Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga Menurut Adat Batak Toba: Oleh L. Elly AM. Pandiangan
Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga Menurut Adat Batak Toba: Oleh L. Elly AM. Pandiangan
Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga Menurut Adat Batak Toba: Oleh L. Elly AM. Pandiangan
Abstract
Marriage is born inward ties between a man and a woman as husband and wife, with the aim of forming family
( households ) happy and lasting based on belief in god. There are also has given understanding marriage
is one of events that are extremely important in livelihood our society, for marriage is not only related to
women and men will bridegroom just, but also parents both sides, his brethren, even family their families
each. Marriage was on the community generally particularly was toba, one marga marriage between men and
women banned, and until now the ban still retained. If someone is breaking then given punishment customary,
namely in cerai life, or expelled from his home, however the punishment in accordance with the development
of the age of those who do the marriage of one marga issued from customary. To avoid that the marriage of
one marga not occur, so parents should tell his sons as the next generation that the marriage of one marga
forbidden.With any reason not the marriage of one marga not allowed to including the ordinal of a breed of to
generation may not be used to give permission to do the marriage of one marga, including by reason in love,
moreover the in particular the batak toba bound with dalihan natolu, and also on the day when the so when the
first both sides questions and answer each ask marga, for the purpose to know familial relationships. Besides
if connect to health that marriage with brother the get two copies genes who have lost compared with marriage
who come from outside the family. With what mentioned above, until now ban the marriage of one marga have
to be preserved. In addition to those who violations of the ban was right and relevant given punishment.
2
1
Penulis adalah Dosen tetap Fakultas Hukum UKI. Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asa-Asa Hukum Adat,
Toko Gunung Agung, Jakarta, 1994, hal.13.
Jurnal Hukum tô-râ, Vol. 2 No. 3, Desember 2016
yang dikenakan tergantung atas pelanggaran yang keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
dilakukan orang tersebut. keputusan-keputusan para fungsionaris hukum
Tingkat peradaban maupun cara penghidupan (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa
modern ternyata tidak mampu menghilangkan adat (Macht, Authority) serta pengaruh dan yang
kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, paling- dalam pelaksanaannya berlaku serta merta
paling yang terlihat dalam proses kemajuan jaman (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
itu adalah bahwa adat tersebut menyesuaikan diri Fungsionaris meliputi ketiga kekuasaan yaitu:
dengan keadaan dan kehendak jaman, sehingga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dengan demikian
adat itu menjadi kekal serta tetap segar, misalnya Hukum Adat yang berlaku itu hanya dapat diketahui
dalam acara perkawinan Batak Toba yang pada dan di lihat dalam bentuk Keputusan-keputusan para
jaman yang lampau memakan waktu berhari-hari Fungionaris Hukum itu, bukan saja Hakim tetapi
sejak perkenalan calon mempelai, orantua/wali dan juga Kepala Adat, Rapat Desa, Wali Tanah, Petugas-
keluarga kedua calon mempelai sampai pelaksanaan petugas dilapangan Agama, Petugas-petugas Desa
adat perkawinan. lainnya.
Selain dari pengertian adat sebagaimana diuraikan Keputusan itu bukan saja keputusan mengenai
diatas, juga dalam tulisan ini perlu dikemukakan suatusengketaresmi, tetapijugadiluarituberdasarkan
pengertian Hukum Adat. kerukunan (masyarakat), keputusan-keputusan itu
Sebagaimana diketahui bersama di dalam Negara diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai
Republik Indonesia ini, adat-adat yang dimiliki oleh dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan
daerah-daerah suku bangsa adalah berbeda-beda, anggota-anggota persekutuan itu.4
meskipun dasar serta sifatnya adalah satu yaitu ke Selain itu dalam tulisan ini, juga perlu dijelaskan
Indonesiaannya. Prof.Dr. Soepomo, SH, memberi tentang pengertian norma, norma atau kaidah adalah
pengertian hukum adat sebagai hukum tidak tertulis petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana seharusnya
di dalam peraturan-peraturan legislative meliputi kita berbuat, bertingkah laku, tidak berbuat, dan tidak
peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak bertingkah laku di dalam masyarakat.
