-Mursalah.

5Al Yasa‟ Abu Bakar, Metode Istislahiah..., 43.

6
Ialah maslahat yang tidak disebutkan oleh nash baik penolakannya maupun
pengakuannya. Al-Maslahah Al-Mursalah menurut ushuliyin adalah al-
maṣlahah yang berarti mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
Contohnya adalah kemaslahatan mengkodifikasi Al-Qur‟an, pembukuan hadis
hingga peraturan lalu lintas. Peraturan lalu lintas tidak ada nash yang secara
khusus atau langsung menyatakan bahwa pemerintah berhak atau wajib
mengatur lalu lintas.
Tetapi semua orang dengan mudah dapat menyimpulkan bahwa peraturan
lalu lintas bukan saja bermanfaat melainkan sangat diperlukan untuk terbinanya
ketertiban di jalan raya, dan untuk melindungi nyawa manusia dan harta
kekayaan akibat kecelakaan lalu lintas. 6

C. Konsep Maslahah
Seperti yang telah dijelaskan pada pengertian maslahah oleh para Ulama‟ Ushul
Fiqh bahwa mashlahah merupakan penjagaan terhadap tujuan syara‟.

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa mashlahah sebagai suatu pernyataan terhadap


pencapaian manfaat dan menolak kemudharatan. Namun yang dimaksud oleh Imam al-
Ghazali mengenai “mencapai manfaat dan menolak kemudaratan” di sinibukanlah
untuk mencapai kehendak dan tujuan manusia. Maksud mencapai manfaat danmenolak
kemudaratan adalah untuk mencapai tujuan Syara‟ yang meliputi agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.
Oleh sebab itu, bagi Imam Al-Ghazali setiap perkara atau tindakanyang menjaga
lima perkara tersebut dianggap maslahah, sebaliknya, setiap yang merusak atau
menafikan tujuan hukum Islam yang lima tersebut, disebut sebagai mafsadah.

D. Dasar Hukum
Dengan memperhatikan beberapa penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
lapangan Maṣlahah al-Mursalah selain yang berlandaskan pada hukum syara‟ secara
umum, juga harus diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang
lain, lapangan tersebut merupakan pilihan utama untuk mencapai kemaslahatan.

6 Akbar Syarif dan Ridzwan bin Ahmad “Konsep Maslahah dan Mafsadah Sebagai Asas

Pemikiran Maqashid Syariah:Satu Analisis” Jurnal Ushul Fiqh, 1 (2019),3.

7
Dengan demikian, segi ibadah tidak termasuk dalam lapangan tersebut, jumhur
ulama umat Islam berpendapat bahwa maṣlahah mursalah adalah hujjah syari‟at yang
dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasannya kejadian yang tidak ada
hukumnya dalam nash dan ijma atau qiyas atau istihsan itu disyariatkan pada hukum
yang dikehendaki oleh maslahah umum, dan tidaklah berhenti pembentukan hukum
atas dasar maslahah itu karena adanya saksi syari‟ yang mengakuinya bahwa maslahah
umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya.7
Maka seandainya tidak disyariatkan hukum mengenai kemaslahatan manusia yang
baru dan mengenai sesuatu yang dikehendaki oleh perkembangan mereka, serta
pembentukan hukum itu hanya berkisar atas maslahah yang diakui syari‟ saja, maka
berarti telah ditinggalkan beberapa kemaslahatan umat manusia pada berbagai zaman
dan tempat.8
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa Maṣlahah al-Mursalah itu difokuskan
terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-Quran maupun As-
Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui I‟tibar. Juga
difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanya ijma‟ atau qiyas yang
berhubungan dengan kejadian tersebut.23 Diantara ayat-ayat yang dijadikan dasar
berlakunya maslahah mursalah adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Anbiya:

ۡ ِ ‫وم ۤا ا ۡرس ۡلنٰك اِاَّل ر ۡۡحة لِ ۡـلعل‬


(١٠٧ ) ‫ي‬
َ ‫َم‬ ٰ ًَ َ َ َ َ َ َ

Artinya : “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi


Rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107).

