Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Problematika Demografi Tiongkok Dalam Pertumbuhan Ekonomi Industri Di Dunia

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Problematika Demografi Tiongkok dalam Pertumbuhan Ekonomi Industri di Dunia

Abstract
Demographic phenomenon occurs in many developed countries, population growth speed
is an issue that needs to be considered because of the unballance of the density of population
with the total area of the country. In order to face the population explosion, the Chinese
government began promoting family planning campaign in the early 1970s who realized the One
Child Policy policy during the reign of Deng Xiaoping. Implementation of policies 'One child
policy' in China is evidenced by the presence of authentic evidence in its laws issued by the
Chinese government in Population and Family Law of the People's Republic of China (Order of
the President No. 63), which is poured into section 18 chapter II about the Awards and Social
Security, which reads "the state maintains its current policy for reproduction, encouraging late
marriage and childbearing and advocating one child per couple". One child policy, which
resulted in human rights violations, America as a country that supports the enforcement of
human rights to interfere in its implementation. America not only has interests in the
enforcement of human rights, but also has several objectives to be achieved by looking at the
changes that occur in china. China realized the interfere of America which has been widespreed
and annoyed they internal business, they perform stategies to address it in order to makes it not
too far away and make the government upset with the what was done by America as a form of
they goal attainment.
Keywords: One Child Policy, China, Deng Xiaoping, Policy, America.
PENDAHULUAN
Dialektika antara kebudayaan dan pembangunan dalam proses perubahan sosial pada
suatu masyarakat memiliki hubungan yang bersifat unlinear, dan berbentuk cyclical. Hubungan
keduanya saling mempengaruhi. Pada asumsi tertentu kebudayaan mempengaruhi kelangsungan
pembangunan, sementara pada asumsi yang lain pembangunan mempengaruhi kebudayaan.
Dalam perubahan sosial ada beberapa teori sosial yang membicarakan tentang bentuk dari
hubungan itu antara lain: Unlinear theories, Cyclical theories, Universal theori, Multilined
theories. Tujuan dari suatu proses pembangunan adalah untuk merubah sesuatu dari keadaan
lama menjadi baru. Perubahan dari yang lama ke yang baru disini menekankan pada hakekat
1

kualitas, artinya hasil kualitas dari sesuatu perubahan itu harus lebih baik dan lebih bermutu dari
keadaan sebelumnya. Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup
perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial, ekonomi, politik serta kebudayaan. Sebagai
sebuah proses, pembangunan menunjukkan adanya hubungan saling pengaruh antara berbagai
faktor yang dihasilkannya.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan- perubahan sosial
mencakup unsur- unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan
bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial. Perubahan tersebut berada pada dua
bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial. Perubahan materiil yaitu perubahan fisik
yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam hal teknologi telah merubah pola
interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan immaterial menurut Soetomo
disebut sebagai perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip hidup manusia,
misalnya berkaitan dengan HAM.
Fenomena demografi banyak terjadi di negara-negara maju, lajunya pertumbuhan
penduduk menjadi isu yang perlu diperhatikan karena padatnya penduduk dibanding luas
wilayah negara tersebut. Di Cina, tingkat pertumbuhan penduduk sangat cepat. Karena
pemerintahan Mao Zedong menyarankan untuk memiliki banyak anak dengan alasan bahwa
semakin banyak penduduk maka suatu negara akan kuat. Masalah penduduk merupakan
persoalan penting yang menyentuh langsung pada kelangsungan hidup dan perkembangan
bangsa Cina, keberhasilan atau kegagalan dari kemajuan bangsa Cina serta pembangunan yang
berkelanjutan antara penduduk di sisi, dan ekonomi, masyarakat, sumber daya dan lingkungan di
sisi lainnya. Sehingga pada pemerintahan Deng Xiaoping dibuatlah kebijakan berupa One Child
Policy untuk membatasi banyak anak dalam satu keluarga.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian
kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penulis mengumpulkan data dari perpustakaan
yang relevan dalam penulisan jurnal ini. Bukan hanya itu, dalam jurnal ini penulis juga
menggunakan adanya decision making theory yang merupakan sebuah teori yang digunakan
untuk menentukan pilihan untuk dijadikan sebuah kebijakan namun didalamnya terkadang
2

