Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Nely Dwi Jurnal

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PROSEDUR / METODE STUDI SANAD HADITS

1
Nely Dwi Iriyanti
2
Andre Tiono Kurniawan, M.Pd.I

1
Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
2
Dosen Pengampu Mata Kuliah Al-Qur’an Hadits

Email : nelydwi79@gmail.com

Abstrak

Takhrij hadits dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadits serta
mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadits. Di dalam melakukan
takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu; 1) Takhrij
Melalui Lafaz Pertama Matan Hadits, 2) Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan
Hadits, 3) Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat, 4) Takhrij Berdasarkan Tema
Hadits, 5) Takhrij Berdasarkan Status Hadits.
Kata Kunci: Metode, Hadist.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hadits dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkataan, perbuatan, serta taqrir, nabi Muhammad Saw. hadits juga
merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur‟an. Di dalam
AlQur‟an tentunya tidak ada permasalahan yang signifikan, hal ini
dikarenakan AlQur‟an merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan Allah
untuk nabi Muhammad Saw. berbeda dengan hadits, di dalam memahami
hadist tentunya banyak persoalan yang perlu di kaji, baik dari segi
periwayatannya (sanad) atau pun isi hadits tersebut. Dan hal ini perlu adanya
penelitian di dalam menentukan kualitas hadits yang sahih.1

1
Wiyono AH, Saputro EA. 2019. Kajian tahrij hadits dalam studi islam. Jurnal Samawat. 3(2):1-12.
Takhrij Hadits merupakan salah satu metode (cara) untuk
mengetahui jalannya anad hadits, sehingga kita dapat memahami dari mana
hadits tersebut diriwayatkan. Hal ini agar bisa di ketahui bahwa hadits
tersebut datangnya Nabi Saw. urgensi di dalam mempelajari takhrij hadits
juga adalah memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan
setelah tahu bahwa suatu hadits adalah hadits maqbul (dapat diterima). Dan
sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadist
adalah mardud (tertolak).2

Hadis mempunyai keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh


informasi lain, termasuk al Qur’an, yaitu adanya sistim tranmisi yang
menghubungkan antara Nabi Muhammad sebagai sumber informasi dengan
generasi berikutnya sampai akhir informasi tersebut dihimpun dan di
bukukan oleh para Mukharrij alHadis.3 Sistim tranmisi yang dikenal dengan
sebutan sanad atau isnad, memungkinkan dilakukan kritik terhadap
kebenaran informasi tersebut, apakah betul bersumber dari Nabi atau hanya
dibuat-buat saja. Dari sinilah letak urgensi sanad hadis, sebab tanpa adanya
sanad, setiap orang bisa saja mengaku dirinya pernah bertemu dengan Nabi
Saw.4

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam artikel ini yaitu :

1) Apa definisi dari sanad?


2) Apa definisi dari takhrij hadits?
3) Bagaimana urgensi takhrij hadits?
4) Bagaimana metode dan langkah-langkah dari takhrij hadits?

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Sanad

2
Ibid
3
Ahmad AJ, Al-Showy, (et.al). 1995. Mukjizat Al-Qur’an dan Sunnah Tentang IPTEK (cet.I). Jakarta
(ID): Gema Insani Press. 56-63.
4
Ali M. 2016. Sejarah kedudukan sanad dalam hadis nabi. TAHDIS.7(1): 51-64.
Sanad berasal dari bahasa Arab artinya adalah penyandaran sesuatu
pada sesuatu yang lain sedangkan al sanad bisa berarti bagian depan atau
bawah gunung atau kaki gunung, karena dialah penyangganya. Adapun
kata Isnad dalam hadis berarti kita bersandar kepada para periwayat untuk
mengetahui pernyataan Nabi Saw., kadang istilah Thariq dipakai dalam
menggantikan Isnad, kadang pula Istilah Wajh digunakan untuk maksud
yang sama.5 Penyandaran suatu hadis kepada perawi, adalah makna yang
bersifat qiyas (analogi).6 Adapula yang mengartikan sanad sama dengan
Mu’tamad berarti terpercaya atau dapat dijadikan pegangan. Sedangkan
menurut Istilah ilmu hadis sanad berarti silsilah periwayat hadis yang
menghubungkan kepada matan hadis dari periwayat terakhir sampai kepada
Nabi Muhammad Saw.7

