This document discusses Indonesia's capital market law and corporate social responsibility. It notes that every state tries to promote development and prosperity for its people, including by attracting foreign investment. The 2007 Investment Law established three principles: the rule of law, guarantees against nationalization, and simplified investment procedures. Economic development is not just the government's responsibility but also investors'. Regulations on corporate social responsibility provide the legal basis for investors to consider the environment and help local communities. The document also examines Law No. 25 of 2007 on Investment and the roles of the Investment Coordinating Board and other relevant laws.
This document discusses Indonesia's capital market law and corporate social responsibility. It notes that every state tries to promote development and prosperity for its people, including by attracting foreign investment. The 2007 Investment Law established three principles: the rule of law, guarantees against nationalization, and simplified investment procedures. Economic development is not just the government's responsibility but also investors'. Regulations on corporate social responsibility provide the legal basis for investors to consider the environment and help local communities. The document also examines Law No. 25 of 2007 on Investment and the roles of the Investment Coordinating Board and other relevant laws.
This document discusses Indonesia's capital market law and corporate social responsibility. It notes that every state tries to promote development and prosperity for its people, including by attracting foreign investment. The 2007 Investment Law established three principles: the rule of law, guarantees against nationalization, and simplified investment procedures. Economic development is not just the government's responsibility but also investors'. Regulations on corporate social responsibility provide the legal basis for investors to consider the environment and help local communities. The document also examines Law No. 25 of 2007 on Investment and the roles of the Investment Coordinating Board and other relevant laws.
This document discusses Indonesia's capital market law and corporate social responsibility. It notes that every state tries to promote development and prosperity for its people, including by attracting foreign investment. The 2007 Investment Law established three principles: the rule of law, guarantees against nationalization, and simplified investment procedures. Economic development is not just the government's responsibility but also investors'. Regulations on corporate social responsibility provide the legal basis for investors to consider the environment and help local communities. The document also examines Law No. 25 of 2007 on Investment and the roles of the Investment Coordinating Board and other relevant laws.
Rochani Urip Salami Fakultas Hukum Uniersitas Jenderal Soedirman
Abstract
Each state has always tried to promote development, prosperity and prosperity of its people. One methode that tends to be done by the state is to attract as many foreign investments into the country. In the Investment Law, there are three principles: First, the rule of law which is manifested in several important principles such asequal treatment between investment of domestic and foreign, transparency and accountability; Second, Guarantees against nationalization affirmation action in the dispute settlement, and Third, Simplification of investment procedures and licensing service through an integrated one stop mechanism. Economic development is not just the responsibility of the goverment and its citizens, but also the responsibility of investor. Arrangements os social responsibility for infestor is the legal basic for investor in caring the surrounding environment, so with the implementation of social responsibility by companies in a region, indirectly the company/investors assist in improve the welfare of local communities.
Key words: capital market law, corporate social responsibility, globalization
Abstrak
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Salah satu usaha yang cenderung dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Dalam UU Penanaman Modal terdapat tiga prinsip: Pertama, Kepastian hukum dengan dianutnya beberapa asas penting seperti perlakuan sama antara penanaman modal dalam dan luar negeri, transparansi dan akuntabilitas; Kedua, Penegasan garansi terhadap tindakan nasionalisasi dan penyelesaian sengketa; dan Ketiga, Penyerderhanaan prosedur dan perizinan penanaman modal melalui mekanisme pelayanan terpadu satu pintu serta kemudahan dan keringanan yang diperlukan. Pembangunan ekonomi bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah maupun warganya, tetapi juga merupakan tanggung jawab bagi penanam modal. Diaturnya tanggung jawab sosial bagi penanam modal merupakan dasar hukum bagi penanam modal dalam memperhatikan lingkungan sekitarnya, sehingga dengan adanya perusahaan di suatu daerah dan melaksanakan tanggung jawab sosialnya, maka secara tidak langsung perusahaan tersebut/ penanam modal turut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kata kunci: hukum pasar modal, tanggung jawab sosial korporasi, globalisasi
Pendahuluan Pada prinsipnya, mau tidak mau negara berkembang akan berhadapan pada suatu kon- disi dimana pembangunan ekonomi akan lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar (mar- ket rule). 1 Pembangunan ekonomi dalam se- buah negara pada hakikatnya membutuhkan ti- ga hal, yaitu prediktibilitas, fairness dan efi- siensi. Peran hukum menjadi sangat penting, ketika pembangunan memberikan dampak, se- perti pada kesejahteraan ekonomi, dimana per-
1 Taufik H Simatupang, Hukum dan Pembangunan Ekono- mi, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 1 No.1, April 2007, hlm. 20 tumbuhan ekonomi menjadi barometer keber- hasilan pembangunan ekonomi suatu negara. 2
Setiap negara selalu berusaha meningkat- kan pembangunan, kesejahteraan dan kemak- muran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan de- ngan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah mena- rik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Menarik investasi masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pa-
