Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Analisis Yuridis Uu No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

ANALISIS YURIDIS UU NO.

25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL
Rahayu Hartini1
1

Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang


Alamat Korespondensi : Jln. Joyo Sukomerto 41c Rt.03/Rw.01 Merjosari Lowokwaru Malang
Telpon : 0341-582841, Hp:08123351357
E-mail: yayuk@umm.ac.id/ rahayu-hartini@yahoo.co.id

ABSTRACT
The investment must be made apart of the conduct of national economy and be positioned in
an effort to increase the national economic growth, to create job opportunities, to improve sustainable
economic development. The purposes of the conduct of the investments are only reachable if
supporting factors that obstruct investment climate can be contained through, its like, improving
conditioning among agencies of the central government and regions, establishment of efficiently
bureaucracy, certainly of investment law. Highly competitive economic costs, conductive business
climate in labor, and business security.
After with intensive discuss between government and the house of representative of Indonesia,
the concept of investment law dialed to due a law on Marc 29th 2007 in the past. The principle in this
law is regulated more comprehensive about direct investment in Indonesia to be conducive investment
but still priorities the national interest. The basic of philosophy this investment law is investment a
instrument important in national building and an effort making a legal certainly to be investor
foreign or local to increase of the commitment investment id Indonesia.
More concern in the investment law is inconsistency in the substation or law principals of
articles inside, although the sub regulation crossed with another rule. So in another side in happen
some indirectly regulations, the purpose or value of philosophy. Beside that, the material of the
investment law is a lot of exactly have a rule alone, its like land reform, law market, corporate law,
and environment law, etc.
This research looking a normative law perspective to be study the rule in which investment.
The purpose to critic the investment law with the problems why the investment law not supported
to Indonesia economic political way in which regulated in the part 33 Constitution of Indonesia
1945 and how the applications of investment law can be related to be good, if so many the rule be
crossed with another law with the implementation law it.
Key Words:Investment, Inconsistecy, Normatif Yuridis, Economic system.

PENDAHULUAN
Penanaman modal menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan
ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan
lapangan kerja, mendorong pembangunan ekonomi
kerakyatan. Dan tujuan penyelenggaraan
penanaman modal hanya dapat tercapai bila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman
modal dapat diatasi, antara lain melalui : perbaikan
koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan
daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian

48

hukum dibidang penanaman modal, biaya ekonomi


yang berdaya saing tinggi, iklim usaha yang
kondusif dibidang ketenaga kerjaan dan keamanan
berusaha.
Hal itulah yang mendasari digantikannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1970 selama ini merupakan dasar hukum
bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia.

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

Meskipun sejak diundangkannya kedua UndangUndang tersebut, kegiatan penanaman modal baik
modal asing maupun dalam negeri telah
berkembang dan memberikan kontribusi dalam
mendukung pencapaian sasaran pembangunan
ekonomi nasional, namun untuk mempercepat
perkembangan ekonomi nasional diperlukan
mengganti kedua Undang-Undang tersebut .
Pada prinsipnya Undang-undang ini mengatur
secara komprehensif berbagai hal mengenai
kegiatan penanaman modal langsung di Indonesia
untuk menetapkan iklim investasi yang kondusif
tetapi tetap mengedepankan kepentingan nasional.
Dasar pemikiran UU PM ini adalah bahwa investasi
merupakan instrumen penting pembangunan
nasional dan diharapkan dapat menciptakan
kepastian berusaha bagi penanam modal dalam dan
luar negeri untuk meningkatkan komitmennya
berinvestasi di Indonesia.
Yang perlu dicermati kemudian adalah dari
pasal-pasal yang ada dalam UU Penanaman Modal,
terdapat beberapa hal yang tidak konsisten, dimana
terjadi pertentangan substansi bahkan maksud dan
tujuan dari nilai filosofis Undang-undang tersebut.
Di dalam UU Penanaman Modal ini juga banyak
memuat bidang yang sebenarnya telah memiliki
aturan perundangan sendiri, seperti misalnya
UUPA, UU Pasar Modal, UU PT, dan lain
sebagainya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji UU
Penanaman Modal yang substansinya banyak
terkait dengan undang-undang lain yang telah
memiliki aturan pelaksanaannya, yakni:
1. Bagaimana isi UUPM No.25 Tahun 2007
khususnya tentang PMDN apabila ditinjau dari
ketentuan Pasal 33 UUD 1945?
2. Hal-hal krusial apakah yang perlu dikritisi dalam
UUPM serta bagaimana prospeknya ke
depan?.

METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yuridis normatif terhadap Undangundang tentang Penanaman Modal No. 25 tahun
2007 serta undang-undang lainnya yang terkait
dengan UU PM tersebut.

Dengan menggunakan bahan hukum primer


berupa peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal termasuk juga terhadap UU
PMDN dan UU PMA yang telah digantikan, serta
perundangan lainnya yang terkait dengan UU
Penanaman Modal ini (antara lain UU
Ketenagakerjaan, UU Lingkungan, UUPA, UU PT,
dll.). Bahan hukum sekunder, berupa buku literatur,
jurnal-jurnal, makalah dan hasil-hasil peneltian
dibidang penanaman modal.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan
mengkaji semua bahan hukum primer dan sekunder
yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta
dokumentasi. Kajian secara mendalam dan
komprehensif (harmonisasi) terhadap peraturan
perundangan, dalam bidang investasi dan dokumendokumen lain sejauh masih dalam lingkup studi,
akan dilakukan secara sistematis. Dengan
melakukan kajian pustaka, telusur internet, jurnaljurnal Hasil penelusuran bahan hukum dianalisis
dengan mendiskripsikan secara kualitatif dan
dipaparkan sesuai dengan pokok permasalahan
yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal
No. 25 Tahun 2007
Negara Indonesia adalah negara yang sedang
membangun dengan kategori negara yang sedang
berkembang dan menuju menjadi sebuah negara
maju. Dalam proses menuju kesana diperlukan
pembangunan infrastruktur riil yang tidak sedikit
memakan biaya, diperlukan adanya modal atau
investasi yang besar. Adanya pergerakan investasi
penanaman modal di Indonesia dimulai secara legal
sejak dengan adanya pengesahan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1986 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. Diharapkan
dengan adanya dua instrumen hukum tentang
prosedur dan mekanisme investasi, para investor
dalam negeri ataupun asing merasa aman untuk
melakukan usaha di Indonesia.
Secara umum gambaran situasional tentang
pengembangan investasi penanaman modal di

