Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Ketepatan Waktu Notaris Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

Ketepatan Waktu Notaris dalam Pendaftaran Jaminan

Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan


Tari Kharisma Handayani1, Sanusi2, Darmawan3
1Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,
E-mail: aiekharisma@gmail.com
2Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, E-mail : sanusi@unsyiah.ac.id
3Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, E-mail : darmawan@unsyiah.ac.id

Info Artikel Abstract


Masuk: 24 Januari 2019 Letter of Credit is one of the payment instruments in
Diterima: 15 April 2019 international business transactions. Based on the agreement to
Terbit: 31 Juli 2019 issue a Letter of Credit, the Letter of Credit is issued by the
issuing bank at the request of the applicant as the importer. The
Keywords: Letter of Credit agreement that is used by banks in general is a
Notary; Timeliness; Fiduciary standard agreement that the clause has been prepared in advance
Registration by the bank. The imbalance in the standard agreement can be
used by parties whose bargaining position is stronger to abuse
the situation. The purpose of this study is to analyze national law
and international law related to the issuance of Letter of Credit.
The next objective is to analyze the application of the principle of
balance in the agreement to issue Letter of Credit as an
international business transaction. The type of research used is
normative legal research using a statutory approach, the sources
of legal materials used based on library research are analyzed
qualitatively. The results of the study revealed that whether the
principle of balance in the Letter of Credit issuance agreement
had been realized in the practice of international business
transactions.
Abstrak
Kata kunci: Pendaftaran Jaminan fidusia dilakukan secara elektronik sesuai
Notaris; Ketepatan Waktu; dengan Pasal 11 ayat (1) UU No 42 Thn 1999 tentang “Jaminan
Pendaftaran Fidusia Fidusia” (selanjutnya disingkat UUJF). Pendaftaran tersebut
haruslah diajukan dalam jangka waktu selama 30 hari terhitung
sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana
Corresponding Author: diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No 21 Thn 2015
Tari Kharisma Handayani, tentang “Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan
email: aiekharisma@gmail.com Akta Jaminan Fidusia”. Namun, dalam praktiknya masih terjadi
keterlambatan terhadap pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
DOI: Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pertanggungjawaban
10.24843/JMHU.2019.v08.i02. notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia
p06 secara elektronik yang melewati jangka waktu. Jenis penelitian
yang dipakai ialah “penelitian hukum normatif”. Pada penelitian
normatif mengkaji asas-asas dan norma-norma serta bahan
pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa notaris secara perdata bertanggung jawab terhadap
keterlambatan dalam pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
Keterlambatan pendaftaran yang disebabkan oleh kelalaian

220
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

notaris merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan


konsekuensi hukum. Apabila notaris dalam masa 30 hari tidak
melakukan pendaftaran dan pada saat didaftarkan jaminan
fidusia secara elektronik pada sistem secara otomatis ditolak,
maka hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris,
apabila nantinya ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris
dapat digugat, artinya dapat dikenakan sanksi baik secara
administrasi maupun secara perdata

1. Pendahuluan
Kehadiran notaris dimaksudkan untuk memberikan pelayanan jasa terkait peristiwa dan
perbuatan hukum yang diperlukan oleh masyarakat dalam bentuk tertulis dan autentik.
Dengan demikian, notaris yang disumpah itu haruslah memiliki semangat yang tinggi
dalam membantu dan menjamin kepastian hukum untuk semua pihak yang
membutuhkan.1
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU RI Nomor 2 Thn 2014 tentang Perubahan ata UU Nomor
30 Thn 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) menyebutkan bahwa
notaris ialah pejabat umum yang diberi kewenangan berupa membuat akta autentik dan
diberi kewenangan-kewenangan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam UUJN dan
berdasarkan UU lainnya.2
Notaris juga memiliki kewenangan untuk membuat suatu kontrak, yang bertujuan untuk
memberi kekuatan dan keabsahan, memberi kepastian terhadap tanggal, penyimpan asli
atau minuta akta, menggeluarkan grosse nya, serta menggeluarkan salinan yang sama
bunyinya.3 Hal ini di karenakan akta notaril adalah akta autentik yang mempunyai
kekuatan sempurna dalam pembuktian mengenai segala seuatu yang dimuat di
dalamnya.4
Notaris juga berperan dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam praktik bisnis lembaga
pembiayaan. Lembaga pembiayaan membutuhkan notaris dalam pengikatan “jaminan
fidusia”. Lembaga jaminan fidusia diatur dalam UUJF. Fidusia ialah pengalihan hak
kepemilikan sebuah benda atas rasa saling percaya berdasarkan ketetapan bahwa obyek
yang hak miliknya dialihkan tersebut tetap berada pada kekuasaan yang memiliki benda
tersebut, seperti yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 1 UUJF.5
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang menyediakan dana/barang modal yang
melakukan kegiatan pembiayaan untuk pihak-pihak yang membutuhkan dana secara
angsuran atau kredit. Pada transaksi bisnis lembaga pembiayaan sebelumnya
dilakukannya kesepakatan antara pihak lembaga pembiayaan dengan pihak konsumen.
Untuk menjamin agar ke depannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut,
jaminan diberikan dengan pengikatan obyek fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1),
pembebanan obyek fidusia haruslah dibuat dalam bentuk “akta notaris” yang memakai
“bahasa Indonesia”.

1Adjie, H. (2014), Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No 30 Thn 2004 tentang
Jabatan Notaris), Cet. 4, Bandung : PT Refika Aditama, h. 14.
2 Lihat Pasal 1 ayat (1) UUJN.
3 Adjie, H. Op.Cit, h. 4.
4 Prajitno, A.A.A. (2010). Hukum Fidusia, Selaras, Jakarta, h 23.
5 Budiono, H., (2016), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti, h. 101.

221
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Pendaftaran obyek fidusia wajib dilakukan secara elektronik di kemenkumham melalui


