14566-Article Text-47511-1-10-20220201
14566-Article Text-47511-1-10-20220201
14566-Article Text-47511-1-10-20220201
ABSTRACT
The puspa plant (Schima wallichii) is a tree species that is widely used as building raw
material, producing firewood, making paper, furniture industry, animal feed, traditional herbal
medicine and producing dyes. Puspa Plants in the Bulian Customary Forest Area Grows in
environmental conditions with a flat topography, namely at a slope of 0%-5%, alluvial soil type, pH
conditions ranging from 5-6 and brown soil color, clay texture, dusty clay, to dusty clay loam with a
percentage of 2%-9% sand per ticket, 21%-64% dust particles and clay particles ranging from 33%-
75%. The nutrient content of N ranges from 0.15% - 0.2%; nutrient K ranges from 0.01% - 0.02%;
nutrient Ca ranges from 0% - 0.06%; Mg nutrients ranged from 0.01% - 0.04% and P nutrient
content from 4.64 me/100g to 17.27 me/100g. While the abiotic component of climatic factors,
puspa plants grow in environmental conditions with daily light intensity ranging from 112.25 lux -
2156.25 lux, temperature and humidity ranging from 28.30C - 30.60C while daily humidity ranges
from 85.25% - 96.25%.
Keywords: Abiotic factors, Puspa plant (Schima wallichii), Bulian traditional forest
ABSTRAK
Tumbuhan puspa (Schima wallichii) merupakan spesies pohon yang banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku bangunan, penghasil kayu bakar, pembuatan kertas, industri meubel, pakan
ternak, jamu tradisional dan penghasil zat pewarna. Tumbuhan puspa di Kawasan Hutan Adat
Bulian Tumbuh pada kondisi lingkungan dengan topografi cenderung datar yaitu pada kelerengan
0%-5%, jenis tanah aluvial, kondisi pH berkisar 5–6 dan warna tanah kecoklatan, tekstur tanah liat,
liat berdebu, hingga lempung liat berdebu dengan persentase pertiket pasir 2%-9%, partikel debu
21%-64% dan partikel liat berkisar 33%-75%. Kandungan unsur hara N berkisar antara 0,15% -
0,2%; unsur hara K berkisar 0,01% - 0,02%; unsur hara Ca berkisar antara 0% - 0,06%; unsur hara
Mg berkisar antara 0,01% - 0,04% dan kandungan unsur hara P 4,64 me/100g sampai dengan
17,27 me/100g. Sedangkan komponen abiotik faktor iklim, tumbuhan puspa tumbuh pada kondisi
lingkungan dengan intensitas cahaya harian berkisar antara 112,25 lux - 2156,25 lux, suhu dan
1
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353
kelembaban berkisar antara 28,30C - 30,60C sedangkan kelembaban harian berkisar antara
85,25% - 96,25%.
Kata Kunci: Faktor abiotik, Tumbuhan puspa (Schima wallichii), Hutan adat bulian
Diterima, 06 September 2021
Disetujui, 30 Januari 2022
Online, 2 Februari 2022
PENDAHULUAN
Tumbuhan puspa (Schima wallichii) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk dalam kategori pohon dan
memiliki banyak manfaat. Menurut Martawijaya et al., (1989) Kayu dari pohon puspa dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan, penghasil kayu bakar, pembuatan kertas, industri meubel dan penghasil zat pewarna,
daunnya digunakan untuk pakan ternak, sedangkan mahkota bunga dan buahnya dimanfaatkan sebagai jamu
tradisional setelah dikeringkan. Selain itu, Menurut Wibowo (2003), tumbuhan puspa juga bisa digunakan
sebagai tanaman pelindung dan reklamasi lahan, karena resisten terhadap kebakaran dengan kulit kayu yang
tebal. Hasil penelitian Purnama et al., (2016) menunjukan bahwa tumbuhan puspa mempunyai manfaat
ekologi karena mampu menyumbang unsur hara sekitar 7,73 kg/ha/tahun, meliputi N, K, P, Ca, dan Mg.
Daerah persebaran tumbuhan puspa yang ada di Indonesia meliputi pulau Sumatra, Jawa dan
Kalimantan. Tumbuhan puspa yang ada di Sumatra ditemukan dibeberapa tempat salah satunya Hutan Adat
Bulian yang ada di provinsi Sumatra Selatan. Hutan adat Bulian merupakan kawasan hutan yang ditetapkan
Berdasarkan Keputusan Bupati Musirawas Nomor 27/SK/KEHUT/ Tahun (2001) dengan luasan seluas ± 50
ha (Cahyono, 2014). Kawasan tersebut merupakan salah satu ekosisitem hutan dataran rendah yang menjadi
habitat alami tumbuhan puspa. Sehingga perlu diketahui faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh tumbuhan
puspa pada kawasan hutan adat tersebut, sebagai salah satu spesies tumbuhan yang mamiliki banyak manfaat.
faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh puspa merupakan faktor yang mempengaruhi kwalitas
pertumbuhan dari tumbuhan puspa itu sendiri, karena faktor-faktor lingkungan seperti kesuburan tanah,
intensitas cahaya, suhu dan kelembaban, merupakan indikator tertentu yang dapat menentukan proses
metabolisme dan fisiologis suatu spesies tumbuhan (Jayadi, 2015).Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
karakter biofisik lingkungan tempat tumbuh seperti kondisi tanah, intensitas cahaya, suhu dan
kelembabanya, di hutan Adat Bulian, Desa Biti Jaya, Kabupaten Musirawas. Selain itu, Pentingnya
mengetahui faktor abiotik lingkungan tempat tumbuh puspa di hutan Adat Bulian, untuk menjadi acuan
tindakan konservasi dan perlakuan silvikultur dalam pengelolaan hutan. Ketersedian informasi faktor abiotik
lingkungan tempat tumbuh puspa di hutan Adat Bulian, dapat membantu sebagai dasar dalam menetapkan
kebijakan dan perlakuan silvikultur yang tepat agar tetap lestari.
METODE PENELITIAN
2
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353
Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, dari bulan Oktober 2020 sampai dengan bulan Januari
2021 yang bertempat di hutan Adat Bulian, Desa Bliti Jaya Kabupaten Musirawas Sumatra Selatan, dengan
ketingian 50-60 m dpl. Alat yang digunakan meliputi bor tanah, meteran, kamera, parang, kompas, (GPS)
Global Positioning System, Termohygometer, Lux meter, pH meter, alat tulis dan bak sampel tanah.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kertas koran, label sampel, kantong plastik, dan tallysheet.
Metode dalam penelitian ini merupakan metode purposive sampling yang artinya pengambilan
datanya dilakukan berdasarkan keberadaan tumbuhan puspa dengan banyaknya data ditetapkan sebanyak 10
kali pengulangan. Data yang diambil meliputi sifat fisik dan kimia tanah, suhu dan kelembaban serta
intensitas cahaya. sampel tanah diambil pada daerah perakaran tumbuhan puspa, dengan kedalaman 0 cm –
30 cm, sebanyak lima titik disetiap lokasi tempat keberadaan tumbuhan puspa. Sampel tanah dari lokasi
penelitian merupakan sampel tanah tidak utuh (disturbed soil sample) yang dikompositkan. Selanjutnya
sempel tanah hasil pengeboran dikompositkan dalam bak sampel dan dimasukkan ke dalam plastik sebanyak
1 kg untuk sampel analisis kimia dan fisika tanah. Sehingga jumlah total sampel tanah yang diambil dalam 10
kali ulangan sebanyak 10 kg. Sampel tanah yang dikomposit hasil pengeboran di lapangan selanjutnya
dikeringkan, dihaluskan kemudian disaring menggunakan ayakan lolos 60 mes.
Pengambilan data suhu dan kelembaban udara dilakukan secra bersamaan dengan menggunakan alat
Thermohygometer yang digantungkan pada pohon. Sedangkan Pengambilan data intensitas cahaya
matahari menggunakan alat lux meter dibawah tegakan pohon. Pengukuran intensitas cahaya, suhu dan
kelembaban dilakukan pada tiga kali waktu pengulangan yaitu pagi (07:00 - 08:00), siang (12:00 - 14:00) dan
sore hari pukul (16:00 -17:00). Selanjutnya hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan, sehingga didapat data
rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban harian dengan menggunakan persamaan berikut (Handoko,
1995).
3
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353
4
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-4113
Vol. 5 No. 2, Desember 2021 p-ISSN 2615-8353
Sifat kimia tanah yang diamati disetiap plot contoh tempat tumbuh puspa yaitu kandungan
bahan organic melalui C-organik unsur hara N, P, K, Ca, Mg, dan kemasaman tanah (pH).
Kandungan unsur hara N berkisar antara 0,15% - 0,2%; unsur hara K berkisar 0,01% - 0,02%;
unsur hara Ca berkisar antara 0% - 0,06%; unsur hara Mg berkisar antara 0,01% - 0,04%; unsur
hara P 4,64 me/100g - 17,27 me/100g dan kemasaman tanahnya pH 5 - 6. Jika mengacu pada
pedoman pengkategorian hasil analisis kimia tanah mineral, kandungan kimia tanah tersebut
termasuk dalam kategori sangat rendah hingga rendah dengan tingkat kemasaman tanah, masam
sampai dengan agak masam. Rendahnya kandungan unsur hara di lokasi penelitian ini karena
jenis tanah pada lokasi tersebut merupakan jenis tanah alluvial yang berasal dari endapan tanah
yang telah mengalami pencucian unsur hara oleh air hujan. Sedangkan kemasaman tanahnya
disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik tanah melalui (C-organik) yang berasal
dari dekomposisi daun gugur (serasah).