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

49

Indonesia digambarkan menjadi dua, yaitu pada


masa orde baru dan orde reformasi. Dengan
penggambaran situasi dua masa transisi tersebut,
dapat kita ambil beberapa arah kebijakan pokok
yang digunakan dalam Undang-Undang
Penanaman Modal ke depan seperti apa.
Dalam era orde baru yang dimulai dengan
tahun 1967 sampai dengan 1997. Dalam kategori
investasi asing, dari tahun ketahun mengalami
kenaikan jumlah yang sangat signifikan dan
mengalami peningkatan kuantitas baik dalam
jumlah investor ataupun modal yang disertakannya.
Hal yang sama juga terjadi pada investor dalam
negeri1. Sedangakan pada masa reformasi yang
dimulai sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang
ini. Baik pada tingkatan investor asing ataupun lokal
dalam negeri mengalami penurunan yang sangat
signifikan dari tahun ke tahun2.
Hal ini yang menjadi bahan kajian dari para
ahli atas penurunan daya investor terhadap
Indonesia baik itu modal asing ataupun lokal. Pada
masa orde baru kenaikan investasi dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan
dan menggembirakan untuk perkembangan
perekonomian Indonesia. Akan tetapi, pada masa
reformasi justru mengalami penurunan dari tahun
ketahun.
Pada era orde baru, jumlah investasi yang
diinvestasikan di Indonesia cukup tinggi. Hal ini
disebabkan stabilitas politik, ekonomi, keamanan
dan pertahanan, sosial dan kemasyarakatan dalam
keadaan aman dan terkendali sehingga para investor
mendapat perlindungan dan jaminan keamanan
dalam berusaha di Indonesia. Sementara itu, dalam
kuantitas investasi, khususnya modal asing yang
masuk ke Indonesia, sejak era reformasi mengalami
penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke
tahun. Tahun 1998 sampai dengan sekarang ini
merupakan masa transisi, dari orde baru ke masa
reformasi. Pada saat sekarang ini, sering terjadi
konflik. Yang pertama adalah pada tahun 1998,
yaitu pada awal Presiden Suharto sebagai Presiden
RI selama kurang lebih 32 tahun berkuasa, tepatnya
pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai awal momentum
mulainya era reformasi.
Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi
dalam menggerakkan investasi di Indonesia,
sebagaimana diinventarisir oleh BKPM, yaitu
50

persoalan internal dan eksternal. Kendala internal


antara lain adalah (1) kesulitan perusahaan
mndapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;
(2) kesulitan dalam memperoleh bahan baku atau
mentah oleh produksi; (3) kesulitan dari segi dana
atau pembiayaan proyek; (4) kesulitan pemasaran
produk; (5) adanya sengketa atau perselisihan
diantara para pemegang saham dalam perusahaan.
Sedangkan kendala internalnya diantaranya adalah
(1) faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional
atapun secara global yang tidak mendukung serta
kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi
yang diberikan pemerintah; (2) masalah pengaturan
hukum; (3) keamanan, termasuk dalam hal ini
stabilitas politik yang merupakan indikator penting
bagi para investor demi terjaminnya modal yang
diikutsertakan; (4) adanya peraturan yang
inkonsistensi dengan peraturan yang lebih tinggi,
seperti Peraturan Daerah, Keputusan Menteri,
ataupun peraturan lainnya yang mendistorsi
peraturan mengenai penanaman modal; dan (5)
adanya Undang-Undang Kehutanan NO. 41 tahun
1999 yang menimbulkan ketidakpastian dalam
pemanfaaatan areal hutan bagi industri
pertambangan3.
Pada tahun 2006, BKPM juga mengemukakan
hambatan-hambatan dalam pelaksanaan investasi
di Indonesia4. Diantaranya adalah (1) kenaikan
harga bahan bakar minyak yang mendorong
kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi; (2)
menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan
2005 dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya; (3) krisis ketenagalistrikan di sepuluh
wilayah di Indonesia; (4) krisis gas di Jawa Barat
dan Jawa Timur sehingga menunda ekspansi usaha;
(5) masalah perbururan; dan (6) harmonisasi
penarikan tarif pajak.
Adanya alasan perubahan kedua undangundanga ini adalah karena tidak sesuai lagi dengan
tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat
perkembangan perekonomian nasional, melalui
kontruksi pemabangunan hukum nasional di bidang
Penanaman Modal yang berdaya saing dan berpihak
kepada kepentingan nasional5.
Pada tahun 2006, pemerintah telah
mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Penanaman Modal dan pada tanggal 29 Maret 2007,
RUU itu telah disahkan oleh DPR RI dengan

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

menjadi Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang


terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Secara garis besar
pengesahan peraturan ini memberikan
keistimewaan tersendiri pada para investor dalam
segala hal, khususnya bagi investor asing. Hal ini
disebabkan peraturan baru ini dimaksudkan untuk
memberikan6 (1) Kepastian hukum; (2)
Transparansi; (3) Tidak membeda-bedakan setiap
investor; dan (4) Memberikan kepastian yang sama
kepada para investor dalam dan luar negeri.
Disamping itu, dalam peraturan baru tersebut
diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan
yang diberikan kepada para investor7. Diantaranya
adalah (1) fasilitas PPh melalui pengurangan
penghasilan netto; (2) pembebasan atau keringanan
bea masuk impor barang modal yang belum bisa
diproduksi di dalam negeri; (3) pembebasan bea
masuk bahan baku atau penolong untuk dkeperluan
produksi tertentu; (4) pembebasan atau
penangguhan pajak penghasilan (PPn) atas impor
barang modal; (5) penyusutan atau amortasisasi
yang dipercepat; (6) keringan pajak buni dan
bangunan (PBB); (7) pembebasan atau
pengurangan pajak penghasilan badan; (8) fasilitas
hak atas tanah; (9) fasilitas pelayanan keimigrasian;
dan (10) fasilitas perizinan impor.
Adanya berbagai kemudahan fasilitas bagi
investor, terutama investor asing agar mau
menanamkan investasinya di Indonesia. Manfaat
adanya investasi itu sendiri adalah dengan
bergeraknya dunia perekonomian Indonesia yang
tujuan utamanya adalah mensejahterkan rakyatnya
dengan menampung tenaga kerja, meningkatnya
kualitas masyarakat yang berada di daerah investasi
dan lain sebagainya.
Prosepk ke depan penanaman modal asing di
Indonesia memberikan efek yang sangat positif bagi
perkembangan pembangunan Indonesia. Akan
tetapi dengan adanya Undang-Undang No. 1 tahun
1967 dan Undang-Undang No. 6 tahun 1968
tentang Penanaman Modal dalam Negeri belum
memberikan hasil yang maksimal dan perlu
diperbesar lagi. Sebab tanpa dorongan dukungan
penenaman modal, tentu target pemerintah untuk
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi tidak
akan mudah tercapai. Oleh karena itu upaya
peningkatan investasi modal terus diupayakan dan

