Mmanajemen,+Wina+Paulus+2020 4
Mmanajemen,+Wina+Paulus+2020 4
Mmanajemen,+Wina+Paulus+2020 4
ABSTRACT
The purposes of the study are to explore the work stress and job performance of bank’s
employees, and to identify factors that influence work stress that have an impact on bank’s
employees. The employees of the back office section at Head Office, Bank of Bengkulu are chosen
as the respondents and participants for the questionnaire and interview surveys. An electronic
questionnaire is distributed to the respondents and an interview protocol is used to interview
participants. The surveys’ results reveal that the perceptions of the employees on the work stress
of the intrinsic factors at work have less impact, the relationship at work and the
organizational climate are very conducive, and the organizational role is positive. In the
meantime, the job performance has a high rating. Four factors that influence the work stress
are the same as the dimensions on the stress concept with more focus on certain items. The
relationship at work strengthens on the intensive supports from coworkers and the active
interactions with co-workers. The organizational climate includes the task demands in a timely
manner, the independent in determining work completion procedures, the recognition or
appreciation, and support for creativity. The intrinsic factors at work consist of the excessive
workloads, the monotonous work, and the noise level. The organisational roles emphasise on the
conflicting tasks with family and excessive roles (doing different tasks). One new factor emerged
is the career growth consisting of the opportunity of self-development and the chance for
promotion. The results imply that the work stress and the job performance supported the
concept of both variables and the concept of work stress existed in the workplace. The
employees’ welfares, the fair performance appraisal, and employee engagement should be
promoted in order to reduce the work stress and to increase the job performance.
PENDAHULUAN
Stres merupakan elemen umum dalam pekerjaan apa pun dan orang harus
menghadapinya di hampir setiap kehidupan. Stres sebagai kondisi dinamis di mana
individu dihadapkan dengan peluang, kendala, atau permintaan terkait dengan apa
yang dia inginkan dan yang hasilnya dirasakan tidak pasti dan penting (Ehsan & Ali,
2019). Stres kerja dihasilkan dari ketidakcocokan antara tuntutan dan tekanan tinggi
pada individu (Ismail & Hong, 2011). Ini tidak hanya mencakup situasi di mana
tekanan kerja melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya, tetapi juga di
mana pengetahuan dan kemampuan individu tidak dimanfaatkan secara optimal
(Bytyqi et al., 2010), peran karyawan dalam organisasi, hubungan kerja, keamanan
pekerjaan, dan kurangnya otonomi kerja (Coetzee & Devillie, 2010; Kotteeswari &
Sharief, 2014). Stres menyebabkan ketidakseimbangan dalam kehidupan karena
mengarah pada depresi dan merusak kesehatan, sikap dan perilaku kerja (Ahmed &
Ramzan, 2013; Khattak et al., 2011; Khuong & Yen, 2016). Karyawan yang mengalami
stres kerja umumnya mempengaruhi tingkat kinerja mereka (Jaramillo et al., 2011;
Ratnawat & Jha, 2014; Tsaur & Tang, 2012; Wafula & Nyaboga, 2019).
Penelitian Ali dan Abid (2015) menemukan bahwa seluruh dimensi stres menjadi
sumber stres kerja, tetapi tidak menurunkan kinerja. Studi Goswami (2015) dan
Mabiza et al. (2017) yang membuktikan bahwa stres kerja dapat menurunkan dan
meningkatkan kinerja karyawan. Frichilia (2016) dalam penelitiannya membuktikan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran individu dengan kinerja karyawan
pada pria dan wanita. Tuntutan kerja memiliki hubungan terhadap kinerja karyawan
wanita tetapi tidak pada kinerja karyawan pria. Hubungan dalam organisasi tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja karyawan pria dan wanita.
Karyawan di sektor perbankan disinyalir berada di bawah tekanan yang dapat
memicu stress, seperti yang terjadi pada karyawan di PT Bank Bengkulu. Riset ini
difokuskan pada pengeksplorasian tentang stres kerja dan kinerja serta menemukan
faktor-faktor penyebab stress karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank
Bengkulu.
Stres kerja dikonseptualisasi dari titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respons dan stres sebagai stimulus-respons. Pendekatan ini memandang
stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respons
individu (Mabiza et al., 2017). Stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang (Bytyqi et al., 2010; Premkumar
& Rajkumar, 2015).
Peran karyawan dalam organisasi dapat menjadi faktor stres yang disebabkan
oleh pekerjaan. Setiap individu karyawan bekerja sesuai dengan perannya dalam
organisasi, artinya setiap karywan mempunyai deskripsi tugas yang yang harus
dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan yang diharapkan oleh
atasannya (Billing & Steverson, 2013). Namun demikian, setiap karyawan tidak selalu
berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Hal ini
merupakan indikasi tidak berfungsinya peran yang merupakan pembangkit stres,
yaitu meliputi konflik peran (role conflict), peran berlebihan (role overload), dan
ambiguitas peran (role ambiguity).
Konflik peran, peran berlebihan, dan ambiguitas peran adalah tiga komponen
utama dari stres peran (Singh & Dubey, 2011), dan telah banyak didiskusikan dalam
literatur (Akgunduz, 2015). Ambiguitas peran terjadi ketika karyawan dalam
organisasi atau ketika orang itu tidak tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana
melakukan perannya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan, kurangnya
kepercayaan pada organisasi, ketegangan hubungan interpersonal, produktivitas
rendah, kinerja rendah, prestasi rendah, dan hubungan interpersonal yang lebih
sedikit (Jain & Cooper, 2012).