memiliki hambatan dimana hambatan tersebut merupakan kecenderungan dan kondisi politik
serta adanya groupthink yang mempengaruhi penentuan kebijakan tersebut. Kaitannya
pembahasan dalam jurnal ini dengan teori tersebut yakni karena di Cina, tingkat pertumbuhan
penduduk sangatlah cepat serta pada masa pemerintahan Mao Zedong menyarankan untuk
memiliki banyak anak dengan alasan bahwa semakin banyak penduduk maka suatu negara akan
kuat. Maka guna menghadapi ledakan penduduk tersebut, pemerintah Cina mulai menggalakan
kampanye family planning di awal tahun 1970 yang direalisasikan dalam kebijakan One Child
Policy pada masa pemerintahan Deng Xiaoping dan kebijakan tersebut diberlakukan sekitar
tahun 1979 yang bertujuan untuk mencegah terjadinya ledakan jumlah penduduk di Tiongkok.
PEMBAHASAN
Politik dan Pemerintahan Cina
Dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 miliar jiwa, Cina berhasil menjadi salah satu negara
yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia. Bahkan, dipercaya akan memimpin
kekuatan perekonomian dunia bersama Korea dan Jepang menggusur dominasi Amerika serikat
sebagai negara super power saat ini. Sukses negara berjuluk Tirai Bambu ini tidak lepas dari
banyaknya penduduk yang dimiliki negara-negara belahan dunia. 1 Hal ini kemudian
menyebabkan segala isu terkait dengan kependudukan di negara ini, secara tidak langsung juga
akan berpengaruh pada isu kependudukan secara global karena jumlah penduduknya yang
banyak. Pada saat masyarakat Cina masih hidup dalam masa pra-modern, pertumbuhan
penduduk cenderung rendah. Tingkat kelahiran pada saat itu tinggi, tapi tingkat kematian juga
tinggi, sehingga pertumbuhan penduduk rendah. Tingkat kematian yang tinggi pada masa
tersebut kebanyakan disebabkan oleh menyebarnya wabah penyakit, kematian pada saat
melahirkan, dan lain-lain. Pertumbuhan penduduk Cina mulai meningkat setelah tahun 1949, dan
pada sensus penduduk pertama yang dilakukan oleh Cina di tahun 1953, terhitung jumlah
penduduknya mencapai 594 juta orang, yang merupakan 30% dari jumlah penduduk dunia pada
saat itu.
Guna menghadapi ledakan penduduk, pemerintah Cina mulai menggalakan kampanye
family planning di awal tahun 1970 yang direalisasikan dalam kebijakan One Child Policy pada
1

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-budisantos-32760-11unikom_b-.pdf (Diakses pada 16 November 2014)

masa pemerintahan Deng Xiaoping. Kebijakan tersebut diberlakukan sekitar tahun 1979 yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya ledakan jumlah penduduk di Tiongkok. Inti dari kebijakan
tersebut adalah setiap pasangan jika memiliki satu anak saja maka akan mendapatkan tunjangan
hidup baik untuk orang tua maupun si bayi, tetapi jika pasangan memiliki lebih dari satu anak
maka pasangan tersebut wajib membayar denda sekitar 60.000 Yuan atau setara dengan 40 juta
Rupiah.2
Kekhawatiran tersebut mendasari pemerintah Cina dalam membuat kebijakan family
planning atau perencanaan keluarga. Perencanaan keluarga di Cina sudah dimulai setelah sensus
penduduk pertama diadakan. Program yang dilaksanakan pada masa awal kebijakan tersebut
cenderung terkesan halus, yaitu dengan memberikan informasi dan pelayanan mengenai alat
kontrasepsi. Sayangnya program tersebut kurang berjalan dengan baik, bahkan Mao Zedong
sendiri seperti mengabaikan program tersebut dan beralasan bahwa jumlah penduduk yang
banyak merupakan suatu keuntungan bagi Cina, karena kekuatan sumber daya manusia yang
banyak bisa menaklukan sumber daya alam yang terbatas. 3 Kebijakan satu anak (One Child
Policy) sebenarnya merupakan kebijakan yang digalakkan oleh pemerintah Cina untuk menekan
angka kelahiran di negara tersebut. One Child Policy sendiri resmi dikeluarkan pada 25
September 1980. Sejak saat itu, pemerintah Cina telah gencar melakukan kampanye untuk
menghimbau masyarakatnya agar mengurangi tingkat reproduksinya. Pada awalnya kebijakan ini
memang seolah dilakukan dengan memicu kesadaran masyarakat Cina secara suka rela. Namun
karena dianggap kurang efektif yakni hanya mampu mengurangi tingkat kelahiran anak yang
semula empat anak menjadi tiga anak per keluarga, akhirnya pemerintah Cina secara tegas dan
koersif memaksa masyarakat Cina untuk hanya diperbolehkan memiliki satu anak saja dalam
satu keluarga.4