2. Pengertian Takhrij Hadits

Takhrij Hadits adalah proses atribusi (proses deskripsi) suatu Hadits


hinga sampai pada kolektor Haditsnya. Secara harfiah takhrij Hadits diserap
dari kata kerja , ‫ خرج‬dan dapat didefinisikan kedalam tiga arti. Pertama,
penetapan sumbersumber Hadits (istinbath). Kedua, pemaparan atau
penjelasan terkait sumbersumber Hadits melalui metode yang benar
(Taujih). Ketiga, sebuah cara dan pengetahuan untuk menemukan sumber-
sumber Hadits (Tadrib).

Sedangkan secara terminologi, pengertian takhrij Hadits sendiri juga


dibagi menjadi tiga definisi:
a. Meriwayatkan dan menjelaskan Hadits beserta matan dan sanadnya,
zecara sempurna dan terperinci (ibroz & ikhroj).
b. Meneliti dan meriwayatkan Hadits dari kitab-kitab tertentu, dengan
menyebutkan sanad dari kolektor Hadits yang sesuai dengan kitab-
kitab tersebut.

5
M.M.Azami. 1995. Memahami Ilmu Hadis (cet.II). Jakarta (ID): Penerbit Lentera.
6
Abi al Husain ibn Faris Ibn Zakaria, Maqayis al Lughah, (juz 3; Dar alFikr,tt), h.105.
7
Muhammad Thahhan. Taisir Musthalahah al Hadis. Surabaya: Syirkah Bungkulu Indah.
c. Mengarahkan dan meneliti suatu Hadits menurut sumber-sumber
dari kitab asalnya besertaan dengan menyebutkan sanad
periwayatannya, sekaligus menerangkan kualitas Hadits-Hadits
yang telah di takhrij apabila memang di butuhkan.8

Sedangkan menurut Mahmud at-Thohhan takhrij Hadits adalah


sebuah usaha untuk menunjukkan letak asal suatu Hadits pada sumber-
sumbernya yang asli, yang mana di dalamnya telah dicantumkan sanadnya
secara lengkap, serta menjelaskan kualitas Hadits tersebut apabila memang
dibutuhkan.9 Definisi ini hampir serupa dengan definisi takhrij Hadits
secara istilah di atas, letak perbedaanya hanya pada kata menunjukkan dan
mengarahkan saja, namun pada hakekatnya sama-sama menunjukkan arti
tentang cara bagaimana untuk meneliti sebuah Hadits secara sistematis
pencantuman sanad yang lengkap serta terperinci.

Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa kelengkapan sanad


serta matan Hadits mutlak hukumnya untuk orang-orang yang ingin
meriwayatkan suatu Hadits. Serta penelusuran terhadap sumber-sumber
kitab asalnya harus sesuai dengan metode yang telah di rumuskan oleh para
pakar ahli Hadits,oleh karena pentingnya sistemasi dan tata cara yang benar
dalam meneliti Hadits, maka nanti akan kita jumpai beberapa metode yang
lumrah digunakan untuk pen-takhrij-an Hadits.

3. Urgensi Takhrij Hadits

Pentingnya mengetahui sumber utama hadis, takhrij hadis menjadi


pembahasan yang pokok dan substansial. Urgensi mempelajari takhrij hadis
adalah empat hal.10 Pertama, mengetahui bahwa Hadis tersebut tercantum
dalam kitab hadis atau tidak. Kedua, mengetahui sumber otentik hadis yang
ditulis para ulama’ hadis. Ketiga, mengetahui jumlah nominal hadis beserta

8
Sa’d bin Abdullah al-Hamid. 2000. Thuruqu Takhrij al-Hadits. Riyadh: Dar Ulum akSunnah
linasyr.
9
At-Thahhan, Mahmud. 1987. Ushul al-Takhrij wa Dirosatu al-Asanid. Riyadh: Maktabah al-
Ma’arif.