hal tersebut memerlukan kebijakan deregulasi yang


konsisten.8
Melihat kenyataan di Indonesia dari
perkembangan masa orde baru ke arah perubahan
era reformasi, tentu diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh untuk meningkatkan kuantitas
investor dalam penanaman modal Indonesia yang
sangat menentukan kearah kebijakan pembangunan
ekonomi nasional. Selain itu, peran yang dimainkan
oleh penenaman modal bukan saja dalam menutup
peran tabungan nasional untuk investasi
pembangunan yang selama ini masih mengalami
defisit, terutama era reformasi. Akan tetapi, yang
terpenting adalah bagaimana mendorong
peningkatan penanaman modal di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa penenaman modal
di Indonesia adalah salah satu sasaran pokoknya
adalah dalam rangka membantu membiayai proyekproyek nasional yang pada akhirnya memberikan
kontribusi dalam pembangunan nasional. Hal itu
sejalan dengan yang tertera dalam kebijakan
pembangunan nasional.
Dinamika pembangunan nasional memerlukan
langkah-langkah pembaharuan di berbagai bidang,
apalagi Indonesia sekarang ini telah memasuki
dekade pembangunan dan berada pada posisi
transisional untuk menuju negara yang maju, aman,
adil, dan sejahtera. Kesemua langkah tersebut
memerlukan kesipan sumber daya manusia untuk
dapat mengantisipasi setiap perkembangan dan
perubahan yang terjadi. Dalam kaitan tersebut,
maka diperlukan rumusan kerangka dasar dan arah
serta kebijakan pengembangan penanaman modal
guna menopang pertumbuhan ekonomi dan
memacu gerak pembangunan nasional.
Indonesia yang merupakan negara kaya raya
akan sumber daya alam dan memiliki potensi
pengelolaan yang sangat besar, dirasakan belum
maksimal. Pengelolaan potensi ekonomi adalah
wajib sekarang ini untuk diregulasi oleh
pemerintah, terutama prospek ekonomi riil berupa
barang dan jasa yang tidak memerlukan modal yang
besar tetapi juga membutuhkan teknologi dan
ketrampilan serta manajemen yang kesemuanya itu
diperoleh melalui kegiatan penanaman modal
khususnya penanaman modal asing. Bisa saja secara
paket atau praktis membuat kebijakan tersebut
sebagai daya tarik bagi para investor penanam

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

51

modal, akan tetapi yang harus dipikirkan secara


komprehensif adalah sebuah aturan penanaman
modal yang sekondusif mungkin, kepastian hukum
yang memadai, perbaikan infrastruktur serta
insentif yang lainnya.
Pergerakan perkembangan prospek
penenaman modal asing sangat menjanjikan,
asalkan pemerintah sebagai pihak pembuat
regulator membuat kebijakan yang mendukung
(market friendly) kegiatan perekonomian secara
fair, adil tanpa ada unsur diskriminasi di dalamanya.
Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
tujuan investasi atau penenaman modal tidaklah
sulit asal kondisi ekonomi nasional kita stabil,
keamanan dapat terjaga dengan baik, kepastian
hukum dapat diciptakan, sehingga penanaman
modal dapat berjalan dengan baik.
Tuntutan diatas adalah sangat penting untuk
direalisasikan agar aplikasi pengembangan
penenaman modal dapat dilakukan secara terarah,
runtun dan terukur. Hanya dengan melakukan
semua langkah tersebut bisa diharapkan akan
menjadi peningkatan aplikasi penanaman modal
khususnya penanaman modal asing di Indonesia.
Adanya faktor objektif dan subjektif harus selalu
disandingkan untuk memperoleh suatu
perbandingan dan evaluasi yang benar dan tetpat
sasaran. Sebab, selama kita menggunakan tolak
ukur yang kabur untuk mengukur tingkat
keberhasilan kita dalam menarik dan
mengembangkan penanaman modal. Apalagi
dikaitkan dengan faktor subjektif yang tidak
mendasar atas apriori terhadap kehadiran modal
asing di Indonesia.
Memberikan berbagai kemudahan dan insentif
guna menarik dan mengembangkan penanaman
modal bukanlah hal mudah, sebab seringkali terkait
dengan persoalan politik dan nasionalisme sempit.
Pemahaman yang terlalu sempit menimbulkan
berbagai persepsi dan rasa antipati terhadap
kehadiran penanaman modal, yang sebenarnya
tidak sesederhana pemikirannya. Namun,
memerlukan keluasan pandangan dan berani
melakukan terobosan pemilihan dengan melihat
aspek positif kehadiran modal baik itu dalam negeri
atau asing dan bukan malah sebaliknya.

52

2. Pro dan Kontra Terhadap UUPM No. 25 Tahun


2007
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 25
tahun 2007 setidaknya memberikan dampak bagi
masyarakat, sehingga terjadi dalam masyarakat
adalah adanya masyarakat yang mendukung dan
tidak. Dalam aspek ilmu perundang-undangan
adanya kontroversial suatu peraturan yang baru
adalah hal yang biasa dikarenakan diperlukan
penyesuaian dari masyarakat terutama para pelaku
bisnis dan gencarnya gerakan pemerintah sendiri
untuk sosialisasi peraturan penanaman modal yang
baru tersebut.
Mengenai investasi asing sebagai implikasi
regulasi baru tersebut, kelompok yang menentang
kehadiran penanaman modal asing di Indonesia
mendasarkan argumentasinya pada tiga masalah
pokok yang menurut mereka pemerintah tidak
pernah menghiraukannya9. Yaitu:
1. Dalam usaha menarik penanaman modal
khususnya penanaman modal asing,
pemerintah terlalu bermurah hati melalui
beberapa kebijakan yang dianggap sangat
menguntungkan penenaman modal. Seperti,
kebijakan keringanan pajak (tax holiday),
pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu
yang sebetulnya pemerintah telah
menanggung suatu kerugaia;
2. Adanya beban biaya penyesuaian (adjusment
cost) yang harus ditanggung oleh industriindustri tradisional yang tentunya akan dapat
berakibat pada ketidakmampuan industri
tradisional untuk dapat bersaing, bukan hanya
untuk lokal, tapi juga untuk eksport;
3. Kehadiran penanaman modal, khususnya
penanaman modal asing dianggap telah
menciptakan ketergantungan kepada negaranegara maju yang pada akhirnya melahirkan
penjajakan ekonomi.
Melihat pengalaman negara-negara latin
khususnya negara-negara Amerika Latin, tentu
argumentasi diatas dapat dibenarkan oleh karena
sebagian besar negara-negara Amerika Latin yang
pernah menerima penanaman modal asing dari segi
keuntungan dan kontribusi nyata penanaman modal
asing terhadap negara penerima modal sangat tidak
memadai. Untuk itu, terpulang kepada pemerintah