Berbagai alasan terjadinya konlfik peran dalan suatu organisasi. Ram et al.
(2011) menyebutkan bahwa konflik peran timbul jika seorang karyawan mengalami
adanya: (1) Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara
tanggung jawab yang ia miliki; (2) Yugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut
pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya; (3) Tuntutan-tuntutan
yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai
penting bagi dirinya; dan (4) Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan
pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
Faktor iklim organisasi dapat memicu timbulnya stres bagi individu (Moos &
Insel dalam Akgunduz, 2015). Iklim organisasi berpengaruh besar pada proses
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, sehingga dapat menciptakan kerja
sama yang harmonis pada setiap anggotanya di dalam suatu organisasi, sebaliknya
jika iklim organisasi yang dirasakan oleh karyawan itu negatif, maka akan membuat
mereka mengalami stres kerja sehingga akan berdampak buruk pada lingkungan
kerja dan individu itu sendiri. Oleh karena itu, iklim adalah sebuah penilaian subjektif
dan terikat oleh manipulasi penuh dari seseorang dengan kekuasaan dan
pengaruhnya (He et al., 2015).
Pengukuran Kinerja
Kinerja seorang individu akan diukur untuk menentukan kesuksesan kerjanya. Stout
(2013) mengatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat
dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui
hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Pengukuran
kinerja diperlukan untuk mengetahui pencapaian target yang telah ditetapkan.
Sistem penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung beberapa indikator
kinerja.
Mengukur kinerja individu dapat dilakukan melalui indikator kinerja. Indikator untuk
mengukur kinerja karyawan secara individu, menurut Robbins dan Sanghi (2017)
ada enam indikator, yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu efektivitas,
Kerangka analisis
Stres Kerja (X) Kinerja Karyawan
Kerja
(X)
Faktor intrinsik
pada pekerjaan Efisiensi
METODE PENELITIAN
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner berbasis web. Kuesioner
disebarkan melalui dua media online, yaitu email dan whatsapp kepada karyawan back office
di PT Bank Bengkulu. Kuesioner yang kembali, dipindai kriteria responden dan diperiksa
missing data. Metode wawancara digunakan untuk mendalami pendapat karyawan back
tentang stress kerja yang dialami. Penulis mewawancarai partisipan yang sudah ditetapkan
dengan menggunakan daftar pertanyaan terstuktur. Proses wawancara direkam dan
dianalisis.
Analisis tematik
Analisis tematik merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menganalisis
hasil wawancara yang dikumpulkan melalui pertanyaan yang telah disusun (Braun & Clarke
2006; Fereday & Muir-Cochrane 2006). Analisis tematik dilakukan dengan mengidentifikasi
tema yang muncul selama analisis data tekstual. Meskipun Howitt dan Cramer (2008)
mengatakan bahwa identifikasi tema tidak mudah, beberapa prosedur untuk
memfasilitasinya telah diperkenalkan. Pada penelitian ini, penulis melakukan langkah-
langkah yang disarankan oleh Howitt dan Cramer (2008), dan Braun dan Clarke (2006), yaitu
penulis menggunakan dimensi stress yang digunakan dalam mendeskripkan persepsi
responden (Farrell & McLaney, 2014; Ram et al., 2011; Othman et al., 2014) sebagai tema
utama. Jika dari analisis hasil wawancara muncul tema yang tidak dapat dikategorikan pada
tema utama, maka penulis membuat tema baru. Semua tema yang diidentifikasi akan menjadi
faktor-faktor stress yang ditemukan pada karyawan back office di Kantor Pusat PT Bank
Bengkulu.
Gambaran responden terhadap stress kerja dan kinerja disajikan pada Table 1.
Nilai
No. Sumber stress Kategori
mean
1 Faktor intrinsik pekerjaan 3,03 Kurang berdampak
2 Hubungan di tempat kerja 4,93 Sangat kondusif
3 Peran dalam Organisasi 2,43 Sangat tidak berperan
4 Iklim Organisasi 4,60 Sangat kondusif
5 Kinerja 4,28 Tinggi
mereka. Karyawan tidak setuju bahwa mereka mendapatkan terlalu banyak tanggung jawab
dalam pekerjaan. Artinya tanggung jawab pekerjaan yang diberikan pihak manajemen bank
sesuai porsi pada masing-masing divisi. Kantor Pusat PT Bank Bengkulu memiliki 12 divisi
dan masing-masing divisi memiliki jumlah sub seksi yang beragam, divisi yang memiliki sub
seksi paling banyak (5 sub seksi) adalah divisi pemasaran produk dan divisi kredit, dan divisi
paling dikit memiliki sub seksi (2 sub seksi) adalah divisi keuangan corporate secretary,
compliance dan risk management.
tidak jelas juga dapat dipergunakan untuk menekan karyawan yang menyebabkan
peningkatan kondisi emosi negatif karyawan.