Wan He & Mark Muencrath, Shades of Gray: A Cross-Country Study of Health and WellBeing of the Older Populations in SAGE Countries, 20072010, United States Census
Bureau, 2012, hal. 13.
3

B. Naughton, Population Growth and the One Child Family, The Chinese Economy:
Transitions and Growth, The MIT Press, Cambridge, 2007, hal. 168.
4

http://bagus_surya-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-104296-MBP%20Asia%20Timur-Isu
%20Demografi%20di%20Asia%20Timur:%20One%20Child%20Policy%20dan%20Grey
%20Population.html (Diakses pada 16 November 2014)

Penerapan kebijakan One child policy di Tiongkok dibuktikan dengan adanya bukti
otentik dalam perundang-undangannya yang dikeluarkan oleh pemerintah Tiongkok dalam
Population and Family Law of the Peoples Republic of China (Order of the President No. 63),
yang dituangkan ke dalam pasal 18 bab II mengenai Penghargaan dan Jaminan Sosial yang
berbunyi The State maintains its current policy for reproduction, encouraging late marriage
and childbearing and advocating one child per couple.
Dalam hal ini kebijakan yang diambil oleh pemerintah Tiongkok merupakan pemberian
keputusan yang tegas dalam pengimplementasiannya yang kemudian akan berdampak pada
terealisasikannya kebijakan tersebut. One-child policy dilaksanakan sejak masa pemerintahan
Deng Xiaoping. One-child policy rupanya diimplementasikan dengan cukup variatif.
Implementasi dari kebijakan ini terkadang berbeda di setiap daerah atau provinsi. Kebijakan ini
berhasil menurunkan tingkat kesuburan total (Total Fertility Rate/TFR) di Cina, dari angka 2,9
pada tahun 1979, menjadi 1,7 pada tahun 2004.5
Pro dan Kontra dalam Chinas One Child Policy
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa perubahan
populasi yang terjadi di Tiongkok pada dasarnya berasal dari kebijakan pemerintah dalam usaha
mengatur perkembangan penduduk untuk mencegah terjadinya ledakan penduduk yang dapat
mengganggu aktivitas ekonomi Tiongkok seperti One Child Policy dan kebijakan pertumbuhan
ekonomi yang berfokus pada daerah perkotaan. Namun, dalam pengimplementasian Cinas One
Child Policy tersebut tentu ada pro dan kontra dari berbagai pihak masyarakat. Kebijakan
tersebut menimbulkan berbagai dampak bagi masa depan demografis Tiongkok seperti
penurunan angka kelahiran dan tingginya penduduk berusia tua. Hal tersebut juga akan
menurunkan tingkat konsumsi serta besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
memberika dana pensiun dan jaminan kesehatan, ditambah dengan kecenderungan masyarakat
Tiongkok yang sebagian besar bekerja sebagai buruh untuk menyimpan pendapatan mereka
daripada untuk berbelanja.6 Penurunan konsumsi tersebut juga menjadi masalah baru bagi
5

T. Hesketh, dan Z.W Xing, vol.353/11, 2005, The New England Journal of Medicine, The
Effect of China's One-Child Family Policy after 25 Years, hal. 1171-1176.
6

Yang Du & Melyan Wang, Population Ageing, Domestic Consumption and Future Economic
Growth in China, in Ligang Song & Jane Gooley (eds) Rising China: Global Challenges and
Opportunities, ANU E Press, Canberra, 2011, hal. 301-314.

Tiongkok karena peningkatan jumlah penduduk usia lanjut yang diiringi dengan penurunan
tingkat konsumsi tersebut akan berdampak pada penurnan stabilitas makro ekonomi domestik
Tiongkok.7
Selain itu terkait dengan bertambahnya penduduk berusia tua, dapat dikatakan
kedepannya Tiongkok mengalami fenomena The Grey Population. Hal tersebut diakibatkan
karena Tiongkok yang dulunya memiliki penduduk dengan jumlah usia pekerja yang besar kini
telah berusia tua sehingga ada hubungan yang berbanding lurus antara jumlah usia pekerja yang
dulu dengan usia tua saat ini. Kondisi inilah yang dinamakan dengan The Grey Population, yaitu
suatu negara memiliki potensi jumlah penduduk berusia tua lebih tinggi dari usia produktif.
Muncullah fenomena menarik yang disebut 4:2:1, yaitu sepasang suami istri yang sudah menikah
harus