10
Hasbi Ash-Shiddieqy. 1967. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta (ID): Bulan Bintang.
tempat penulisan, maupun variasi pengulangan. Keempat, mengetahui
kualitas Hadis.11

Adapun manfaat dari mempelajari takhrij hadits sejauh ini memiliki


tujuh manfaat. Pertama, Memperkenalkan sumber sumber hadits, kitab
kitab asal di mana suatu hadits berada beserta ulama
yangmeriwayatkannya. Kedua, Dapat menambah perbendaharaan sanad
hadits melalui kitab kitab yang dirujuknya. Semakin banyak kitab asal yang
memuat suatu hadits semakin banyak pula perbendaharaan sanad dan
pemahaman hadis yang dimiliki. Ketiga, Dapat memperjelas keadaan sanad.
Keempat, Dapat memperjelas kualitas suatu hadits dengan banyaknya
riwayat. Kelima, dapat memperjelas periwayat hadits yang samar dengan
kata lain adanya takhrij hadis memperjelas nama perawi secara pasti.
Keenam, Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang
dilakukan oleh periwayat mulai dari adanya penambahan sanad yang berasal
dari perawi (mudraj dan ziyādah al-tsiqāt), mendapati matan secara lengkap
dan utuh dari hadis yang diringkas, mengidentifikasi dan mengetahui mana
matan yang diriwayatkan secara redaksional dan mana yang secara
substantif, mendapatkan informasi tambahan seputar tempat dan waktu
terjadinya hadis. Ketujuh, Dapat memperjelas waktu dan tempat turunnya
hadits, dan lain lain.12

Takhrij Al-Hadits sebagai sebuah metode dengan memperhatikan


tujuannya, mempunyai banyak sekali manfaat. Abu Muhammad Abdul
Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi dalam kitabnya Thuruq Takhrij
Hadits Rasulillah SAW, yang penulis kutip dari buku terjemahan kitab
tersebut, “Metode Takhrij Hadits”, menjelaskan beberapa manfaat takhrij
hadits diantaranya :13

11
Reza Pahlevi Dalimunthe dkk. 2021. “STUDI TAKHRIJ HADIS MENGGUNAKAN METODETASHIH,
MUQORONAH, TAHLIL, TARJIH, DAN TAKHKIM (TMT3) TERHADAP HADIS TENTANG PENYEBARAN
COVID-19,”. Jurnal Studi Hadis Nusantara. 3(1): 60–74
12
Muzakky AH. 2022. Ragam metode takhrij hadis: dari era tradisional hingga digital. Jurnal Studi
Hadis Nusantara. 4 (1): 74-87.
13
Wiyono AH.....
a. Takhrij memperkenalkan sumbersumber hadits, kitab-kitab asal dimana
suatu hadits berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
b. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadits-hadits melalui
kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang
memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang
dimiliki.
c. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan
riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah
riwayat itu munqathi‟, mu‟dal dan lain-lain. Demikian pula dapat
diketahui apakah status riwayat tersebut shahih, dha‟if dan sebagainya.
d. Takhrij dapat memperjelas hukum hadits dengan banyaknya
riwayatnya. Terkadang kita dapatkan hadits yang dha‟if melalui suatu
riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan mendapatkan
riwayat lain yang shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat
derajat hukum hadits yang dha‟if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
e. Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
f. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena terkadang
kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti
Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij kemungkinan
kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara
lengkap.
g. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya
melalui perbandingan diantara sanad-sanad.

