Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Naskah Publikasi Versi 2

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

ANALISIS PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

TERHADAP PELAKSANAAN DESA SIAGA DI DESA MARGOMULYO

Arie Patramanda1, Sunarto2

ABSTRACT
The Department of Health launched the movement of health-oriented development paradigm based on
health. One of the important pillars in the paradigm of health is a healthy behavior, because it
determines the health of 30%. To realize these health behaviors established behavior program clean and
healthy life (PHBS) is an effort in 2010 to facilitate the achievement of the health status through Desa
Siaga. The aim of this study is to know how the application of the implementation PHBS of Desa Siaga in
the village Margomulyo and whether there supporting factors and obstacles in its implementation. This
study was a descriptive study using a case study research design with qualitative analysis. Subjects in the
study was the perpetrator of the program in the Village Margomulyo PHBS with the object of research is
the social situation in the implementation of PHBS program. Resource persons determined by the
method of purposive and snowball effect if necessary. The collection of data by way of non-participatory
observation, depth interviews, documentation, focus group discussion (FGD), and triangulation. The
implementation of good PHBS already seen from the already passed some existing indicators, the
success of achieving> 75%, the performance of cadres and the role of good health. Successful
implementation of PHBS not followed by successful implementation of the standby village, not in terms
of the functioning of the existing village health post, and not the achievement of all existing indicators.
From this research, it can be concluded that PHBS program has been running well, but not followed by
the implementation of the standby village which is still considered missing.

Keywords: behaviour of life clean and healthy, desa siaga, PHBS in the village margomulyo.

ABSTRACT
Departemen Kesehatan mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi
paradigma sehat. Salah satu pilar penting dalam paradigma sehat adalah perilaku sehat, karena
menentukan 30 % derajat kesehatan. Untuk mewujudkan perilaku sehat tersebut dibentuklah program
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 2010 dengan adalah upaya memfasilitasi pencapaian derajat
kesehatan tersebut melalui desa siaga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penerapan PHBS terhadap pelaksanaan desa siaga di Desa Margomulyo dan apakah ada faktor
pendukung dan hambatan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
menggunakan rancangan penelitian studi kasus dengan analisis kualitatif. Subyek yang diteliti adalah
pelaku pelaksanaan program PHBS di Desa Margomulyo dengan obyek penelitian adalah situasi sosial
dalam pelaksanaan program PHBS. Narasumber ditentukan dengan metode purposive dan snowball
effect jika diperlukan. Pengumpulan data dengan cara observasi non partisipatif, wawancara mendalam,
dokumentasi, focus discussion group (FGD), dan triangulasi. Pelaksanaan PHBS sudah baik dilihat dari
sudah berjalannya beberapa indikator yang ada, keberhasilan pencapaian >75%, kinerja kader dan peran
puskesmas yang baik. Keberhasilan pelaksanaan PHBS belum diikuti dengan keberhasilan pelaksanaan
desa siaga, ditinjau dari belum berfungsinya poskesdes yang ada serta belum tercapainya semua
indikator yang ada. Dari penelitian ini dapat disimpulkan Program PHBS sudah berjalan dengan baik,
tetapi tidak diikuti oleh pelaksanaan desa siaga yang masih dirasakan kurang.