Responden menilai kinerja mereka pada kategori tanggapan tinggi. Artinya, rata-rata
karyawan back office di Kantor Pusat PT. Bank Bengkulu berkinerja tinggi. Karyawan back
office dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat karena diberi batas waktu penyelesaian
pekerjaan dan sudah menjadi kebiasaan untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum waktu
yang ditentukan. Hal ini dikarenakan bahwa selama jam kerja karyawan tidak diperkanan
untuk membuka email, menerima telepon atau pesan singkat selain untuk urusan kerja,
termasuk social media, seperti whatsapp, facebook, atau instagram. Sejumlah riset telah
menunjukkan bahwa otak manusia sebenarnya tidak bisa melakukan multi-tasking
(mengerjakan banyak hal dalam satu saat) kecuali hal yang sudah di bawah sadar seperti
bernapas, jalan kaki dan sejenisnya, yang sebenarnya sering dilakukan karyawan hanyalah
task-switching (bergantian mengerjakan sesuatu) (Jain & Cooper, 2012). Jadi, tiap kali
karyawan melakukan task switching, sebenarnya karyawan membuang waktu 10-15 hanya
agar bisa fokus kembali dan pada akhirnya karyawan akan membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk menyelesaikan sesuatu hal (Jain & Cooper, 2012).
Karyawan back office PT Bank Bengkulu juga sigap dalam melayani nasabah, cepat
dalam menangani transaksi nasabah dan dapat menangani keluhan nasabah. Hal ini sesuai
dengan value yang dimiliki perusahaan, yaitu memberikan pelayanan prima (service
excellent). Memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh pihak baik internal dan
eksternal dengan sikap yang ramah, sopan, tulus dan rendah hati sehingga dapat
memberikan kepuasan kepada semua pihak. Perilaku yang ditunjukan karyawan, yaitu:
Senyum, Sapa dan Salam (3s), mendengarkan, memahami, menggali kebutuhan dan
keinginan nasabah, dan memberikan layanan terbaik (cepat, tepat, mudah dan akurat) dan
memberikan solusi dengan sepenuh hati.
Hasil analisis faktor-faktor yang terkait dengan stres kerja karyawan back office pada
Kantor Pusat PT Bank Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 2.
Sampel
Tema Deskripsi
N* %*
Hubungan di Dukungan dari rekan kerja yang lebih intensif 13 15,29
tempat kerja Interaksi yang baik dengan rekan kerja 10 11,76
Iklim organisasi Tuntutan tugas selesai tepat waktu 12 14,12
Kebebasan dalam menentukan prosedur 5 5,88
Sampel
Tema Deskripsi
N* %*
penyelesaian pekerjaan
Pengakuan atau penghargaan 3 3,53
Dukungan terhadap kreativitas 2 2,35
Faktor intrinsik Beban kerja yang berlebihan 8 9,41
pekerjaan Pekerjaan yang monoton 4 4,71
Tingkat kebisingan 4 4,71
Peran dalam Pertentangan tugas dengan keluarga 6 7,06
organisasi Peran berlebihan (mengerjakan tugas yang 3 3,53
berbeda-beda)
Pengembangan Kesempatan untuk berkembang 8 9,41
karir Peluang untuk promosi 7 8,24
*N = jumlah penyebutkan faktor; *% = persentase
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat lima tema dari jawaban tujuh partisipan yang
menjadi faktor-faktor stress karyawan pada bagian back office di Kantor Pusat P.T. Bank
Bengkulu. Faktor pertama, yaitu faktor hubungan di tempat kerja meliputi dukungan dari
rekan kerja yang lebih intensif (15,29%) dan interaksi yang baik dengan rekan kerja
(11,76%). Kemudian, faktor iklim organisasi yang terdiri atas tuntutan tugas secara tepat
waktu (14,12%), kebebasan dalam menentukan prosedur penyelesaian pekerjaan (5,88%),
pengakuan atau penghargaan (3,53%), dan dukungan terhadap kreativitas (2,35%).
Selanjutnya, faktor intrinsik pekerjaan yang termasuk di dalamnya, yaitu beban kerja yang
berlebihan (9,41%), pekerjaan yang monoton (4,71%) dan tingkat kebisingan (4,71%).
Terakhir, faktor peran dalam organisasi meliputi pertentangan tugas dengan keluarga
(7,06%) dan peran berlebihan (mengerjakan tugas yang berbeda-beda) (3,53%). Terdapat
satu tema baru yang muncul, yaitu pengembangan karir yang meliputi kesempatan untuk
berkembang (9,41%) dan peluang untuk promosi (8,24%).
Keempat tema mikro yang terbentuk merefleksikan konsep stress yang digunakan
pada penelitian ini. Faktor hubungan di tempat kerja, iklim organisasi faktor intrinsik
pekerjaan, dan peran dalam organisasi memainkan peranan penting dalam menentukan
tingkat stress karyawan. Munculnya tema pengembangan karir dengan persentase yang
cukup signifikan perlu mendapat perhatian dari manajemen perusahaan.
Jumlah
Faktor-faktor Upaya-upaya Persentase
(Orang)
Kesejahteraan Rekreasi keluarga besar perusahaan 7 28
karyawan secara berkala dan rutin
Nilai bonus finansial yang lebih 6 24
Penilaian kinerja Melakukan penilaian hasil kerja 6 24
yang adil karyawan dengan lebih teliti, adil,
transparan
Pemberdayaan Sharing/tukar pendapat setiap hari 6 24
karyawan dan melakukan pendekatan personal
terhadap masing-masing karyawan
berkaitan dengan permasalahan/
konflik yang dialami karyawan
Tabel 3 mengidentifikasi tiga tema sebagai faktor yang signifikan dalam mengatasi
stress karyawan di tempat kerja. Faktor kesejahteraan karyawan mendapatkan persentase
tertinggi, yaitu 52 % sedangkan dua faktor lainnya, yaitu penilaian kinerja yang adil dan
pemberdayaan karyawan berbagi persentase yang sama, yaitu masing masing sebesar 24 %.