2 Fokky Fuad, Hukum, Demokrasi dan Pembangunan Eko- nomi, Lex jurnalica, Vol. 5 No. 1, Desember 2007, hlm 9 440 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011
da suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pemba- ngunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Namun demikian, sejak awal negara- negara tersebut telah dihadapkan pada perma- salahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju indus- trialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuk- nya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri. Perekonomian dunia telah mengalami globalisasi dan pasar bebas. 3 Negara dalam era ekonomi global, ibarat sebuah perusahaan publik yang dimiliki oleh pemegang saham dimanapun ia berada. Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tun- tutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pem- bagunan perekonomian Indonesia melalui inves- tasi modal secara langsung jauh lebih baik di- bandingkan dengan penarikan dana internatio- nal lainnya seperti pinjaman luar negeri. Pe- nanaman modal harus menjadi bagian dari pe- nyelengaraan perekonomian nasional dan di tempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Hukum penamaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, untuk meningkatkan hal tersebut salah satu upaya adalah penetapan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penananam Modal. Oleh karena itu, dengan adanya Undang-undang tersebut diharapkan menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan teknis penanaman modal baik luar dan dalam negeri. Adanya landasan hukum tersebut diharapkan dalam menghadapi peru- bahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama interna-
3 Imawan Dicky Prasudhi, Implikasi GATT (General Agree- ment on Tariffs and Trade) Terhadap Perekonomian In- donesia, Hukum dan Dinamika Masyarakat, Edisi April 2006, hlm. 96 sional dapat diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Dasar pemikiran Undang-undang ini ada- lah bahwa investasi merupakan instrumen pen- ting pembangunan nasional dan diharapkan da- pat menciptakan kepastian berusaha bagi para penanaman modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di Indonesia. Hal ini sebagaimana termaktub dalam pertimbangan UU No. 25 Ta- hun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaima- na tersebut di bawah ini. Pertama, pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan perlu dilaksanakan dengan landasan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasil dan UUD 1945; kedua, pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan perlu dilaksanakan dengan landasan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; ketiga, dalam rangka Demokrasi Ekono- mi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang me- libatkan pengembangan bagi usaha mikro, ke- cil, menengah, dan koperasi; keempat, bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal, baik dalam maupun luar ne- geri; dan kelima, bahwa dalam menghadapi pe- rubahan perekonomian global dan keikutserta- an Indonesia dalam berbagai kerja sama inter- nasional perlu diciptakan iklim penanaman mo- dal yang kondusif, promotif, memberikan ke- pastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi na- sional; Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang di angkat oleh dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bertugas di bidang kelemba- gaan untuk melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal, termasuk mem- buat peta penanaman modal Indonesia, me- Hukum Pasar Modal dan Tanggung Jawab Sosial 441
ngembangkan peluang dan potensi di daerah dan mempromosikannya. Pada prinsipnya UU No. 25 Tahun 2007 ini menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanam- an Modal dalam Negeri. Inti dari muatan un- dang-undang ini adalah mengatur tata cara pe- nanaman modal di Indonesia dalam rangka me- numbuhkan dan pemerataan perekonomian. Undang-undang ini juga memuat bidang yang sebenarnya telah memiliki aturan perun- dang-undangan sendiri, seperti: Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Lingkungan Hidup, Undang-undang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Perpajakan, Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Perseroan Ter- batas dan Undang-undang Pasar Modal. Sehing- ga persoalannya adalah bagaimana pelaksanaan UU Penanam Modal ini dapat berjalan dengan baik jika banyak ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan berbagai Undang-undang yang telah memiliki aturan pelaksananya. Wa- laupun di dalam UU Penanaman Modal ini ter- dapat Pasal 39 yang memberikan landasan agar semua Undang-undang yang berkaitan langsung wajib menyesuaikan dengan Undang-undang Pe- nanaman Modal. Pasar modal sebagai instrumen ekonomi menjadi salah satu pilar penting bagi masyara- kat untuk melakukan investasi dan sekaligus sebagai sumber pembiayaan bagi perusahaan- perusahaan di Indonesia. Pasar modal sebagai instrumen keuangan, maka pasar modal hanya dapat berkembang dengan baik bila di bangun berdasarkan prinsip wajar, transparan dan aman. 4 Prinsip tersebut ditujukan untuk melin- dungi kepentingan investor yang dapat melahir- kan kepercayaan dalam mekanisme pasar. Peranan pasar modal dalam pembangun- an ekonomi, selain sebagai barometer investa- si, juga menjadi cermin atas tingkat kepercaya- an pemodal domestik maupun internasional. Sejalan dengan hal itu pula peranan hukum da- lam perkembangan pasar modal menjadi tolak ukur untuk melahirkan pranata investasi yang
4 Indra Safitri, Peranan Hukum Pasar Modal dalam Per- kembangan Ekonomi Indonesia, Jurnal Legislasi Indo- nesia, Vol. 5 No. 2, Juni 2008, hlm. 1 kuat. Hukum pasar modal dapat digolongkan ke dalam kelompok hukum ekonomi yang khusus dan memiliki sifat universal. 5 Kekhususan dari rezim hukum pasar modal terletak pada kerang- ka hukum yang sangat dinamis sesuai dengan perkembangan pasar. Sementara sifat univer- salnya disebabkan oleh adanya kesamaan sis- tem dan mekanisme pasar modal yang ada di seluruh dunia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai hukum penanaman modal di Indonesia.