Kata Kunci : Perilaku hidup bersih dan sehat, desa siaga, PHBS di Desa siaga.
PENDAHULUAN
Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan gerakan
pembangunan berwawasan kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Secara makro
paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih
menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif1.
Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar
yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata (Depkes, 2004). Untuk perilaku sehat bentuk
konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko
terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam
upaya kesehatan2.
Departemen Kesehatan menjawab tantangan itu dengan menetapkan visi “
masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat ” dan misi “membuat rakyat sehat” dengan
strategi “ menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat “ melalui upaya
fasilitasi percepatan pencapaian derajat kesehatan dengan mengembangkan kesiapsiagaan
ditingkat desa yang disebut Desa Siaga.
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan
secara mandiri dalam rangka mewujudkan Desa Sehat (Depkes, 2008). Sebuah desa dikatakan
menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes). Salah satu bentuk pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku
hidup bersih dan sehat pada setiap tatanan dalam masyarakat 1,2.
Program PHBS dibagi dalam lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat
kerja, sarana kesehatan, dan tatanan tempat-tempat umum. Prioritas program PHBS dalam era
otonomi daerah diserahkan kepada kebijakan masing-masing pemerintah daerah sehingga
tiap-tiap daerah dapat mengadaptasikan program PHBS agar lebih sesuai dengan kondisi atau
perkembangan masyarakat setempat3.
Prestasi yang telah dicapai masyarakat DIY saat ini adalah berbagai kegiatan upaya
kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) yang telah berjalan dengan baik (Dinkes Propinsi
DIY, 2009). Bentuk-bentuk UKBM seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dana sehat, desa
siap-antar-jaga, Poskestren dan lain sebagainya telah ada dan menjadi dasar potensial dalam
pengembangan Desa Siaga.
Adanya pernyataan bahwa di Yogyakarta telah terbentuk seluruh desa menjadi Desa
Siaga perlu adanya pembuktian berupa penilaian dan pemantauan pelaksanaan Desa Siaga
dengan mengambil salah satu desa sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Margomulyo,
Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman.
Peneliti memilih Desa Margumolyo atas beberapa pertimbangan yaitu desa ini sudah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi DIY sebagai Desa Siaga. Selain itu, desa ini juga
diduga memiliki sumber data dan informasi mengenai permasalahan PHBS yang dapat
dimasukkan kedalam penelitian ini. Pemilihan desa ini pun disarankan oleh instansi setempat,
sering dijadikan obyek penelitian lainnya, dan dijadikan sebagai desa percontohan.

METODE DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Metode penelitian ini
muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas/ fenomena/
gejala4.

Penelitian ini mengambil tempat di desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten


Sleman sebagai lokasi pengambilan data. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode
purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik triangulasi.
Teknik ini dilakukan dengan menggabungkan metode observasi non partisipatif, wawancara
mendalam, dokumentasi, serta FGD (focus discussion group) 5.
Analisa data terdiri dari beberapa tahapan yaitu mengumpulkan data, mereduksi data,
mengkategorikan data, memeriksa keabsahan data, menyajikan data, serta menyimpulkan
hasil temuan dengan menghubungkan teori, hasil penelitian terdahulu, serta fenomena yang
ada dimasyarakat6.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Desa Margomulyo adalah salah satu dari lima desa di Kecamatan Seyegan, Kabupaten
Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Memiliki luas wilayah 519 Ha dan untuk
pembagian wilayahnya sendiri, terdiri dari 13 dusun dengan fasilitas pendidikan terdiri dari 7
TK, 8 SD, 1 SLTP, dan 1 SMA. Untuk fasilitas kesehatan memiliki 1 Puskesmas pembantu, 1
Poskesdes, 4 Bidan praktek swasta, 1 Dokter praktek swasta, 13 Posyandu balita, 12 Posyandu
lansia.
Penelitian ini mengambil sepuluh orang sebagai responden yang terdiri dari
masyarakat, tokoh masyarakat, bidan, dan kader kesehatan.

PHBS dalam Desa Siaga


Pengetahuan adalah salah satu factor yang mempengaruhi perilaku manusia. dengan
mengetahui seberapa besar pemahaman para narasumber terhadap PHBS diharapkan
narasumber dapat memberikan pandangannya terhadap pelaksanaan Desa Siaga dengan baik,
sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Beberapa narasumber mengutarakan :

“....secara prinsip PHBS itu masyarakat tahu, mau dan mampu untuk berprilaku yang sehat
supaya mereka mampu menjaga diri sendiri dari ancaman penyakit...(CP 142-146)".

“...keluarga itu bisa berperilaku dengan apa memenuhi standar kesehatan... (RW 150-
158)”

Narasumber sebagian besar sudah mengetahui tentang perilaku hidup bersih dan
sehat, yang intinya adalah perilaku masyarakat yang tahu, mau, dan mampu untuk berprilaku
sehat sesuai dengan standar kesehatan untuk menghindari dari ancaman penyakit. Ini hampir
sama dengan konsep PHBS oleh Departemen Kesehatan.

Pengetahuan masyarakat tentang konsep Desa Siaga sudah baik, ini tercermin dalam
pernyataan berikut :

“….. menurut saya desa siaga itu adalah desa yang masyarakatnya tahu, mau, dan mampu
mengenali masalah kesehatannya sendiri dan mampu untuk memecahkan masalahnya
sesuai dengan sumber daya yang ada terutama untuk masalah penanggulangan
kegawatdaruratan serta bencana dan penyakit menular,…….. selain itu kesehatan ibu dan
anak juga termasuk (CP 8-16)”.