Rekreasi yang diadakan perusahaan (atau disebut family gathering) dan bonus dalam bentuk
uang menjadi faktor utama dalam menyumbang tingkat stress kerja dalam rangka
meningkatkan kinerja karyawan back office pada PT Bank Bengkulu.
Jika dilihat dari sisi apa yang dikehendaki responden, semua yang diidentifikasi pada
Tabel 3 adalah penting. Selain dua hal yang telah disebutkan, responden menghendaki proses
penilaian kinerja yang transparan dan berlaku untuk setiap karyawan. Responden juga
menilai bahwa tukar pendapat dan/atau mendengarkan keluh kesah karyawan dan
ditindaklanjuti dapat memberikan kenyaman kerja bagi setiap individu karyawan. Ketiga
faktor tersebut dapat mengurang tingkat stress karyawan saat bekerja.
Pembahasan
Tanggapan karyawan back office atas stress kerja dan kinerja di Kantor Pusat PT Bank
Bengkulu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dan kinerja mendapat peran yang
signifikan dalam persepsi karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu. Stres
kerja yang terdiri atas faktor intrinsik pekerjaan, hubungan di tempat kerja, peran
dalam organisasi, dan iklim organisasi menentukan dalam pencapaian kinerja karyawan
back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu.
Faktor intrinsik pekerjaan karyawan back office pada Kantor Pusat di PT Bank
Bengkulu adalah tergolong rendah. Rata-rata responden memberikan penilaian tidak setuju
bahwa stres kerja karyawan disebabkan oleh faktor intrinsik pada pekerjaan berkaitan
dengan hasil penilaian kinerja mereka. Karyawan back office tidak setuju, terutama pada hal
yang berhubungan dengan tanggung jawab dalam pekerjaan yang berlebihan, pekerjaan yang
monoton, dan pekerjaan yang rumit pada setiap tugas yang diselesaikan. Pekerjaan yang
dikerjakan dan tanggung jawab pekerjaan karyawan back office untuk mencapai kinerja
individu dan perusahaan sesuai dengan deskripsi pekerjaan untuk setiap divisinya. Setiap
kepala divisi membagi tugas dan tanggung jawab berdasarkan peran setiap individu dalam
pencapaian kinerja saat menandatangani kontrak kerja. Maka, mereka hanya menjalankan
apa yang telah ditentukan. Tambahan pekerjaan dan kerja lembur di luar tanggung jawab
mereka dikerjakan sesuai arahan dari pimpinan divisi tanpa penolakan. Dengan kenyataan
ini, stres akan timbul dengan sendirinya. Kondisi ini adalah memungkinkan karena nilai rata-
rata pada dimensi ini berada pada batas rentang antara ‘kurang berdampak’ dan ‘berdampak’
namun cenderung mendekati kriteria ‘sangat berdampak’
Hasil pada kuesioner bertolak belakang dengan hasil observasi penulis. Hasil
observasi dengan tegas menjelaskan bahwa pekerjaan tidak bervariasi dan terlalu kompleks
untuk penyelesaiannya membuat para karyawan back office merasa stres setiap hari. Beban
pekerjaan lebih banyak dan harus dipertanggungjawabkan, di luar tanggung jawab pekerjaan
yang sudah ditetapkan. Lebih jauh, disinyalir bahwa pilihan jawaban pada kuesioner
menggiring karyawan back office untuk tidak dapat memilih jawaban netral. Karena itu,
mereka memilih jawaban yang mendekati persepsi mereka atas penyataan yang diajukan.
Akan tetapi, hasil analisis ini menunjukkan kesesuaian antara observasi, jawaban kuesioner,
dan tugas dan tanggung jawab pada pekerjaan yang dilaksanakan, yaitu, pekerjaan rumit
untuk dikerjakan, pekerjaan yang sama setiap saat, dan tanggung jawab yang lebih karena
adanya pekerjaan tambahan. Tidak mengherankan jika stres dialami oleh karyawan back
office yang terlihat dari seringnya meminum kopi dan menguap selama bekerja, dan
mengakibatkan pencapaian kinerja berfluktuatif.
Coetzee dan Devillier (2010) menyatakan bahwa pekerjaan yang monoton dan
kompleks akan membuat karyawan jenuh, dan apabila dirasakan setiap hari, tidak jarang
kinerja karyawan akan mengalami peningkatan atau penurunan secara begantian. Kondisi
seperti itu diduga ada hubungannya dengan stres kerja karena terlalu lamanya seseorang
dalam periode kerja di satu unit atau di satu pekerjaan (Harshana, 2018) atau karena
ketidakseimbangan antara respons individu karyawan dengan kebutuhan pekerjaan di
tempat kerja (Mabiza et al., 2017; Rao & Borkar, 2012).
Hubungan di tempat kerja karyawan back office PT Bank Bengkulu terjalin dengan
baik. Dengan rekan kerja, karyawan bagian back office saling menghargai satu sama lain.