Pembahasan Aspek-Aspek Hukum yang Harus Diperhatikan Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia Sistem hukum yang efektif akan memper- luas kesempatan berusaha dan mampu mengun- dang investasi asing. Sebaliknya pengalaman menunjukkan, hukum yang tidak efektif telah menyebabkan kehancuran ekonomi asia yang pada awalnya disebut sebagai keajaiban. 6 Hu- kum sangat berpengaruh terhadap perkembang- an penanaman modal dalam sutu negara. Oleh karena itu, hukum harus mengakomodir per- kembangan dunia usaha secara global. Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangun- an ekonomi menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembaruan hukum. Peranan pasar modal bagi pembangun- an ekonomi Indonesia, selain sebagai salah satu barometer investasi, juga menjadi cermin atas tingkat kepercayaan investor asing maupun do- mestik. Efektifitas hukum pasar modal untuk menstimulasi perkembangan pasar terletak pa- da beberapa faktor, 7 yaitu: pembaharuan hu- kum yang paralel dengan kepentingan pasar, otoritas yang kuat dengan penegakan hukum pasar modal, dan perlindungan investor. Fak- tor yang berhubungan dengan pembaharuan hukum menjadi kunci utama, karena pasar mo- dal hanya dapat berkembang bila pasar dapat menawarkan produk baru yang murah dan efisien dalam bentuk efek-efek (saham atau
5 Ibid. 6 Zulkarnain Sitompul, Investasi Asing di Indonesia: me- metik Manfaat Liberalisasi, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 5 No. 2, Juni 2008, hlm.81 7 Indra Safitri, op.cit., hlm. 3 442 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011
obligasi). Pembaharuan hukum yang dimaksud adalah pembentukan hukum yang nyaman bagi pasar oleh otoritas pasar yang independen dan kuat. Dinamika pasar modal menuntut keber- adaan regulator yang mampu memberikan ke- pastian hukum bagi setiap kegiatan di pasar modal. Pembaharuan hukum akan mendorong pasar kearah yang lebih kompetitif dan modern sehingga berbagai peluang investasi akan men- dorong masuknya partisipasi investor yang lebih tinggi. Penanaman modal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2007 adalah segala bentuk kegiatan menanam mo- dal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia, sedangkan penanaman modal asing adalah ke- giatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal da- lam negeri (Pasal 1 angka 3). Dalam hal pena- naman modal asing terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu badan hukum, fasilitas yang diberikan oleh negara, bentuk kerjasama. Berikut akan penulis bahas menge- nai aspek-aspek tersebut.
Bentuk Badan Hukum dan Bidang Usaha Bentuk badan usaha bagi penanaman mo- dal di Indonesia (berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU No. 25 Tahun 2007) adalah sebagai berikut. Pertama, Penanaman Modal Dalam Negeri (PM- DN), dilakukan dalam bentuk badan usaha ber- badan hukum atau usaha perseorangan; kedua, Penanaman Modal Asing (PMA), dilakukan dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia; dan ketiga, Penanaman Mo- dal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berbentuk Perseroan Terba- tas (PT) dilakukan dengan pengambilan bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas, membeli saham atau melakukan cara lain se- suai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Penanaman Modal Asing (PMA) harus di dirikan dalam bentuk perseroan terbatas dan berdomisili di Indonesia. Mengenai pendirian dan pengesahan badan usaha Penanaman Modal Asing yang berbentuk Perseroan Terbatas dila- kukan sesuai dengan ketentuan UU No. 40 Ta- hun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Bahwa terkait dengan Penanaman Modal Asing, di da- lam Penjelasan Pasal 8 Ayat 2 Huruf a UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bah- wa pada saat mendiri-kan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendi- ri. Warga Negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan se- panjang Undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan. Perusahaan penanam modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan perundang-un- dangan yang berlaku yang diperoleh melalui pe- layanan terpadu satu pintu. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dengan tujuan untuk mem- bantu penanam modal dalam memperoleh ke- mudahan pelayanan perizinan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Investor asing, untuk menanamkan modal di Indonesia, harus terlebih dahulu meneliti Daftar Negatif Investasi (DNI) yang berisi sektor usaha yang tertutup sama sekali terhadap se- mua bentuk penanaman modal, hanya tertutup untuk Penanaman Modal Asing, dan yang masih terbuka dengan persyaratan tertentu. Sebagai- mana diatur dalam Perpres No. 76/2007 ten- tang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bi- dang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di bidang Penanaman Modal dan Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bi- dang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di bidang Pe- nanaman Modal. Selain dari yang terdaftar, se- mua sektor terbuka untuk investor asing dengan kepemilikan hingga 100 %. Persetujuan Pena- naman Modal Asing akan dikeluarkan oleh Ba- dan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta. Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman Hukum Pasar Modal dan Tanggung Jawab Sosial 443
