Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Model Penanganan Kemiskinan Kab.Pinrang.docx

Kemiskinan menjadi masalah di hampir semua daerah di Indonesia. Padahal salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia melalui salah satu sasaran pembangunan nasional yaitu dengan menurunkan tingkat kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak tiga dekade terakhir yaitu dengan program-program pembangunan pemerintah di antaranya dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan program lainnya (Hureirah, 2005). Namun faktanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang berkisar 5% - 7% per tahun sejak lebih dari satu dasawarsa terakhir, belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Meskipun peringkat Indonesia dibandingkan negara lain dalam hal laju pertumbuhan ekonomi tergolong tidak mengecewakan, yaitu berada pada peringkat 38 dari 179 negara (IMF, 2015), namun pertumbuhan tersebut dirasa belum memberi dampak yang berarti terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang terakhir dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia berkisar 28,5 juta jiwa. Hampir 15% dari jumlah penduduk Indonesia di pedesaan dan hampir 10% jumlah penduduk Indonesia di perkotaan dikategorikan miskin dan berada di ambang kemiskinan. Fakta tersebut menjadikan permasalahan kemiskinan patut mendapat perhatian yang besar dari semua pihak. Sehingga penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara menyeluruh, yang berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan. Beberapa diantaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya misalnya peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepreneurship (Hureirah, 2005).

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PINRANG PEMERINTAH KABUPATEN PINRANG BAGIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMSIKINAN DI KABUPATEN PINRANG PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Kegiatan Penyusunan Buku Penanggulangan Kemiskinan Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Pinrang Melalui Bagian Penanggulangan Kemiskinan Dengan Lapanrita Centre TIM AHLI Prof.Dr.Rabina Yunus, M.Si Drs. H. Syarifuddin Side, M.Si, MH Eko Aryono ASISTEN Andi Hardiyanti Tirtasari, SH, MH TENAGA PENDUKUNG Abdul Rasyid Panrita Chairil Abdillah, SE DAFTAR ISI DAFTAR ISI iv BAB I PENDAHULUAN 1 I.1.Latar Belakang 1 I.2.Permasalahan Kabupaten Pinrang 7 1.3.Maksud dan Tujuan 14 I.4.Landasan Hukum 14 BAB II PROFIL DAN KONDISI KABUPATEN PINRANG II.1.Profil Kabupaten Pinrang 17 II.1.1.Deskripsi Mengenai Kabupaten Pinrang 17 II.1.2.Visi & Misi Kabupaten Pinrang 18 II.1.3.Arti Logo 20 II.2.Aspek Geografi dan Demografi 21 Geografi 21 Topografi 23 II.3.Kawasan Budidaya 25 II.4.Kawasan Pertanian 27 II.5.Kawasan Perikanan 29 II.6.Klimatologi 30 II.7.Demografi 32 II.8.Daya Beli Masyarakat 36 II.9.Kondisi Ekonomi 36 BAB III STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN 54 BAB IV KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PINRANG 64 IV.1.Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan 64 IV.2.Progam dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan 65 IV.3.Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 66 IV.3.1.Analisa Anggaran Pendapatan 66 IV.3.2.Analisa Anggaran Belanja 69 IV.3.3.Analisa Anggaran Belanja Langsung 72 IV.3.4.Distribusi Anggaran Belanja Langsung SKPD untuk Penanggulangan Kemiskinan Daerah (Kabupaten Pinrang) 72 BAB V KELEMBAGAAN/ KOORDINASI TKPK DAN PENGENDALIAN PROGRAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DIKABUPATEN PINRANG 76 V.1.Kelembagaan TKPKD 76 V.2.Koordinasi dan Pengendalian Penanggulangan Kemiskinan 78 V.3.Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2017 79 V.4.Pengendalian Program Penanggulangan Kemiskinan 80 BAB VI ANALISIS, KESIMPULAN DAN RINGKASAN REKOMENDASI DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KAB. PINRANG 82 VI.1.Analisis Penanggulangan Kemiskinan 82 VI.1.1.Analisis Permasalahan: Kemiskinan dan Diemnsinya 82 VI.2.Analisis Prioritas Intervensi: Bidang Intervensi dan Wilayah Prioritas 83 VI.3.Analisis Dukungan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan: Anggaran Pembangunan Manusia, Pembangunan Infrastruktur dan Penciptaan Ketahanan Pangan 83 VI.4.Analisis Dukungan Daerah: Program-program Unggulan Daerah 83 VI.5.Analisis Melalui Mekanisme Koordinasi dan Pengendalian 84 VI.2.Kesimpulan 84 VI.3.Rekomendasi 85 