Dengan atasan, interaksi dilakukan jika diperlukan dan sesuai dengan pekerjaan yang
dikerjakan. Karyawan berhubungan kerja dan berkomunikasi satu dengan lainnya sesuai
dengan kebutuhan kerja. Hal ini menandakan hubungan karyawan dengan rekan kerja yang
harmonis dan akan membuat penyelesaian tugas yang dilakukan secara tim, khususnya
dalam divisi mereka akan mudah dilakukan. Diasumsikan bahwa dalam hal hubungan kerja,
stres kerja karyawan back office pada tingkat level rendah.
Stres kerja, menurut Dua (2014), selalu berdampak pada hubungan pimpinan dan
bawahan. Jika individu karyawan terganggu secara psikologis dan fisik karena hubungan
tidak seimbang di tempat kerja, tingkat stres kerja meningkat dengan sendirinya (Ratnawat
& Jha, 2014). Menurut Harshana (2018), interaksi antar individu dalam suatu lingkungan
kerja dapat mengganggu iklim kerja dan kinerja yang tercermin pada perilaku individu yang
bersangkutan.
Studi tentang hubungan di tempat kerja antara atasan dan bawahan memberikan
hasil yang bervariasi kinerja. Penelitian oleh Ernawati dan Ambarini (2010) menunjukkan
bahwa hubungan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja. Berbeda dengan
hasil penelitian oleh Frichilia (2016) yang mendapatkan hubungan dalam organisasi tidak
menyebabkan penurunan kinerja karyawan pria dan wanita. Jadi, hubungan yang terjadi di
tempat kerja tergantung pada bagaimana iklim positif diciptakan kedua pihak di tempat
kerja.
Peran dalam organisasi tidak berhubungan dengan hasil penilaian kinerja
karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu. Artinya, peran dalam organisasi
tidak dapat menjadi sumber stres kerja dan prediktor terhadap perubahan pencapaian
kinerja karyawan back office. Dalam menjalankan pekerjaan, tidak terjadi konflik peran,
peran yang kabur dan tidak jelas, atau peran yang berlebihan. Karyawan back office bekerja
sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan oleh perusahaan dan tidak bertentangan dengan
keyakinan mereka. Lima nilai perusahaan yang menjadi pedoman dalam bekerja, yaitu
pelayanan prima, profesionalisme, inovatif, integritas, dan kerjasama.
Karyawan back office sangat memahami peran mereka dalam menyelesaikan
pekerjaan yang ditugaskan. Sebelum menandatangani kontrak kerja, setiap individu
dipastikan mengerti nilai-nilai perusahaan dan mampu melaksanakannya dalam bekerja.
Selain itu, pembagian tugas dalam deskripsi pekerjaan juga sangat jelas. Karena itu, setiap
karyawan penuh percaya diri dalam menjalankan perannya. Keterkaitan peran dan tugas ini
membuat mereka dapat mengelola stres dengan baik.
Stres terjadi jika peran individu karyawan tidak mengetahui apa yang harus
dikerjakan. Singh dan Dubey (2011) mengatakan peran yang menimbulkan konflik, peran di
luar batas kemampuan, dan peran yang tidak jelas merupakan sumber stres bagi karyawan,
Akibatnya, menurut Jain dan Cooper (2012), timbul ketidakpuasan kerja diri individu yang
bersangkutan yang menyebabkan rendahnya tingkat pencapaian kinerja. Lebih lanjut, Ram et
al. (2011), dan Tang dan Chang (2010) menegaskan bahwa ketegangan dan konflik terjadi
karena karyawan belum memahami nilai-nilai yang ditanamkan perusahaan dalam bekerja
dan kurangnya informasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
Iklim organisasi di PT Bank Bengkulu, menurut tanggapan karyawan back office,
termasuk ke dalam iklim yang kondusif. Perusahaan membuat standar kerja yang
memberikan panduan bagi karyawan PT Bank Bengkulu untuk menentukan langkah dalam
menyelesaikan pekerjaan. Dengan standar kerja yang jelas dapat membuat karyawan puas
karena mereka dapat mengetahui prestasi mereka. Namun demikian, karyawan belum
sepenuhnya memiliki kebebasan dalam menentukan prosedur penyelesaian pekerjaan. Pihak
manajemen perlu memperhatikan hal ini dan segera memberikan solusi supaya iklim
organisasi lebih sehat dan perasaan negatif karyawan dapat diredam.
Iklim organisasi berhubungan dengan stres kerja. Menurut Luthans (2011), dan
Wagner dan Hollenbeck (2010), iklim organisasi yang negatif merupakan sumber stress
dalam bekerja. Iklim kerja yang tidak kondusif meningkatkan tekanan psikologis yang
menuju pada stres kerja. Lingkungan kerja seperti ini, menurut Ismail dan Hong (2011), akan
menyebabkan karyawan menghindari tugas yang harus diselesaikan yang berakibat pada
penurunan kinerja, baik individu maupun perusahaan.
Hasil wawancara terhadap 7 karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank
Bengkulu mengidentifikasi lima faktor utama yang menjadi sumber stres para karyawan
tersebut. Faktor hubungan di tempat kerja dan iklim organsiasi adalah dua faktor yang
mendapat nilai tertinggi dan merefleksikan sumber stress seperti pada konsep stres yang
digunakan pada studi ini (Hurley & McLaney, 2014; Othman et al., 2014). Walaupun dalam
analisis persepsi kedua faktor tersebut mendapat kriteria positif, melalui wawancara,
karyawan back office menekankan lebih tegas lagi. Hubungan di tempat kerja dan iklim
organisasi berhubungan dengan perilaku manusia (Suliman & Harethi, 2013), termasuk
emosi dan pikiran (He et al., 2015). Karena itu, karyawan back office menghendaki hubungan
kerja yang tidak kaku dan bukan sekedar instruksi kerja, namun lebih kepada dukung
terhadap kualitas kerja. Interaksi antar rekan kerja atau antara pimpinan dan bawahan lebih
sering dilakukan dalam bentuk diskusi untuk menyelesaikan tugas.