di tetapkan oleh yang berwajib, toh ditaati dan Fungsi norma adalah memberi petunjuk kepada
diikuti, dan di dukung oleh rakyat berdasarkan atas manusia mengenai bagaimana seseorang harus
keyakinan bahwasannya peraturan-peraturan tersebut bertindak dalam masyarakat, serta perbuatan mana
mempunyai kekuatan hukum.3 yang harus dijalankan dan yang harus dihindari,
Mr.B. Terhaar Bzn, dalam pidato dies natalis tahun sehingga tercipta kedamaian dalam masyaraakat.
1930, yang berjudul ―Peradilan Landraad berdasarkan Norma itu dapat dipertahankan dengan sanksi-
hukum tidak tertulis", serta dalam orasinya tahun sanksi, yaitu ancaman hukuman terhadap siapa
1937, yang berobyek: ―Hukum Adat Hindia Belanda saja yang melanggarnya. Sanksi merupakan suatu
di dalam ilmu praktek dan pengajaran" menegaskan legitimasi pengukuh terhadap berlakunya norma
sebagai berikut: tadi dan merupakan reaksi terhadap perbuatan yang
1. Hukum Adat lahir dan dipelihara oleh keputusan- melanggar norma.
keputusan, keputusan warga masyarakat hukum, Dalam tulisan ini penulis membatasi tentang
terutamakeputusanberwibawadarikepala-kepala Hukum Adat yang berhubungan dengan judul tulisan
rakyat yang membantu pelaksanaanperaturan- yaitu: ―Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga
peraturan hukum, atau dalam hal bertentangan Menurut Adat Batak Toba".
kepentingan-keputusan para hakim yang bertugas Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat
mengadili sengketa, sepanjang keputusan- penting dalam penghidupan masyarakat kita, karena
keputusan itu – karena kesewenangan atau perkawinan tidak hanya menyangkut hubungan
kurang pengertian – tidak bertentangan dengan suami-istri, namun lebih dari itu menyangkut kedua
keyakinan hukum rakyat, melainkan senapas- belah pihak, saudara-saudara bahkan keluarga-
seirama dengan kesadaran tersebut, diterima/ keluarga dari mereka masing-masing pihak.
diakui atau setidak-tidaknya ditoleransikan Malahan dalam hukum adat perkawinan itu bukan
olehnya. hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang
2. Hukum Adat itu —dengan mengabaikan bagian-
bagiannya yangtertulisyangterdiridariperaturan-
3
peraturan desa, surat-surat perintah raja— adalah Ibid.
Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga menurut Adat Batak Toba L. Elly AM Pandiangan
masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan
peristiwa yang sangat berarti serta yang sepenuhnya orang lain yang apabila tidak terlaksana akan
mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah menghasilkan gangguan atau keadaan yang tidak
para leluhur kedua belah pihak, dan dari arwah-arwah menyenangkan bagi pribadi yang bersangkutan
inilah kedua belah pihak beserta seluruh keluarganya Pada setiap manusia ada 3 (tiga) kebutuhan
mengharapkan juga restunya bagi mempelai berdua, interpersonal yang mencukupi kebutuhan akan
hingga mereka ini setelah nikah selanjutnya dapat inklusi, kontrol dan afeksi. Kebutuhan akan inklusi
hidup rukun bahagia sebagai suami/istri sampai merupakan suatu kebutuhan untuk mengadakan
―kaken-kaken ninen-ninen” (istilah Jawa yang artinya serta mempertahankan hubungan yang memuaskan
sampai sang suami menjadi kaki-kaki dan sang istri dengn pihak lain. Kebutuhan akan kontrol untuk
menjadi nini-nini yang bercucu-cicit).5 mengadakan dan mempertahankan hubungan dengan
Dalam hukum Adat, antara perkawinan dan sifat pihak lain untuk memperoleh pengawasan atau
susunan kekeluargaan terdapat hubungan yang erat kekuasaan. Kemudian kebutuhan akan efeksi adaalah
sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa suatu peraturan segala kebutuhan pihak lain untuk memperoleh dan
hukum perkawinan sukar untuk dapat dipahami tanpa memberikan cinta, kasih sayang serta efeksi.6
dibarengi dengan peninjauan hukum kekeluargaan Suatu masalah yang perlu dibahas adalah masalah
yang bersangkutan.Di Indonesia terdapat tiga macam stigmatisasi. Stigmatisasi terjadi kalau perbuatan-
sifat kekeluargaan yaitu, patrinial, matrinial dan perbuatan tertentu yang menyimpang dengan sengaja
parental, dan cora-corak perkawinan dalam masing- ditonjolkan keburukannya, artinya kedudukan dan
masing sifat susunan kekeluargaan adalah berbeda. peranan seseorang yang melakukan penyimpangan
Bahwa sifat kekeluargaan ini juga berpengaruh tersebut diperlukan sedemikian rupa, sehingga ia
atas proses perkawinan dan kepada silsilah kehilangan identitas sosialnya.
keturunan, misalnya Suku Batak Toba, keturunan Stigmatisasi lazimnya ditujukan kepada mereka
adalah menurut garis dari Bapak, dan garis keturunan yang telah melakukan pelanggaran terhadap
tersebut berpengaruh terhadap marga calon istri, kesinambungan kosmis, walaupun kadang-kadang
maka tulisan ini akan membahas dan menganalisa perbuatannya belum tentu merupakan suatu pelang-
Perkawinan Satu Marga Menurut Adat Batak Toba. garan nyata, keadaan semacam itu mungkin terjadi
sebab ada warga masyarakat yang melakukan apa
Permasalahan yang dinamakan risk taking.
1. Apakah Perkawinan Satu Marga Batak Toba Risk taking ini memang merupakan suatu jalan
Dapat Dilakukan? keluar, untuk mengatasi kemelut yang dialami oleh
2. Apakah Larangan Perkawinan Satu Marga Batak seseorang, yang terutama disebabkan terjadinya
Toba Masih Relevan Sampai Sekarang? konflik di dalam dirinya. Konflik di dalam dirinya
timbul oleh karena tidak ada pegangan pada kaidah-
kaidah dan nilai-nilai yang pada satu waktu sedang
Tujuan Penulisan
berlaku, kemungkinan semacam ini dapat terjadi,
1. Untuk mengetahui perkawinan satu marga
misalnya ada kalangan untuk melakukan perkawinan,
Batak Toba, dapat atau tidak dapat dilakukan/
sehingga ditempuh jalan dengan kawin lari, sudah
dilangsungkan.
tentu bahwa proses stigmatisasi akan terjadi, apabila
2. Untuk mengetahui sanksi yang dilakukan kepada perbuatan tersebut dianggap merusak keseimbangan
orang yang melakukan perkawinan satu marga kosmis .7
Batak Toba. Berhubungan dengan hal yang dikemukakan
diatas, menurut Prof. Dr. R. Soepomo, SH, dalam
Perilaku Manusia bukunya yang berjudul ― Bab-Bab tentang Hukum
Interaksi sosial antara pribadi-pribadi, kadang Adat, halaman 114 mengemukakan sebagai berikut:8
juga disebut sebagai hubungan interpersonal, intinya
adalah adanya hubungan antara manusia-dengan 5
Ibid hal. 122
6
manusia, yang didasarkan kepada kebutuhan- Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT Raja Grafi8ndo
Persada, Jakarta, 2001, hal.64.
kebutuhan tertentu. Kebutuhan interpersonal yakni 7
Ibid, hal 87.