modal dengan syarat: melakukan perluasan usaha; atau melakukan penanaman modal baru dan harus memenuhi salah satu syarat berikut ini, yaitu: menyerap banyak tenaga kerja; ter- masuk skala prioritas tinggi; termasuk pemba- ngunan infrastruktur; melakukan alih teknologi; melakukan industri pionir; berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatas- an, atau daerah lain yang dianggap perlu; men- jaga kelestarian lingkungan hidup; melaksana- kan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Ben- tuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal antara lain: pertama, pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; kedua, pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralat- an untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; ketiga, pembebas- an atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan terten- tu; keempat, pembebasan atau penang-guhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang mo- dal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; kelima, penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan keenam, Keringanan Pajak Bumi dan Ba- ngunan, khususnya untuk bidang usaha terten- tu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada pena- naman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan ekster- nalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi per- ekonomian nasional. Selain itu, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman mo- dal untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian dan fasilitas perizinan impor. Kemudahan pelayanan dan/atau perizin- an hak atas tanah dapat diberikan dan diper- panjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa: pertama, Hak Guna Usaha dapat dibe- rikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diper- panjang di muka sekaligus selama 60 (enam pu- luh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; kedua, Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan pu- luh) tahun dengan cara dapat diberikan dan di- perpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan ketiga, Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua pu- luh lima) tahun. Hak atas tanah dapat diberikan dan di- perpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal dapat dilakukan dengan sya- rat penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing; penanaman modal dengan ting- kat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang se- suai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan; penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum. Pemberian dan perpanja- ngan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui, dapat dihenti- kan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika per- usahaan penanaman modal menelantarkan ta- nah, merugikan kepentingan umum, mengguna- kan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai de- ngan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. 444 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011
Bentuk kerjasama Bentuk kerjasama usaha yang dimungkin- kan dapat dilakukan dalam rangka kegiatan pe- nanaman modal asing diantaranya adalah seba- gai berikut. Pertama, Joint Venture merupakan suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional berdasarkan suatu perjanjian/kontrak. Pada dasarnya perusahaan joint venture didirikan atas adanya perjanjian antara investor asing dan nasional. Perjanjian kerja sarna ini me- muat hak dan kewajiban para pihak. Kedudukan para pihak dalam kepengurusan ditentukan ber- dasarkan prosentase pemilikan saham perusa- haan. Presentase saham antara investor asing dan nasional biasanya tidaklah sama. Pada umumnya investor nasional adalah pemegang saham minoritas, sedangkan investor asing ada- lah mayoritas. Hal ini menyebabkan kelompok pemegang saham mayoritas cenderung mengua- sai pengelolaan perusahaan joint venture. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa joint ven- ture memiliki unsur kerja sama antara pemilik modal asing dan nasional, membentuk perusa- haan baru antara pengusaha asing dan nasional dan didasarkan pada kontraktual atau perjan- jian. Akan tetapi tidak semua usaha wajib didi- rikan joint venture antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional. Jenis perjanji- an joint venture antara lain Joint venture do- mestik, yang didirikan antara perusahaan yang terdapat di dalam negeri dan Joint venture In- ternasional, yang didirikan di Indonesia oleh dua perusahaan dimana salah satunya perusa- haan asing. Berdasarkan Kebijaksanaan Menteri Ne- gara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM me- lalui SK Nomor 15 Tahun 1994 sebagai penjaba- ran dari PP No. 20 Tahun 1994 yang menyata- kan bahwa untuk investasi di sektor publik, sua- tu penanaman modal asing wajib melakukan kerjasama atau usaha patungan (Joint Ventu- re). Umumnya perusahaan patungan dimulai dengan suatu perjanjian patungan (Joint Ven- ture Agreement) yang dibuat antara para pe- megang saham menjelang perusahaan patungan itu berdiri, dengan memperhatikan aspek tang- gung jawab para pihak, adanya efisiensi dalam operasi usaha, adanya keuntungan yang nyata, adanya hubungan yang adil diantara para pihak. Bahwa dalam rancangan suatu Perjanjian joint venture, substansi perjanjiannya harus dibuat secara lengkap dan akurat, jangan sampai ter- jadi kekosongan hukum karena sangat merugi- kan pihak lokal/Indonesia dimana pihak asing selalu mencari-cari kelemahan pihak lokal/In- donesia. Dewan Stabilitas Ekonomi di Indonesia pada 22 Januari 1974 mewajibkan penanaman modal asing dalam bentuk Joint Venture. Kedua, Joint Enterprise merupakan suatu kerjasama antara penanaman modal asing