sistem administrasi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UUJF. Hal tersebut
untuk memberikan kepastian hukum bagi berbagai pihak yang terkait. Pendaftaran
merupakan arti yuridis yang merupakan satu kesatuan dari proses lahirnya perjanjian
jaminan fidusia. Disisi lain, pendaftaran obyek fidusia adalah wujud dari kepastian
hukum dan asas publisitas.6 Mengenai wajib daftar jaminan fidusia tersebut juga terdapat
dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 130/PMK.010/2012 yang mengatur mengenai
pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang bergerak dibidang
pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pengikatan jaminan fidusia
(selanjutnya disingkat PMK No. 30 Tahun 2012).
Pada tanggal 05 Maret 2013, Direktorat Jenderal AHU Kemenkumham RI mengeluarkan
Surat Edaran Nomor : AHU-06.OT.03.01 tentang “Pemberlakuan Sistem Administrasi
Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik”, kemudian diatur dalam Permenkum
HAM Nomor 9 Thn 2013 tentang “Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran
Jaminan Fidusia secara Elektronik”. Sedangkan terkait dengan tata cara dalam
pendaftaran fidusia secara sistem elektronik ketentuannya terdapat pada
Permenkumham Republik Indonesia No 10 Thn 2013 tentang “Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia secara Elektronik”.
Hadirnya sistem elektronik ini membantu dan memberikan kemudahan bagi notaris
dalam meningkatkan pelayanannya terkait pendaftaran jaminan fidusia ini. Notaris
melakukan pendaftaran fidusia secara elektronik berdasarkan akta jaminan fidusia yang
dibuatnya. Pendaftaran tersebut siap hanya dalam “7 menit” sehingga notaris dapat
mencetak sertifikat tersebut setelah pembayaran biaya pendaftaran fidusia tersebut
selesai.7
Sertifikat jaminan fidusia lahir sesuai dengan akta jaminan fidusia yang didaftar.
Sertifikat ini adalah bukti telah didaftarkannya jaminan fidusia tersebut. Pada sertifikat
jaminan fidusia seperti yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UUJF mencantumkan irah-
irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.8
Sertifikat tersebut di persamakan dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan
eksekutorial, dan “inkracht van gewijsde” (mempunyai kekuatan hukum tetap)
memudahkan dalam melaksanakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Artinya,
dengan adanya sertifikat fidusia maka eksekusi pun dapat dilakukan9 atau dilaksanakan
tidak dengan proses pemeriksaan dan persidangan di pengadilan yang bersifat final
serta mengikat pihak-pihak yang terkait agar menjalankan putusan tersebut.10 Eksekusi
tanpa dilengkapi surat-surat yang sah seperti sertifikat fidusia itu adalah tindakan yang
bertentangan dengan hukum,11 berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan
dapat mintakan ganti rugi.

6 Wawointana, R. (2013). Manfaat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank.
LEX PRIVATUM, 1(3).h. 105.
7 Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan Jaminan

Fidusia Secara Elektronik. Syiah Kuala Law Journal, 1(2), 37-52.


8 Widjaja, G. & Yani, A. (2001), Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, h. 142.
9 Winarno, J. (2013), Perlindungan Hukum bagi Kreditur pada Perjanjian Jaminan Fidusia. Jurnal

Independent, 1(1). h. 45.


10 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit., h. 142.
11 Putusan PT Tanjung Karang Nomor 09/Pdt./2014/PT.TK. Tahun 2014.

222
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

Pemerintah menerbitkan peraturan mengenai tata cara untuk mendaftarkan obyek


fidusia dan biaya terkait akta fidusia pada April 2015 (selanjutnya disebut PP No 21 Thn
2015) yang menggantikan PP Nomor 86 Thn 2000. Salah satu isi peraturan baru yang
terdapat dalam PP ini ialah mengenai jangka waktu pendaftaran fidusia yang terdapat
dalam Pasal 4 UUJF yang menyebutkan bahwa permohonan mengenai pendaftaran
jaminan fidusia diajukan dalam jangka waktu 30 hari dari tanggal dibuatnya akta
jaminan fidusia.12
Pengaturan terkait jangka waktu pendaftaran fidusia ini pun sebelumnya hanya diatur
dalam PMK No. 30 Tahun 2010. Yang menentukan bahwa waktu untuk pendaftaran
fidusia tersebut adalah 30 hari dari tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Ketentuan
perundang-undangan terkait dengan “jangka waktu pendaftaran jaminan fidusia”
selama ini masih terdapat kelemahan, karena dalam praktiknya notaris, selaku pihak
yang berperan dalam melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia, sering lalai dalam
melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia.
Namun, dalam kenyataannya masih ada notaris yang telat mendaftarkan jaminan fidusia
dalam waktu 30 hari. Notaris seharusnya segera mendaftarkan jaminan fidusia tersebut
melalui laman AHU online, sejak tanggal dibuatnya akta jaminan fidusia dalam jangka
waktu 30 hari. Apabila tidak didaftarkan dalam jangka waktu tersebut, maka pada hari
ke 31 secara sistem proses pendaftaran terhadap akta tersebut tidak dapat dilakukan lagi,
karena tanggal pada akta tersebut sudah lewat jangka waktu pendaftaran. Akibatnya,
nomor pada akta tersebut itu pun menjadi tidak berlaku lagi dan proses pendaftaran pun
tidak dapat dilaksanakan. Padahal pendaftaran jaminan fidusia tepat waktunya yaitu
dalam waktu maksimal 30 hari dari ditandatangani akta jaminan fidusia tersebut,
dimaksudkan mencegah terjadinya penjaminan ulang /penjaminan secara berganda
terhadap 1 obyek yang sama.13
Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan menghasilkan akta
autentik dibebani tanggung jawab yang berat atas tindakannya terkait dengan
pekerjaannya dalam membuat akta dan memberikan kepastian hukum bagi pihak lain
terkait akta fidusia dan pendaftaran fidusia tersebut serta kepercayaan lainnya yang
diberikan kepadanya. Kelalaian yang dilakukan notaris dalam hal pembuatan akta dan
tanggung jawab lainnya yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau
melanggar kedisiplinan terhadap larangan atau kewajibannnya selaku notaris dapat
dimintai pertanggungjawaban dan dikenai sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku.
Namun, dalam praktiknya notaris sering lalai terhadap tanggungjawabnya tersebut.
Padahal prinsip pendaftaran bagi fidusia merupakan dasar dari hukum jaminan
kebendaan yang bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum juga menentukan
momentum lahirnya hak kebendaan bagi jaminan fidusia, serta memberi perlindungan
hukum bagi pihak masyarakat dan pihak lainnya yang terkait. Berdasarkan uraian di
atas, permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah notaris

12 Sadiqah, R., Suharto, R., & Widanarti, H.. (2017). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pendaftaran
Jaminan Fidusia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Diponegoro Law
Journal, 6(1), h. 2.
13 Irma Devita. (2016). Pembahasan PP No 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendafatran Jaminan

Fidusia dan Biaya AJF serta Dampaknya Bagi Notaris. Hukumonline. Retrieved from
https://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-tentang-tata-cara-
pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-bagi-notaris/

223
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

bertanggungjawab secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara


elektronik yang sudah melewati jangka waktu?
Mengenai tujuan penelitian dari artikel ini, yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan
pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia
lembaga pembiayaan secara elektronik yang melewati jangka waktu.
Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai literatur dan penelitian terkait dengan judul
ini, pada ruang lingkup nasional, ditemukan beberapa penelitian yang terkait
pendaftaran jaminan fidusia yang melebihi jangka waktu. Namun penelitian tersebut
berbeda fokus permasalahannya dengan penelitian ini, baik dari segi materi maupun
obyeknya. Karya-karya tulis tersebut dijadikan penulis sebagai rujukan dalam penulisan
artikel ini. Adapun perbedaan penulisan serta penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya, penelitian ini lebih fokus pada pendaftaran fidusia yang lewat jangka
waktu, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 21 Tahun 2015 dan untuk
mengetahui pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran fidusia
yang melewati jangka waktu tersebut.
Penelitian ini juga dilakukan setelah dikeluarkannya PP No 21 Tahun 2015. PP ini
merupakan kunci penting untuk lebih meningkatkan rasa tanggung jawab notaris
terhadap jangka waktu pendaftaran fidusia. Notaris juga harus lebih cermat dalam
melaksanakan pendaftaran fidusia agar akta yang dibuat tersebut tidak lewat waktu
untuk pendaftaran fidusia. Saat ini, Peraturan Pemerintah mengenai jangka waktu
pendaftaran fidusia itu sudah diterbitkan. Namun, proses pendaftaran jaminan fidusia
masih banyak yang tidak tepat waktu. Maka, artikel ini asli dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik.

