Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

EFEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT

2018, Makalah Antropologi Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang saling berinteraksi dan tidak akan dapat hidup sendiri, saling membantu dan membutuhkan satu sama lain. Masyarakat hidup dengan tata aturan sehingga terciptanya kehidupan yang teratur. Masyarakat hidup dan berkembang di lingkungan yang penuh dengan aturan bukan untuk mengekang kehidupannya, melainkan mengatur perilaku sesama manusia untuk hidup teratur dan menghargai satu sama lain. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Hal tersebut jelas memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia tidak terlepas dari aturan-aturan yang akan membuat kehidupan di Negara ini menjadi teratur, aman, dan tentram. Hukum sebagai salah satu kaidah hidup antar pribadi berfungsi sebagai pedoman hidup manusia atau patokan hidup manusia untuk membatasi perilaku manusia. Sebagai Negara hukum, Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dirasa sangat sulit menyatukan suatu aturan untuk satu Negara, menyatukan berbagai macam jenis masyarakat dari yang tingkat sederhana hingga tingkat modern. Efektivitas hukum dalam masyarakat diartikan sebagai kemampuan hukum yang dapat berkembang dan menciptakan keadaan atau situasi yang dikehendaki hukum. Dalam hal ini, hukum bukan hanya berfungsi untuk social control, melainkan juga dapat menjadi alat untuk perubahan ke arah yang lebih baik (Social Engineering). Rumusan Masalah Dalam makalah ini dirumuskan beberapa masalah yang aka dibahas, yaitu: Bagaimana Hakekat Manusia sebagai Masyarakat Hukum? Apakah Hukum dalam Masyarakat dapat berlaku Efektif? Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu: Untuk mengetahui bagaimana Hakekat Manusia sebagai Masyarakat Hukum. Untuk mengetahui apakah Hukum dalam Masyarakat dapat berlaku Efektif. Manfaat Pembahasan Bagi Penulis : Untuk dijadikan sebagai sumbangan pemikiran pada semua pihak. Untuk menjadi salah satu koleksi pengetahuan di dalam otak yang mudah-mudahan bermanfaat. Bagi Pembaca : Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan dapat menumbuhkan suatu ide tertentu. BAB II PEMBAHASAN Hakikat Manusia Manusia pada dasarnya dapat berlaku bebas menurut kehendaknya, tetapi dalam bermasyarakat kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka. Apabila tidak ada ketentuan –ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan-pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia biasanya ingin agar kepentingannya dipenuhi lebih dulu. Tanpa mengingat kepentingan orang lain, kepentingan itu kadang-kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak diatur atau tidak dibatasi, maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan-pertentangan. Aturan yang dimaksud disebut kaidah social. Dengan demikian kaidah atau norma adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kata kaidah itu sendiri berasal dari bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang berarti ukuran. R. Soeroso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Hlm:215-216. Sebagai makhluk sosial manusia tidak akan dapat hidup sendiri, manusia akan selalu membutuhkan bantuan satu sama lain. Untuk dapat hidup teratur antar sesama individu di lingkungan masyarakat luas, hukum hadir untuk menciptakan aturan yang dijadikan pedoman agar terciptanya keteraturan di setiap masyarakat. Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang lain saling kenal-mengenal dan pengaruh-mempengaruhi. Prof. Drs. C.S.T Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Hlm: 43. Masyarakat merupakan perkumpulan atau sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah. Masyarakat yang berkumpul dalam suatu wilayah pasti akan menciptakan suatu aturan yang menjadi pedoman bagi mereka yang hidup bersama dalam satu wilayah tersebut guna terciptanya masyarakat yang teratur. Peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat di suatu wilayah tertentu biasanya diciptakan dan berlaku bagi mereka sendiri yang inggal di suatu wilayah tersebut. Peraturan tersebut dapat diciptakan secara sadar oleh masyarakat setempat atau tercipta dengan sendirinya karena kebiasaan masyarakat suatu wilayah tersebut yang dilakukan secara berulang-ulang dan diikuti oleh masyarakat lainnya di wilayah tersebut. Biasanya peraturan yang berasal dari kebiasan masyarkat yang berulang-ulang tidak dimiliki oleh kelompok masyarakat lainnya yang tinggal di wilayah yang berbeda. Tiap manusia mempunyai sifat, watak, dan kehendak sendiri. Namun, di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerja sama, tolong-menolong, bantu-membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Apabila ketidakseimbangan perhubungan masyarakat yang meningkat menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Karena itu, dalam masyarakat yang teratur, manusia/anggota masyarakat harus memperhatikan kaidah-kaidah, norma-norma ataupun peraturan- peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat di mana ia hidup. Ibid, hlm: 47. Agar dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan aman, tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu ada suatu tata (orde=ordnung). Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran. Norms-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud : perintah dan larangan. Ibid, hlm: 49. Efektivitas Hukum dalam Masyarakat Hukum Sebagai Perilaku Efektivitas hukum dalam masyarakat menurut kami dipengaruhi juga oleh peran manusia melihat dari sudut pandang hukum progresif. Sosiologi hukum dan kemudian antropologi hukum yang membuka mata kita terhadap peran manusia dalam berhukum. Hukum yang oleh para positivis dilihat sebagai teks dan mengeliminasi faktor serta peran manusia, mendapatkan koreksi besar dengan menempatkan peran manusia tidak kurang dari posisi sentral (Rahardjo, 2008). Apabila kita mulai memindahkan fokus studi ke lapangan atau ranah empiris, maka muncul perilaku manusia sebagai hukum. Ditemukan, bahwa peran manusia dalam bekerjanya hukum terlalu besar untuk diabaikan. Hukum bukan apa yang ditulis dan dikatakan oleh teks. Bahkan sebagian orang mengatakan, bahwa hukum itu lebih merupakan mitos daripada kenyataan. The myth of the operation of law is given the lie daily (Chambliss & Seidman, 1971). Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresi, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010. Hlm: 13-15. Kumpulan manusia yang hidup bersama membentuk masyarakat pasti memiliki pedoman atau aturan hidup untuk mencapai kehidupan yang tentram dan teratur, aturan yang hidup dalam masyarakat itu disebut hukum. Hukum dapat berasal dari kesepakatan masyarakat atau berasal dari kebiasaaan masyarakat yang dilakukan berulang-ulang. Namun, dalam suatu kumpulan orang tersebut pasti akan selalu ada orang yang dapat menerima atau menolak suatu aturan yang berlaku. Terdapat beberapa bentuk masyarakat hukum menurut dasar pembentukannya, yaitu: Masyarakat teratur, yaitu masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu. Contohnya: Perkumpulan olahraga. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya, yaitu masyarakat yang tidak dengan sengaja terbentuk, tetapi masyarakat itu ada kaena kesamaan kepentingan. Contohnya: Penonton pertndingan sepakbola. Masyarakat tidak teratur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya tanpa dibentuk. Contohnya: Sekumpulan manusia yang membaca surat kabar di tempat umum. R. Soeroso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Hlm: 300. Hukum hadir di dalam masyarakat untuk memberikan sesuatu yang dapat menciptakan kenyamanan antar sesama individu yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri. Namun, tidak setiap wilayah yang memiliki aturan atau pedoman hidup masyarakat yang selalu disetujui setiap individunya, selalu saja ada konflik dalam menerapkan aturan tersebut. Bagi Malinowski, hukum dilaksanakan oleh suatu mesin social yang nyata dan didukung oleh suatu kekuatan komunitas yang didasarkan pada ketergantungan secara timbal balik. Malinowski mendefinisikan hukum sebagai Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H., Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H., Menjelajah kajian empiris terhadap hukum, Jakarta: KENCANA Prenamedia Group, cet ke-2, 2013. Hlm. 133.suatu badan dari kewajiban-kewajiban yang mengikat, yang dihormati sebagai hak dari suatu pihak dan diakui sebagai kewajiban bagi pihak lain, penggunaan kekusaan melalui mekanisme yang spesifik yang bersifat timbal balik dan publisitas yang melekat di dalam struktur masyarakat. Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum antara lain: Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang- orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang ersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur). Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman). Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orangyang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan hukum tersebut. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat. Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Penerbit Kencana, 2009. Hlm: 376. Keefektifan suatu hukum dalam masyarakat dinilai dari seberapa kuat hukum itu berperan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Hukum yang mengatur banyak individu untuk taat dan patuh terhadap aturan yang diciptakan secara sadar oleh kumpulan orang yang disebut masyarakat atau hasil dari kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh masyarakat. Efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis , berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat, yaitu (1) kaidah hukum/peraturan itu sendiri, (2) petugas/penegak hukum, (3) sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum, (4) kesadaran masyarakat. Hal itu akan diuraikan secara berurut sebagai berikut: Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Sosiologi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2006. hlm: 62. Kaidah Hukum Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai berikut. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat ( teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Kalau dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur di atas, sebab : (1) bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati, (2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa, (3) apabila hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum). Penegak Hukum Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas, menengah, dan bawah. Artinya, di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas sebagiannya harus memiliki suatu pedoman, di antaranya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut. Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada ? Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan ? Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat ? Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya? Ibid, hlm: 63. Sarana/Fasilitas Fasilitas atau saran amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik yang cukup baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. Bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Kalau peralatan dimaksud sudah ada, faktor-faktor pemeliharaannya juga memegang peran yang sangat penting. Memang sering terjadi bahwa suatu peraturan sudah difungsikan, padahal fasilitasnya belum tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada baiknya, ketika hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun memberikan tugas kepada petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang berpatokan kepada, Ibid, hlm: 64. (1) apa yang sudah ada, dipelihara terus agar setiap saat berfungsi, (2) apa yang belum ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu pengadaannya , (3) apa yang kurang, perlu dilengkapi, (4) apa yang telah rusak, diperbaiki atau diganti, (5) apa yang macet, dilancarkan, (6) apa yang telah mundur, ditingkatkan. Warga Masyarakat Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang keap disebut derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Ibid, hlm: 65. BAB III PENUTUP Kesimpulan Sebagai makhluk social, manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Manusia yang berkumpul, saling membutuhkan, dan saling berinteraksi menciptakan sebuah kumpulan yang disebut masyarakat. Masyarakat hidup dari kumpulan berbagai individu yang berasal dari perbedaan, perbedaan tersebut dapat disatukan dengan sebuah toleransi melalui pedoman atau aturan guna menciptakan hidup yang teratur dan tentram. Hukum dapat efektiv di dalam masyarakat apabila ada suatu aturan yang jelas mengatur, ada penegak hukum sebagai wasit agar aturan tersebut berjalan sebagaimana mestinya, adanya prasarana yang mendukkung, dan adanya warga masyarakat yang menjalankan aturan tersebut. Hukum di dalam masyarakat tidak akan efektiv apabila masyarakat tidak dapat menerima hukum itu sendiri, ini berarti hukum harus tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat. Saran Efektiv atau tidaknya suatu hukum hanya dapat terlihat ketika hukum itu telah diterapkan, bagaimana masyarakat merespon hal tersebut. Hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan diharapkan sesuai dengan kebiasaan masyarakat itu sendiri agar tidak terjadinya ketidakseimbangan antara aturan dan masyarakat yang menjalankannya. DAFTAR PUSTAKA Ali, Achmad Ali., Heryani, Wiwie., Menjelajah kajian empiris terhadap hukum, Jakarta: KENCANA Prenamedia Group, cet ke-2, 2013. Ali Achmad. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Jakarta. Penerbit Kencana Ali, Zainuddin Ali., Sosiologi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2006. Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Satjipto, Rahardjo. Penegakan Hukum Progresif. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara: 2010. 10 2 3 12 1