E. Persyaratan Maṣlahah Mursalah


Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan beberapa persyaratan dalam memfungsikan
maṣlahah al-mursalah, yaitu:
1. Sesuatu yang dianggap maṣlahat itu haruslah berupa maṣlahat yang hakiki yaitu
yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak
kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan

7 Mohammad Mufid,Ushul Fiqh Ekonomi..., 117. 19Ibid., 118.


8
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenada Media Group,2011), 354.

8
adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya.
Misalnya yang disebut terakhir ini adalah anggapan bahwa hak untuk
menjatuhkan talak itu berada di tangan wanita bukan lagi di tangan pria adalah
maslahat palsu, karena bertentangan dengan ketentuan syariat yang
menegaskan bahwa hak untuk menjatuhkan talak berada ditangan suami.
2. Sesuatu yang dianggap maṣlahat itu hendaklah berupa kepentingan umum,
bukan kepentingan pribadi.
3. Sesuatu yang dianggap maṣlahat itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang
ada ketegasan dalam Al-Qur‟an atau sunnah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Imam Maliki menjelaskan bahwa syarat-
syarat maṣlahah mursalah bisa dijadikan dasar hukum ialah:
a) Adanya persesuaian antara maslahat yang dipandang sebagai sumber
dalil yang berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syariat (maqaṣid
alshari’ah), oleh karena itu maslahat tidak boleh bertentangan dengan
dalil, akan tetapi harus sesuai dengan maslahat-maslahat yang memang
ingin diwujudkan oleh syari’.
b) Maṣlahat itu harus masuk akal (rationable), mempunyai sifat-sifat yang
sesuai dengan pemikiran yang rasional, dimana seandainya diajukan
kepada kelompok rasionalis akan dapat diterima.
c) Penggunaan dalil maṣlahatini adalah dalam rangka menghilangkan
kesulitan yang akan terjadi. Sehingga seandainya maslahat itu tidak
diambil maka akan menyebabkan kesulitan.
Syarat-syarat di atas adalah syarat-syarat yang masuk akal yang
dapat mencegah penggunaan sumber dalil ini (maṣlahah mursalah)
tercabut dari akarnya (menyimpang dari esensinya) serta mencegah dari
menjadikan nash-nash tunduk kepada hukum-hukum yang dipengaruhi
oleh hawa nafsu dengan maṣlahah mursalah.
Ruang lingkup penerapan maṣlahah mursalah selain yang
berlandaskan pada hukum syara‟ secara umum, juga harus diperhatikan
adat dan hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, dengan
kata lain. Maṣhlahah Mursalah hanya meliputi kemaslahatan dalam
bidang Muamalah bukan masalah Ibadah, karena Maṣhlahah mursalah

9
didasarkan pada pertimbangan akal tentang baik buruk suatu masalah,
sedangkan akal tidak dapat melakukan hal itu untuk masalah Ibadah.9

F. Kedudukan Maṣlahah Mursalah dan Kehujjahannya


Dalam uraian berikut ini akan menjelaskan perbedaan pendapat antara kalangan
madzhab uṣul yang menolak maupun yang menerima serta argumentasi mereka
masing-masing:
1. kelompok pertama mengatakan, bahwa maṣlahah mursalah merupakan salah
satu sumber hukum dan sekaligus hujjah shar’iyah. Pendapat ini dianut oleh
madzhab Maliki dan Imam ibnu Hanbal.
Adapun yang menjadi alasan atau argumentasi kelompok pertama ini bahwa
maṣlahah mursalah merupakan dalil dan hujjah shar’iyah sebagai berikut:
a) Adanya takrir (pengakuan) Nabi atas penjelasan Muadz ibn. Jabal yang
akan menggunakan ijtihad bi al-ra’yi bila tidak menemukan ayat al-
Qur‟an dan sunnah Nabi untuk menyelesaikan sebuah kasus hukum.
Penggunaan ijtihad ini mengacu pada penggunaan daya nalar atau suatu
yang dianggap maṣlahah.
b) Adanya amaliyah dan praktik yang begitu meluas dikalangan sahabat
Nabi tentang penggunaan maṣlahah mursalah sebagai suatu keadaan
yang sudah diterima bersama oleh para sahabat tanpa saling
menyalahkan.
c) Suatu maslahah bila telah nyata kemaslahatannya dan telah sejalan
dengan maksud pembuat hukum (syar‟i) maka menggunakan maṣlahah
tersebut berarti telah memenuhi tujuan syar’i mekipun tidak ada
dalilkhusus yang mendukungnya. Sebaliknya bila tidak digunakan
untuk menetapkan suatu kemaslahatan dalam kebijaksanaan hukum
akan berarti melalaikan tujuan yang dimaksud oleh syar’i (pembuat
hukum).10

9 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000) 128-
129.
10
Abdul WahabKhallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 122.