2. Metode Penelitian
Penelitian hukum “normatif” adalah jenis penelitian yang dipakai dalam artikel ini.
Pendekatan dalam artikel ini ialah memakai pendekatan perundang-undangan (statute
approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber data yang dipakai
ialah diperoleh berdasarkan “penelitian kepustakaan (library research)” dan “penelitian
lapangan (field research)”. Data utama, sebagai sumber ialah data kepustakaan dan data
yang ditemukan berdasarkan penelitian di lapangan yang dijadikan data penunjang pada
artikel ini. Data primer didapatkan dari kajian beberapa bahan hukum yang relevan
mengenai permasalahan yang diteliti, sementara hasil wawancara dengan responden dan
informan adalah sebagai penunjang dalam artikel ini. Teknik pengumpulan data yang
dipakai pada artikel ini ialah mengkaji dan mengumpulkan tiga bahan hukum seperti
“bahan hukum primer, sekunder, dan tersier” dengan memakai studi dokumenter.
Teknik pengambilan sample pada artikel ini diperoleh melalui cara “metode purposive
atau judgemental sampling”, yakni diambil sebagian sampel dari semua populasi yang
hendak diteliti yang diharapkan bisa mewakili seluruh populasi. pengolahan data dalam
penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan tabulasi data sesuai dengan
kategori yang ditemukan. Hal ini berdasarkan sifat penelitian ini, yaitu deskriptif analitis.
Data dan bahan hukum dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan teori
hukum serta peraturan perundangan-undangan. Data yang di dapat dari hasil
“penelitian kepustakaan” dan “penelitian lapangan” dianalisis dengan “pendekatan
kualitatif”, yakni disusun secara sitematis dan analisis untuk menjawab secara tuntas
setiap permasalahan hukum yang diajukan.

224
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Kewenangan Notaris dan Akta Notaris
Kewenangan Notaris
Notaris ialah pejabat umum yang lantik, dan di berhentikan oleh Menteri. Notaris
bukanlah seorang pegawai negeri seperti yang terdapat dalam perundang-undangan
yang terkait dengan kepegawaian, tetapi notaris adalah pejabat umum yang tunduk
dengan peraturan pemerintah, yang tidak mendapat gaji, dan pensiun dari pemerintah,
namun notaris memperoleh honorarium dari para pihak yang menggunakan jasanya.
Seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya harus mempunyai tanggungjawab dan
moral yang tinggi dan memiliki keterampilan profesi di bidang hukum, sehingga notaris
dalam melaksanakan tugas dan jabatannya tersebut berlandaskan aturan perundangan
yang berlaku demi menciptakan kepastian hukum kepada masyarakat. Notaris saat
melaksanakan fungsi, tugas maupun jabatannya haruslah mematuhi Kode Etik jabatan
notaris demi menjaga profesionalisme, harkat, dan martabat notaris.14
Notaris diberikan wewenang dan kewajiban dalam memberi pelayanan kepada
masyarakat dan membantu masyarakat untuk pembuatan akta baik berdasarkan
ketentuan undang-undang maupun berdasarkan keinginan para pihak atau badan
hukum yang memerlukannya seperti yang diamanatkan oleh UUJN.15 Notaris dalam
UUJN adalah satu-satunya pejabat yang diberikan wewenang dalam menghasilkan akta
autentik, dan kewenangan lain seperti yang terdapat pada UUJN. UUJN hanya
menjelaskan secara tegas bahwa notaris hanya memiliki kewenangan sebagaimana diatur
dalam undang-undang tersebut, UUJN mengatur lebih luas kewenangan yang
dilimpahkan pada notaris, yaitu kewenangan notaris tidak hanya sebatas pada UUJN
saja namun juga terhadap kewenangan-kewenangan lainnya yang diamanatkan oleh
undang-undang diluar UUJN. 16
Adapun kewenanga notaris sebagaimana yang terdapat pada Pasal 15 mulai dari ayat (1)
s/d ayat (3) UUJN, yaitu sebagai berikut.17
a. Kewenangan Umum Notaris
Pasal 15 ayat (1) UUJN mengatur tentang kewenangan umum notaris yang
menyebutkan bahwa membuat akta secara umum dengan batasan sepanjang tidak
di kecualikan pada pejabat lain yang diatur oleh undang-undang. Kewenangan
untuk membuat akta otentik terkait dengan hal-hal yang terkait dengan perjanjian
antara kedua belah pihak, dan ketentuan yang diatur oleh aturan perundang-
undangan atau di kehendaki oleh para pihak, mengenai subjek hukum (orang
pribadi/badan hukum) untuk keperluan siapa akta dibuat/di kehendaki oleh yang
berkepentingan.

14 Anshori, A.G. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika,
Yogyakarta : UII Press, h. 16.
15 Supriadi. (2016). “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia”, Cet. 1, Jakarta :

Sinar Grafika, h. 37.


16 Asmita, N., Muin, F., & Tahir, H. (2018). Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Jaminan

Kebendaan (Fidusia) Studi Pada Kantor Notaris Elviani, SH, M. Kn Kabupaten Gowa. Jurnal
Tomalebbi, (1), h.. 159.
17 Adjie, H., Hukum Notaris Indonesia, Op. Cit, h. 77.

225
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

b. Kewenangan Khusus Notaris.


Mengenai kewenangan khusus notaris sebagaimana diuraikan dalam Pasal 15 ayat
(1) UUJN yaitu sebagai berikut.
1. Mensahkan tanda tangan yang dibubuhkan oleh para pihak, dan memberikan
penetapan atas tanggal dari surat di bawah tangan tersebut dengan melakukan
pendaftaran pada buku khusus untuk itu.
2. Melakukan pendaftaran surat dibawah tangan pada buku khusus untuk itu.
3. Membuat copy dan asli surat dibawah tangan tersebut menjadi salinan yang
berisi uraian seperti yang tertulis, dan tergambarkan pada surat tersebut.
4. Mencocokan dan mengesahkan foto copy sesuai dengan surat aslinya.
5. Memberi penyuluhan hukum terkait pembuatan akta.
6. Membuat akta tentang pertanahan, dan
7. Membuat akta risalah lelang