Tujuan yang ingin dicapai oleh Desa Siaga adalah masyarakat yang tau, mau, dan mampu
untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri dengan berjalannya kegiatan yang ada dalam
desa siaga meliputi forum kesehatan desa, Posko kesehatan desa, upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, surveillan, KADARZI, PHBS, pendataan ibu hamil,
dan lain-lain sehingga dapat terpantau kesehatan seluruh masyarakat.
PHBS merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan Desa Siaga, walaupun
ada beberapa indikator yang lain7. Untuk menilai pelaksanaan PHBS sendiri ada beberapa
indikator penilaian yang berdasarkan hasil temuan, Kabupaten Sleman menerapkan 20
indikator pelaksanaan PHBS yang secara umum sudah diketahui oleh masyarakat antara lain
persalinan oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI eklusif, cuci tangan pakai sabun,
mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok
didalam rumah, menimbang balita setiap bulan, PUS ikut KB, kepemilikan jaminan kesehatan,
imunisasi, kebiasaan gosok gigi, kepemilikan toga, dan masih ada beberapa indikator lainnya
yang dapat dilihat lebih jelas pada lampiran.
Indikator tersebut lebih banyak dari indikator yang ditetapkan oleh pusat yang hanya
10 indikator dikarenakan prioritas program PHBS dalam era otonomi daerah diserahkan
kepada kebijakan masing-masing pemerintah daerah sehingga tiap-tiap daerah dapat
mengadaptasikan program PHBS agar lebih sesuai dengan kondisi atau perkembangan
masyarakat setempat. Pencapaian dari indikator inilah yang nantinya akan menggambarkan
tingkat keberhasilan program PHBS8.

Dukungan Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga


Pelaksanaan Desa Siaga membutuhkan dukungan baik dari sumber daya manusia yang
ada maupun pembiayaan8. Pembiayaan pelaksanaan PHBS tidak sedikit karena berbagai
kegiatan harus dilakukan secara berkelanjutan. Biaya yang digunakan tidak hanya berasal dari
pemerintah namun juga ada sumber-sumber lain,baik dari masyarakat ataupun swasta
meskipun untuk Desa Margomulyo masih tergantung dana pemerintah.
Terdapat 5 sumber biaya yaitu dari pemerintah, Pemerintah Kabupaten Sleman,
swadaya kader, bantuan pemerintah desa, swadaya masyarakat. Dana dari Dinas Kesehatan
diberikan kepada puskesmas sekali dalam setahun. Data diatas sesuai dengan yang
diungkapkan beberapa narasumber :

“....oleh kabupaten sleman sendiri, Dinkes DIY juga memberikan kontribusi, terus dari desa
juga memberikan kontribusi.... (CP 94-96)”.

“....Dari Pusat....Dari Puskesmas itu mengajukan minta dana dari Desa...Kalau dari
Pemerintah Daerah....Ada (RW 132-143)”.

Aliran dana untuk pelaksanaan Desa Siaga yang nanti didalamnya juga termasuk
pelaksanaan program PHBS mulai dari Pemerintah Pusat yang akan memberikan ke Provinsi
DIY, kemudian akan diberikan ke masing-masing kabupaten/kota yang akan disalurkan ke Desa
Siaga diwilayahnya.
Kabupaten sleman juga turut memberikan kontribusi melalui Bappeda yang mengacu
pada jumlah kebutuhan dana yang diajukan melalui proposal, yang akan dipertimbangkan dan
ditindaklanjuti kemudian dana yang disetujui akan diberikan ke desa setempat. Di tingkat desa,
juga ada anggaran sendri dari APBDes, yang nantinya dana diberikan kepada puskesmas setiap
setahun sekali berdasarkan rencana anggaran yang diajukan puskesmas untuk pelaksanaan
programnya.
Dana yang diperoleh dari berbagai sumber diatas berdasarkan hasil penelusuran
dokumen digunakan untuk kegiatan yang ada , meliputi PHBS dan kegiatan desa siaga lainnya.
Penggunaan biaya antara lain untuk pelatihan yang diadakan oleh Puskesmas, biaya
operasional, biaya pertemuan masyarakat, transportasi, dan lain-lain.
Pembiayaan di Desa Margomulyo terbilang cukup baik, ini dilihat dengan sudah
tercukupinya kebutuhan anggaran setiap tahunnya. Dapat dilihat dari total anggaran Rp.
1.650.000,- yang digunakan, masih ada Rp. 1.000.000,- yang belum digunakan. Begitu juga
dalam pertanggungjawaban penggunaan biaya sudah terkoordinasi dengan baik, mulai dari
pendataan oleh bendahara, pelaporan oleh koordinator Desa Siaga, yang akan berlanjut ke
tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan sampai ke pemerintah pusat.
Dukungan dalam pelaksanaan program PHBS juga didapatkan dari semua masyarakat,
baik dari instansi terkait seperti kepala desa, Kesra, Puskesmas dan juga dari tokoh masyarakat
serta masyarakat sendiri. Ini sesuai dengan yang diungkapkan narasumber :

