Ketepatan Waktu Notaris Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan
Ketepatan Waktu Notaris Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan
Ketepatan Waktu Notaris Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan
220
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
1. Pendahuluan
Kehadiran notaris dimaksudkan untuk memberikan pelayanan jasa terkait peristiwa dan
perbuatan hukum yang diperlukan oleh masyarakat dalam bentuk tertulis dan autentik.
Dengan demikian, notaris yang disumpah itu haruslah memiliki semangat yang tinggi
dalam membantu dan menjamin kepastian hukum untuk semua pihak yang
membutuhkan.1
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU RI Nomor 2 Thn 2014 tentang Perubahan ata UU Nomor
30 Thn 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) menyebutkan bahwa
notaris ialah pejabat umum yang diberi kewenangan berupa membuat akta autentik dan
diberi kewenangan-kewenangan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam UUJN dan
berdasarkan UU lainnya.2
Notaris juga memiliki kewenangan untuk membuat suatu kontrak, yang bertujuan untuk
memberi kekuatan dan keabsahan, memberi kepastian terhadap tanggal, penyimpan asli
atau minuta akta, menggeluarkan grosse nya, serta menggeluarkan salinan yang sama
bunyinya.3 Hal ini di karenakan akta notaril adalah akta autentik yang mempunyai
kekuatan sempurna dalam pembuktian mengenai segala seuatu yang dimuat di
dalamnya.4
Notaris juga berperan dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam praktik bisnis lembaga
pembiayaan. Lembaga pembiayaan membutuhkan notaris dalam pengikatan “jaminan
fidusia”. Lembaga jaminan fidusia diatur dalam UUJF. Fidusia ialah pengalihan hak
kepemilikan sebuah benda atas rasa saling percaya berdasarkan ketetapan bahwa obyek
yang hak miliknya dialihkan tersebut tetap berada pada kekuasaan yang memiliki benda
tersebut, seperti yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 1 UUJF.5
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang menyediakan dana/barang modal yang
melakukan kegiatan pembiayaan untuk pihak-pihak yang membutuhkan dana secara
angsuran atau kredit. Pada transaksi bisnis lembaga pembiayaan sebelumnya
dilakukannya kesepakatan antara pihak lembaga pembiayaan dengan pihak konsumen.
Untuk menjamin agar ke depannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut,
jaminan diberikan dengan pengikatan obyek fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1),
pembebanan obyek fidusia haruslah dibuat dalam bentuk “akta notaris” yang memakai
“bahasa Indonesia”.
1Adjie, H. (2014), Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No 30 Thn 2004 tentang
Jabatan Notaris), Cet. 4, Bandung : PT Refika Aditama, h. 14.
2 Lihat Pasal 1 ayat (1) UUJN.
3 Adjie, H. Op.Cit, h. 4.
4 Prajitno, A.A.A. (2010). Hukum Fidusia, Selaras, Jakarta, h 23.
5 Budiono, H., (2016), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti, h. 101.
221
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
6 Wawointana, R. (2013). Manfaat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank.
LEX PRIVATUM, 1(3).h. 105.
7 Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan Jaminan
Persada, h. 142.
9 Winarno, J. (2013), Perlindungan Hukum bagi Kreditur pada Perjanjian Jaminan Fidusia. Jurnal
222
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
12 Sadiqah, R., Suharto, R., & Widanarti, H.. (2017). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pendaftaran
Jaminan Fidusia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Diponegoro Law
Journal, 6(1), h. 2.
13 Irma Devita. (2016). Pembahasan PP No 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendafatran Jaminan
Fidusia dan Biaya AJF serta Dampaknya Bagi Notaris. Hukumonline. Retrieved from
https://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-tentang-tata-cara-
pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-bagi-notaris/
223
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
2. Metode Penelitian
Penelitian hukum “normatif” adalah jenis penelitian yang dipakai dalam artikel ini.
Pendekatan dalam artikel ini ialah memakai pendekatan perundang-undangan (statute
approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber data yang dipakai
ialah diperoleh berdasarkan “penelitian kepustakaan (library research)” dan “penelitian
lapangan (field research)”. Data utama, sebagai sumber ialah data kepustakaan dan data
yang ditemukan berdasarkan penelitian di lapangan yang dijadikan data penunjang pada
artikel ini. Data primer didapatkan dari kajian beberapa bahan hukum yang relevan
mengenai permasalahan yang diteliti, sementara hasil wawancara dengan responden dan
informan adalah sebagai penunjang dalam artikel ini. Teknik pengumpulan data yang
dipakai pada artikel ini ialah mengkaji dan mengumpulkan tiga bahan hukum seperti
“bahan hukum primer, sekunder, dan tersier” dengan memakai studi dokumenter.