Saling menghargai dan menghormati orang lain di tempat kerja dapat mengurangi
stres. Foy (2015) menyatakan bahwa menghargai sesama rekan kerja dapat membuat
karyawan menjadi orang yang bebas stres dan juga mengurangi tekanan kerja pada saat yang
bersamaan. Apabila karyawan menghargai dan mencintai satu sama lain di tempat kerja
terlepas dari sedikit atau banyaknya perbedaannya, maka akan dapat membantu
menyeimbangkan kehidupan kerja dan mengelola situasi stres dengan mudah.
Iklim organisasi adalah baik menurut persepsi karyawan back office, namun perlu
fokus pada batas waktu penyelesaian pekerjaan. Mereka merasa antara beban kerja dan
waktu penyelesaian tidak seimbang dimana pekerjaan banyak harus diselesaikan dalam
waktu yang singkat (Fonkeng, 2018). Selain itu, karena banyaknya kerja, maka mereka sering
lembur untuk mengejar batas waktu pekerjaan yang telah ditentukan. Dalam situasi ini,
tingkat keteganggan psikologis meningkat. Selain itu, prosedur yang kaku juga menghambat
mereka untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diberikan. Penyelesaian
tugas secara tepat waktu merupakan prioritas manajemen utamanya dalam penilaian kinerja
karyawan, ritme ini mungkin tidak dapat diikuti oleh sebagai karyawan yang memang kurang
kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu. Dengan beban kerja yang
tinggi, karyawan back office juga mengklaim pengakuan atas hasil kerja dan kreativitas yang
rendah dari pimpinan. Hal ini menambah beban pikiran karyawan back office pada Kantor
Pusat yang tidak pasti terhadap kinerja mereka.
Hasil analisis tematik mengidentifikasi faktor selanjutnya, yaitu faktor intrinsik
pekerjaan. Faktor ini juga merupakan salah satu dimensi stres kerja (Robertson & Cooper
dalam Fonkeng, 2018) pada literatur yang digunakan untuk penelitian sekarang. Sejalan
dengan hasil tanggapan karyawan back office, beban kerja yang berlebihan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental yang merupakan gejala awal timbulnya stres (Premkumar &
Rajkumar, 2015). Pekerjaan perbankan yang sudah terstruktur membuat sebagian kecil
karyawan berpendapat pekerjaan yang dikerjakan monoton. Salah satu penyebabnya dapat
dikarenakan ketidaknyamanan dalam melaksanakan tugas yang diakibatkan suasana kerja
yang kaku.
Tingkat kebisingan juga menyumbang pada kenaikan level stres kerja (Hurrell &
McLaney, 2014). Kebisingan di sini berupa suara-suara yang muncul saat karyawan bekerja,
misalnya rekan kerja yang mengobrol dimana suaranya dapat didengar oleh rekan lainnya.
Hal ini dianggap dapat mengganggu konsentrasi kerja karyawan yang menyebabkan
peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis. Kondisi demikian
memudahkan timbulnya kecelakaan, misalnya kesalahan pengetikan nama atau jumlah
tabungan nasabah.
Faktor peran dalam organisasi termasuk dalam dimensi sumber stres kerja
(Dipboye, 2018). Berdasarkan analisis tematik teridentifikasi dua faktor mempengaruhi stres
kerja pertama pertentangan tugas dengan orang yang dianggap penting (keluarga) dan peran
berlebihan (mengerjakan tugas yang berbeda-beda) (Singh & Dubey, 2011). Pertentangan
tugas merupakan konflik peran pekerjaan dan keluarga, dimana salah satu peran
mengganggu peran lainnya (Rizwan et al., 2014). Di saat waktu untuk keluarga digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan kantor, apabila tidak teratasi dan terjadi terus menerus juga
akan menimbulkan stres kerja. Peran berlebihan pada beberapa karyawan di tempat kerja
juga terjadi. Hal ini lebih dikarenakan kompetensi karyawan tersebut dibutuhkan pimpinan
untuk menyelesaikan tugas tertentu atau membantu karyawan lainnya yang dianggap kurang
mampu.
Terdapat satu faktor baru, yaitu pengembangan karir yang diidentifikasi dari hasil
analisis tematik yang menjadi faktor penyebabkan stres kerja karyawan. Karyawan back
office mengutarakan supaya pihak manajemen Bank Bengkulu memberi kesempatan
mengembangkan diri dan mendapatkan promosi sesuai peraturan yang berlaku.
Pengembangan diri dapat dilakukan melalui pelatihan sesuai dengan bidang pekerjaan dan
didanai oleh perusahaan jika tidak mendapatkan sponsor pihak lain. Peningkatan skill
diharapkan dapat menunjang peningkatan kinerja yang digunakan untuk penilaian promosi.
Peluang mendapatkan promosi pekerjaan menjadi faktor yang cukup signifikan.