“....Selama ini karena sebagai pemegang promosi kesehatan, jadi setiap ada pelatihan dan
pembinaan untuk topik PHBS selalu yang menyampaikan saya.Terus pemetaan dan
dukungan diposyandu, kampanye PHBS sudah saya coba gerakkan dengan penjadwalan. ...
(CP 283-297)”.

“.. kalau saya sebagai bidan ..... membantu yaitu tentang pendataan-pendataan itu, jadi saya
nggak repot terjun ke Dusun karena sudah ada Kader-kadernya itu... (RW 267-281)”.

Dari pengamatan peneliti, dukungan masyarakat juga sangat baik, dengan seringnya
mengikuti kegiatan Posyandu yang ada, berperan aktif dalam kegiatan, bekerjasama dengan
kader dalam memberikan informasi untuk pendataan, dan lainnya. Dukungan dari semua
elemen masyarakat sangat diperlukan guna tercapainya keberhasilan program PHBS dan
kegiatan desa siaga lainnya yang nantinya akan menentukan keberhasilan dari pelaksanaan
Desa Siaga itu sendiri.
Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga
Pelaksanaan PHBS tidak terlepas dari pelaksanaan kegiatan Desa Siaga lainnya.
Narasumber sudah mengetahui kegiatan Desa Siaga yang ada, seperti diungkapkan dibawah ini
:
“....disesuaikan dengan seksinya itu meliputi kesehatan ibu dan anak, penanggulangan
kegawatdaruratan bencana, teruuus seksi posyandu, bank darah, ambulan desa,
pengamatan penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat, serta kesehatan lingkungan.... CP 21-
25)”.

Kegiatan Desa Siaga menurut narasumber antara lain meliputi kesehatan ibu dan anak,
penanggulangan kegawatdaruratan bencana, bank darah, Posyandu, pengamatan penyakit,
PHBS, KADARZI, kesehatan lingkungan. Langkah awal yaitu melakukan SMD (survey mawas
diri) untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan sudah sejauh mana dan permasalahan yang
ditemukan selama pelaksanaan. Permasalahan yang ada akan dimusyawarahkan dalam MMD
(musyawarah masyarakat desa) untuk dicari pemecahan masalahnya yang nanti diharapkan
akan ada pertemuan untuk menindaklanjutinya, lalu akan ada pelaporan dari kader ke bidan
koordinator Desa Siaga.
Pelaksanaan program PHBS yang ditemukan peneliti di Desa Margomulyo melibatkan
seluruh komponen masyarakat dan stakeholder yaitu pembina dari kecamatan, kepala desa,
kesra, kader, bidan desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat sendiri. Ini sesuai dengan
penuturan beberapa narasumber :

“...yang terlibat,,,tidak hanya dari desa saja tapi juga melibatkan stakeholder. meliputi
pembinanya dari kecamatan sendiri, Pembina teknis kesehatan dari puskesmas, terus
pelaksananya dari kader sendiri, dukungan pembinaan dari kepala desa serta tokoh
masyarakat diwilayah desa siaga tersebut (CP 28-35)”.

“....Yang terlibat dalam PHBS adalah seluruh masyarakat....(N3, 53-57)”.