Teknik pengambilan sample pada artikel ini diperoleh melalui cara “metode purposive
atau judgemental sampling”, yakni diambil sebagian sampel dari semua populasi yang
hendak diteliti yang diharapkan bisa mewakili seluruh populasi. pengolahan data dalam
penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan tabulasi data sesuai dengan
kategori yang ditemukan. Hal ini berdasarkan sifat penelitian ini, yaitu deskriptif analitis.
Data dan bahan hukum dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan teori
hukum serta peraturan perundangan-undangan. Data yang di dapat dari hasil
“penelitian kepustakaan” dan “penelitian lapangan” dianalisis dengan “pendekatan
kualitatif”, yakni disusun secara sitematis dan analisis untuk menjawab secara tuntas
setiap permasalahan hukum yang diajukan.
224
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
14 Anshori, A.G. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika,
Yogyakarta : UII Press, h. 16.
15 Supriadi. (2016). “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia”, Cet. 1, Jakarta :
Kebendaan (Fidusia) Studi Pada Kantor Notaris Elviani, SH, M. Kn Kabupaten Gowa. Jurnal
Tomalebbi, (1), h.. 159.
17 Adjie, H., Hukum Notaris Indonesia, Op. Cit, h. 77.
225
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya yang terdapat pada Pasal 51
UUJN, ialah kewenangan dalam memperbaiki tulisan/ketikan yang salah pada
minuta akta yang sudah ditandatangani, dengan upaya membuat “Berita Acara
Pembetulan”, dan “Salinan atas Berita Acara Pembetulan”, dan notaris harus
memberitahukan perubahan tersebut kepada pihak yang bersangkutan.
c. Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian
Pasal 15 ayat (3) UUJN mengenai kewenangan notaris yang akan ditentukan
kemudian. Kewenangan yang akan ada dan akan ditentukan berdasarkan
peraturan yang berlaku ialah kewenangan yang akan ditentukan kemudian.
Artinya, jika notaris melaksanakan tindakan yang bukan dalam ranah
wewenangnya atau di luar kewenangan yang telah ditetapkan, terhadap akta
notaris itu tidak mempunyai kekuatan hukum (tidak mengikat secara hukum),
sehingga notaris dapat digugat secara perdata oleh pihak yang mengalami
kerugian akibat dari perbuatan notaris diluar kewenangannya tersebut.18
Akta Notaris
Notaris bertugas dan berwenang dalam membuat akta autentik, baik ditentukan oleh
peraturan undang-undang maupun oleh keinginan para pihak/badan hukum yang
memerlukannya.19 Akta autentik demikian juga akta notaris mempunyai kekuatan untuk
18 Ibid, h. 79.
19 Supriadi, Op. Cit, h. 37.
226
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
20 Ma’ruf, Umar dan Wijaya, Dony. (2015), “Tinjauan Hukum Kedudukan Dan Fungsi Notaris
Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan Bergas
Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(3), h. 303.
21 Supriadi, Op. Cit, h. 37.
22 Harris, Freddy dan Helena, Leny. (2017). Notaris Indonesia, Cet. 1, Jakarta Pusat, PT Lintas Cetak
Djaja, h. 58.
227
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
ketidakhadirannya. Alasan tersebut harus uraikan secara jelas dan tegas dalam akta.
Mengenai hal jika penghadap hanya memiliki keperluan di bagian tertentu saja pada
akta, maka hanya pada bagian tertentu saja pada akta yang dibacakan,
diterjemahkan/dijelaskan oleh notaris kepadanya, dan kemudian para penghadap segera
memberikan paraf dan membubuhkan tanda tangannya di bagian akta itu.