menanggung

kehidupan

satu

orang

anak

serta

empat

orangtua. 8

Adapun

pengimplementasian one child policy terkadang dilakukan dengan cukup keras. Terkadang
kebijakan tersebut dilakukan dengan pemaksaan (law coercion).
Pemaksaan tersebut seperti kurang memperdulikan aspek kemanusiaan dan tidak
memperhatikan kesehatan reproduksi masyarakat. Hal tersebut sempat dibenarkan oleh Zhao
Bingli, wakil dari Komisi Perencanaan Keluarga Nasional, yang mengakui bahwa pada masamasa awal pelaksanaan kebijakan ini, ada staff-staff yang kurang berpengalaman, kurang
bertanggung jawab, bahkan kurang beradab dalam melaksanakan kebijakan perencanaan
keluarga.9 Sekarang hal seperti itu sudah tidak bisa ditemukan karena telah ada undang-undang
mengenai

perencanaan

keluarga

yang

diresmikan

pada

tahun

2002.

Bagi

yang

mengimplementasikan one-child policy dengan cara-cara yang tidak beradab tersebut akan
dikenai hukuman, sehingga pemerintah dapat lebih melindungi masyarakat.
Strategi Cina Terhadap Kepentingan Amerika Terkait One Child Policy
Amerika sebagai negara adi kuasa memiliki tujuan dimana setiap manusia mendapatkan
hak mereka masing-masing. Terlihat bahwa Amerika sangat mendukung mereka yang tidak
7

Ibid, hal. 301.

Y. Wang dan V. L. Fong, vol.48/12, 2009, Journal of the American Academy of Child &
Adolescent Psychiatry, Little Emperors and the 4:2:1 Generation, hal.1137-1139.
9

http://www.china.org.cn/english/2002/Oct/46138.htm (Diakses pada 17 November 2014)

mendapatkan haknya tersebut. Apalagi Amerika yang menganut sistem liberal mempunyai
pandangan yang mengedepankan kebebasan setiap orang. Dengan demikian, setiap manusia
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengaktualisasikan dirinya dengan maksimal.
Pentingnya Cina dalam ekonomi global, keamanan, lingkungan, dan hal-hal lainnya telah
berkembang, baik Pemerintahan Bush dan Obama bertujuan untuk menjalin kerjasama bilateral
diberbagai bidang, sementara Amerika Serikat sangat tidak setuju dengan Beijing pada banyak
isu-isu HAM. Amerika akan selalu gencar dengan program penegakan HAM-nya, apalagi
dampak-dampak yang dihasilkan oleh one child policy menjadikan jalan yang tepat untuk masuk
kedalam internal Cina. One child policy yang notabenenya pengendalian kelahiran, menjadikan
isu HAM sebagai permasalahan yang gencar untuk dibela Amerika sebagai bentuk hegemoninya
di dunia internasional. Cina mulai memperluas partisipasinya dalam rezim HAM Internasional
selama 30 tahun terakhir. Cina pun telah menandatangani perjanjian internasional yang penting
dan berinteraksi dengan berbagai lembaga internasional berkaitan dengan HAM.10 Cina memulai
partisipasinya dan memasuki PBB tahun 1971, partisipasi yang dilakukan belum berperan
penting dan menjadi anggota resmi dalam lembaga HAM.
Cina melakukan zona ekonomi khusus sebagai strategi pembangunannya dibidang
ekonomi. Zona ekonomi khusus ini memberikan perlakuan khusus bagi investor asing seperti
pembebasan kewajiban pajak, peniadaan dan pengurangan hambatan tarif sehingga negara dapat
berintegrasi dengan perekonomian global. Pengembangan zona ekonomi khusus merupakan
salah satu kunci pendorong keberhasilan pembangunan di Cina. Pengembangan zona ekonomi
khusus sendiri melibatkan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang
memiliki peranan dengan pihak asing yang membuka investasi asing di daerah tersebut.
Pengembangan zona ekonomi khusus sendiri pertama kali diusulkan oleh pemerintah provinsi
Guangdong.11 Cina akan selalu melakukan apapun untuk pembangunan ekonominya, karena
dengan demikian akan menjadikan Cina sebagai negara dengan tingkat ekonomi yang sangat
tinggi. Walaupun Cina disibukkan dengan permasalan HAM yang banyak terjadi, Cina selalu
gencar membangun negaranya. Baik dalam segi ekonomi maupun politik yang sebenarnya
10

Dingding Chen, Vol. 2, 2009, Chinese Journal of International Politics, Chinas Participation
in the International Human Rights Regime: A State Identity Perspective, hal. 1.
11