Koordinasi dari masing-masing pihak yang terlibat sudah cukup berjalan dengan
adanya penindaklanjutan dari setiap kegiatan yang ada. Ini sesuai dengan pengamatan peneliti
dilapangan yaitu ketika ada permasalahan kesehatan seperti TBC di Desa Margomulyo,
masyarakat akan langsung melaporkannya ke kader yang bersangkutan atau kader terdekat,
kemudian akan diinformasikan ke bidan desa, bidan akan berusaha memberikan pelayanan
kesehatan, namun apabila dibutuhkan pelayanan lanjutan maka akan dirujuk ke Puskesmas.
Permasalahan ini nantinya akan dibawa ke Posko koordinasi desa, untuk dikoordinasikan ke
stakeholder yang lain untuk menindaklanjuti seperti melakukan pengamatan penyakit,
melakukan pendataan masyarakat dan lingkungan yang beresiko terjadi KLB (kejadian luar
biasa), dan juga mempertimbangkan jika Puskesmas membutuhkan rujukan lanjutan ke RSUD.
Peneliti mengamati peran puskesmas selama penelitian, dan terlihat bahwa Puskesmas
selalu turut serta hampir dalam semua kegiatan desa siaga, ini tidak terlepas dari fungsi
Poskesdes yang hanya sebagai sarana koordinasi yang akan dibahas selanjutnya.
Koordinasi yang terjadi antara masyarakat, kader, bidan, Puskesmas, dan stakeholder
lainnya tentunya tidak terlepas dari sosialisasi yang dilakukan. Sosialisasi Desa Siaga sudah
baik, ini dilihat dari sudah dilakukannya berbagai upaya sosialisasi diantaranya melalui media
elektronik berupa iklan dan himbauan oleh Departemen Kesehatan, informasi melalui media
cetak salah satunya koran oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, diadakannya pertemuan
ditingkat desa yang mengundang seluruh komponen masyarakat yang nantinya akan kembali
ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi ditingkat dusun yang dilakukan oleh kader.
Semua kader yang ada melakukan pertemuan dalam MMD yang akan membahas
tentang strategi sosialisasi PHBS dan Desa Siaga, perencanaan, dan lainnya. Poster dan leaflet
juga turut digunakan sebagai sarana sosialisasi oleh Puskesmas. Ini menggambarkan peran
aktif kader dan Puskesmas dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat.

Evaluasi Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga


Semua hasil pelaksanaan PHBS dan kegiatan Desa Siaga lainnya akan dilakukan
evaluasi. Program PHBS dievaluasi setiap semester, untuk semester pertama pada bulan Mei-
Juni dan semester dua pada bulan November-Desember. Hasil evaluasi diserahkan kepada
bidan koordinator, dan akan dilaporkan kepada kepala desa sebagai penanggungjawab Desa
Siaga, setelah itu akan dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sebagai laporan
kegiatan Poskesdes Desa Margomulyo. Peneliti menemukan pelaksanaan PHBS di Desa
Margomulyo sudah baik, seperti yang diungkapkan beberapa narasumber :

“...Kinerjanya ya,,,, kalau semua Kadernya sudah berjalan dengan baik, terus laporan-
laporannya sudah masuk semua, ada laporan ibu hamil, laporan gizi buruk, laporan PHBS, .....
(RW 185-190)”.

Pelaksanaan PHBS di Desa Margomulyo sudah baik, dengan sudah berjalannya


sebagian besar indikator yang ada, yang nantinya hasil pendataan kader akan dijadikan
pemetaan PHBS oleh puskesmas sehingga dapat dijadikan masukan untuk permasalahan PHBS
yang ada yang.