Dalam pembuatan sebuah akta autentik, notaris harus benar-benar berupaya semaksimal
mungkin agar akta yang dibuat nya tidak berakibat cacat atau ada kesalahan. Hal
tersebut dikarenakan akan rumit dan mengalami masalah apabila ada penambahan atau
pencoretan pada akta tersebut. Dengan demikian, substansi akta tidak diperkenankan
diubah-ubah/ditambahkan, baik penyisipan, penulisan tindih, penghapusan,
pencoretan, maupun menggantikan dengan yang lain seperti yang termaktub pada Pasal
48 UUJF. Namun apabila akta tersebut mengalami perubahan baik itu penambahan,
penggantian/pencoretan, maka akta tersebut harus ditanda tangan ulang oleh para
pihak, dan pada setiap lembar terhadap perubahan tersebut di beri paraf oleh para
penghadap, saksi, dan notaris agar perubahan terhadap akta itu sah.23
228
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
kekuatan pembuktiannya adalah bebas. 28 Apabila ada pihak yang menyangkal, maka itu
bukan menjadi tanggung jawab notaris, tetapi menjadi tanggung jawab pihak itu
sendiri.29 Untuk menjadi suatu akta notaris, maka akta jaminan fidusia haruslah
memenuhi segala ketentuan dan unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang, baik
dalam proses pembuatannya, pembacaannya, dan penandatangan akta yang harus
dinyatakan secara jelas dalam akta tersebut sehingga dapat terpenuhi kriteria menjadi
akta autentik.30
Secara praktek, akta fidusia dibuat oleh dan di hadapan (ten overstaan) notaris, yang
dikenal sebagai akta para pihak atau merupakan ”akta partij”. Artinya notaris dalam hal
ini membaca dan menyaksikan para pihak menandatangani akta tersebut di hadapannya.
Menghadap maksudnya ialah hadir dihadapan dan membubuhkan tanda tangannya
dihadapan notaris.31
28 Ibid, h. 155.
29 Freddy Harris dan Leny Helena, Op. Cit, h. 68.
30 Asmita, N. Op. Cit, h. 157.
31 R. Suharto, (2017). Problematika Akta Jaminan Fidusia (Suatu studi tentang Akta Jaminan
Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online). Diponegoro Private Law
Review, 1(1)., h. 67.
32 Wawancara dengan Sulia Zulkarnain, Fidusia Clerk pada PT Federal International Finance
Kantor Cabang Banda Aceh, pada tanggal 07 Januari 2019, Pukul 15.30 WIB.
33 Wawancara dengan Yuniarti, Notaris/PPAT di Kota Banda Aceh, tanggal 10 Januari 2019,
229
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
Berdasarkan teori kewenangan, seperti yang sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa
seperti yang dikemukakan Indroharto, ada tiga macam kewenangan yang bersumber
dari peraturan yang berlaku yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Terkait mengenai peran
notaris atas pendaftaran objek jaminan fidusia lembaga pembiayaan secara elektronik
jika dikaitkan dengan teori kewenagan tersebut, hal ini mengacu pada kuasa khusus
yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada pihak notaris, yang mana pelimpahan
wewenang pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik diberikan secara utuh
kepada notaris.
Kewenangan notaris dalam hal pendaftaran tersebut adalah kewenangan delegasi, yang
lembaga pembiayaan menyerahkan wewenang yang dipunyai olehnya ke notaris.
Delegasi merupakan suatu penyerahan, artinya apa yang pada awalnya kewenangan
tersebut adalah kewenangan lembaga pembiayaan, untuk selanjutnya menjadi
230
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
35 Julio, Hari. (2016). “Akibat Hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia atas Keterlambatan
Pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia”, Jurnal Hukum, Sumatera Utara, h. 5.
36 Wawancara dengan Dahlan Ali, “Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”,
Pada tanggal 11 Januari 2019, Pukul 15.30 WIB di Fakultas Hukum Unsyiah.
37 Wawancara dengan Nurdhani, Notaris/PPAT di Banda Aceh (Ketua Pengurus Daerah Ikatan
Notaris Indonesia Aceh) , pada tanggal 30 Januari 2019, pukul 09.30 WIB.
38 Wawacara dengan Husna, Notaris/PPAT di Banda Aceh, pada tanggal 11 Februari 2019, pukul
11.00 WIB.
231
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
Pembuatan akta jaminan fidusia baru dan akta penegasan atas akta jaminan fidusia yang
telah mati tersebut haruslah diketahui oleh semua pihak yang terlibat dalam akta
tersebut. Hal itu karena semua pihak yang terlibat harus mengetahui semua tentang apa
yang dirubah terkait akta tersebut. Terhadap akta baru tersebut harus di tanda tangan
ulang dan di paraf pada setiap halaman oleh pihak-pihak, kedua saksi, dan “notaris”.
Demikian dengan akta penegasan, para pihak wajib hadir dan berhadapan dengan
notaris untuk membubuhkan parafnya pada lembar akta yang dirubah sebagai bukti
yang sah bahwa halaman tersebut telah dirubah dan para pihak yang terlibat tersebut
setuju atas perubahan tersebut.