Bangkit A. Wiryawan, Zona Ekonomi Khusus Strategi China Memanfaatkan Modal


Global, Yayasan CCS, Depok, 2008, hal. 1-37.

menjadi permasalahan utama Amerika melancarkan kepentingan-kepentingannya dengan dalih


HAM.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan demografis
Tiongkok yang terjadi pada dasarnya disebabkan oleh kondisi dan kebijakan domestik Tiongkok
sendiri sejak tahun 1979 yang menerapkan One Child Policy yang bertujuan untuk mencegah
ledakan penduduk. Namun kebijakan One Child Policy ini dirasa tidak sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang semakin pesat yang menyebabkan kebutuhan akan
angkatan usia kerja bertambah, sementara angkatan pekerja yang dulu kini sudah sampai ke usia
tua yang tidak produktif lagi. Ditambah dengan biaya yang hidup yang tinggi serta belum
meratanya pertumbuhan ekonomi di Tiongkok menyebabkan individu yang berpenghasilan
rendah cenderung untuk menyimpan hasil pendapatannya daripada mengkonsumsi dalam jumlah
besar.
Pada akhirnya kebijakan One Child Policy dirasa sudah tidak relevan lagi dalam
mengontrol kependudukan Tiongkok. Selain itu, pemerintah Tiongkok seharusnya lebih
memperhatikan pemerataan kesejahteraan serta penempatan lahan industri maupun lapangan
pekerjaan yang tidak hanya berfokus di kota melainkan juga di desa sehingga dapat
meminimalisir urbanisasi penduduk yang berdampak negatif pada tingkat konsumsi. Grey
Population juga menjadi ancaman serius pada kondisi demografis Tiongkok maupun Asia Timur
kedepan yang berakibat buruk pada aktivitas ekonomi kawasan Asia Timur.
Kepentingan Amerika yang tampak jelas dibidang ekonomi dan politik, dimana Amerika
melihat bahwa dengan pengambilan one child policy ini, Cina memiliki pengaruh besar untuk
menggantikan dominasi Amerika yang selama ini mereka bangun. Untuk itu, Amerika
melancarkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Melihat keikutsertaan Amerika yang
semakin meluas dan mencampuri urusan internalnya, Cina melakukan strategi-strategi untuk
mengatasi kepentingan tersebut agar tidak terlalu jauh dan membuat pemerintah gusar dengan
apa yang dilakukan oleh Amerika sebagai bentuk pencapaian tujuannya. Cina mengeluarkan
laporan tentang HAM Amerika pada tahun 2004 dan 2011, sebagai bentuk penentangan yang
berisi pelanggaran-pelanggaran HAM Amerika. Penegasan dari pemerintah Cina menginginkan
8

agar Amerika lebih memfokuskan pada HAM mereka sendiri dan janganlah mencampuri urusan
negara lain dengan dalih HAM.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, Dingding. 2009. Chinas Participation in the International Human Rights
Regime: A State Identity Perspective. Chinese Journal of International
Politics. Vol. 2: hal. 1.
Du, Yang & Melyan Wang. 2011. Population Ageing, Domestic Consumption and
Future Economic Growth in China, in Ligang Song & Jane Gooley (eds) Rising
China: Global Challenges and Opportunities. Canberra: ANU E Press.
Hesketh, T. dan Z.W Xing. 2005. The Effect of China's One-Child Family Policy after
25 Years. The New England Journal of Medicine. Vol.353 nomor 11: 11711176.
He, Wan & Mark Muencrath. 2012. Shades of Gray: A Cross-Country Study of
Health and Well-Being of the Older Populations in SAGE Countries, 2007
2010. United States Census Bureau.
Naughton, B. 2007. Population Growth and the One Child Family, The Chinese
Economy: Transitions and Growth. Cambridge: The MIT Press.
Wang , Y. dan V. L. Fong. 2009. Little Emperors and the 4:2:1 Generation. Journal
of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry. Vol.48 nomor 12:
1137-1139.
Wiryawan, Bangkit A. 2008. Zona Ekonomi Khusus Strategi China Memanfaatkan
Modal Global. Depok: Yayasan CCS.
http://bagus_surya-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-104296-MBP%20Asia
%20Timur-Isu%20Demografi%20di%20Asia%20Timur:%20One%20Child
%20Policy%20dan%20Grey%20Population.html (Diakses pada 16 November
2014)
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-budisantos-32760-11unikom_b-.pdf (Diakses pada 16 November 2014)
http://www.china.org.cn/english/2002/Oct/46138.htm (Diakses pada 17 November
2014)
9

10

You might also like