Kewenangan khusus lain mengenai pembuatan akta In Original, adalah sebagai


berikut.
1. Pembayaran bunga, sewa, dan pensiun
2. Akta kuasa
3. Keterangan kepemilikan
4. Penawaran pembayaran tunai (cash)
5. Keberatan mengenai pembayaran/tidak diterimanya surat berharga.
6. Akta lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya yang terdapat pada Pasal 51
UUJN, ialah kewenangan dalam memperbaiki tulisan/ketikan yang salah pada
minuta akta yang sudah ditandatangani, dengan upaya membuat “Berita Acara
Pembetulan”, dan “Salinan atas Berita Acara Pembetulan”, dan notaris harus
memberitahukan perubahan tersebut kepada pihak yang bersangkutan.
c. Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian
Pasal 15 ayat (3) UUJN mengenai kewenangan notaris yang akan ditentukan
kemudian. Kewenangan yang akan ada dan akan ditentukan berdasarkan
peraturan yang berlaku ialah kewenangan yang akan ditentukan kemudian.
Artinya, jika notaris melaksanakan tindakan yang bukan dalam ranah
wewenangnya atau di luar kewenangan yang telah ditetapkan, terhadap akta
notaris itu tidak mempunyai kekuatan hukum (tidak mengikat secara hukum),
sehingga notaris dapat digugat secara perdata oleh pihak yang mengalami
kerugian akibat dari perbuatan notaris diluar kewenangannya tersebut.18

Akta Notaris
Notaris bertugas dan berwenang dalam membuat akta autentik, baik ditentukan oleh
peraturan undang-undang maupun oleh keinginan para pihak/badan hukum yang
memerlukannya.19 Akta autentik demikian juga akta notaris mempunyai kekuatan untuk

18 Ibid, h. 79.
19 Supriadi, Op. Cit, h. 37.

226
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

membuktikan sendiri keabsahannya, artinya menandakan dirinya dari pejabat umum


maka dianggap merupakan akta autentik atau merupakan suatu akta autentik.
Kesalahan sedikit saja dalam pembuatan akta autentik oleh seorang notaris akan menjadi
fatal, karena notaris dituntut harus membuat akta yang memberikan kepastian hukum
bagi semua pihak, dengan demikian dalam pembuatan akta tersebut, seorang notaris
harus benar-benar teliti.20 Akta autentik yang dibuat oleh dan di hadapan notaris
sebagaimana yang diatur pada Pasal 38 yang menyatakan “setiap akta terdiri atas awal
akta atau kepala akta, badan akta dan akhir atau penutup akta.”21 Apabila dikaitkan
dengan ketentuan Pasal 38 ini, maka orang yang memerlukannya wajib menghadap ke
notaris untuk mengemukakan maksudnya.
Ketika dibaca akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan notaris pada awal ataupun
kepala akta pasti tertera hari dan tanggal akta tersebut dibuat. Misalnya : “Pada hari ini,
Jumat, tanggal 06-12-2018 (enam Desember dua ribu delapan belas)....” penyebutan hari
dan tanggal ini sangat penting dalam setiap akta notaris. Selain ditentukan dalam
undang-undang penyebutan hari dan tanggal ini ini sudah dilakukan oleh para notaris
sejak dahulu kala. Hari dan tanggal akta penting untuk menunjukkan saat dimana sang
notaris membuat akta tersebut yang kemudian mungkin menjadi dasar bagi pembuatan
dokumen lainnya ataupun pembuktian dikemudian hari.22
Proses setelah notaris membuat akta yang dibutuhkan oleh seorang klien, maka notaris
yang bersangkutan membacakan isi akta yang dibuatnya kepada penghadap tersebut.
Dalam UUJF dinyatakan bahwa tiap-tiap akta yang dibaca oleh notaris harus
menghadirkan 2 orang saksi, cakap bertindak secara hukum, sekurang-kurangnya 18
tahun, paham terhadap isi dan maksud yang tertuang pada akta, mampu untuk
membubuhkan tanda tangan beserta paraf, dan tidak ikatan perkawinan maupun
hubungan darah. Dengan demikian saksi tersebut haruslah notaris kenal atau
diperkenalkan oleh penghadap kepada notaris.
Akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris memiliki kekuatan yang
sempurna, sepanjang tidak ada yang membantah kebenarannya oleh siapapun. Kecuali
sebaliknya, kebenaran yang dibantah tersebut dapat dibuktikan. Artinya, bahwa akta
yang dibuat oleh dan dihadapan notaris tersebut cacat secara hukum, dan menyebabkan
akta tersebut dinyatakan sebagai akta yang batal demi hukum. Begitu penting
keterangan yang terdapat pada sebuah akta tersebut sehingga setiap tulisannya harus
diuraikan dengan jelas dan tegas.
Sebaiknya akta notaris memakai bahasa Indonesia yang baik dan juga benar. Sebab
bahasa yang dipakai dalam membuat akta notaris merupakan ujung tombak dalam
menggunakan bahasa indonesia yang benar. Notaris dalam membuat akta diwajibkan
menggunakan bahasa indonesia. Saat notaris selesai membaca seluruh isi akta yang
dibuat oleh dan dihadapannya, selanjutnya para pihak yang menghadap, saksi-saksi, dan
notaris menandatangani akta tersebut. Namun apabila ada pihak yang tidak hadir untuk
menandatangai akta tersebut, maka dalam akta harus jelas disebutkan alasan

20 Ma’ruf, Umar dan Wijaya, Dony. (2015), “Tinjauan Hukum Kedudukan Dan Fungsi Notaris
Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan Bergas
Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(3), h. 303.
21 Supriadi, Op. Cit, h. 37.
22 Harris, Freddy dan Helena, Leny. (2017). Notaris Indonesia, Cet. 1, Jakarta Pusat, PT Lintas Cetak

Djaja, h. 58.

227
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

ketidakhadirannya. Alasan tersebut harus uraikan secara jelas dan tegas dalam akta.
Mengenai hal jika penghadap hanya memiliki keperluan di bagian tertentu saja pada
akta, maka hanya pada bagian tertentu saja pada akta yang dibacakan,
diterjemahkan/dijelaskan oleh notaris kepadanya, dan kemudian para penghadap segera
memberikan paraf dan membubuhkan tanda tangannya di bagian akta itu.
Dalam pembuatan sebuah akta autentik, notaris harus benar-benar berupaya semaksimal
mungkin agar akta yang dibuat nya tidak berakibat cacat atau ada kesalahan. Hal
tersebut dikarenakan akan rumit dan mengalami masalah apabila ada penambahan atau
pencoretan pada akta tersebut. Dengan demikian, substansi akta tidak diperkenankan
diubah-ubah/ditambahkan, baik penyisipan, penulisan tindih, penghapusan,
pencoretan, maupun menggantikan dengan yang lain seperti yang termaktub pada Pasal
48 UUJF. Namun apabila akta tersebut mengalami perubahan baik itu penambahan,
penggantian/pencoretan, maka akta tersebut harus ditanda tangan ulang oleh para
pihak, dan pada setiap lembar terhadap perubahan tersebut di beri paraf oleh para
penghadap, saksi, dan notaris agar perubahan terhadap akta itu sah.23