4. Metode dan Langkah-Langkah Takhrij Hadits

Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan


sebagai pedoman, yaitu;

a. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadits

Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadits.


Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya
menurut urutan huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan mentakhrij hadits
yang berbunyi; Untuk mengetahui lafaz lengkap dari
penggalan matan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri
penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan
yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh Muhammad fuad Abdul
Baqi, penggalan hadits tersebut terdapat di halaman 2014. Berarti, lafaz
yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV.14 Setelah diperiksa, bunyi
lengkap matan hadits yang dicari adalah; Dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah
dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang
yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah”.

Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan


kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadits-
hadits yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai
kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya
sedikit saja, maka akan sulit unruk menemukan hadits yang dimaksud.

Sebagai contoh : . Berdasarkan teks di


atas, maka lafaz pertama dari hadits tersebut adalah iza atakum. Namun,
apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law
atakum atau iza ja’akum.15 Maka hal tersebut tentu akan menyebabkan
sulitnya menemukan hadits yang sedang dicari, karena adanya perbedaan
lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang
sama.

b. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits

Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang


terdapat dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja.
Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan
adalah bagian haditsnya sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud
dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah

14
Mahmud ath-Thahhan dengan judul Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid yang cetakan
kelimanya diterbitkan pada tahun 1983.
15
Ibid.
manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya
yang asing dan jarang penggunaanya.

Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-


Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadits An-Nabawi. Kitab ini
mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk
hadits sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi,
Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi,
Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad. Contohnya pencarian hadits
berikut; Dalam pencarian hadits di atas, pada dasarnya dapat ditelusuri
melalui kata-kata naha, ta’am, yu’kal al-mutabariyaini. Akan tetapi dari
sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan
kata al-mutabariyaini karena kata tersebut jarang adanya. Menurut
penelitian para ulama hadits, penggunaan kata tabara di dalam kitab induk
hadits (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali. Penggunaan metode ini
dalam mentakhrij suatu hadits dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut: Langkah pertama, adalah menentukan kata
kuncinya yaitu kata yang akan dipergunakan sebagai alatuntuk mencari
hadits. Sebaiknya kata kunci yang dipilih adalah kata yang jarang dipakai,
karena semakin bertambah asing kata tersebut akan semakin mudah proses
pencarian hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada bentuk
dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar tersebut dicarilah kata-kata itu di
dalam kitab Mu’jam menurut urutannya secara abjad (huruf hijaiyah).
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di
bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadits yang sedang dicari dalam
bentuk potonganpotongan hadits (tidak lengkap). Mengiringi hadits tersebut
turut dicantumkan kitabkitab yang menjadi sumber hadits itu yang
dituliskan dalm bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini
mempercepat pencarian hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui
kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits. Selain itu, metode ini
juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadits tidak
didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus
menggunakan kata-kata lain.

c. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat

Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang


meriwayatkan hadits, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya
hadits yakni;
1) Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara
tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam
kitab ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari
kumpulan musnad tersebut.
2) Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di dalamnya
berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-
guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama
sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
3) Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun
berdasarkan musnadmusnad para sahabat dengan urutan nama
mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui
bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber
yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian
mengambil hadits secara lengkap.
Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat
diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat
digunakan dengan baik, apabila perawih yang hendak diteliti itu tidak
diketahui.
d. Takhrij Berdasarkan Tema Hadits
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu
untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu
disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan ditakhrij dan kemudian baru
mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan
metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam
kasus yang demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tematema
yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut. Contoh : Dibangun Islam atas
lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat,
berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadits diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat,
zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadits diatas
harus dicari didalam kitab-kitab hadits dibawah tema-tema tersebut. Cara
ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar
isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Dari
keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat
tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadits. Untuk itu seorang
mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara
umum dan kajian fiqih secara khusus. Metode ini memiliki kelebihan yaitu
: Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadits, tanpa memerlukan
pengetahuan tentang lafaz pertamanya. Akan tetapi metode ini juga
memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila kandungan hadits sulit
disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan
temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
e. Takhrij Berdasarkan Status Hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan
para ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits, yaitu penghimpunan
hadits berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali
dalam proses pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti hadits qudsi,
hadits masyhur, hadits mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadits dengan
membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah melakukan takhrij al hadits.16
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses
takhrij. Hal ini karena sebagian besar hadits-hadits yang dimuat dalam kitab
yang berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga tidak
memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas,
dengan sedikitnya hadits-hadits yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal

16
Ibid.
ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini. Kitab kitab yang disusun
berdasarkan metode ini :
1) Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar alMutawatirah karangan Al-
Suyuthi.
2) Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits alQadsiyyah oleh al-Madani.
3) Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitabkitab sejenis lainnya.

C. KESIMPULAN
Hadits adalah sebuah usaha untuk menunjukkan letak asal suatu
Hadits pada sumber-sumbernya yang asli, yang mana di dalamnya telah
dicantumkan sanadnya secara lengkap, serta menjelaskan kualitas Hadits
tersebut apabila memang dibutuhkan. Adapun manfaat dari mempelajari
takhrij hadits sejauh ini memiliki tujuh manfaat yaitu Memperkenalkan
sumber sumber hadits, Dapat menambah perbendaharaan sanad hadits
melalui kitab kitab yang dirujuknya, Dapat memperjelas keadaan sanad,
Dapat memperjelas kualitas suatu hadits dengan banyaknya riwayat, dapat
memperjelas periwayat hadits yang samar dengan kata lain adanya takhrij
hadis memperjelas nama perawi secara pasti, Dapat menghilangkan keragu-
raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh periwayat, Dapat memperjelas
waktu dan tempat turunnya hadits, dan lain lain.

D. DAFTAR PUSTAKA

Abi al Husain ibn Faris Ibn Zakaria, Maqayis al Lughah, (juz 3; Dar alFikr,tt),
h.105.

Ahmad AJ, Al-Showy, (et.al). 1995. Mukjizat Al-Qur’an dan Sunnah Tentang
IPTEK (cet.I). Jakarta (ID): Gema Insani Press. 56-63.

Ali M. 2016. Sejarah kedudukan sanad dalam hadis nabi. TAHDIS.7(1): 51-64.

At-Thahhan, Mahmud. 1987. Ushul al-Takhrij wa Dirosatu al-Asanid. Riyadh:


Maktabah al- Ma’arif.

Hasbi Ash-Shiddieqy. 1967. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta (ID):


Bulan Bintang.
M.M.Azami. 1995. Memahami Ilmu Hadis (cet.II). Jakarta (ID): Penerbit
Lentera.

Mahmud ath-Thahhan dengan judul Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid


yang cetakan kelimanya diterbitkan pada tahun 1983.

Muhammad Thahhan. Taisir Musthalahah al Hadis. Surabaya: Syirkah


Bungkulu Indah.

Muzakky AH. 2022. Ragam metode takhrij hadis: dari era tradisional hingga
digital. Jurnal Studi Hadis Nusantara. 4 (1): 74-87.

Reza Pahlevi Dalimunthe dkk. 2021. “STUDI TAKHRIJ HADIS


MENGGUNAKAN METODE TASHIH, MUQORONAH, TAHLIL,
TARJIH, DAN TAKHKIM (TMT3) TERHADAP HADIS TENTANG
PENYEBARAN COVID-19,”. Jurnal Studi Hadis Nusantara. 3(1):
60–74

Sa’d bin Abdullah al-Hamid. 2000. Thuruqu Takhrij al-Hadits. Riyadh: Dar
Ulum akSunnah linasyr.

Wiyono AH, Saputro EA. 2019. Kajian tahrij hadits dalam studi islam. Jurnal
Samawat. 3(2): 1-12.

You might also like