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

negara penerima modal dalam mengarahkan dan


mengendalikan penanaman modal khususnya
penaaman modal asing agar kontribusi nyata dapat
diberikan, bukan hanya royalty dan pajak saja,
tetapi juga biaya yang berkaitan dengan community
development10.
Persoalan lainnya adalah dampak negatif dari
penanaman modal, khususnya penanaman modal
asing adalah11: (1) Perusahaan multinasional
berdampak negatif bagi perekonomian negara
penerima; (2) Perusahaan multinasional melahirkan
sengketa dengan negara penerima atau dengan
penduduk asli miskin setempat, khususnya negara
yang sedang berkembang;(3) Perusahaan
multinasional dapat mengintrol atau mendominasi
perusahaan-perusahaan lokal. Sebagai akibatnya,
mereka dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan
ekonomi atau bahkan kebijakan politis dari negar
penerima;(4) Perusahaan multinasional banyak
dikecam telah mengembalikan keuntungankeuntungan dari kegiatan bisnisnya ke negara
tempat induknya berada. Praktik seperti ini
setidaknya telah mengurangi cadangan persediaan
mata uang asing dari negara penerima; (5) Adanya
tuduhan peruhaan multinasional yang kegiatan
usahanya ternyata telah merusak lingkungan di
sekitar lokasi usahanya, terutama negara-negara
yang sedang berkembang. Pasalnya perusahaan
multinasional telah menggunakan zat-zat yang
membahayakan lingkungan lingkungan atau
menerapkan teknologi yang tidak atau kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan; (6)
Perusahaan multinasional dikritik telah merusak
aspek-aspek positif dari penanaman modal di
negara-negara berkembang.
Sedangkan dari para pihak yang mendukung
atas pemberlakuan regulasi baru penanaman modal
ini atau atas jeberadaan investor, terutama investor
asing memberikan dampak positif bagi
perkembangan ekonomi pembangunan Indonesia.
Mereka beralasan bahwa12: (1) Masalah gaji.
Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih
tinggi dibandingkan gaji rata-rata yang berlaku di
Indonesia; (2) Perusahaan asing menciptakan
lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan
perusahaan domestik sejenis; (3) Perusahaan asing
tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang
pendidikan; (4) Perusahaan asing cebderung

mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan


domestik.
Sedangkan dalam bidang migas dampak
investasi asing adalah sebagai berikut13: (1)
Produksi minyak dan gas bumi dari lapangan yang
dikelola langsung oleh perusahaan asing atau yang
berbentuk joint venture terus meningkat, sedangkan
produksi minyak perusahaan Pertamina sendiri
justru menurun; (2) Jumlah Pegawai perusahaan
asing dan perusahaan jasa penunjang asing terus
meningkat; (3) Gaji dan fasilitas yang diberikan
juga lebih baik diabndingkan dengan gaji rata-rata
perusahaan nasional;(4) Beberapa perusahaan asing
industri migas bahkan menjadikan Indonesia
sebagai kantor pusat; (5) Perusahaan asing mulai
meningkatkan investasi di bidang pendidikan,
pelatihan, dan penelitian. (6) Terciptanya lapangan
kerja baru; (7) Secara tidak langsung mereka juga
membawa pengetahuan manajemen dan etika bisnis
yang profesional.
John. W Head juga mengemukakan tujuh
keuntungan investasi, khususnya investasi asing.
Ketujuh keuntungan investasi asing itu adalah14:
(1) Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk
negara tuan rumah sehingga mereka dapat
meningkaatkan kualitas penghasilan dan standar
hidup mereka; (2) Menciptakan kesempatan
penanaman modal bagi penduduk negara tuan
rumah sehingga mereka dapat berbagi dari
pendapatan perusahaan-perusahaan baru; (3)
Meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah,
mendatangkan pengahasilan tambahan dari luar
yang dapt dipergunakan untuk berbagai keperluan
bagi kepentingan penduduknya; (4) Menghasilkan
pengalihan peralihan pelatihan teknis dan
pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk
untuk mengembangkan perusahaan dan industri
lain; (5) Memperluas potensi keswasenbadaan
negara taun rumah dengan memproduksi barang
setempat untuk menggantikan barang impor; (6)
Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang
dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi
kepentingan penduduk negara tuan rumah; (7)
Membuat sumber daya negara tuan rumah baik
sumber daya alam maupun manusia, agar lebih baik
dari pemanfaatannya semula.
William A. Fannel dan Josepht W. Tyler
mengemukakan dampak positif dari penanaman

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

53

modal, khususnya penanaman modal asing.


Dampak tersebut meliputi15: (1) Memberi modal
kerja; (2) Mendatangkan keahlian, manajerial, ilmu
pengetahuan, modal, dan koneksi pasar; (3)
Meningkatkan pendapatan uang asing melalui
aktifitas ekspor oleh perusahaan multinasional; (4)
Penanaman modal asing tidak melahirkan utang
baru; (5) Negara penerima tidak merisaukan atau
menghadapi resiko ketika suatu investasi yang
masuk, ternyata atiak mendatangkan untung dari
modal yang diterimanya; (6) Membantu upayaupaya pembangunan kepada perekonomian negaranegara penerima.
3. Analisis Terhadap UUPM No. 25 Tahun 2007
1. Tinjauan UUPM Khususnya Mengenai PMDN
Berdasarkan Ketentuan Pasal 33 UUD 1945
Mengenai penaman modal dalam negeri ini
memberikan gambaran yang tidak jauh beda
nasibnya dengan penanaman modal asing. Hal yang
membedakan adalah bahwa pemodal dalam negeri
pemilik modal dan jumlah modalnya sedikit
dibandingkan dengan investor dari luar negeri.
Sehingga kebijakan pengaturannya identik menjadi
anak tiri, yang mana pemerintah lebih
memperhatikan kepentingan investor asing
daripada investor lokal.
Secara umum, kalau kita lihat bagaimana
seharusnya kebijakan pemerintah tentang hak joint
venture perusahaan lokal dengan perusahaan asing
tidak ditur secara jelas bagaimana landasan
yuridisnya secara jelas dan tegas dengan
mengedepankan kepentingan lokal seharusnya
daripada kepentingan asing dengan tujuan alih
teknologi, informasi, profesionalitas dan
kemampuan manajerial.
Dalam peraturan yang lama ada pengaturan
mekanisme dari jumlah kepemilikan saham
perusahaan nasional dan bagaimana kepemilikan
mayoritas dari perusahaan asing16. Dalam PMDN
terbaru tidak diatur secara jelas tentang jumlah
kepemilikan saham dari asing berapa dan dari lokal
berapa.
Pada bidang usaha pada prinsipnya adalah
terbuka bebas bagi penanam modal tanpa ada
pembatasan demi kepentingan nasional bersama17.
54