10
d) Bila dalam keadaan tertentu untuk menetapkan hukum tidak boleh
menggunakan metode maṣlahah mursalah, maka akan menempatkan
umat dalam kesulitan.11
2. Kelompok yang menolak maṣlahah mursalah sebagai hujjah shar’iyah.
Kelompok kedua ini berpendapat bahwa maṣlahah mursalah tidak dapat
diterima sebagai hujjah dalam menetapkan hukum.Adapun yang menjadi dasar
penolakan kelompok kedua ini ialah:
a) Bila suatu maslahah ada petunjuk syar’i yang membenarkannya atau
yang disebut mu’tabarah, maka ia telah termasuk dalam umumnya qiyas.
Seandainya tidak ada petunjuk syara’ yang membenarkannya maka ia
tidak mungkin disebut sebagai maṣlahah.
b) Beramal dengan menggunakan maṣlahah yang tidak mendapat
pengakuan tersendiri dari nash akan membawa pada pengalaman hukum
yang berlandaskan pada sekehendak hati dan menurut hawa nafsu.
c) Menggunkan maṣlahah dalam ijtihad tanpa berpegang pada nash akan
mengakibatkan munculnya sikap bebas dalam menetapkan hukum yang
dapat mengakibatkan seseorang teraniaya atas nama hukum.
Hal yang demikian menyalahi prinsip penetapan hukum dalam
Islam, yaitu “tidak boleh merusak, juga tidak ada yang dirusak”.
d) Seandainya dibolehkan berijtihad dengan maṣlahah yang tidak
mendapat dukungan dari nash, maka akan memberi kemungkinan untuk
berubahnya hukum syara’ karena alasan berubahnya waktu dan
berlainannya tempat berlakunya hukum syara’, juga karena berlainan
antara seseorang dengan orang lain. Dalam keadaan demikian, tidak
akan ada kepastian hukum. 12

G. Kemunculan Mashlahah Mursalah


Kemunculan al-mashlahah dilatarbelakangi oleh munculnya berbagai persoalan
persoalan baru yang dihadapi masyarakat, tetapi persoalan tersebut tidak dibicarakan
secara eksplisit dan implisit oleh Alquran. Ketika metode lain dianggap tidak memadai

11
Effendi Satria, Ushul Fiqh (Jakarta: prenada media, 2003), 152-153.
12 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih..., 454.

11
secara maksimal dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut, maka al-mashlalah
yang juga memiliki landasan di dalam nash Alquran dan hadis digagas sebagai sebuah
metode ijtihad. Para ulama mulai merumuskan konsep dan teori istinbath hukum al-
mashlahah dengan memilah-milah, mana bentuk al-mashlahah yang dapat digunakan
sebagai metode istinbath hukum fiqih. 13
Oleh sarjanasarjana kemudian, teori-teori tersebut dielaborasi lebih jauh sehingga
terkadang teori mashalahat memiliki ciri khas tersendiri di tangan mujtahid tertentu
seperti al-Thufi yang banyak dibicarakan oleh para sarjana yang datang kemudian.
Dalam melahirkan produk-produk hukum fiqh, almashlahah al-mursalah telah
digunakan oleh para imam mazhab. Ini menunjukkan bahwa al-mashlahah telah
mendapat perhatian yang cukup.
Dan ini tentu saja dengan asumsi bahwa al-mashlahah memiliki kelebihan
tersendiri di banding metode-metode lainnya. Pada tahap yang paling awal,
pengumpulan Al-Qur’an kasus paling banyak diidentifikasi sebagai istinbath yang
didasarkan atas almashlahah. Adalah Umar ibn Khathab memberi saran kepada
khalifah Abu Bakar untuk menulis dan mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf.
Saran ini didasarkan atas kekhawatirannya banyak para penghafal alQur’an (huffazh)
yang gugur dan syahid di medan perang. Menurut Umar bila kasus-kasus seperti ini
dibiarkan saja dan terus berkelanjutan, Al-Qur’an akan dapat hilang begitu saja dari
tangan umat Islam.
Abu Bakar pada mulanya tidak menerima saran Umar, atas pertimbangan bahwa
hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi kemudian, usul tersebut diterima
oleh Abu Bakar setelah berunding dengan tokoh-tokoh sahabat lainnya. Alquran lalu
kemudian dikumpulkan dan dibukukan. Pertimbangan utama dalam kasus ini adalah
mashlahat bagi umat bila Alquran dikumpulkan dalam satu mushhaf, karena pada satu
waktu umat dapat melihat kembali bagian-bagian yang mungkin ia tidak dapat
menghafalnya.
Di samping itu, mushhaf ini dapat pula diwarisi kepada generasi-generasi
berikutnya. Itu sebabnya kemudian, gagasan pengumpulkan Alquran ini kemudian

