Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
MASALAH KETIDAKADILAN MASYARAKAT DALAM HUKUM DI INDONESIA ARFADINA Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar ABSTRAK Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar dan tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suat keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya. Jadi bisa kita simpulkan bahwa ketidakadilan merupakan perbuatan yang bertolak belakang dari keadilan. Ketidakadilan dalam hukum merupakan permasalahan dalam hukum di Indonesia yang cukup sensitif bagi para masyarakat biasa atau masyarakat dari kalangan bawah yang melihat atau pun mengalami fenomena ketidakadilan tersebut. Karena dari ketidakadilan itulah yang dapat minimbulkan konflik atau tindakan protes yang dilakukan masyarakat kelas bawah (kaum proletar) terhadap masyarakat kelas atas (kaum borjuis). Kata kunci: konflik; kaum borjuis; kaum proletar; hukum;ketidakadilan; kekuasaan. I. PENDAHULUAN Pada hakikatnya, hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam satu sistem yang telah menentukan apa yang boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang bersumber baik dari masyrakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal (Pasamai, 2016). Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar dan tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suat keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya. Jadi bisa kita simpulkan bahwa ketidakadilan merupakan perbuatan yang bertolak belakang dari keadilan. Masalah keadilan merupakan masalah yang rumit, persoalan ini dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat, termasuk Indonesia. Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya orang beranggapan bahwa hukum mempunyai dua tugas utama, yakni mencapai suatu kepastian hukum, serta mencapai keadilan atau kesebandingan bagi semua masyarakat. Masalah keadilan atau kesebandingan hingga kini masih merupakan masalah yang sulit terpecahkan di Indonesia yang masih mengalami transformasi di bidang hukum sejak tahun 1942. Sejak tahun tersebut tidak hanya banyak perundang-undangan baru yang diintroduksikan, akan tetapi banyak pula keputusan-keputusan pengadilan yang telah menyimpang dari jurisprudensi zaman kolonial (Soekanto, 2017). Ketidakadilan dalam hukum Indonesia terjadi karena orang-orang yang memiliki kekayaan atau pun kekuasaan mendominasi hukum negara ini. Mereka dengan mudahnya dapat membebaskan diri dari berbgai sanksi hukum yang mereka dapatkan. Hal ini terjadi karena lemahnya hukum di Indonesia. Para apara-aparat penegak hukum yang mudah dikuasai oleh orang-orang kaya (masyarakat kelas atas/kaum borjuis). Konflik antara masyarakat karena ketidakadilan dalam hukum sudah menjadi hal wajar yang terjadi. Karena bagaimana pun juga, hukum harus berjalan secara adil sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, orang Indonesia mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara yang sehalus mungkin. Suatu konflik lebih disukai daripada jatuhnya keputusan siapa yang salah dan siapa yang benar, dengan harapan untuk menyelesaikan perselisihan secarca efektif tanpa menimbulkan ketegangan sosial. Kecenderungan untuk menyelesaikan perselisihan secara damai tersebut berakar pada nilai sosial-budaya yang dinamakan shame-culture yang dapat ditemukan pada kebanyakan masyarakat di Asia. II. KAJIAN TEORI Karl Heinrich Marx adalah salah satu tokoh sosiologi berkebangsaan Inggris yang mencetuskan teori konflik. Beberapa pandangan Marx tentang kehidupan sosial yaitu: 1. Masyarakat sebagai arena yang didalamnya terdapat berbagai bentuk pertentangan. 2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak kepada kekuatan yang dominan. 3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memelihara lembagalembaga sosial, seperti milik pribadi (property), perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial. 4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas-kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka. 5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain, sehingga konflik tak terelakkan lagi. Sebagaimana dikemukakan oleh Karl Marx yang memandang masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan kepada kepemilikan sarana dan alat produksi (property), yaitu kelas borjuis dak proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Menurut Marx, masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kelas proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi di mana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok proletar karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sementara jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya kian buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial. Dengan demikian akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya. Semakin memburuknya kehidupan kaum proletar dan semakin timpangnya kesenjangan ekonomi, maka gejala ini mendorong kaum proletar untuk melakukan perlawanan dalam bentuk revolusi sosial dengan tujuan menghapus kelas-kelas sosial yang dianggap sebagai biang ketidakadilan. Dalam teori Marx disebutkan bahwa keadilan sosial akan tercapai jika kehidupan masyarakat tanpa kelas telah dapat diwujudkan. Dalam kehidupan masyarakat tanpa kelas, peran negara hanya bersifat sementara waktu saja, yaitu sebagai alat pengendalian diktator proletariat atau kewenangan yang mewakili golongan proletar. Akan tetapi disaat masyarakat komunis terbentuk maka peranan negara akan lenyap dengan sendirinya (witherway). Peran negara hanya untuk melenyapkan eksistensi (keberadaan) eksploitasi kapitalistik, mencegah konter revolusi (revolusi balik) dan memengaruhi perubahan-perubahan ekonomi, yaitu meningkatkan produksi sampai pada tingkat di mana kebutuhan semua rakyat dapat dipenuhi semuanya. Wujud dari pemenuhannya adalah merelokasi (membagikan kembali) produksi dan distribusi barang ke tangan organisasi perwakilan seluruh rakyat (Setiadi dan Kolip, 2011). III. PEMBAHASAN Konflik merupakan suatu pertarungan menang-kalah antar kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua pihak atau lebih. Dari sudut mana pun kita melihat konflik, bahwa konflik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial. Didalam kenyataan kehidupan manusia dimana pun dan kapan pun selalu ada bentrokan sikap-sikap, pendapat-pendapat, perilaku-perilaku, tujuantujuan, dan kebutuhan-kebutuhan yang selalu bertentangan sehingga proses yang demikian itulah yang akan mengarah pada suatu perubahan (Rosana, 2015). Konflik pada umumnya berlatar belakang adanya perbedaan. Perbedaan sendiri adalah bagian tak terpisahkan dari realitas kehidupan. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, kekayaan, kekuasaan dan lain sebagainya. Perbedaan bisa menjadi potensi bisa menjadi persoalan. Menjadi potensi jika dipahami secara baik dan dikelola secara konstruktif agar semakin memperkaya makna hidup. Bisa menjadi persoalan jika kemudian berkembang menjadi bentuk penyelesaian dengan cara-cara kekerasan. Konflik juga dapat bernilai positif, yaitu pada saat konflik bisa dikelola secara arif dan bijaksana, disini konflik bisa mendinamisasi proses sosial dan bersifat konstruktif bagi perubahan sosial masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan, sehingga konflik bisa dikonotasikan sebagai sumber perubahan. Konflik yang terjadi dalam hukum di indonesia paling banyak terjadi adalah konflik antara orang-orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan dengan orang-orang yang tidak mempunyai kekayaan dan kekuasaan. Di indonesia, penyebab utama terjadinya konflik adalah ketidakadilan. Dari 15 konflik besar di Indonesia, yang korbannya minimal 1.000 orang meninggal, itu dikarenakan ketidakadilan, baik dalam bidang politik, hukum dan lain sebagainya. “Semua orang sama dimata hukum” merupakan suatu istilah bahwa setiap warga negara di Indonesia berhak untuk meendapatkan keadilan dalam hukum baik itu masyarakat kelas atas maupun masyarakat kelas bawah. Jika seseorang melakukan pelanggaran peraturan yang berat, maka dia akan dijatuhi hukuman yang berat pula, sesuai dengan sansi yang terdapat pada hukum tersebut. Tapi berbeda dengan orang-orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan, mereka biasanya menggunakan kekayaan dan kekuasaan mereka utuk meringankan hukuman yang mereka dapatkan. Bahkan mereka bisa menghilangkan sanksi yang mereka dapat tersebut dengan kekayaan dan kekuasaan. Permasalahan hukum yang seperti ini di Indonesia sudah menjadi hal yang sering terjadi. Sehingga hukum di Indonesia bisa dikatakan sudah tidak berjalan lagi sebagaimana mestinya. Bukan hanya orangorang yang mempunyai kekayaan dan kekuasaan, tetapi para aparat penegak hukum itu sendirilah yang salah, sehingga hukum Indonesia menjadi timpang sebelah atau biasa disebut dengan “Tajam kebawah dan tumpul keatas”. Karena