3.2. Kedudukan Akta Notaris dalam Pemberian Jaminan Fidusia


Salah satu akta yang harus dibuat dalam bentuk akta notaris adalah akta jaminan
fidusia24, sebagaimana yang terdapat pada Pasal 5 ayat (1) UUJF yang menyebutkan
“Pembebanan obyek jaminan secara fidusia dibuat dalam bentuk akta notaris dalam
bahasa “Indonesia” yang merupakan akta jaminan fidusia.”25 Pembebanan benda dengan
jaminan fidusia yang tidak dengan “akta notaris” konsekuensinya tidak dapat dilakukan
pendaftaran ke kantor pendaftaran fidusia. Apabila tidak dilakukan pendaftaran, maka
akibatnya apabila debitur wanprestasi maka terhadap obyek tersebut tidak dapat
dilakukan eksekusi karena obyek tersebut tidak memiliki kekuatan eksekutorial.26
Banyak segi kemanfaatan yang akan didapat oleh pihak kreditor jika perjanjian fidusia
tersebut dibuat dihadapan notaris karena akta notaris adalah akta autentik yang memiliki
nilai pembuktian formil dan materiil ketika terjadi sengketa atas pembebanan jaminan
fidusia tersebut. 27
Artinya dalam arti formil (formelee bewijskracht) akta autentik itu memberi bukti atas
kebenaran dari apa yang didengar dan dilihat serta dikerjakan oleh notaris tersebut.
Kebenaran mengenai hari tanggal dari akta itu, tempat dibuatnya akta tersebut,
kebenaran dari tanda tangan-tanda tangan yang dibubuhkan dibawahnya dan terhadap
setiap orang dianggap benar bahwa yang menandatangani itu telah menerangkan segala
apa yang tertulis di atas tanda tangannya tetapi jelas bahwa kekuatan pemuktian itu
tidak sampai diluar hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra sang pejabat itu
maupun yang tidak dapat ia menilainya.
Arti materiil (materieel bewijskracht) meliputi bahwa isi dari keterangan tersebut dianggap
benar terhadap siapa yang membuat keterangan itu sedangkan terhadap lain-lain pihak

23 Supriadi, Op. Cit, h. 38-40.


24 Asmita, N. Op.cit, h. 157.
25Witanto, D. Y., (2015). Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek

Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi), Cetakan 1, Bandung : Mandar Maju, h. 152.


26 Gladys Octavinadya Melati . (2015). “Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Fidusia

Online terhadap Penerima Fidusia”, Jurnal Repertorium, h. 63.


27 Witanto, D. Y., Op. Cit, h. 153.

228
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

kekuatan pembuktiannya adalah bebas. 28 Apabila ada pihak yang menyangkal, maka itu
bukan menjadi tanggung jawab notaris, tetapi menjadi tanggung jawab pihak itu
sendiri.29 Untuk menjadi suatu akta notaris, maka akta jaminan fidusia haruslah
memenuhi segala ketentuan dan unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang, baik
dalam proses pembuatannya, pembacaannya, dan penandatangan akta yang harus
dinyatakan secara jelas dalam akta tersebut sehingga dapat terpenuhi kriteria menjadi
akta autentik.30
Secara praktek, akta fidusia dibuat oleh dan di hadapan (ten overstaan) notaris, yang
dikenal sebagai akta para pihak atau merupakan ”akta partij”. Artinya notaris dalam hal
ini membaca dan menyaksikan para pihak menandatangani akta tersebut di hadapannya.
Menghadap maksudnya ialah hadir dihadapan dan membubuhkan tanda tangannya
dihadapan notaris.31

3.3. Analisis Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia secara


Elektronik pada Lembaga Pembiayaan.
Notaris memiliki kontribusi yang tinggi dalam praktik bisnis pada Lembaga Pembiayaan,
baik Lembaga Pembiayaan non Bank maupun Lembaga Pembiayaan Bank. Lembaga
pembiayaan membutuhkan notaris dalam pengikatan jaminan fidusia. Posisi notaris
yang begitu penting tersebut dikarenakan notaris memiliki peranan dalam pembuatan
akta-akta pengikatan jaminan seperti hak tanggungan dan fidusia. Peranan dalam
pembuatan akta-akta tersebut adalah kewenangan notaris yang diamanatkan oleh UUJN
dalam Pasal 15 yang mana notaris mendapatkan kewenangan dari undang-undang atau
secara atributif dalam membuat “akta otentik”.
Tidak hanya itu saja, notaris juga mengemban tanggungjawab terkait pendaftaran fidusia
terhadap akta jaminan fidusia yang dibuatnya. Tanggung jawab tersebut lahir dari kata
sepakat antara kedua belah pihak yang dituangkan pada sebuah surat yaitu, “Surat
Perjanjian Penunjukan Notaris” antara lembaga pembiayaan dan notaris. Notaris sebagai
kuasa dari lembaga pembiayaan yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi semua
kepentingan lembaga pembiayaan terkait dengan akta jaminan fidusia sekaligus
pendaftaran obyek fidusia.32
Berdasarkan kuasa tersebut notaris bertanggungjawab atas semua tindakan dan hal-hal
yang timbul akibat dari tindakannya dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia, baik dari
awal pembuatan akta jaminan fidusia, pendaftaran fidusia, hingga sampai ke penerbitan
sertifikat fidusia. Lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank memakai jasa
notaris untuk membuat akta jaminan fidusia hingga pendaftarannya.33

28 Ibid, h. 155.
29 Freddy Harris dan Leny Helena, Op. Cit, h. 68.
30 Asmita, N. Op. Cit, h. 157.
31 R. Suharto, (2017). Problematika Akta Jaminan Fidusia (Suatu studi tentang Akta Jaminan

Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online). Diponegoro Private Law
Review, 1(1)., h. 67.
32 Wawancara dengan Sulia Zulkarnain, Fidusia Clerk pada PT Federal International Finance

Kantor Cabang Banda Aceh, pada tanggal 07 Januari 2019, Pukul 15.30 WIB.
33 Wawancara dengan Yuniarti, Notaris/PPAT di Kota Banda Aceh, tanggal 10 Januari 2019,

pukul 14.00 Wib.

229
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Pada transaksi bisnis lembaga pembiayaan sebelumnya dilakukannya kesepakatan