Akan tetapi pada peraturan terbaru UU No. 27 tahun


2007 malah diatur dengan prinsip-prinsip usaha
yang sifatnya terbuka dan tertutup yang berlaku
bagi kedua jenis penanaman modal tersebut, baik
dari lokal ataupun asing. Jadi tidak ada pembeda
antara penanam modal asing dan penanam modal
dalam negeri dalam UU No. 25 tahun 2007.
Jadi prinsip yang mengatur tentang penanaman
modal asing dengan penanaman modal dalam
negeri adalah sama baik dalam hal bidang usaha
apa saja yang diatur secara tegas, terbuka dan
tertutup yang mana batas waktu usaha yang tidak
diatur secara tegas dan pasti, serta tidak adanya
nasionalisasi atas perusahaan lokal yang joint
venture dengan perusahaan asing. Bahkan
pengaturan diperbolekan oleh pemerintah tentang
mekanisme repratiasi modal dan valas, keringanankeringanan dalam usaha, mekanisme pengaturan
tenaga kerja asing, dan ketentuan serta peraturan
terkait lainnya.
Bahwa konteks historis pasal 33 UUD 1945
tidak lepas dari keberadaan bagsa Indoensia selama
terjajah tiga setengah abad dan dalam waktu yang
lama penjajah berahasil dengan sukses membangun
satu struktur perekonomian yang sesuai denga
kepentingan pihak penjajah. Dari sudut
kewilayahan dalam perkonomian kolonial, sumbersumber daya dari berbagai wilayah disedot lalu
ditrasfer ke Negara penjajah dengan penyebaran
perdagangan Negara-negara Eropa pusatnya
dengan prinsip kapitalisme internasional. Hal ini
berlangsung sampai dengan sekarang. Akibatnya
struktur perekonomian Indonesia dikuasai oleh
asing, golongan eropa, golongan timur asing, dan
kaum pribumi sebagai golongan terendah.
Pasal 33 UUD 1945 memberikan gambaran
bahwa Negara sendiri boleh ikut campur berperan
dalam pembangunan perekonomian, adalah jelas
koreksi atas struktur perekonomian diatas. Jikia
dilihat dari sisi historis tersebut, bahwa UU
Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 seperti
sengaja ingin meniadakan hak Negara untuk
mengoreksi struktur perekonomian yang berwatak
kolonial tersebut, semuanya ingin diberi hak yang
sama terhadap aspek kewilayahan dan dalam
kebangkitan struktur sosial kemasyarakatan. Kalau
dalam UU No. 1 tahun 1967 merupakan fondasi

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

untuk kembali ke kolonialisme, dan UU No. 25


tahun 2007 menyempurnakan proses tersebut.
Implementasi dari pasal 33 UUD 1945 adalah
merupakan solusi atas permasalahan bangsa ini
apabila penerapannya dilakukan secara baik dan
benar. Salah satu solusinya adalah pembubaran
kementrian BUMN dan menggantinya dengan
badan otonom pengembangan BUMN sebgai model
penafsiran dari pasal 33 ayat (2) 1945. Dengan
demikian, agar Negara mau mengurusi cabangcabang produksi yang penting bagi Negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak, badan usaha
milik negara itu harus terselenggara dalam satu
bentuk badan otonom pengembangan BUMN. Akan
terjadi malpraktek system perekonomian secara
makro apabila peraturan penanaman modal yang
baru ini diterapkan pemberlakuannya.
UU No. 25 tahun 2007 ini selayaknya tidak
diberlakukan secara keseluruhan, karena,
merupakan model penjajahan ekonomi neo
kolonialisme yang bertentangan seluruh isi
meterinya dengan pasal 33 UUD 1945.
UU No. 25 tahun 2007 lahir pada saat
pengangguran meningkat cukup tinggi dan kinerja
investasi nasional, baik domestik maupun asing
sedang turun. Anjloknya investasi nasional dan
tidak diliriknya lagi Indonesia sebagai tujuan
investasi seolah-olah menjadi pembenaran terhadap
perlunya segera memiliki undang-undang yang
sangat terbuka dan berbagai insentif bagi modal
asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Turunnya investasi nasional, salah satu alasan
utamanya adalah karena rendahnya kredibilitas
pemerintah di mata investor dalam membenahi
masalah yang menghambat investasi seperti
infrastruktur, energy, dan hambatan birokrasi.
Peraturan ini seharusnya memiliki fungsi regulasi
atau pengaturan, namun secara a quo telah
mempercampur adukkan antara fungsi regulasi dan
promosi. Semangat untuk membuka diri lebar-lebar
mendatangkan investor asing sangat kuat dalam
undang-undang ini. Hal itu merupakan wujud
kepanikan
pemerintah terhadap penurunan kualitas
pertumbuhan ekonomi dan keputusan birokrasi
yang seharusnya efektif, bersih, dan progresif.
Bahwa pembangunan ekonomi Indoneisa
selama ini menganut paham consensus Washington

yang menekankan pada disiplin anggaran,


liberalisasi suku bunga dan nilai tukar, liberalisasi
perdagangan, leberalisasi investasi asing,
privatisasi, dan penurunan peran pemerintah. Model
pembangunan demikian telah menyebabnkan
kesenjangan ekonomi yang serius.
Pembangunan dengan model Washington ini
yang telah mengkibatkan struktur ekonomi nasional
yang piramida. Bagian atas dari piramida tersebut
diisi oleh segelintir usaha besar, baik konglomerat
maupun perusahaan multinasional yang kuasi
monopolistic dan oligoplistik, serta memiliki
hambatan masuk yang sangat tinggi, baik akibat
modal, previllege, lisensi, dan lain sebagainya.
Hubungan yang terjadi antara usaha besar di bagian
atas dan usaha kecil di bagian bawah piramida tidak
merupakan hubungan yang adil dimana pengusaha
besar, dengan bargainning powernya yang besar
dengan kekuatan modal maupun kepemilikan
lisensi, telah mengeksploitasi usaha kecilmenengah di bawahnya. Adanya anggapan apabila
usaha dari pengusaha besar berkembang maju akan
diikuti ooleh pengusaha kecil-menengah adalah
tidak sesuai dengan fakta lapangan yang ada.
Tingginya tingkat entry dan exit kelompok usaha
kecil-menengah menunjukkan adanya tingkat
kompetensi dan eksploitasi yang sangat tinggi pada
pengusaha kecil-menengah.
Pembangunan ekonomi yang dipilih selama ini
juga tidak mampu menyelesaikan masalah
pengangguran dan kemiskinan. Pada dasarnya,
pengangguran dan kemiskinan terkait dengan
kebijakan perdagangan, industry, dan pengaturan
investasi. Pemerintah berasumsi bahwa masuknya
investasi akan menyelesaikan masalah
pengangguran dan kemiskinan. Fakta menunjukkan
bahwa saat ini porsi penganggur tidak terdidik dan
hanya memiliki tingkat pendidikan sekolah
menengah pertama jumlahnya lebih dari 54%.
UU Penanaman modal yang baru tidak akan
mampu menyelesaikan persoalan yang sedang
dihadapi bangsa ini dalam perspektif sosial ekonomi
Indonesia, bahkan dikhawatirkan akan
memperparah permasalahan yang terjadi selama ini.
Undang-undang ini sangat banyak kelemahannya,
bahkan berpotensi menjadikan ekonomi nasional
hanya sebagai korban globalisasi.