8
R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, PT Pradnya Para-
4
Ibid, hal.15.. mita, Jakarta, 2007, hal. 114.
Jurnal Hukum tô-râ, Vol. 2 No. 3, Desember 2016
beragama Islam. Proses yang terjadi sebelum upacara orangtuanya. Kemungkinan orangtua si laki-laki
itu, dan sesudah upacara itu, adalah merupakan hal menyuruh perantara yang disebut Domu-Domu
yang penting, dan mempunyai kaitan dengan proses untuk memberitahukan kepada ayah si wanita
upacara perkawinan. Oleh karena itu berbicara bahwa anak laki-laki mereka sudah mengikat jan-
mengenai pelaksanaan perkawinan bukan hanya ji dengan putri yang punya rumah. Apabila ayah
berbicara pada saat upacaranya, tetapi menyangkut si gadis menyetujui, maka dia memberitahukan
juga, sesudah dan sebelum upacara perkawinan.12 kepada perantara tersebut, untuk diteruskan ke-
Seperti juga masyarakat Simalungun masyarakat pada orangtua si laki-laki.
Toba, juga sebelum upacara perkawinan, terdapat c. Marhusip
tahap-tahap tertentu, yang merupakan proses yang Marhusip artinya berbisik.
kait mengkait di dalam menuju suatu perkawinan. Pada acara marhusip ini masing-masing pihak
Tahap-tahap ini juga hanya kita lihat dari pihak laki- masih diwakili oleh perantara, yang dilakukan
laki. secara diam-diam, pihak laki-laki menanyakan
Adapun tahap-tahap pada Masyarakat Batak kepada pihak si wanita, berapa kira-kira jumlah
Toba adalah sebagai berikut: uang Sinamot yang harus disediakan oleh pihak
a. Martandang keluarga laki-laki dan juga memberitahukan ke-
Kata Martandang artinya berkunjung ke rumah pada pihak si wanita kemampuan pihak laki-laki .
orang lain. Hal ini dilakukan agar kedua belah pihak menge-
Dalam martandang ini laki-laki ke luar dari ru- tahui dan mengerti bagaimana keadaan masing-
mahnya dan berkunjung kerumah si gadis untuk masing pihak . Marhusip ini dilakukan dirumah
berkenalan. Pada saat martandang inilah sering si orangtua si wanita dan dalam hal ini orangtua
dilakukan Mangaririt–Boru oleh si laki-laki. kedua belah pihak belum ikut campur. Dalam
Mangaririt berasal dari kata Ririt yang artinya waktu marhusip inilah juga ditentukan kapan
pilih. Oleh karena itu pada saat martandang ini orangtua laki-laki datang kerumah orangtua pe-
termasuk juga tujuan laki-laki untuk memilih si rempuan untuk membicarakan keinginan orang
gadis untuk menjadi bakal istrinya. tua si lakik-laki itu kepada orangtua si wanita
Acara martandang ini biasanya dilakukan pada secara resmi.
malam hari. Jika seorang laki-laki susah untuk d. Marhata Sinamot dan Manjalo Sinamot.
memilih gadis untuk calon istrinya, maka Seperti telah dikemukakan diatas, pada waktu
biasanya si laki-laki tersebut akan mencari Boru Marhusip telah dibicarakan kapan keluarga si
Tulang (anak paman), Boru Tulang sebagai istri laki-laki secara resmi datang ke keluarga si wani-
adalah sangat disetujui oleh ibu dari laki-laki, dan ta, untuk membicarakan keinginan dari anaknya
ayah dari si wanita itu juga. sekaligus berapa jujur (sinamot) yang meraka
harus serahkan. Pada waktu yang telah ditetap-
b. Mangalehon Tanda kan rombongan pihak laki-laki datang kerumah
Mangalehon Tanda artinya adalah memberikan orangtua si perempuan, dengan membawa ma-
tanda. Pemberian tanda ini terjadi, apabila si la- kanan adat. Pada masyarakat Toba, pembicaraan
ki-laki sudah menemukan gadis sebagai calon baru diadakan setelah memakan bersama ma-
istrinya, dan si gadis itu sudah menyetujui si la- kanan yang dibawa oleh keluaarga si laki-laki,
ki-laki itu menjadi calon suaminya. Kedua belah setelah makan selesai barulah diadakan Marhata
pihak yaitu laki-laki maupun perempuan saling Sinamot artinya membicarakan jumlah besarnya
memberikan tanda. Dari pihak laki-laki biasanya jujur yang harus diserahkan oleh pihak laki-laki.