antara pihak lembaga pembiayaan dengan pihak konsumen. Untuk menjamin agar
kedepannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut, maka jaminan diberikan
dengan pengikatan fidusia. Pengikatan terhadap jaminan fidusia dibuat dalam bentuk
akta notaris, hal tersebut seperti yang termaktub pada Pasal 5 UUJF yang berbunyi
pembebanan jaminan fidusia diharuskan untuk menggunakan akta notaris yaitu akta
jaminan fidusia. Demi terciptanya kepastian hukum terhadap jaminan fidusia maka
berdasarkan Pasal 11 UUJF, akta jaminan fidusia tersebut harus didaftarkan secara
elektronik melalui aplikasi fidusia pada laman AHU Online.
Pendaftaran obyek fidusia dapat dilaksanakan baik oleh penerima fidusia, kuasa/
wakilnya. Pada prateknya, notaris sebagai kuasa dari penerima fidusia yang
melaksanakan permohonan mengenai pendaftaran fidusia. Kuasa ataupun wakil yang
disebutkan terdapat pada penjelasan Pasal 8 UUJF bahwa yang dimaksud dengan kuasa
ialah pelimpahan wewenang untuk kepentingan penerima kuasa kepada meraka yang
melakukan pendaftaran fidusia berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia.
Sedangkan wakil ialah mereka yang berwenang melakukan pendaftaran fidusia sesuai
dengan peraturan yang berlaku.34
Berdasarkan “Pasal 1792 KUHPerdata” pemberian kuasa merupakan persetujuan
seseorang untuk melimpahkan kekuasaan (wewenang) pada orang lain untuk
melaksanakan suatu urusan. Ada dua jenis pemberian kuasa berdasarkan ketentuan
Pasal 1795 KUHPerdata, yaitu :
1. Kuasa Khusus
Kuasa khusus berdasarkan Pasal 1795 KUH Perdata ialah kuasa khusus tentang
satu hal atau lebih mengenai kepentingan tertentu. Dalam memberikan kuasa
khusus haruslah dinyatakan secara tegas terhadap tindakan atau perbuatan apa
yang diperbolehkan dilakukan oleh pemberi kuasa.
2. Kuasa Umum
Dalam Pasal 1796 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan: “Pemberian kuasa yang
dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan
pengurusan.” Pemberian kuasa umum ialah pemberian kewenangan kepada
seseorang yang dimaksudkan untuk menyelesaikan urusan yang berkaitan dengan
segala kepentingan dari pemberi kuasa.

Berdasarkan teori kewenangan, seperti yang sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa
seperti yang dikemukakan Indroharto, ada tiga macam kewenangan yang bersumber
dari peraturan yang berlaku yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Terkait mengenai peran
notaris atas pendaftaran objek jaminan fidusia lembaga pembiayaan secara elektronik
jika dikaitkan dengan teori kewenagan tersebut, hal ini mengacu pada kuasa khusus
yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada pihak notaris, yang mana pelimpahan
wewenang pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik diberikan secara utuh
kepada notaris.
Kewenangan notaris dalam hal pendaftaran tersebut adalah kewenangan delegasi, yang
lembaga pembiayaan menyerahkan wewenang yang dipunyai olehnya ke notaris.
Delegasi merupakan suatu penyerahan, artinya apa yang pada awalnya kewenangan
tersebut adalah kewenangan lembaga pembiayaan, untuk selanjutnya menjadi

34 Harahap, M. Y., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, h. 8.

230
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

kewenangan notaris. Kewenangan tersebut selanjutnya seutuhnya menjadi tanggung


jawab penerima wewenang.
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal peran notaris dalam pendaftaran objek
jaminan fidusia ini yaitu, sebagai berikut.
1. Membantu serta mempermudah pihak kreditur dalam proses pendaftaran objek
jaminan fidusia secara online, serta;
2. Mempercepat proses pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik.

Mengingat keikutsertaannya notaris dari awal sebelum masuk untuk melakukan


pendaftaran secara elektronik sampai pada saat untuk mencetak seritifikat jaminan
fidusia, maka dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut tentunya
haruslah terjamin dapat memberi kepastian hukum untuk pemberi fidusia maupun
penerima fidusia.35
Kepastian tersebut diberikan oleh notaris melalui tindakannya dalam menjalani tugas
sebagai kuasa terhadap pendaftaran fidusia, melalui proses pendaftaran yang tepat
waktu sesuai dengan perundang-undangan, kepastian hukum pun akan tercipta.
Namun, dalam praktiknya masih terdapat kelalaian oleh beberapa notaris dalam
melaksanakan tugasnya.
Kelalaian tersebut mengakibatkan keterlambatan dalam hal pendaftaran fidusia. Notaris
seharusnya segera mendaftarkan fidusia dalam waktu 30 hari sejak tanggal pembuatan
akta jaminan fidusia. Namun dalam prakteknya terdapat beberapa akta jaminan fidusia
yang telat bahkan lewat waktu untuk dilakukan pendaftaran. Keterlambatan atas
pendaftaran yang lewat jangka waktu itu, pada saat pendaftaran pada sistem secara
otomatis ditolak, hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris, apabila nantinya
ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris dapat digugat, artinya dapat dikenakan
sanksi baik secara administrasi maupun secara perdata. 36
Dalam praktiknya upaya penyelesaian keterlambatan pendaftaran obyek jaminan fidusia
yang lewat waktu dari 30 hari, win-win solusi yang dilakukan notaris terhadap akta
jaminan fidusia yang nomor dan tanggal aktanya telah mati tersebut adalah dengan cara
membuat akta jaminan fidusia baru dengan menghadirkan semua pihak-pihak yang
bersangkutan terhadap perjanjian fidusia.37 Selain itu, notaris juga dapat memberikan
solusi lain seperti pembuatan akta penegasan atas akta jaminan fidusia yang telah dibuat
sebelumnya, dengan penegasan yang dimaksud yaitu menegaskan nomor dan tanggal
akta jaminan fidusia terbaru yang isinya adalah sama dengan akta jaminan yang sama
terdahulu pada premisse akta. Dengan akta penegasan tersebut, jaminan fidusia yang
sebelumnya telat didaftarkan dapat didaftarkan kembali dan dengan segera dapat
dilakukan pendaftaran oleh notaris yang bersangkutan.38

35 Julio, Hari. (2016). “Akibat Hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia atas Keterlambatan
Pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia”, Jurnal Hukum, Sumatera Utara, h. 5.
36 Wawancara dengan Dahlan Ali, “Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”,

Pada tanggal 11 Januari 2019, Pukul 15.30 WIB di Fakultas Hukum Unsyiah.
37 Wawancara dengan Nurdhani, Notaris/PPAT di Banda Aceh (Ketua Pengurus Daerah Ikatan

Notaris Indonesia Aceh) , pada tanggal 30 Januari 2019, pukul 09.30 WIB.
38 Wawacara dengan Husna, Notaris/PPAT di Banda Aceh, pada tanggal 11 Februari 2019, pukul