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

55

2. Analisis Terhadap UUPM Dan Prospek


Pemberlakuan UUPM Kedepan
Untuk pemberlakuan UUPM kedepan, maka
ada baiknya kita melihat lebih dahulu secara
mendalam mengenai substansi dari UU No. 25
tahun 2007 ini. Beberapa substansi mendasar
tersebut dalah;
a. Tidak ada pemisahan yang jelas antara PMA dan
PMDN
Bila kita lihat dalam realitasnya mengenai
beberapa aspek yang ada dalam ketentuan peraturan
penanaman modal yang ada sekarang dalam UU
No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak
memberikan garis pemisah yang jelas antara mana
yang penanaman modal asing dan penanaman
modal dalam negeri. Pada satu sisi pemerintah
sendiri mempunyai komitmen untuk menyelaraskan
dan menyeimbangkan dengan prinsip keadilan yang
merata kepada siapa saja yang mampu untuk
memberikan investasi pada Indonesia tanpa
pandang bulu, siapakah investor tersebut, apakah
asing ataupun pribumi.
Hal ini tentu berbeda dalam pengaturan
tentang penanaman modal yang lalu yang
memisahkan antara kepentingan asing dan pribumi
dengan prinsip pengembangan potensi alam yang
riil dan keterbatasan sumber daya manusia sebagai
tenaga ahli dalam pengolahan alamnya.
Flasback kemasa tahun 1958 dengan UU No.
78 tahun 1958 tentang pananaman modal asing di
Indonesia. Dengan prinsip negara yang baru
merdeka dengan faktor historis yang cukup
memprihatinkan pasca resesi ekonomi dari
kebijakan politik ganda pemerintahan orde lama
demi mencari identitas bangsa dan kebangkitan
ekonomi Indonesia, pemerintah pada saat
memberikan gambaran dalam peraturan tersebut
bahwa pengembangan pengolahan ekonomi
potensiil sebatas sebagai suatu wacana dengan
prinsip pokoknya investor asing mau berinvestasi
di Indonesia. Perkara nanti dikemudian hari ada
permasalahan bisa diatur kemudian.
Disinilah muncul kapitalisme-kapitalisme dari
segi proses perkembangan ekonomi nasional.
Akibat tidak adanya intervensi pemerintah yang
kuat, terutama dalam pengolahan sumber daya alam
Indonesia yang tak terbaharuhi. Hal ini disebabkan
adanya beberapa aturan yang mana membuat
56

kebijakan investor barat sebagai penjajah baru


dalam bidang ekonomi. Muncullah sistem
kolonialisme baru sebagai model penjajahan baru
di Indonesia.
Apabila kita lihat dalam konsideransnya sama
sekali tidak diatur mengenai prinsip-prinsip atau
landasan filosofis semangat kebangkitan sistem
ekonomi yang sifatnya potensiil dengan pengolahan
yang lebih nyata dengan tujuan utama adalah
kesejahteraan pemilik dan rakyat Indonesia secara
umumnya. Menurut penulis bahwa konsiderans ini
begitu singkat dan gamblang tanpa ada penjelasan
lebih lanjut ataupun teknis pelaksanaan dalam
pasal-pasal yang mengatur didalamnya18. Inti Isi
pertimbangannya adalah
a. Bahwa untuk mempercepat pembangunan
ekonomi Indonesia serta memperbesar
produksi nasional guna mempertinggi
tingkatan penghidupan rakyat, sangat
diperlukan modal;
b. Bahwa modal yang didapat Indonesia pada waktu
ini belum mencukupi sehingga dianggap
berfaedah menarik modal asing untuk ditanam
di Indonesia;
pokok dari konsideran ini adalah bagaimana
secara filosofis bahwa secara realitasya bangsa
Indonesi butuh investor dengan menghalalkan
segala cara. Bukan hak yang mustahil tersebut
terjadi karena konflik politik bangsa dengan
berbagai kerusuhan nasional dengan fundamen
aturan dasar pada Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) tepatnya pasal 89 dan 39 ayat
(2) dan 3.
Akan tetapi hak ini diubah dengan gaya
kebijakan pemerintah orde baru dengan gaya
otoriternya, akan tetapi masih sedikit peduli
terhadap kepentingan rakyatnya. Dengan
digantinya UU No. 78 tahun 1958 menjadi UU No.
1 tahun 1967 jo. UU No. 11 tahun 1970 memberikan
sedikit pencerahan bagi iklim investasi di Indonesia,
meskipun pada satu sisi masih memberikan
kekurangan terhadap pertumbuhan iklim investasi
di Indonesia.

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

b. T entang Sumber daya Alam (SDA)


Pada prinsip tentang pengolahan sumber daya
alam yang sifatnya ekonomis potensiil menjadi
nyata diatur dalam pertimbangan peraturan ini
dengan mengedepankan aspek ketiadaan
permodalan, pengalaman, dan teknologi dalam
pengelolaannya dengan berdasarkan pada ekonomi
berdemokrasi Pancasila dengan mengedepankan
kepentingan masyarakat Indonesia tanpa
ketergantungan dari dunia luar dalam pembangunan
nasional yang terus berkelanjutan dengan tujuan
kemandirian bangsa dengan tujuan bangsa
Indonesia yang kuat, mandiri, dan mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri19.
Landasan yuridis yang dipakai dalam hal ini
merupakan prinsip dasar semangat kebangkitan
ekonomi dengan pengaturan terkait baik itu tentang
pertambangan, migas ataupun mekanisme
pengaturan lalu lintas devisa. Terutama aspek
pengaturan
hubungan luar negeri yang dirasakan sebagai
agen terpenting dalam mengatasi kemerosotan
ekonomi dengan daya beli masyarakat yang turun
pada waktu itu. Tujuan utama adalah meningkatkan
kemakmuran rakyat dengan menambah produksi
barang dan jasa melalui percepatan penanaman
modal, penggunaan teknologi, pengetahuan,
peningkatan
ketrampilan,
kemampuan
beroraganisasi dan manajemen20.
c. Penyebutan para pihak sangat umum (sempit
makna definitnya).
Dari segi para pihak yang terkait dalam
peraturan tersebut masih begitu sempit makna
definitifnya21. Dalam pasal tersebut hanya
menyebutkan sangat umum para pihak dan unsur
yang terkait. Disebutkan hanya 6 para pihak dan
unsur, adalah unsur dari produksi, pihak
perusahaan, pihak pengusaha, pihak perusahaan
asing, pihak dewan pelaksana dan unsur modal
asing. Padahal kalau kita lihat kondisi Indonesia
waktu itu, tidak cukup dalam arti definitif yang
disebutkan dalam peraturan tersebut. Hal ini
diperparah tentang tanggung jawab investor asing
tidak diatur secara jelas bagaimana mekanismenya.