Karyawan back office menilai, promosi berdasarkan penilaian kinerja adalah logis. Maka,
setiap karyawan mengharapkan diberi peluang yang sama untuk mengejar promosi dalam
perusahaan. Perlakuan yang tidak adil secara perlahan menimbulkan beban mental yang
mengarah pada stres.
Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat di atas dengan berbagai cara.
Berdasarkan hasil analisis tematik, pihak manajemen PT Bank Bengkulu dapat mengatasi
stress dengan tiga faktor utama. Ketiga faktor tersebut, yaitu kesejahteraan karyawan,
penilaian kinerja yang adil, dan pemberdayaan karyawan. Karena tuntutan pekerjaan yang
berlebih dan jenuh, karyawan merasa bahwa rekreasi bersama antara karyawan, termasuk
pimpinan bank dengan membawa keluraga masing-masing dapat memberikan penyegaran
berpikir. Karyawan Bank Bengkulu juga berharap bahwa perkalian nilai bonus yang diterima
diperbesar seiring dengan meningkatnya kinerja sehingga mereka dapat fokus bekerja.
Implikasi strategis
Hasil tanggapan karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu
menunjukkan bahwa variabel stres kerja dan kinerja memainkan peran yang penting. Semua
faktor stress kerja yang diteliti, yaitu faktor intrinsik pekerjaan, hubungan di tempat kerja,
peran dalam organisasi, dan iklim organisasi menjadi sumber stress dan menyumbang pada
penilaian kinerja. Hal ini berimplikasi bahwa karyawan back office dalam menjalankan
rutinitas perkerjaan kantor perlu berkreasi dan mendapatkan lingkungan kerja yang
nyaman; selain itu, dukungan dari semua pihak yang terlibat lebih nyata, bukan ‘basa basi’;
karyawan mengerjakan tugas dengan pertimbangan beban kerja, jangan sampai
burnout/kelelahan berlebihan; dan fleksibel dalam kerja untuk mencapai kinerja yang tinggi
serta pengakuan atas hasil kerja perlu diimplementasikan. Ditemukannya tema
pengembangan karir mengimpikasikan bahwa karyawan merasa selama ini promosi dan
pengembangan diri belum transparan. Hasil penilaian kinerja belum dijadikan sepenuhnya
dasar promosi.
Oleh sebab itu, manajemen dapat melakukan langkah-langkah strategis dalam
mengelola stres kerja dan juga mengingat masih adanya upaya yang dirasakan belum optimal
menurut karyawan, maka pihak manajemen sebaiknya melakukan penyesuaian kembali
dengan implementasi penanggulangan stres kerja karyawan menyangkut komunikasi,
kesejahteraan karyawan dan penilaian kinerja. Langkah strategis yang dapat dilakukan oleh
pihak manajemen antara lain:
1. Meningkatkan kesejahteraan karyawan yang tidak hanya terpusat pada kesejahteraan
finansial, tetapi juga kesejahteraan non finansial. Manajemen dapat membantu karyawan
dalam menanggulangi stres kerja yang dialami dengan memberikan tantangan kerja yang
proporsional kepada karyawan, meningkatkan perhatian pada kehidupan keluarga
karyawan, membantu karyawan untuk menjalani hidup yang lebih sehat,
mengembangkan program rekreasi bersama guna memulihkan kondisi fisik dan mental
karyawan yang kemungkinan menurun akibat pekerjaan. Selain itu, manajemen
hendaknya tidak hanya mempertimbangkan beban kerja, kompetensi, evaluasi jabatan,
dan sistem grading dalam menentukan imbal jasa kepada karyawan, kebutuhan
karyawan di tengah tuntutan hidup yang semakin meningkat sebaiknya
dipertimbangkan, namun manajemen tetap memerhatikan kesinambungan kinerja
perusahaan.
2. Meningkatkan komunikasi dengan karyawan baik formal maupun tidak formal untuk
mengurangi ketidakpastian, yakni mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran.
Manajemen dapat menggunakan komunikasi yang efektif seperti mengadakan tukar
pendapat antara karyawan dengan atasan terkait dengan permasalahan pekerjaan secara
berkala dan rutin yang dapat dilakukan minimal dua kali dalam satu minggu.
3. Mempertahankan sistem penilaian kinerja yang sudah baik, tetapi tetap meninjau ulang
dan memerhatikan harapan karyawan terkait dengan teknis penilaian kinerja dan
meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan penilaian kinerja untuk menghindari
kemungkinan terjadinya subjektivitas penilaian, sehingga dapat dihasilkan penilaian
kinerja yang objektif.
Kesimpulan
Persepsi karyawan back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu terhadap stres
kerja adalah faktor intrinsik pekerjaan pada penilaian kurang berdampak, hubungan di
tempat kerja adalah sangat kondusif, peran dalam organisasi berada pada penilaian sangat
tidak berperan, dan iklim organisasi adalah sangat kondusif. Kinerja diberi penilaian tinggi.
Artinya, rata-rata karyawan back office PT Bank Bengkulu menunjukkan hasil kerja maksimal
dan positif.