menyerahkan uang kepada wanita itu sebagai tan- Biasanya dalam pembicaraan ini, terjadi tawar
da, sedang dari pihak wanita menyerahkan kain menawar yang gesit yang nantinya jatuh pada
sarung atau Ulos Sitoluntuho kepada si laki-laki jumlah yang telah ditetapkan pada waktu Marhu-
dan si wanita itu sudah mempunyai ikatan, dan si sip. Walaupun tidak persis sama, tetapi tidak se-
laki-laki ini akan memberitahukan hal ini kepada berapa jauh bedanya. Sinamaot pada masyarakat
Batak Toba biasanya terdiri dari uang dan hewan,
12
Djarean Saragih–Djisman Samosir–Djaja Sembiring, Hukum Sinamot yang terdiri dari uang biasanya diserah-
Perkawinan Adat Batak Khususnya Simalungun,Toba,Karo kan pada orangtua si wanita pada saat Marhata
dan UU tentang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 (Suatu
Tinjauan), Bandung: Tarsito, tahun 1980 , 60
Sinamot. Oleh karena itu untuk pihak orangtua
Analisa Hukum Perkawinan Satu Marga menurut Adat Batak Toba L. Elly AM Pandiangan
si wanita disebut Manjalo Sinamot (menerima umumnya maupun buku-buku yang berjudul tentang
Sinamot). Sedangkan Sinamot yang terdiri dari Perkawinan Adat Batak yang dipelajari penulis tidak
hewan di8serahkan kemudian. Pada waktu Mar- ada yang secara tegas yang membahas larangan
hata Sinamot inilah dibicarakan semua hal-hal perkawinan satu marga, sehingga dalam tulisan ini
yang penting di dalam pelaksanaan perkawinan, penulis hanya dapat memberikan seperlunya saja.
misalnya kapan pelaksanaan perkawinan dan Sebagai ilmu pengetahuan tentang Hukum Adat,
bagaimana bentuknya. pada kenyataannya masih ada marga yang secara
e. Maningkor Lobu. tegas melarang perkawinan satu marga, perkawinan
Bahwa sekarang hal ini jarang dilakukan atau orang yang tidak dapat diijinkan adalah sebagai
sudah tidak pernah dilakukan lagi, karena Sina- berikut:
mot sekarang ini hamper tidak pernah dilakukan a. Satu marga tidak bisa melakukan perkawinan.
lagi penyerahan bentuk hewan, tetapi belakangan b. Namarpadan dilarang menikah dalam Adat Ba-
ini semua telah disatukan dengan penyerahan Si- tak.
namot dengan bentuk uang.. c. Pariban yang tidak boleh di kawini.
f. Martonggo Raja. d. Pariban yang tidak boleh dikawini, misalnya 5
Perkawinan pada masyarakat Batak Toba, bu- (lima) orang kakak beradik, hanya 1 (satu) orang
kanlah hanya urusan orangtua laki-laki saja, me- yang dapat kawin ke wanita anak paman (tu-
lainkan urusan semua keluarga . Oleh karena itu lang), artinya jika anak pertaman laki-laki kawin
orangtua si laki-laki akan mengumpulkan semua dengan anak wanita paman (tulang), maka adik
keluarganya terutama yang menyangkut Dalihan kandung laki-laki yang telah kawin dengan wa-
Natolu, untuk berkumpul dirumah orangtua si laki- nita paman (tulang) tidak boleh kawin lagi den-
laki dan membicarakan mengenai segala sesuatu gan adik kandung wanita tersebut, demikian se-
yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawi- baliknya.