13 Mohammad Mufid, Ushul Fiqh..., 120.

12
pada masa Usman diteruskan dan dikembangkan dengan mereproduksi mushaf yang
serupa hingga menjadi 6 mushhaf yang dikirim ke daerah-daerah kekuasaan Islam.
Praktek lain sahabat yang banyak dikutip oleh para penulis mendeskripsikan al-
mashlahah adalah praktek Umar bin Khathab menetapkan talak 3 sekaligus bagi suami
yang mentalak isterinya, menghentikan hukuman potong tangan bagi pencuri ketika
dalam masa paceklik. Semua aturanaturan hukum ini ditetapkan berdasarkan
pertimbangan terrhadap al-mashlahah.14
Berdasarkan penjelasan di atas, maka buku ini mengkhususkan kajian pada
keselasaran hubungan antara almashlahah dengan pembaharuan hukum Islam.
Pembahasan menyangkut kedua hubungan variabel tersebut dilakukan terhadap dua
fukus analisis. Pertama, analisis karakteriristik mashalih. Analisis pada bagian pertama
dilakukan berdasarkan pandangan bahwa sebuah metode istinbath hukum memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya, baik al-mashlahah sebagai
dalil dan metode istinbath maupun almashlahah sebagai sebuah metode ijtihad.
Karakter khusus inilah yang menjadi poin penting yang akan dikolerasikan dengan
pembaharuan hukum Islam. Sebagai dalil dan.metode istinbath, al-mashlahah berada
di antara sekian banyak metode seperti Ijma' dan Qiyas, Istihsan, Istishab, 'Uruf,
mazhab Shahabi dan Syar'u Man Qablana.15
Atas dasar ini, maka perlu dilihat terlebih dahulu al-maslahah, apa persamaan dan
perbedaannya dengan metode metode-metode lainnya. Demikian pula al-mashlahat
sebagai sebuah Ijtihad, beberapa hal yang berkaitan dengannya tentu harus
mendapatkan perhatian yang cukup, baik menyangkut substansi ijtihad, syarat-syarat
ijtihad maupun peranan ijtihad dalam pembaharuan hukum Islam.dalam lintasan
sejarah.
Kedua, analisis kesesuaian al-mashlahah dengan upaya pembaharuan hukum Islam,
analisis ini adalah pokok kajian dalam studi ini adalah dimaksudkan untuk melihat
sejauh mana al-mashlahah memilki peran penting dalam pembaharuan hukum. Aspek
yang akan dikaji dari tema ini terutama menyangkut substansi mashlahah itu sendiri,

14
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fih Metodologi Penetapan Hukum Islam (Depok:Kencana ,2017),
202
15 Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh..., 384-385.