Sedikit perbedaaan mendasar dari peraturan


sebelumnya bahwa para pihak yang terkait dalam
peraturan ini adalah tidak berubah. Hanya saja
sedikit berbeda mengenai makna modal asing itu,
bahwa penananam modal juga ikut bertanggung
atas modal penyertaannya. Jadi modal ini sifatnya
bukan kredit dan peraturan ini merupakan
pengaturan mekanisme dari penggunaan modal
asing bukan kredit asing. Sehingga, kemungkinan
yang terjadi adalah bahwa adanya modal asing yang
digunakan dalam suatu usaha sepenuhnya ataupun
juga bisa kerjasama dengan modal nasional22.

d. Ketentuan mengenai Badan Hukum.


Badan hukum yang diatur mengalami
perkembangan sebagaimana diatur apada peraturan
perundangan yang lama. Selain harus berbadan
hukum dan berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia, daerah disini juga bisa
berperan dalam pengembangan potensi daerah
secara langsung dengan berkoordinasi dengan
pemerintah pusat23.
e. Jenis Bidang Usaha.
Mengenai bidang usaha yang terbuka dan
tertutup terjadi sifat dualisme aturan mengenai
pengaturannya. Pada satu sisi pemerintah sendiri
menetapkan perusahaan-perusahaan yang sifatnya
tertutup atas masuknya pengusahaan asing24 akan
tetapi pada peraturan selanjutnya memberikan
peluang bagi pemilik modal asing untuk
berinvestasi didalamnya tanpa adanya mekanisme
pengaturan yang jelas25.
Pada bidang usaha yang diperbolehkan
masuknya investor asing adalah berdasarkan pada
skala prioritas dan yang jelas dalam bidang
pertambangan yang mekanisme pengaturannya
adalah tidak jelas yang mana akan ditentukan lebih
lanjut oleh Pemerintah Indonesia kemudian hari
dengan prinsip pembangunan jangka pendek atau
menengah, ataupun jangka panjang26. Sedangkan
pada bidang usaha tertutup sudah jelas yang mana
pihak asing tidak boleh ikut campur dalam
pengelolaannya tanpa syarat apapun27. Hal ini tentu
berbeda dengan mekanisme pengaturan undangundang yang lama, bahwa pemerintah masih bisa

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

57

mengintervensi modal asing untuk masuk pada


bidang usaha yang tertutup dengan penyertaaan
modal.
f. Jangka waktu pemberian Hak Atas Tanah.
Hak atas tanah yang diberikan pada investor
asing adalah kembali pada peraturan agraria UUPA
No. 5 tahun 196028. Yang mana untuk HGU diatur
dalam pasal 28-34 UUPA paling lama 60 tahun,
HGB dari pasal 35-40 UUPA paling lama 50 tahun,
dan Hak Pakai dari pasal 41-43 UUPA dengan masa
waktunya ditentukan oleh pemerintah sendiri29.
g. Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Mengenai penggunaan tenaga kerja asing pada
peraturan selanjutnya tidak ada mekanisme
pengaturnya atau dapat dikatakan tidak ada
pembatasan pekerja asing di perusahaan yang
berdiri di Indonesia meskipun ada penyelenggaraan
dan atau penyediaan fasilitas pendidikan dan laihan
bagi WNI30.
Adanya perlindungan dari pemerintah
terhadap hak-hak warganegara pribumi Indonesia
diberikan atas perlindungan usaha31, pengolahan
hak atas tanah32, tentang ketenagakerjaan33,
kesempatan kerjasama antara pribumi dengan
asing34, dengan adanya prinsip nasionalisasi35
dengan dewan pelaksana penanaman modal36
sebagai pelaksana teknis resmi dari pemerintah.
Dalam peraturan terbaru selanjutnya tidak
diatur mengenai perlindungan usaha dari WNI atas
perlindungan usaha mereka, hal ini diperparah
bahwa para pemilik modal berhak untuk
menentukan atau memilih seorang direksi37.
Salah satu keuntungan dari adanya peraturan
ini adalah adanya mekanisme pangaturan mengenai
pengaturan transfer modal ataupun keuntungan
dalam bentuk mata uang asing yang mana
mekanismenya memberikan keuntungan dari segi
pajak ataupun biaya lainnya atas kegiatan valas
tersebut38. Sedangkan adanya hak repratiasi asing
terhadap modal tersebut yang akan diatur dalam
ketentuan dewan penanaman modal asing.
Perlindungan terhadap warga negara atas skala
prioritas pemerintah yang mengedepankan prinsip

58

kerjasama antara pihak penanam modal asing


dengan penanam modal dalam negeri39.
Pada peraturan selanjutnya adanya mekanisme
yang lebih ketat tentang hak transfernya dengan
penggunaan hak repratiasi saham tidak boleh
dilakukan oleh investor asing, bahkan untuk
nasionalisasi tidak akan dilakukan selama tidak ada
peraturan yang mengaturnya40. Pemerintah disini
juga memberikan kelonggaran pasal, jaminan
nasionalisasi dan kompensasi berlaku juga41
dengan pemerintah sebagai pelaku utama atas
kebijakan penanaman modal asing dengan
pembuatan peraturan pemerintah yang mengikat.
Mengenai aturan-aturan yang mengikat
sebagai pengikut aturan ini adalah masih
berlakunya hak erpacht, hak opstal, dan hak
grondhuur42.
Sedangkan kalau kita lihat pengaturan PMA
menurut dengan UU No. 25 tahun 2007 secara
prinsip idiil tujuannya adalah bagaimana caranya
investor mau dan tertarik untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, entah secara individual
ataupun secara badan hukum. Hal ini mengacu atas
pertumbuhan investasi Indonesia pasca kejadian
1998 tentang krisis moneter yang mengalami
penurunan drastis dan memberikan tekanan bidang
ekonomi dan persoalan lainnya yang terkait.
Misalkan saja ketenagakerjaan ataupun bagaimana
mekanisme dalam peraturan tentang Perseroan
Terbatas.
Dalam pertimbangan pengelolaan SDA diatur
secara jelas factor filosofis, yuridis, ataupun
sosiologis dengan berbagai aspek pertimbangan
kebutuhan atas lahirnya peraturan perundangundangan tentang PMA ini43.
Mengenai tanggung jawab penanam modal
asing sudah diatur secara prinsip tentang
berjalannya suatu perusahaan dengan prinsip good
governance, dengan penyelarasan aspek
permodalan yang dibutuhkan oleh perusahaan
dengan mematuhi segala bentuk peraturan
perundangan yang berlaku44. Hal ini tentu dengan
mekanisme pengaturan pemerintah selaku regulator
dengan pengetatan prinsip bidang usaha mana yang
sifatnya terbuka atau mana yang tertutup.
Akan tetapi perlindungan dari WNI tidak
diatur sama sekali sama dengan peraturan
sebelumnya. Bahkan penggunaan hak atas tanah,