11.00 WIB.

231
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Pembuatan akta jaminan fidusia baru dan akta penegasan atas akta jaminan fidusia yang
telah mati tersebut haruslah diketahui oleh semua pihak yang terlibat dalam akta
tersebut. Hal itu karena semua pihak yang terlibat harus mengetahui semua tentang apa
yang dirubah terkait akta tersebut. Terhadap akta baru tersebut harus di tanda tangan
ulang dan di paraf pada setiap halaman oleh pihak-pihak, kedua saksi, dan “notaris”.
Demikian dengan akta penegasan, para pihak wajib hadir dan berhadapan dengan
notaris untuk membubuhkan parafnya pada lembar akta yang dirubah sebagai bukti
yang sah bahwa halaman tersebut telah dirubah dan para pihak yang terlibat tersebut
setuju atas perubahan tersebut.
Di lihat dari segi teori tanggung jawab, mengenai tanggung jawab notaris yang
dilakukannya merupakan akibat pelaksanaan dari tugas dan jabatannya. Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang notaris di emban tanggung jawab terhadap jabatannya
dan dituntut untuk bertanggung jawab kepada kliennya dan bertanggung jawab atas
semua tindakannya.
Notaris sebagai pejabat umum memiliki pertanggungjawaban secara perdata, dan secara
pidana. Pertanggungjawaban pada satu bidang hukum dapat dimungkinkan bahwa
tidak menyangkut dengan bidang hukum lainnya. Sebaliknya, perbuatan yang
mengakibatkan pihak lain menderita kerugian, hal tersebut ialah perbuatan melawan
hukum (PMH) yang dapat dilanjutkan untuk pengambilan tindakan di bidang hukum
perdata (Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam hukum perdata, notaris mempunyai tanggung
jawab utama yaitu tanggung jawab secara perdata. Batasan wewenang sebagai seorang
pejabat ialah saat masih menjadi pejabat sesuai dengan yang ditentukan pada peraturan
yang berlaku. Begitu juga dengan seorang notaris dalam melaksanakan “tugas dan
jabatannya” yang dibatasi oleh kewenangannya.
Tindakan yang dilakukan oleh notaris dapat diminta pertanggungjawaban atas kelalaian
yang dilakukan, atas tindakan tersebut yang menimbulkan kerugian bagi beberapa
pihak. Prinsip tanggung jawab yang digunakan ialah tanggung jawab atas dasar
kesalahan. Jika terdapat unsur kesalahan yang diperbuatnya oleh notaris, maka notaris
dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Dapat dilakukan pembuktian atas unsur
kesalahan tersebut yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Menurut Sudarsono
tanggung jawab ialah:
“Tanggung jawab ialah kewajiban kepada orang lain untuk melaksanakan dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Tanggung jawab di emban oleh
pribadi yang mampu bertindak secara moral. Obyek tanggung jawab ialah tindakan yang
sungguh-sungguh manusiawi bertolak dari bagian manusia yang bertindak melalui
kehendak bebas.”39
Suatu tanggung jawab adalah suatu etika yang semestinya dipatuhi untuk seseorang
yang memiliki profesi tertentu. Tanggung jawab bagi seseorang yang mempunyai profesi
tertentu, seperti yang digambarkan sebagai berikut.40
a. Tanggung jawab mengenai profesi yang dimiliki, dan mematuhi kode etik dalam
profesi yang bersangkutan;
b. Tanggung jawab terkait tugas yang dilaksanakan berdasarkan tuntunan profesi nya

39 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2012, h. 84.


40Usman, Suparman. (2008). Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Gaya
Media Pratama, h. 127.

232
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

c. Tanggung jawab terhadap hasil profesi yang dilaksanakan nya;


d. Tanggung jawab kepada diri, bagi masyarakat, maupun kepada “Tuhan Yang
Maha Esa”;
e. Berani menggambil resiko dalam berbagai situasi demi menegakka kebenaran yang
berhubungan dengan profesi, dan bertanggunghawab dalam ucapannya, berani
bertindak untuk menjelaskan sesuatu hal yang sebenar-benarnya demi tuntutan
profesi yang diyakininya;
f. Dalam keadaan yang sadar terus berupaya meningkatkan kualitas dan mutu yang
berkenaan dengan tuntutan profesi nya, berdasarkan perkembangan zaman serta
situasi yang semakin mengalami perkembangan di setiap saat pada keadaan
tertentu. Apabila diperlukan untuk memberikan laporan pertanggungjawaban
kepada pihak manapun tentang segala hal yang pernah dilakukan terkait dengan
profesinya, maka notaris harus bersedia melaksanakannya.

Kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja tidak luput dari seorang notaris
dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Kesalahan tersebut memungkinkan seorang
notaris berurusan dengan pertanggungjawaban hukum baik secara perdata (civil
responsibility), secara administratif (administrative responsibility) maupun secara pidana
(criminal responsibility). Ada beberapa sanksi yang akan dikenakan apabila seorang
notaris tidak patut dan tunduk terhadap apa yang diamanatkan oleh UUJN. Adapun
bentuk sanksi yang akan dikenakan adalah sebagai berikut.
1. Sanksi secara perdata.
Kekuatan pembuktian sebuah akta notaris tidak dapat langsung dinilai dan
dinyatakan memiliki kekuatan pembuktiaan dibawah tangan atau batal demi
hukum oleh para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap akta tersebut.
Apabila para penghadap mengganggap bahwa akta tersebut tidak terpenuhinya
aspek lahiriah, formal, atau materil, maka notaris yang bersangkutan dapat
digugat secara perdata. Namun pihak yang bersangkutan haruslah dapat
membuktikan gugatan dan kerugian yang di alaminya.41 Ancaman sanksi
perdata bagi notaris yang telah melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya
dilakukan, atau tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kode etik dan UUJN
yang menimbulkan akibat berupa kerugian bagi pihak yang lain, notaris yang
bersangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata sesuai
ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Notaris bertanggungjawab secara tanggung
renteng antara notaris yang bersangkutan dan staf nya berdasarkan Pasal 1367
KUH Perdata.

2. Sanksi UUJN.
Notaris sebelum menjalankan jabatanya bersumpah/berjanji menurut agama
dan kepercayaannya di hadapan menteri/pejabat yang ditunjuk, serta
menyatakan diri bahwa akan bersikap dan bertingkah laku, serta menjaga etika
dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan ketentuan kode etik notaris.
Memberitahukan perubahan akta dan membacakan akta ialah salah satu
kewajiban dari seorang notaris. Pelanggaran terhadap kewajiban tidak
memberitahukan dan membacakan akta di hadapan penghadap berakibat

41 Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap
Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera Hukum, 5(1), h. 12.

233
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

terhadap kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat oleh notaris di


pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (9) UUJN.
3. Sanksi Kode Etik Notaris.
Terdapat hubungan yang erat diantara UUJN dan kode etik notaris. Kode etik
notaris ialah aturan tentang notaris secara internal, sedangkan UUJN mengatur
notaris secara eksternal. Notaris saat melaksanakan tugas maupun jabatannya
dituntut untuk membuat akta dengan teliti, sebaik-baiknya, sebenar-benarnya,
dan telah memenuhi kehendak hukum serta permintaan para penghadap yang
berkepentingan terhadap akta tersebut.
Notaris harus membuat akta yang bermutu dan berkualitas. Artinya akta
tersebut dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan dan keinginan
penghadap yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, dan tidak
mengada-ada. Jika dalam pemeriksaan notaris terbukti dalam melaksanakan
tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan jabatan
notaris dan telah melanggar kode Eetik notaris, oleh kaena itu Majelis Pemeriksa
Wilayah (MPW)/Pusat dapat memberi sanksi kepada notaris, sesuai Pasal 6 ayat
(1), Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI).42