13
bagaimana rumusannya, apa saja syarat mashlahah mursalah, bagaimana pandangan
Ulama terhadap metode Al-Mashlahah, bagaimana keterkaitan Al-Mashlahah dengan
Maqashid Alsyariah, serta keterkaitan mashlahah dengan upaya pembaharuan hukum
Islam.16

H. Metode Yang Digunakan


Metode penyajian yang digunakan dalam buku ini diawali dengan mendeskripsikan
mashlahah al-mursalah sebagai sebuah dalil atau sumber hukum di antara
sumbersumber hukum lainnya, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan.
Sumber-sumber hukum yang disepakati misalnya Alquran, hadis, ijmak, dan qiyas.
Sementara sumbersumber hukum lainnya yang diperselisihkan antara lain:
Istihsan, Mashlahah Al-Mursalah, Istishab, 'Urf, Syar'u Man Qablana, dan Mazhab
Shahabi, deskripsi berikutnya adalah manggali karakter Ijtihad sebagai motor untuk
menjadikan Al-Mashalah Al-Mursalah, diyakini bahwa Ijtihad sangat mempunyai
peranan penting dalam pembaharuan hukum Islam, tidak hanya di era modern, tetapi
juga di masa klasik.
Tetapi tentu saja ijtihad tidak dilakukan dengan bebas. Ia memiliki syarat-syarat
dan karakterkatakter tertentu sehingga tetap berada di bawah ruh dan prinsip-prinsip
syari'at. Itu sebabnya persoalan mengenai Ijtihad ini sanagt penting disuguhkan dalam
kara ini.17
Bab inti dalam karya ini, terletak pada inventarisasi karakteristik Al-Mashlahat Al-
Mursalat sebagai sebuah metode dalam pembaharuan hukum Islam, deskripsi ini
dimulai dengan mendefenisikan Al-Mashlahah Al-Mursalah, syarat-syarat Al-
Mashlahah Al-Mursalah, hubungan Al-Mashlahah Al-Mursalah dengan Maqashid Al-
Ayari'ah, Ikhtilaf Ulama terhadap Al-Mashlahah Al-Mursalah, dan kesesuaian Al-
Mashlahah Al-Mursalah dengan pembaharuan hukum Islam.
Terakhir adalah bab penutup yang berisi beberapa kesimpulan dan saran-saran yang
berkenaan dengan pembahasan al-mashlahah al-mursalah dan kesesuaiannya dengan
pembaharuan hukum Islam.

16 Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh..., 205.27.1


17 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh..., 385-386.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kutipasn diatas dapat disimpulkan bahwa Maṣhlahah Mursalah selain yang
berlandaskan pada hukum syara‟ secara umum, juga harus diperhatikan adat dan
hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, dengan kata lain, maṣhlahah
Mursalah hanya meliputi kemaslahatan dalam bidang muamalah bukan masalah Ibadah,
karena Maṣlahah Mursalah didasarkan pada pertimbangan akal tentang baik buruk
suatu masalah, sedangkan akal tidak dapat melakukan hal itu untuk masalah Ibadah.

B. Saran
Sebelumnya kami mohon maaf sebesar-besarnya, karena pasti banyak kesalahan
maupun penulisan dll, kepada yang terhormat Dosen pengampu pada mata kuliah
UShul Fiqh, kami ucapkan terimakasih atas dukungan, muatan materi, dan senantiasa
memberikan semangat kepada kami, dan juga kepada teman-teman sekalian kami
ucapkan terimakasih, sehingga tugas makalah ini bisa dibuat dengan sebaik mungkin,
kritik dan saran sangat kami harapkan,

15
DAFTAR PUSTAKA

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Ciputat: PT. Logos WacanaIlmu, 1997), 114. 13.
Mardani,Ushul Fiqh (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 230. 14.
Al Yasa‟ Abu Bakar, Metode Istislahiah, (Jakarta: Kencana, 2016), 39.
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terj. Saefullah Ma‟shum dkk, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2014), 451.
Al Yasa‟ Abu Bakar, Metode Istislahiah..., 43.
Akbar Syarif dan Ridzwan bin Ahmad “Konsep Maslahah dan Mafsadah Sebagai Asas
Pemikiran Maqashid Syariah:Satu Analisis” Jurnal Ushul Fiqh, 1 (2019),3.
Mohammad Mufid,Ushul Fiqh Ekonomi..., 117. 19Ibid., 118.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenada Media Group,2011), 354.
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000) 128-129.
Abdul WahabKhallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 122.
Effendi Satria, Ushul Fiqh (Jakarta: prenada media, 2003), 152-153.
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih..., 454.
Mohammad Mufid, Ushul Fiqh..., 120.
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fih Metodologi Penetapan Hukum Islam
(Depok:Kencana , 2017), 202.
Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh..., 384-385.
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh..., 205.27.1.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh..., 385-386.

16

You might also like