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

baik itu Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,


ataupun Hak Pakai sudah melebihi dari ketentuan
yang sewajarnya45. Sedangkan perlindungan atas
tenaga kerja WNI tidak menjadi skala prioritas lagi,
dikarenakan tenaga kerja asing tidak diatur dalam
peraturan ini46. Bahkan pengaturan mengenai
penunjukan direksi juga tidak diatur. Sedangkan
tentang seharusnya ada bentuk perusahaan joint
venture antara pemodal/ perusahaan asing dengan
pemodal/ perusahaan dalam negeri dengan pemodal
lokal tidak diatur secara jelas dan tegas hanya
menunjuk atas pelaksananya saja47 dalam hal ini
adalah BKPM sebagai wakil dari pemerintah.
Adanya berbagai fasiltas pembebasan dari
pajak, kemudahan atas imigrasi dan fasilitas
perizinan impor memberikan gambaran atas
kebutuhan Negara Indonesia atas berbagai
kepentingan investor asing48. Hal in diperparah
dengan adanya pengaturan hak transfer dalam valas
yang mana diperbolehkannya ahak repratiasi atas
pemodal asing49. Juga tidak ada nasionalisasi atas
perusahaan asing oleh pemerintah50.
Hal ini diperparah inkonsistensi tujuan dan
prinsip dari adanya penanaman modal asing
tersebut. Dengan adanya system pelayanan satu
pintu51 yang melibatkan kerjasama dengan
pemerintah lokal daerah52 dengan salah satunya
adalah pembentukan kawasan khusus53 dengan
tujuan berkembangnya iklim usaha nasional yang
kondusif dengan memberikan perlakuan yang sama
pada semua pihak54.
KESIMPULAN DAB SARAN
1. Kesimpulan
Dengan adanya UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal ini memberikan gambaran
terhadap kekuatan liberaisme pasar internasional
dalam sistem perekonomiannya sudah menganut
faham liberalisme ekonomi dalam segi sendi-sendi
berjalannya sistem perekonomiannya. Bagi
Indonesia karena ketergantungannya terhadap
negara pendonor (rata-rata negara maju) mau tidak
mau harus melapangkan jalan untuk masuknya
sistem liberalisme ini menjadi suatu sistem di
Indonesia. Padahal banyak sekali aturan di dalam
UU No. 25 tahun 2007 itu yang bertentangan
dengan semangat yang ada dalam pasal 33 UUD

1945 dan salah satunya dalam pasal 22 UU No. 25


tahun 2007 yang sudah dianulir sebagian isi
pasalnya oleh Mahkamah Konstitusi (dalam
Putusan MK No. 21dan 22/PUU-V/2007, Selasa
25 Maret 2008). Secara prinsip seharusnya
dibatalkan saja peraturan tersebut seperti yang
terjadi pada peraturan Komisi Kebenaran dan
Rekonsilisasi (KKR).
Secara umum sekarang ini dan yang akan
datang, dengan adanya aturan dari UUPM akan
memberikan konflik antar hukum. Hal ini dilihat
dari mekanisme pengaturan undang-undang
tersebut yang mencakup berbagai aspek. Misalkan
saja pengaturan tentang badan hukum dari investor,
pada masalah pengaturan tenaga kerja, pembagian
wilayah kerja pemerintah pusat dan daerah,
perpajakan, dan lain sebagainya.
Dalam bidang pembentukan badan usaha,
peluang terjadinya konflik adalah mengenai
mekanisme pembagian berapa prosentase antara
kepemilikan saham dari asing dan lokal tidak diatur
secara jelas. Juga bagaimana mekanisme
pembentukan badan usaha luar negeri (asing) yang
berinvestasi di Indonesia yang murni dari pemilikan
saham adalah orang/badan hukum asing yang mana
hal ini akan menjadikan penggelapan-penggelapan
hukum.
2. Saran
a. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut yang
mencakup aspek peraturan-peraturan yang
lebih lanjut mengenai pengaturan yang secara
luas diatur dalam UU No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal dari aspek pasal
perpasal dengan dibandingkan pada peraturan
lainnya yang terkait. Hal ini penting dilakukan,
karena begitu luasnya pengaturan yang terkait
dengan peraturan perundangan lainnya
sehingga memerlukan pemahaman yang lebih
banyak dan mendalam.
b. Diperlukan adanya political will dari pemerintah
serta kepekaan para pihak yang merasa
dirugikan degan lahirnya undang-undang ini
untuk diajukan kepada Mahkamah Konstitusi
guna pembatalan keseluruhan atas isi materi
muatan dari UU No. 25 tahun 2007. Hal ini
bisa dilakukan pembatalan keseluruhan

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

59

apabila mempunyai ratio decidendi yang kuat


atas pembatalannya.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21dan 22/


PUU-V/2007, Selasa 25 Maret 2008.
Internet:

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com.
Aminuddin Ilmar (2007), Penanaman Modal DI
Indonesia , Prenada Media Group; Jakarta.
Husendro, Ancaman Judicial Review Terhadap
Undang-undang Penanaman Modal Tahun
2007.

www.google.co.id.
www.hukumonline.com
www.legalitas.org.

Salim HS & Budi Sutrisno (2007), Hukum


Investasi di Indonesia, Rajawali Press;
Jakarta.
Sumantoro, Hukum Ekonomi, Universitas
Indonesia Press, 1986.
Undang-undang:
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing
Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal dalam Negeri
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal asing dan Undang-undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam negeri.
Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas
Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal

60

HUMANITY, Volume IV, Nomor 1, September 2009: 48 - 60

You might also like