de- ngan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hu- kum yang baru. Dengan pengertian lain, joint enterprise 8 merupakan suatu bentuk kerjasama yang membentuk suatu badan hukum (perusa- haan), yang terbentuk dari perjanjian antara pemiiik modal asing dan modal nasionai yang modalnya antara lain teridiri dari modal daiam nilai rupiah dan modal yang dinyatakan daiam valuta asing Ketiga, kontrak karya merupakan suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional, dimana penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama dengan suatu badan hu- kum yang mempergunakan modal nasional. Keempat, Kontrak Production Sharing merupa- kan perjanjian kerjasama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk meng- ekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit. Sebelum investor mengajukan permoho- nan penanaman modal asing harus mempelajari Daftar Negatif Investasi, yaitu daftar yang ber- isi keterangan tentang bidang-bidang usaha yang tertutup dan yang masih terbuka bagi in-
8 Nirwana Ginting, 2008, Perjanjian Kerjasama Modal Asing Dan Modal Nasional Berdasarkan Undang-Undang PMA No.1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No.11 Tahun 1970, diakses pada wesite http://library.usu.ac.id/ index.php/component/journals/index.php?option=com_j ournal_review&id=4920&task=view tanggal 2 Januari 2009 Hukum Pasar Modal dan Tanggung Jawab Sosial 445
vestor asing (Keppres No. 76 Tahun 2007 dan Keppres No. 77 tahun 2007). Kemudian diterbit- kan Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP. PMA). Pihah Investor asing dan pihak Indonesia membuat Joint Venture dalam rangka memben- tuk badan hukum Indonesia. Kemudian mem- buat suatu akta pendirian atau anggaran dasar secara notariil yang dibuat sesuai standar per- aturan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut ketentuan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 33 dan Pasal 34 mengatur mengenai sanksi dalam pe- nyelenggaraan penanaman modal meliputi san- ksi batal demi hukum, sanksi pembatalan kon- trak kerja sama, sanksi administratif dan sanksi pidana. Beberapa perubahan dalam UU Penana- man Modal ini yaitu: pertama, kepastian hukum dengan dianutnya beberapa asas penting seper- ti perlakuan sama antara penanaman modal da- lam dan luar negeri, transparansi dan akuntabi- litas; kedua, penegasan garansi terhadap tin- dakan nasionalisasi dan penyelesaian sengketa; dan ketiga, penyerderhanaan prosedur dan per- izinan penanaman modal melalui mekanisme pelayanan terpadu satu pintu serta kemudahan dan keringanan yang diperlukan. Untuk itu pemerintah di Tingkat Pusat maupun Daerah di- tuntut untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi dengan berbagai langkah debirokratisasi dan penyempurnaan layanan publik baik segi per- izinan maupun ketentuan pelaksanaan penana- man modal dan usaha agar lebih efisien.
Tanggung Jawab Sosial Investor (Socially Responsible Investing) Sej arah socially responsible investing Betapa besar pengaruh dunia bisnis ter- hadap denyut nadi perikehidupan masyarakat kian hari kian terasa. Dengan kata lain, ke- hadiran rezim investasi mengusung suatu obsesi berupa kehidupan dan taraf hidup yang lebih baik bagi banyak orang. Kekuasaan rezim in- vestasi yg begitu dominan, cenderung mengan- dung risiko yang tidak kecil, karena sepak ter- jang perusahaan yang telah meraksasa akan memberi dampak signifikan terhadap kualitas, tidak saja manusia sebagai individu dan kelom- pok, tetapi juga terhadap lingkungan alam di jagat raya ini. Fenomena ini kemudian melahir- kan tanggung jawab sosial dalam berinvestasi. Ibarat sebuah pisau yang dapat diguna- kan untuk menyakiti, namun investasi juga da- pat digunakan untuk membantu orang. Investasi di pasar modal dapat dimanfaatkan untuk me- raih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memi- kirkan orang lain, namun juga dapat dimanfaat- kan untuk mempengaruhi perusahaan agar menjalankan usahanya berdasarkan prinsip- prinsip sosial yang bertanggung jawab. Pende- katan investasi yang disebut terakhir ini, atau dikenal dengan istilah Socially Responsible In- vestment (SRI), pada akhirnya bukan saja me- nyehatkan perekonomian secara keseluruhan, namun juga menjaga keberlangsungan sumber- sumber daya alam. Sosial responsible investing juga dikenal sebagai socially concious atau eti- ka investasi, yang menggambarkan strategi in- vestasi yang berusaha menekankan pada dua hal, yaitu mencari keuntungan yang sebesar- besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya dan prinsip sosial. Secara umum SRI didefinisikan sebagai filosofi investasi yang memasukkan pertimba- ngan etika dan moral disamping pertimbangan finansial. Pertimbangan etika dan moral terse- but mencakup masalah-masalah lingkungan hi- dup, hak asasi manusia, dan corporate gover- nance. SRI mulai dipraktekkan secara luas sejak dikeluarkannya Undang-undang Dana Pensiun SRI Inggris (the British SRI Pension Fund Legis- lation) yang berlaku efektif pada tanggal 3 Juli 2000. Undang-undang ini mewajibkan Dana Pensiun untuk mencantumkan sejauh mana per- timbangan-pertimbangan sosial, lingkungan dan etika dimanfaatkan dalam berinvestasi, diako- modir dalam Statement of Investment Princip- les (Pernyataan Prinsip Investasi). Termasuk juga mencantumkan kebijakan pemanfaatan hak yang melekat pada investasi yang dilakukan (misalkan hak suara pada investasi saham). Sejak efektifnya Undang-undang ini, SRI tidak lagi merupakan pendekatan investasi minor yang hanya dilakukan oleh segelintir pemodal, namun sudah berkembang menjadi praktek 446 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011