Ada lima faktor yang mempengaruhi stres yang berdampak pada kinerja karyawan
back office pada Kantor Pusat PT Bank Bengkulu. Kelima faktor tersebut, yaitu (1) hubungan
di tempat kerja meliputi dukungan dari rekan kerja yang intensif dan interaksi yang baik
dengan rekan kerja; (2) iklim organisasi terdiri atas tuntutan tugas selesai tepat waktu,
kebebasan dalam menentukan prosedur penyelesaian pekerjaan, pengakuan atau
penghargaan, dan dukungan terhadap kreativitas; (3) faktor intrinsik pekerjaan terdiri
atas beban kerja yang berlebihan dan pekerjaan yang monoton, dan tingkat kebisingan; (4)
peran dalam organisasi meliputi pertentangan tugas dengan keluarga dan peran berlebihan
(mengerjakan tugas yang berbeda-beda); dan (5) pengembangan karir meliputi
kesempatan untuk berkembang dan peluang untuk promosi.
Saran-saran
1. Sebaiknya karyawan back office pada Kantor Pusat P.T. Bank Bengkulu membuka diri
kepada individu karyawan yang dipercaya untuk berdiskusi. Pembukaan diri dapat
membantu mengurangi tekanan kerja dan stress pada semua sumber stress yang
teridentifikasi.
2. Penjadwalan training oleh HRD yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan back office
secara regular dan transparan untuk menyingkapi tema pengembangan karir, seperti
analis kredit, mitigasi & resiko atau penyusunan anggaran.
3. Mengadakan jadwal teratur bimbingan dan konseling yang diperuntukan bagi individu
karyawan yang membutuhkan dalam mengatasi sumber stress hubungan di tempat kerja,
iklim organsiasi, faktor intrinsic pekerjaan dan peran dalam organsiasi.
4. Pengembangan karir, terutama promosi dapat dilakukan secara terbuka: selain hasil
penilaian kinerja, presentasi karyawan yang ikut promosi tentang perencanaan kerja pada
posisi yang ditargetkan sebaiknya diadakan.
5. Adanya pemeriksaan kesehatan dengan mendatangkan dokter P.T. Bank Bengkulu
seminggu sekali sebagai faktor eksternal dalam menekan sumber stress yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Foy, T.J. 2015. Managing workplace stress for increased performance in an Irish higher
education institution. Walden, University of Limerick.
Frichilia, C. 2016. Stres kerja serta hubungannya dengan kinerja karyawan berdasarkan
gender (Studi pada karyawan P.T. Bank Danamon Tbk Manado). Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi, 16(4), hal. 857-863.
Gomes, F.C. 2013. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Goswami, T.G. 2015. Job stress and its effect on omployee performance in banking sector.
Indian Journal of Commerce & Management Studies, 6(2), hal. 51-56.
Harshana. 2018. Work related stress: A literature review. Annals of Social Sciences &
Management studies, 2(3), hal. 1-8.
He, Q., An, Q. & Li, M. 2015. How vocational delay of gratification affects employees’
job performance: Organizational climate as a moderator. Journal of Service Science
and Management, 8(5), hal. 766-772.
Hurrell, J.J. & McLaney, M.A. 2014. Exposure to job stress: A new psychometric
instrument. Scandinavian Journal of Work Environment & Health, 14(2), hal. 27-28.
Islam, J.N., Mohajan, H.K. & Datta, R. 2012. Stress management policy analysis: a
preventative approach. International Journal of Economics and Research, 3(4), hal.
25-39.
Ismail, M.I. & Hong, T.T. 2011. Identifying work related stress among employees in the
Malaysian financial sector. Western Journal of Management, 3(2), hal. 229-243.
Jain, A.K. & Cooper, C.L. 2012. Stress and organizational citizenship behaviours in Indian
business Process. IIMB Management Review, 24(5), hal. 155-163.
Jaramillo, F., Mulki, J.P. & Boles, J.S. 2011. Workplace stressors, job attitude and job
behaviors: Is interpersonal conflict the missing link?. Journal of Personal Selling &
Sales Management, 31(3), hal. 339-356.
Khattak, J.K. et al. 2011. Occupational stress and burnout in Pakistan’s banking sector.
African Journal of Business Management, 5(3), hal. 810-817.
Khuong, M.N. & Yen, V.H. 2016. Investigate the effects of job stress on employee job
performance — A case study at Dong Xuyen Industrial Zone, Vietnam. International
Journal of Trade, Economics and Finance, 7(2), hal. 31-37.
Kotteeswari, M. & Sharief, S.T. 2014. Jon stress and its impact on employees performance
a study with reference to employees working In BPOS. International Journal of
Business and Administration Research Review, 2(4), hal. 18-25.
Luthans, F. 2011. Organizational behavior: An evidence-based approach. New York:
McGraw-Hill.
Mabiza, J., Conduah, J. & Mbohwa, C. 2017. Occupational role stress on employee
performance and the resulting impact: A South African Bank perspective.
Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer
Scientists, 2, hal. 1-5.
Manjunatha, M.K. & Renukamurthy, T.P. 2017. Stress among banking employee: a
literature review. International Journal of Research, 5(1), hal. 206-213.
Mansoor, M. 2011. The impact of job stress on employee job satisfaction: A study on
telecommunication sector of Pakistan. Journal Business Studies Quarterly, 2(3), hal.
50-56.
Nyangahu, K.P. & Bula, H.O. 2015. Relationship between work stress and perfomance of
employees: A case study of Transit Hotel in Nairobi City County. Archieves of
Business Research, 3(6), hal. 22-37.
Othman, Z., Suandi, T.I.A. & Ismail 2014. Relationship between organizational climate,
job stress and job performance officer at State Education Department. International
Journal of Education & Literacy Study, 2(1), hal. 17-28.