Berdasarkan penelusuran dokumen yang ada, peneliti menemukan bahwa pencapaian


pelaksanaan PHBS di Desa Margomulyo sudah >75%, dan dari pengamatan kinerja kader dalam
hal pemetaan sudah cukup baik, dan juga sudah dilakukannya kampanye PHBS di posyandu
dan sekolah dasar di Desa Margomulyo. Temuan peneliti dilapangan sesuai dengan yang
diungkapkan oleh narasumber.
Keberhasilan pencapaian program PHBS yang sudah baik masih belum diikuti oleh
keberhasilan dari semua kegiatan desa siaga yang ada seperti pengamatan penyakit, kesehatan
lingkungan, Poskesdes, dan lainnya. Posyandu sebagai salah satu UKBM di Desa Margomulyo
yang sudah berjalan dengan baik, dengan seringnya kegiatan Posyandu yang dilakukan oleh
semua dusun dan rutin setiap bulan dengan jadwal berbeda yang terdiri dari Posyandu lansia
dan balita dan program KADARZI juga sudah baik, dimana untuk pembahasan penerapan
KADARZI sudah dilakukan dalam penelitian yang lain.
Desa Margomulyo ditetapkan menjadi desa siaga sejak 17 Desember 2007
berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Margomulyo Kecamatan Seyegan Nomor.
11/2007/Tentang pembentukan Poskesdes di Desa Margomulyo. Poskesdes sebagai pilar
utama dalam pelaksanaan desa siaga di Desa Margomulyo belum berfungsi dengan maksimal.
Peneliti mengamati selama penelitian, Poskesdes yang terletak di Puskesmas pembantu
Sompokan ini belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh pengurus desa siaga.
Konsep awal Poskesdes adalah Posko kesehatan desa yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat1. Namun kenyataannya, Poskesdes di Desa Margomulyo hanya
digunakan sebagai sarana koordinasi antar pengurus Desa Siaga sehingga diubah namanya
menjadi Posko kesdes (pos koordinasi kesehatan desa).

“....tapi nggak melayani cuma koordinasi aja,,, Kan dulu Poskesdes sekarang jadi Pos
Koordinasi Kesehatan Desa....(RW 61-77)”.

Peneliti menemukan bahwa untuk pelaksanaan Desa Siaga di Desa Margomulyo


pelayanan kesahatan bukan prioritas utama, ini dikarenakan akses ke Puskesmas yang dekat
dan bisa dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, sudah mencukupinya jumlah tenaga
kesehatan di Desa Margomulyo, setiap dusun sudah ada Puskesmas pembantu yang ikut
membantu memberikan akses pelayanan kesehatan dengan bidan sebagai tenaga
kesehatannya, sehingga Poskedes berfungsi hanya sebagai sarana koordinasi saja.
Program PHBS dalam desa siaga tentunya tidak lepas dari hambatan yang ada.
Hambatan yang ditemukan berupa hambatan teknis mulai dari pendanaan, saran promosi, dan
lain-lain serta hambatan non teknis berupa kerjasama tim yang kurang, hubungan antar
personil kurang, dan komitmen kesra kurang (CP, 230-250). Kurangnya kesadaran masyarakat
juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga. Adapun beberapa
permasalahan PHBS yang ditemukan peneliti adalah penggunaan jamban sehat, tidak merokok
didalam rumah, dan pengelolaan sampah.

Masyarakat masih banyak yang belum menggunakan jamban sehat, beberapa


narasumber mengatakan tentang masih adanya kepercayaan bahwa BAB harus di sungai dan
ada juga beberapa masyarakat yang belum bisa menggunakan jamban. Pemerintah sudah
memberikan bantuan jamban gratis untuk masyarakat, namun berdasarkan pengamatan
peneliti masih banyak warga yang sudah menerima bantuan jamban tetapi belum
menggunakan karena masih menganggap kurang bantuan yang ada dan juga jarak ke sungai
yang tidak terlalu jauh membuat masyarakat lebih memilih ke sungai daripada menggunakan
jamban.
Ini berarti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat penggunaan
jamban, cara penggunaan jamban, cara perawatan, dan lainnya. Sehingga perlu adanya
pemberian informasi kemasyarakat salah satunya melalui penyuluhan penggunaan jamban
sehat.
Permasalahan PHBS selanjutnya yang ditemukan peneliti adalah tidak merokok
didalam rumah. Ini merupakan indikator yang paling sulit diterapkan didalam masyarakat.
Kebanyakan pelaku yang merokok adalah pria, beberapa ibu rumah tangga mengeluhkan
sulitnya untuk menerapkan tidak merokok didalam rumah karena selalu saja ada alasan yang
diberikan oleh suaminya, seperti pernyataan narasumber berikut :

“.....suami saya sendiri merokok, kalau enggak merokok tidak bisa mikir jernih gitu…..pernah
disuruh berhenti, 2 bulan balik lagi mas….(WN 166-169)”.

Para ibu rumah tangga juga sungkan untuk menyuruh tamu pria yang datang kerumah untuk
tidak merokok atau merokok diluar rumah,

“....tapi ya kalau ada tamu itu tadi, masa ga disuruh merokok atau disuruh merokok diluar,
kan ga enak mas.... (SR 177-179)”.
Untuk permasalahan PHBS tidak merokok didalam rumah sampai sekarang masih
dicari solusinya, karena membutuhkan peran dan partisipasi seluruh anggota keluarga dalam
pelaksanaannya.