yang umum dilakukan dalam berinvestasi di pa- sar modal. Semakin banyak investor institusi yang menganggap bahwa SRI sudah menjadi bagian dari pendekatan standar dalam mela- kukan investasi. Pada intinya, SRI merupakan prinsip in- vestasi dimana investor tidak hanya memper- hatikan kemampuan perusahaan untuk mengha- silkan keuntungan tetapi juga kemampuan sum- ber-sumber daya perusahaan tersebut, terma- suk juga cara-cara perusahaan tersebut menja- lankan usahanya. Oleh karena itu, dapat disim- pulkan sementara bahwa motivasi dalam me- lakukan SRI adalah bahwa investor dapat ikut berpartisipasi dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik tanpa mengorbankan kepenti- ngan ekonominya. Sejarah dimulainya investasi bertanggung jawab sosial ini mungkin saja berhubungan de- ngan banyak sekali orang maupun tempat, na- mun beberapa mempercayai bahwa investasi sosial ini dimulai dengan Religious Society of Friends, suatu kelompok denominasi Kristen yang kini dikenal dengan nama Quakers. Pada tahun 1758, pada pertemuan tahunan kelompok "Quaker" di Philadelphia mengeluarkan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam perdaga- ngan orang/perbudakan. Lembaga-lembaga ke- agamaan senantiasa menjadi pelopor atas in- vestasi sosial, dimana salah satu penyebar pola pikir "investasi sosial" ini adalah John Wesley (1703-1791),yang merupakan pendiri gereja Me- thodis dan anak seorang pendeta dari gereja Anglikan. Ayahnya bernama Samuel Wesley dan ibunya adalah Susanna Annesley. John juga me- miliki seorang adik yang dilahirkan pada tahun 1707 (Charles Wesley). John Wesley merupakan pengkhotbah dan seorang pemimpin gerakan kebangunan rohani di Inggris pada abad ke 18. Pada waktu berumur 5 tahun, John Wesley me- ngalami kejadian yang hampir merengut nyawa- nya akibat kebakaran rumah pastori ayahnya. Tahun 1714 Johm masuk ke sekolah Charte- house di London. Belajar hingga 1720 kemudian pindah ke Universitas Oxford. Tahun 1724, John Wesley mendapat gelar sarjana muda dan me- nerima jabatan diaken pada tahun 1725. Selan- jutnya pada tahun 1726, John Wesley menjadi asisten dosen di Lincoln College, Oxford sambil menyelesaikan gelar sarjananya. Pada tahun 1927, John Wesley berhasil mendapat gelar sar- jana kemudian diangkat menjadi imam pem- bantu ayahnya di Epworth. Salah satu khotbah- nya yang berjudul The Use of Money (peman- faatan uang anda) menggaris bawahi doktrin tentang investasi sosial-misalnya dengan tidak merugikan tetangga dalam menjalankan praktik bisnis dan menghindari industri seperti penya- makan kulit dengan menggunakan tanin dan ba- han kimia yang dapat mencemari sungai. Investasi bertanggung jawab dalam dunia modern dimulai pada waktu perang Vietnam. Banyak orang pada masa itu yang masih ter- ingat atas foto menghebohkan yang dibuat pada bulan Juni 1972 dimana terlihat pada foto ter- sebut seorang anak perempuan berusia sembil- an tahun bernama Phan Th Kim Phc yang ber- lari dengan telanjang bulat kearah si fotografer sambil menjerit dimana punggungnya mengala- mi luka bakar hebat akibat bom napalm yang dijatuhkan ditengah kampungnya. Foto terse- but menggambarkan kekejaman dari Dow Che- mical, yang merupakanb perusahaan pembuat napal, dan hal ini menjadi pemicu protes di berbagai negara terhadap Dow Chemical dan perusahaan lainnya yang mengambil keuntung- an dari perang Vietnam. Pada periode 1970an, para aktivis investasi sosial ini mengalihkan perhatiannya pada tenaga nuklir dan emisi gas buang. Setelah terjadinya pembunuhan besar- besaran terhadap para demonstran berkulit hi- tam pada 21 Maret 1960 di Sharpe-ville, Afrika Selatan oleh polisi, maka pada periode 1970-an hingga awal 1990-an, lembaga-lembaga besar menghindari investasi pada perusahaan-perusa- haan yang berhubungan dengan pemerintahan dan pengambil kebijakan apartheid di Afrika. Setelah peristiwa pembunuhan besar-besaran di Sharpeville tersebut, kelompok internasional yang menentang apartheid makin menguat. Pa- da tahun 1976, Amerika melakukan embargo senjata terhadap Afrika Selatan. Kemudian pa- da tahun 1971, seorang pendeta yang pada saat itu menjadi anggota dewan pada General Mo- tors menuliskan suatu "aturan perilaku" bagi Hukum Pasar Modal dan Tanggung Jawab Sosial 447
para praktisi bisnis di Afrika Selatan yang dike- nal sebagai Prinsip Sullivan. Dengan mengguna- kan prinsip ini maka dilakukan upaya untuk mendokumentasikan praktik dari perusahaan- perusahaan Amerika di Afrika Selatan. Laporan yang dibuat berdasarkan penerapan prinsip Sul- livan menemukan bahwa perusahaan-perusa- haan Amerkia tidak berupaya melakukan per- baikan atas praktek diskriminasi yang mereka lakukan di Afrika Selatan. Disebabkan oleh la- poran ini maka timbulah tekanan politik di ko- ta-kota, negara-negara, kelompok keagamaan, dan dana pensiun dari seluruh negara bagian Amerika mulai melakukan divestasi investasi ataupun menarik investasi dari perusahaan-pe- rusahaan yang beroperasi di Afrika Selatan. Selanjutnya arus negatif investasi ini me- maksa suatu kelompok usaha yang mewakili 75% dari tenaga kerja Afrika Selatan untuk membuat suatu piagam yang menyerukan peng- akhiran dari apartheid. Sewaktu upaya investor bertanggung jawab sosial secara sendirian tidak mampu mengakhiri apartheid maka mereka memusatkan pendekatannya pada dunia inter- nasional guna memberikan tekanan pada komu- nitas usaha di Afrika Selatan.