Namun, sanksi-sanksi tersebut baru dapat diterapkan apabila terdapat unsur-unsur


kesalahan yang dilakukan oleh notaris. Unsur-unsur kesalahan tersebut haruslah dapat
dibuktikan terlebih dahulu bahwa telah adanya kerugian yang timbul atau diderita, dan
PMH yang dilakukan oleh notaris. PMH atau kelalaian tersebut berasal dari kesalahan
notaris yang dapat di mintai pertanggungjawaban dari notaris yang bersangkutan.
Selain pembuktian unsur-unsur kesalahan, dalam penjatuhan sanksi secara perdata
terhadap notaris tersebut, hal yang juga harus ditentukan terlebih dahulu ialah tanggung
gugat tersebut berdasarkan hubungan hukum yang berlandaskan pada wanprestasi atau
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), atau mewakili orang lain tanpa kuasa
(zaakwaarneming), atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan
pekerjaan tertentu, atau pun persetujuan perburuhan. Setelah dapat ditentukan, dapat
diketahui batas tanggung gugat notaris, yaitu tanggung gugat yang timbul karena
wanprestasi dan tanggung gugat yang timbul karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad). 43
Dengan demikian, notaris dalam menjalankan tugas maupun jabatannya haruslah
melandasi tanggung jawab dan moral. Semoga kedepannya notaris tersebut dapat
menjalankan fungsi dan tugas jabatanya baik itu tugas yang lahir dari kewenangan
atribusi maupun delegasi berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan undang-
undang dan yang di tuntut oleh kepentingan masyarakat dari seorang notaris.

4. Kesimpulan
Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik pada lembaga pembiayaan yang sudah
lewat waktu merupakan tanggung jawab notaris yang lahir dari surat penunjukan
notaris, dimana tanggungjawab tersebut didelegasikan oleh lembaga pembiayaan kepada

42 Ibid, h. 13.
43 Dewan Hutomo, R. (2018), Tanggung Jawab Notaris yang Aktanya Dibatalkan karena Cacat
Yuridis (Studi Kasus Putusan Kasasi MA No. 320 K/PDT/2013). Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan
Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 192-212.

234
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. 8 No. 2 July 2019, 220-236

notaris untuk mengurusi semua kepentingan lembaga pembiayaan terkait dengan


pembuatan akta jaminan fidusia, pendaftaran fidusia hingga pencetakan sertifikat
jaminan fidusia. Terkait pendaftaran fidusia apabila notaris dalam waktu 30 hari tidak
melakukan pendaftaran fidusia dan pada saat didaftar sistem secara otomatis menolak,
maka keterlambatan pendaftaran tersebut menjadi tanggung jawab notaris.
Apabila nantinya ada kerugian yang timbul dari pihak lembaga pembiayaan, maka
notaris tersebut dapat digugat. Artinya kesalahan yang dilakukan oleh notaris tersebut
dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum baik secara perdata (civil
responsibility), secara administratif (administrative responsibility) maupun secara pidana
(criminal responsibility). Ancaman sanksi perdata bagi notaris yang telah melalaikan
kewajiban hukum yang seharusnya dilakukan, atau tidak melaksanakan kewajibannya
sesuai kode etik dan UUJN dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, notaris tersebut
dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata sesuai ketentuan Pasal 1365 KUH
Perdata. Notaris bertanggung jawab secara tanggung renteng antara notaris yang
bersangkutan dan staf nya berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata.

Daftar Pustaka
Buku
Adjie, H. (2014). Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris), Cetakan Keempat, Bandung : PT Refika Aditama.
Anshori, A.G. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika,
Yogyakarta : UII Press.
Budiono, H. (2016). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Harahap, M. Y. (2012). Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika.
Harris, F. & Helena, L. (2017), Notaris Indonesia, Cet. 1, Jakarta : PT Lintas Cetak Djaja.
Prajitno, A.A.A. (2010). Hukum Fidusia, Jakarta : Selaras.
Sudarsono, (2012). Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.
Supriadi. (2016). Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Sinar
Grafika.
Usman, S. (2008). Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Gaya Media
Pratama.
Widjaja, G. & Yani, A. (2001), Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Witanto, D. Y., (2015). Hukum jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi), Cet. 1, Bandung : Mandar Maju.

Jurnal
Asmita, N., Muin, F., & Tahir, H. (2018). Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Jaminan
Kebendaan (Fidusia) Studi Pada Kantor Notaris Elviani, SH, M. Kn Kabupaten
Gowa. Jurnal Tomalebbi, (1), 155-167.
Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan
Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Syiah Kuala Law Journal, 1(2), 37-52.
https://doi.org/10.24815/sklj.v1i2.8472
Hutomo, R. D. (2018). Tanggung Jawab Notaris yang Aktanya Dibatalkan karena Cacat
Yuridis (Studi Kasus Putusan Kasasi MA No. 320 K/PDT/2013). Al-Qanun: Jurnal
Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 192-212.

235
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Julio, Hari. (2016). “Akibat Hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia atas Keterlambatan
Pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia”, Jurnal Hukum, Sumatera Utara ,
1-13.
Ma’ruf, U., & Wijaya, D. (2015). Tinjauan Hukum Kedudukan Dan Fungsi Notaris
Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan
Bergas Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(3), 299-309.
http://dx.doi.org/10.26532/jph.v2i3.1507
Melati, G.O. (2015). “Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Fidusia Online
terhadap Penerima Fidusia”, Jurnal Repertorium, 3, 62-75.
Sadiqah, R., Suharto, R., & Widanarti, H. (2016). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan
Pendaftaran Jaminan Fidusia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya
Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Diponegoro Law Journal, 6(1), 1-14.
Suharto, R. (2017). Problematika Akta Jaminan Fidusia (Suatu studi tentang Akta Jaminan
Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online). Diponegoro
Private Law Review, 1(1). 66-73
Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris
terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera
Hukum, 5(1), 156-173. https://doi.org/10.19184/ejlh.v5i1.6288
Wawointana, R. (2013). Manfaat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit
Bank. LEX PRIVATUM, 1(3). 101-109.
Winarno, J. (2013). Perlindungan Hukum bagi Kreditur pada Perjanjian Jaminan Fidusia.
Jurnal Independent, 1(1). 44-55.

Online/World Wide Web:


Irma Devita. (2016). Pembahasan PP No 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendafatran
Jaminan Fidusia dan Biaya AJF serta Dampaknya Bagi Notaris. Hukumonline.
Retrieved from https://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-
tentang-tata-cara-pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-
bagi-notaris/

Putusan
Putusan PT Tanjung Karang Nomor 09/Pdt./2014/PT.TK. Tahun 2014.

Wawancara
Ali, D. “Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”, Pada tanggal 11 Januari
2019, Pukul 15.30 WIB di Fakultas Hukum Unsyiah.
Husna, Notaris/PPAT di Banda Aceh, pada tanggal 11 Februari 2019, pukul 11.00 WIB.
Nurdhani, Notaris/PPAT di Banda Aceh (Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia Aceh) , pada tanggal 30 Januari 2019, pukul 09.30 WIB.
Yuniarti, Notaris/PPAT di Kota Banda Aceh, Pada tanggal 10 Januari 2019, pukul 14.00
WIB.
Zulkarnain, S. Fidusia Clerk pada PT Federal International Finance Kantor Cabang
Banda Aceh, pada tanggal 07 Januari 2019, pukul 15.30 WIB.

236

You might also like