Kandungan bahan organik melalui (C-organik) yang ada di lokasi penelitian termasuk
kategori tinggi berkisar 3,2% sampai dengan 13,6%. Tingginya bahan organik tanah dikarenakan
kondisi lingkungan yang lembab menyebabkan mikro organisme tanah lebih aktif sehingga laju
dekomposisi serasah lebih cepat. Hal ini karena pohon puspa memiliki bentuk tajuk dan kanopi
yang luas sehingga menyebabkan kondisi di bawah kanopi relatif basah dan temperaturnya rendah
(Setyawan 2000). Jayadi (2015) juga menyatakan bahwa pada kondisi kelembapan yang tinggi,
pertumbuhan dan perkembangan mikro organisme tanah menjadi lebih optimal, sehingga proses
dekomposisi serasah lebih cepat. Banyaknya bahan organik hasil dekomposisi serasah
menyebabkan warna tanah cenderung kecoklatan (Brown) dengan nilai value dan chroma 4/4.
Hardjowigeno, (2011) juga menyatakan menyatakan bahwa tanah dengan kandungan bahan
organik lebih tinggi cenderung memiliki warna yang gelap, namun sebaliknya tanah dengan bahan
organik rendah warna tanahnya cenderung lebih terang.
44
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-
Vol. 5 No. 2, Desember 4113
Selain sifat kimia tanah, sifat fisika tanah yang menjadi tempat tumbuh puspa juga diamati
untuk mengetahui perbandingan persentase partikel tanah disetiap plot contoh. Secara umum
persentase partikel tanah yang dominan yaitu liat (clay) dibandingkan partikel debu (silt) dan
partikel pasir (sad). Persentase partikel tanah yang paling tinggi terletak pada plot contoh 10
sebesar 75% (Tabel 10). Tingginya partikel liat dikarenakan kondisi tanahanya yang berada pada
kelerengan 5% sehingga partikel debu dan pasir pada plot tersebut berkurang akibat erosi dari air
hujan. Sedangkan partikel debu tertinggi terletak pada plot contoh 2 sebesar 64% karena kondisi
tanahnya cenderung datar pada kelerengan 2% serta dekat dengan rawa. Sehingga tingginya
persentase partikel debu pada plot contoh tersebut disebabkan oleh endapan lumpur yang terbawa
erosi air hujan dari tempat tinggi ataupun dari tanah pada kondisi yang lereng.
KESIMPULAN
Tumbuhan puspa yang ada di Hutan Adat Bulian Desa Bliti Jaya Kabupaten Musirawas
tumbuh pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya harian berkisar antara 112,25 lux -
2156,25 lux, suhu dan kelembaban berkisar antara 28,30C - 30,60C sedangkan kelembaban harian
berkisar antara 85,25% - 96,25%, dengan jenis tanah alluvial berwarna kecoklatan dan tekstur
tanahnya liat, liat berdebu hingga lempung liat berdebu dengan persentase pertiket pasir 2-9%,
partikel debu 21-64% dan partikel liat berkisar 33-75%. Kemasaman tanah (pH) berkisar 5-6,
kandungan unsur hara N berkisar antara 0,15%-0,2%; unsur hara K berkisar 0,01%-0,02%; unsur
hara Ca berkisar antara 0%-0,06%; unsur hara Mg berkisar antara 0,01%-0,04% dan kandungan
unsur hara P 4,64 me/100g sampai dengan 17,27 me/100g.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih untuk pihak yang telah membantu baik dana dan tenaga terutama pihak
pengelola Hutan Adat Bulian Desa Bliti Jaya Kabupaten Musirawas Provinsi Sumatra Selatan,
dan semua pihak yang terkait sehingga pelaksanaan penelitian ini terlaksana dengan baik dan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono E. 2014. Pengelolaan Hutan Adat Bulian di Kabupaten Musirawas. Kesatuan Pengelola
Hutan Produksi (KPHP) Lakitan. Lubuk Linggau Sumatra Selatan.
Goldsworthy PR dan Fisher NM. 1984. The Physiology of Tropical Field Crops. New York: John
Wiley & Sons Ltd. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. 1992. Penerjemah: Tohari,
penyunting: Soedharoedjian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dalam
Hermawan R, Hikmat A dan Kartono AP. 2012. Analisis Faktor Ekologi Tumbuhan
Langka Rotan Beula Ceratolobus Glaucescens Blume
44
Jurnal Silva Tropika e-ISSN 2621-
Vol. 5 No. 2, Desember 4113
Di Cagar Alam Sukawayana Sukabumi Jawa Barat. Media Konservasi Vol. 17, No. 2:
94 – 110
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Jawa Barat
Hardjowigeno S. 2011. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288.
Ibadurohmah N. 2016. Pola Penyebaran Dan Regenerasi Jenis Puspa (Schima Wallichii (Dc.)
Korth.) Di Resort Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. (Skripsi). Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Jayadi EM. 2015. Ekologi Tumbuhan. Cetakan Pertama. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Mataram. Mataram.
Martawijaya A, Katsunaya I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia.
Jil. 2: 109-113. Balitbang Kehutanan Dephut. Bogor
Purnama H, Jumani, Biantary MP. 2016. Inventarisasi Distribusi Tegakan Puspa (Schima
Wallichii Korth) Pada Berbagai Tipe Kelerengan Di Kebun Raya Unmul Samarinda (Krus)
Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor. Vol (15). No 1. Hal 55-65
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan
Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Depertemen Pertanian. Bogor.
Wibowo A. 2003. Permasalahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia.
Review Hasil Litbang. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi
44