Pendekatan Socially Responsible Investing Beberapa pendekatan SRI yang umum di gunakan adalah negative atau screening app- roach dimana investor menghindari untuk ber- investasi pada perusahaan yang bergerak di in- dustri-industri tertentu, dan positive approach dimana investor mentargetkan untuk berinves- tasi pada perusahaan yang memenuhi kriteria- kriteria tertentu. Selain itu adapula sharehol- ders activism approach, dimana investor tidak menghindari industri tertentu namun berusaha untuk memanfaatkan hak suaranya dalam me- ngarahkan kebijakan SRI Perusahaan. Namun demikian, pendekatan-pendakatan ini yang pa- ling dominan adalah screening approach. Di samping screening approach, trend yang sedang berkembang adalah bahwa pemegang saham memanfaatkan hak suaranya untuk menentukan arah perusahaan. Secara umum aktivitas pemegang saham dibagi menjadi: publisitas, dialog, dan pengaju- an resolusi. Adapun perusahaan yang dihindari umumnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan senjata, tembakau, alko- hol, pornografi, serta perusahaan yang secara langsung ataupun tidak mensupport pemerintah yang menindas hak-hak asasi, seperti Junta Militer di Burma.
Dasar Hukum Socially Responsible Investing di Indonesia Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembagunan perekonomi- an Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri. Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelengaraan perekono- mian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi na- sional, menciptakan lapangan kerja, mening- katkan pembangunan ekonomi yang berkelan- jutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Penamaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi In- donesia, untuk meningkatkan hal tersebut salah satu upaya adalah penetapan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penananam Modal. Oleh karena itu, dengan adanya Undang-undang diharapkan menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan bagi teknis pelaksanaan penananamam modal bail luar dan dalam negeri. Penanaman modal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2007 adalah segala bentuk kegiatan menanam mo- dal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia, sedangkan penanaman modal asing adalah ke- giatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang di- lakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun 448 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011
yang berpatungan dengan penanam modal da- lam negeri (Pasal 1 angka 3). Undang-undang Penanaman Modal ini juga telah mengatur tentang SRI, yaitu dalam Pasal 15, yang dirumuskan sebagai berikut: Setiap penanam modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola per- usahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampai- kannya kepada Badan Koordinasi Pe- nanaman Modal; d. menghormati tradisi budaya masyara- kat sekitar lokasi kegiatan usaha pena- naman modal; dan e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan rumusan tersebut, setiap investor berkewajiban untuk melaksanakan tanggung ja- wab sosial perusahaan serta menghormati tra- disi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal. Tanggung jawab so- sial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkung- an, nilai, norma, dan budaya masyarakat se- tempat (Penjelasan Pasal 15 huruf b UU No. 25 Tahun 2007). Hal ini merupakan suatu komit- men berkelanjutan yang dilakukan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pe- kerjanya beserta seluruh keluarganya. 9 Terha- dap pelanggaran ketentuan tanggung jawab sosial ini, investor diancam dengan sanksi be- rupa: peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fa- silitas penanaman modal; atau pencabutan ke- giatan usaha dan/atau fasilitas penanaman mo- dal (Pasal 34)
9 Jamin Ginting, Tinjauan Yuridis Terhadap Corporate So- cial Responsibility (CSR) Dalam Good Corporate Gover- nance (GCG), Lex Jurnalica, Vol. 5 No. 1, Desember 2007, hlm. 39; Sukarmi, Tanggung Jawab Sosial Per- usahaan (Corporate Social Responsibility) dan Iklim Pena- naman Modal di Indonesia, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 5 No. 2, Juni 2008, hlm. 13 Selain itu, tanggung jawab sosial juga te- lah diatur dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 ayat (1) yang me- negaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkait- an dengan sumber daya alam, wajib melaksa- nakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam hal ini hukum tidak hanya berfungsi un- tuk ketertiban umum, tetapi juga menjaga sus- tainability, yaitu keberlangsungan hidup umat manusia sebagai tertib moral yang lebih ting- gi. 10
Pengaturan tentang tanggung jawab so- sial ini, telah mewajibkan industri atau korpo- rasi-korporasi untuk melaksanakannya. Tang- gung jawab sosial merupakan salah satu prinsip dalam good corporate governance (transparan- si, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran). 11 Pembangu- nan suatu negara tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja. Diperlukan kerja- sama dengan seluruh masyarakat untuk mencip- takan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Perusahaan berpe- ran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha tidak hanya memperhatikan keuntungan yang dida- patkan, namun juga harus memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen ini- lah yang kemudian bersinergi membentuk kon- sep pembangunan berkelanjutan.