Di lihat dari segi teori tanggung jawab, mengenai tanggung jawab notaris yang
dilakukannya merupakan akibat pelaksanaan dari tugas dan jabatannya. Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang notaris di emban tanggung jawab terhadap jabatannya
dan dituntut untuk bertanggung jawab kepada kliennya dan bertanggung jawab atas
semua tindakannya.
Notaris sebagai pejabat umum memiliki pertanggungjawaban secara perdata, dan secara
pidana. Pertanggungjawaban pada satu bidang hukum dapat dimungkinkan bahwa
tidak menyangkut dengan bidang hukum lainnya. Sebaliknya, perbuatan yang
mengakibatkan pihak lain menderita kerugian, hal tersebut ialah perbuatan melawan
hukum (PMH) yang dapat dilanjutkan untuk pengambilan tindakan di bidang hukum
perdata (Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam hukum perdata, notaris mempunyai tanggung
jawab utama yaitu tanggung jawab secara perdata. Batasan wewenang sebagai seorang
pejabat ialah saat masih menjadi pejabat sesuai dengan yang ditentukan pada peraturan
yang berlaku. Begitu juga dengan seorang notaris dalam melaksanakan “tugas dan
jabatannya” yang dibatasi oleh kewenangannya.
Tindakan yang dilakukan oleh notaris dapat diminta pertanggungjawaban atas kelalaian
yang dilakukan, atas tindakan tersebut yang menimbulkan kerugian bagi beberapa
pihak. Prinsip tanggung jawab yang digunakan ialah tanggung jawab atas dasar
kesalahan. Jika terdapat unsur kesalahan yang diperbuatnya oleh notaris, maka notaris
dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Dapat dilakukan pembuktian atas unsur
kesalahan tersebut yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Menurut Sudarsono
tanggung jawab ialah:
“Tanggung jawab ialah kewajiban kepada orang lain untuk melaksanakan dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Tanggung jawab di emban oleh
pribadi yang mampu bertindak secara moral. Obyek tanggung jawab ialah tindakan yang
sungguh-sungguh manusiawi bertolak dari bagian manusia yang bertindak melalui
kehendak bebas.”39
Suatu tanggung jawab adalah suatu etika yang semestinya dipatuhi untuk seseorang
yang memiliki profesi tertentu. Tanggung jawab bagi seseorang yang mempunyai profesi
tertentu, seperti yang digambarkan sebagai berikut.40
a. Tanggung jawab mengenai profesi yang dimiliki, dan mematuhi kode etik dalam
profesi yang bersangkutan;
b. Tanggung jawab terkait tugas yang dilaksanakan berdasarkan tuntunan profesi nya
232
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
Kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja tidak luput dari seorang notaris
dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Kesalahan tersebut memungkinkan seorang
notaris berurusan dengan pertanggungjawaban hukum baik secara perdata (civil
responsibility), secara administratif (administrative responsibility) maupun secara pidana
(criminal responsibility). Ada beberapa sanksi yang akan dikenakan apabila seorang
notaris tidak patut dan tunduk terhadap apa yang diamanatkan oleh UUJN. Adapun
bentuk sanksi yang akan dikenakan adalah sebagai berikut.
1. Sanksi secara perdata.
Kekuatan pembuktian sebuah akta notaris tidak dapat langsung dinilai dan
dinyatakan memiliki kekuatan pembuktiaan dibawah tangan atau batal demi
hukum oleh para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap akta tersebut.
Apabila para penghadap mengganggap bahwa akta tersebut tidak terpenuhinya
aspek lahiriah, formal, atau materil, maka notaris yang bersangkutan dapat
digugat secara perdata. Namun pihak yang bersangkutan haruslah dapat
membuktikan gugatan dan kerugian yang di alaminya.41 Ancaman sanksi
perdata bagi notaris yang telah melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya
dilakukan, atau tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kode etik dan UUJN
yang menimbulkan akibat berupa kerugian bagi pihak yang lain, notaris yang
bersangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata sesuai
ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Notaris bertanggungjawab secara tanggung
renteng antara notaris yang bersangkutan dan staf nya berdasarkan Pasal 1367
KUH Perdata.
2. Sanksi UUJN.
Notaris sebelum menjalankan jabatanya bersumpah/berjanji menurut agama
dan kepercayaannya di hadapan menteri/pejabat yang ditunjuk, serta
menyatakan diri bahwa akan bersikap dan bertingkah laku, serta menjaga etika
dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan ketentuan kode etik notaris.