Pengelolaan sampah juga menjadi permasalahan PHBS didesa Margomulyo. seperti


yang dikutip dari pernyataan narasumber berikut :

”..Terus pengelolaan sampah.... banyak kendalanya (NS 139-140)”.

Beberapa masalah yang menyebabkan masih kurangnya pengelolaan sampah yaitu


kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah di kebun, masih kurangnya kesadaran
masyarakat untuk mengelola sampah yang ada, sudah dibuatkan lubang pembuangan tetapi
masih belum dimanfaatkannya sampah yang ada, dan banyaknya produksi sampah setiap
harinya.
Pengelolaan sampah di Desa Margomulyo belum berjalan maksimal karena masih
kurangnya kesadaran masyarakat dan pengetahuan masyarakat bahwa sampah yang ada tidak
hanya dibuang, tapi dapat dimanfaatkan untuk didaur ulang atau dijadikan pupuk. Untuk itu
perlu adanya pendekatan lebih kemasyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka dan
memberikan informasi tentang cara dan manfaat pengelolaan sampah salah satunya melalui
penyuluhan.
Pelaksanaan PHBS sejauh ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi masyarakat,
ini terlihat dengan adanya peningkatan PHBS masyarakat dari semenjak sebelum adanya desa
siaga sampai sekarang dibuktikan dengan perbaikan yang bertahap dari permasalahan PHBS
yang ada, pencapaian PHBS yang terus meningkat setiap tahunnya, dan masyarakat mau
berperan aktif dalam pelaksanaan PHBS di lingkungannya.

Saran dan Tanggapan


Dalam pelaksanaannya, program PHBS membutuhkan masukan dan saran agat dapat
berjalan lebih baik untuk kedepannya. Beberapa saran yang diberikan narasumber antara lain
perlunya dukungan dari ketua Desa Siaga, perlu diadakannya pelatihan khusus untuk calon
kader, adanya pendekatan lebih ke kader terutama untuk memberikan motivasi dan perlunya
penyuluhan kembali, dukungan bidan desa siaga perlu ditingkatkannya koordinasi antar
pengurus Desa Siaga dan antar instansi yang terkait
Semua narasumber menyambut baik dengan adanya Desa Siaga, karena masyarakat
dapat mengatasi masalah kesehatannya sendiri, menanggulangi bencana, dan juga
meningkatkan kualitas kesehatan.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan, bahwa :

1. Pengetahuan tentang PHBS dalam Desa Siaga sudah baik, dilihat dari masyarakat yang
sudah mengetahui mulai dari konsep PHBS, konsep Desa Siaga, tujuan dan indikatornya.
2. Dukungan pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga sudah baik, dilihat dari pembiayaan yang
sudah mencukupi dan terorganisir, serta dukungan dari semua stakeholder, instansi
terkait, dan masyarakat.
3. Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga mulai dari kegiatan, pihak yang terlibat, koordinasi,
sosialisasi, dan peran Puskesmas sudah berjalan dengan baik.
4. Evaluasi pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga didapatkan pelaksanaan PHBS sudah baik
dilihat dari sudah berjalannya beberapa indikator yang ada, keberhasilan pencapaian
>75%, kinerja kader dan peran Puskesmas yang baik. Keberhasilan pelaksanaan PHBS tidak
diikuti dengan keberhasilan pelaksanaan Desa Siaga, dinilai dari belum berfungsinya
Poskesdes yang ada serta belum tercapainya semua indikator yang ada dan ditemukan
beberapa hambatan dalam pelaksanaannya.
5. Masyarakat menyambut baik dengan adanya Desa Siaga karena dapat menyelesaikan
masalah kesehatannya sendiri, menanggulangi bencana, dan meningkatkan kualitas
kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Propinsi DIY. 2008. Buku I Petunjuk Teknis Desa Siaga Propinsi DIY.

2. Dinas Kesehatan Propinsi DIY. 2008. Buku II Pedoman Umum Desa Siaga Propinsi DIY.

3. Notoadmojdo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:
Jakarta.

4. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung.

5. Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT. Rosadakarya:
Bandung.
6. Bungin, B. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

7. Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga.

8. Polisiri. 2008. Implementasi Desa Siaga diKota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku
Utara. FK UGM. Yogyakarta

You might also like