Penutup Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas dapat di tarik suatu simpulan, bahwa terdapat perubah- an fundamental dalam undang-undang penana- man modal, yaitu: pertama, kepastian hukum dengan dianutnya beberapa asas penting seper-
10 Tri Harnowo, Regulasi Corporate Sosial Responsibility Sebagai Penjamin Keberlangsungan Kehidupan, PBH Newsletter No. 71, Desember 2007, hlm. 7;Diana Halim Koentjoro, Penegakan Hukum dan Pertumbuhan Ekono- mi di Indonesia, Gloria Juris, Vol. 6 No. 2, Mei-Agustus 2006, hlm. 172 11 Charolinda, Pengembangan konsep Community Develop- ment Dalam Kerangka Pelaksanaan Corporate Sosial Res- ponsibility, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke- 36 No. 1, Januari-Maret 2006, hlm. 89 Hukum Pasar Modal dan Tanggung Jawab Sosial 449
ti perlakuan sama antara penanaman modal da- lam dan luar negeri, transparansi dan akuntabi- litas; kedua, penegasan garansi terhadap tin- dakan nasionalisasi dan penyelesaian sengketa; dan ketiga, Penyerderhanaan prosedur dan per- izinan penanaman modal melalui mekanisme pelayanan terpadu satu pintu serta kemudahan dan keringanan yang diperlukan. Pembangunan ekonomi bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah maupun warganya, tetapi juga merupakan tanggung jawab bagi pe- nanam modal. Diaturnya tanggung jawab sosial bagi penanam modal merupakan dasar hukum bagi penanam modal dalam memperhatikan lingkungan sekitarnya, sehingga dengan adanya perusahaan di suatu daerah dan melaksanakan tanggung jawab sosialnya, maka secara tidak langsung perusahaan tersebut/penanam modal turut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Daftar Pustaka Charolinda. Pengembangan Konsep Community Development dalam Kerangka Pelaksana- an Corporate Sosial Responsibility. Jur- nal Hukum dan Pembangunan Tahun ke- 36 No. 1, Januari-Maret 2006; Fuad, Fokky. Hukum, Demokrasi dan Pemba- ngunan Eko-nomi. Lex Jurnalica, Vol. 5 No. 1, Desember 2007; Ginting, Jamin. Tinjauan Yuridis Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) da- lam Good Corporate Governance (GCG). Lex Jurnalica, Vol. 5 No. 1, Desember 2007; Ginting, Nirwana. 2008. Perjanjian Kerjasama Modal Asing Dan Modal Nasional Berda- sarkan Undang-Undang PMA No.1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970. Diakses pada wesite http://library. usu.ac.id/index.php/component/journals /index.php?option=com_journal_review&i d=4920&task=view tanggal 2 Januari 2009 Harnowo, Tri. Regulasi Corporate Sosial Res- ponsibility Sebagai Penjamin Keberlang- sungan Kehidupan. PBH Newsletter No. 71, Desember 2007; Koentjoro, Diana Halim. Penegakan Hukum dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Gloria Juris, Vol. 6 No. 2, Mei-Agustus 2006; Prasudhi, Imawan Dicky. Implikasi GATT (Ge- neral Agreement on Tariffs and Trade) Terhadap Perekonomian Indonesia. Hu- kum dan Dinamika Masyarakat, Edisi April 2006; Safitri, Indra. Peranan Hukum Pasar Modal da- lam Perkembangan Ekonomi Indonesia. Jurnal Legislasi Indo-nesia, Vol. 5 No. 2, Juni 2008; Simatupang, Taufik H. Hukum dan Pembangu- nan Ekonomi. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 1 No.1, April 2007; Sitompul, Zulkarnain. Investasi Asing di Indo- nesia: Memetik Manfaat Liberalisasi, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 5 No. 2. Juni 2008; Sukarmi. Tanggung Jawab Sosial Per-usahaan (Corporate Social Responsibility) dan Ik- lim Penanaman Modal di Indonesia. Jur- nal Legislasi Indonesia Vol. 5 No. 2, Juni 2008.