Memberitahukan perubahan akta dan membacakan akta ialah salah satu
kewajiban dari seorang notaris. Pelanggaran terhadap kewajiban tidak
memberitahukan dan membacakan akta di hadapan penghadap berakibat
41 Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap
Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera Hukum, 5(1), h. 12.
233
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
4. Kesimpulan
Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik pada lembaga pembiayaan yang sudah
lewat waktu merupakan tanggung jawab notaris yang lahir dari surat penunjukan
notaris, dimana tanggungjawab tersebut didelegasikan oleh lembaga pembiayaan kepada
42 Ibid, h. 13.
43 Dewan Hutomo, R. (2018), Tanggung Jawab Notaris yang Aktanya Dibatalkan karena Cacat
Yuridis (Studi Kasus Putusan Kasasi MA No. 320 K/PDT/2013). Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan
Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 192-212.
234
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236
Daftar Pustaka
Buku
Adjie, H. (2014). Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris), Cetakan Keempat, Bandung : PT Refika Aditama.
Anshori, A.G. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika,
Yogyakarta : UII Press.
Budiono, H. (2016). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Harahap, M. Y. (2012). Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika.
Harris, F. & Helena, L. (2017), Notaris Indonesia, Cet. 1, Jakarta : PT Lintas Cetak Djaja.
Prajitno, A.A.A. (2010). Hukum Fidusia, Jakarta : Selaras.
Sudarsono, (2012). Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.
Supriadi. (2016). Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Sinar
Grafika.
Usman, S. (2008). Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Gaya Media
Pratama.
Widjaja, G. & Yani, A. (2001), Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Witanto, D. Y., (2015). Hukum jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi), Cet. 1, Bandung : Mandar Maju.
Jurnal
Asmita, N., Muin, F., & Tahir, H. (2018). Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Jaminan
Kebendaan (Fidusia) Studi Pada Kantor Notaris Elviani, SH, M. Kn Kabupaten
Gowa. Jurnal Tomalebbi, (1), 155-167.
Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan
Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Syiah Kuala Law Journal, 1(2), 37-52.
https://doi.org/10.24815/sklj.v1i2.8472
Hutomo, R. D. (2018). Tanggung Jawab Notaris yang Aktanya Dibatalkan karena Cacat
Yuridis (Studi Kasus Putusan Kasasi MA No. 320 K/PDT/2013). Al-Qanun: Jurnal
Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 192-212.
235
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101
Julio, Hari. (2016). “Akibat Hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia atas Keterlambatan
Pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia”, Jurnal Hukum, Sumatera Utara ,
1-13.
Ma’ruf, U., & Wijaya, D. (2015). Tinjauan Hukum Kedudukan Dan Fungsi Notaris
Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan
Bergas Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(3), 299-309.
http://dx.doi.org/10.26532/jph.v2i3.1507
Melati, G.O. (2015). “Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Fidusia Online
terhadap Penerima Fidusia”, Jurnal Repertorium, 3, 62-75.
Sadiqah, R., Suharto, R., & Widanarti, H. (2016). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan
Pendaftaran Jaminan Fidusia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya
Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Diponegoro Law Journal, 6(1), 1-14.
Suharto, R. (2017). Problematika Akta Jaminan Fidusia (Suatu studi tentang Akta Jaminan
Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online). Diponegoro
Private Law Review, 1(1). 66-73
Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris
terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera
Hukum, 5(1), 156-173. https://doi.org/10.19184/ejlh.v5i1.6288
Wawointana, R. (2013). Manfaat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit
Bank. LEX PRIVATUM, 1(3). 101-109.
Winarno, J. (2013). Perlindungan Hukum bagi Kreditur pada Perjanjian Jaminan Fidusia.
Jurnal Independent, 1(1). 44-55.
Putusan
Putusan PT Tanjung Karang Nomor 09/Pdt./2014/PT.TK. Tahun 2014.
Wawancara
Ali, D. “Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”, Pada tanggal 11 Januari
2019, Pukul 15.30 WIB di Fakultas Hukum Unsyiah.
Husna, Notaris/PPAT di Banda Aceh, pada tanggal 11 Februari 2019, pukul 11.00 WIB.
Nurdhani, Notaris/PPAT di Banda Aceh (Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia Aceh) , pada tanggal 30 Januari 2019, pukul 09.30 WIB.
Yuniarti, Notaris/PPAT di Kota Banda Aceh, Pada tanggal 10 Januari 2019, pukul 14.00
WIB.
Zulkarnain, S. Fidusia Clerk pada PT Federal International Finance Kantor Cabang
Banda Aceh, pada tanggal 07 Januari 2019, pukul 15.30 WIB.
236