nan. Jadi Martonggo Raja ini adalah merupakan e. Anak Perempuan Namboru (bibi) dari Laki-La-
suatu rapat untuk mengadakan pembagian tugas. ki.
f. Anak perempuan dari namboru (bibi) laki-laki
Upacara Perkawinan adalah merupakan kebalikan anak perempuan
Yang dimaksud pengertian upacara perkawinan dari Paman (Tulang), dalam Adat Batak Toba di-
adalah sejak dipertemukannya calon pengantin larang laki-laki kawin dengan Anak perempuan
pria dan calon pengantin wanita, menurut hukum Namboru (bibi).
adat sejak adanya pemberitahuan calon mempelai Dalam skripsi Erlyanti Lubis, Fakultas Syariah
kepada pencatat perkawinan sampai terlaksananya dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayah-
perkawinan menurut agamanya masing-masing. Pada tullah Jakarta, 24 Desember 2015 yang berjudul
masyarakat Batak Toba akhir-akhir ini dilakukan "Perkawinan Satu Marga dalam Adat Mandailing di
dengan 3 (tiga) acara sekaligus yaitu, pertama- Desa Huta Pungkut Perspektif Hukum Islam".13
tama penandatanganan akta perkawinan di depan Masyarakat Batak pada umumnya mengatur/
pegawai pencatatan sipil, kedua acara pemberkatan menganut paham perkawinan eksogami yang
di gereja, ketiga dilanjutkan dengan acara adat, dulu mengharuskan perkawinan dengan beda marga,
yang dilakukan hanya 2 (dua) acara yaitu menerima dengan kata lain perkawinan merupakan hal yang
pemberkatan digereja dan dilanjutkan dengan acara tabu apabila sesorang laki-laki dengan seorang wanita
Adat, akan tetapi dengan perkembangan zaman, semarga.
sebelum pemberkatan pada hari itu juga dilakukan Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
pencatatan perkawinan. Sdr. Erlyati Lubis, sebagaimana dalam skripsinya
tersebut dengan Tokoh Adat dan Toko Agama
Perkawinan Orang yang Tidak Di ijinkan Adat yang ada diwilayah Huta Pungkut, alasan larangan
Masyarakat Batak Toba perkawinan satu marga adalah sebagai berikut:
Prinsip perkawinan Orang Batak adalah perka-
winan dengan orang di luar marganya, sehingga 13
Erliyanti Lubis, Perkawinan Satu Marga dalam Adat Mandai-
perkawinandengansatumargadilarang. Daribeberapa ling Di Desa Huta Pungkut Perspektif Hukum Islam, Skripsi,
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
sumber dan buku-buku tentang Hukum Adat pada Hidayatullah, Jakarta, 2015, hal 81.
Jurnal Hukum tô-râ, Vol. 2 No. 3, Desember 2016
Daftar Pustaka
Djarena Saragih–Djisman Samosir-Djaja Sembiring,
Hukum Perkawinan Adat Batak, Khususnya Si-
malungun, Toba,Karo dan UU tentang Perkawi-
nan (UU No. 1/1974) Bandung: Tarsito, Tahun
1980
R. Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Jakarta:
Pradnya Paramita, Tahun 2007, Cetakan ketujuh
belas.
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum
Perdata, Bandung: Alumni, Tahun 2006, Cetakan
kesatu.
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asa-Asas
Hukum Adat,, Jakarta: Toko Gunung Agung, Ta
hun 1994, cetakan keduabelas.
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, Tahun 2001,cetakan
Keempat.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawi-
nan.
Peraturan Pemerintah RI No, 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.