tindakan-tindakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan tersebut, lahirlah ketidakadilan dalam hukum dan konflik pun tidak bisa dihindari. Ketidakadilan dalam hukum merupakan permasalahan dalam hukum di Indonesia yang cukup sensitif bagi para masyarakat biasa atau masyarakat dari kalangan bawah yang melihat atau pun mengalami fenomena ketidakadilan tersebut. Karena dari ketidakadilan itulah yang dapat minimbulkan konflik atau tindakan protes yang dilakukan masyarakat kelas bawah (kaum proletar) terhadap masyarakat kelas atas (kaum borjuis). Ada banyak sekali masalah ketidakadilan hukum di Indonesia. Contoh kasus ketidakadilan dalam hukum yaitu kasus yang terjadi pada Rasyid dan Wildan pada tahun 2013. Di dalam kasus keduanya, hakim telah menjatuhkan hukuman bersalah kepada mereka atas oerbuatan yang telah mereka lakukan. Akan tetapi hukuman yang mereka dapatkan berbeda. Rasyid dijatuhi hukuman selama 5 bulan penjara dan 6 bulan masa percobaan karena kecerobohannya yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia. Sedangkan Wildan harus menanggung hukuman di penjara selama 6 tahun sampai 10 tahun penjara karena melakukan spoofing di situs presiden, Presidenby.info, tanpa mengacak-acak bagian dalamnya. Memang gambar tersebut hanya menampilkan foto dan beberapa tulisan saja, namun apabila dicermati lebih lanjut, apakah benar hanya gara-gara status sosial dan jabatan menjadikan seorang hacker tamatan STM harus menanggung hukuman lebih tinggi dibandingkan dengan seorang anak menteri (Latifah, 2015). Pada contoh kasus ketidakadilan diatas, kita dapat menggolongkan dua kelompok individu tersebut berdasarkan teori konflik oleh Karl Marx yang membagi kelas masyarakat menjadi kelas pemilik modal (borjuis) dan pekerja miskin sebagai kelas proletar (Susan, 2010). Ketidakadilan terjadi ketika masyarakat kelas atas yang memiliki kekayaan atau pun kekuasaan dapat membeli atau dapat dikatakan mengurangi sanksi hukum yang mereka dapatkan, mereka juga pasti merasa diuntungkan terkait kemudahan yang mereka peroleh tesebut. Berbeda dengan masyarakat kelas bawah yang tidak mempunyai apa-apa, mereka malah mendapat sanksi hukum yang lebih berat daripada pelanggaran yang mereka lakukan. Masyarakat kelas bawah yang mencari keadilan dalam hukum selalu menjadi korban dari hukum itu sendiri. Konflik antara masyarakat kelas atas (kaum borjuis) dengan masyarakat kelas bawah (kaum proletar) sudah sering kali terjadi di Indonesia. Kerugian yang diperoleh masyarakat kelas atas membuat mereka melakukan tindak protes terhadap masyarakat kelas atas maupun para apara-aparat penegak hukum yang terlibat dalam permasalahan ketidakadilan ini. Pernyataan Karl Marx melalui artikelnya The Classes,memberi penekanan bahwa perubahan sosial dalam sejarah masyarakat manusia adalah akibat perjuangan revolusioner kelas. Kelas revolusioner yang dimaksud oleh Karl Marx yaitu kelas proletar atau masyarakat kelas bawah. Kesimpulan 1. Hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam satu sistem yang telah menentukan apa yang boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang bersumber baik dari masyrakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal. 2. Karl Marx membagi masyarakat menjadi dua kelompok berdasarkan kekayaan atau pu kekuasaan yang dimiliki, yaitu: a. Masyarakat kelas atas atau kaum borjuis b. Masyarakat kelas bawah atau kaum proletar 3. Ketidakadilan dalam hukum merupakan permasalahan dalam hukum di Indonesia yang cukup sensitif bagi para masyarakat biasa atau masyarakat dari kalangan bawah yang melihat atau pun mengalami fenomena ketidakadilan tersebut. Karena dari ketidakadilan itulah yang dapat minimbulkan konflik atau tindakan protes yang dilakukan masyarakat kelas bawah (kaum proletar) terhadap masyarakat kelas atas (kaum borjuis). Daftar Pustaka Buku Pasamai, Syamsuddin. 2016. Sosiolodi dan Sosiologi Hukum. Makassar: IKAPI. Setiadi Elly M , Kolip Usman. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Pramedia Group. Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana. Soekanto, Soerjono. 2017. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Depok: Rajawali Pers. Jurnal Rosana. 2015. Konflik Pada Keidupan Masyarakat (Telaah Mengenai Teori dan Penyelesaian Konflik Pada Masyarakat Modern). Web Latifah Nur Yuliana. 2015. Hukum Di Indonesia Tidak Adil. Diakses dari www.kompasiana.com/amp/yuliananurlatifah /hukum-indonesia-tidak-adil.