1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN KABUPATEN PINRANG Pendahuluan Kemiskinan menjadi masalah di hampir semua daerah di Indonesia. Padahal salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia melalui salah satu sasaran pembangunan nasional yaitu dengan menurunkan tingkat kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak tiga dekade terakhir yaitu dengan program-program pembangunan pemerintah di antaranya dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan program lainnya (Hureirah, 2005). Namun faktanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang berkisar 5% - 7% per tahun sejak lebih dari satu dasawarsa terakhir, belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Meskipun peringkat Indonesia dibandingkan negara lain dalam hal laju pertumbuhan ekonomi tergolong tidak mengecewakan, yaitu berada pada peringkat 38 dari 179 negara (IMF, 2015), namun pertumbuhan tersebut dirasa belum memberi dampak yang berarti terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang terakhir dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia berkisar 28,5 juta jiwa. Hampir 15% dari jumlah penduduk Indonesia di pedesaan dan hampir 10% jumlah penduduk Indonesia di perkotaan dikategorikan miskin dan berada di ambang kemiskinan. Fakta tersebut menjadikan permasalahan kemiskinan patut mendapat perhatian yang besar dari semua pihak. Sehingga penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara menyeluruh, yang berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan. Beberapa diantaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya misalnya peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepreneurship (Hureirah, 2005). Menurut Departemen Sosial dan BPS, mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk layak hidup, kemiskinan merupakan sebuah kondiisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis kemiskinan adala sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar setiap kebutuhan makanan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri atas perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Bappenas dalam Sahdan (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki laki dan perempuan, ketidakmampuan memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Konsep kemiskinan merupakan suatu konsep yang multidimensional sehingga konsep kemiskinan tidak mudah untuk dipahami Penyebab terjadinya kemiskinan di dunia maupun di Indonesia pada khususnya seperti yang dijabarkan oleh Joel F. Handler dan Yehaskel Hansenfeld disebabkan oleh 5 (lima) faktor, yaitu: Pola pertumbuhan dan perubahan ekonomi Contohnya di Indonesia sebelum adanya krisis moneter perekonomian Indonesia masih baik. Tapi setelah terjadinya krisis moneter, kondisi ini menyebabkan terpukul dan jatuhnya perekonomian Indonesia. Perubahan pasar tenaga kerja Profesionalisme pekerjaan dalam perkembangannya mengalami perubahan yang lebih berbasis pada tingkat pendidikan, artinya pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah kelas pekerjaannya tidak akan bergeser/meningkat tanpa meningkatnya status pendidikan yang berpengaruh pada tingkat penghasilan. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan Ketimpangan Sosial Dengan penghasilan berbeda tersebut akan menyebabkan pada rendahnya masyarakat untuk bisa meningkatkan pendidikan, disini terus terjadi secara sistematis ketimpangan tersebut Perubahan Demografi, khususnya peningkatan keluarga dengan orang tua tunggal Perubahan sosial menyebabkan kemiskinan, maksudnya dengan terjadinya angka perceraian menyebabkan anak diasuh oleh orang tua tunggal, hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan dan perhatian kepada anak untuk dapat dewasa dan mendapatkan akses pendidikan yang layak Kebijakan Sosial Di beberapa negara kebijakan sosial yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakatnya berdampak buruk pada tingkat kesejahteraan. Contohnya biaya pendidikan, kesehatan yang mahal dan tidak ditanggung oleh negara, rendahnya standar pendapatan upah minimum, akses masyarakat terhadap sumber daya dan lain lain. Menurunkan angka kemiskinan juga menjadi kesepakatan global dalam upaya mewujudkan MDGs pencapaian (Millenium Development Goals) yaitu mengurangi kemiskinan sebesar 50 % pada tahun 2017 melalui millenium declaration. Menyadari pentingnya penanggulangan kemiskinan sebagaimana tercantum dalam RPJP Nasional 2005-2025, maka berbagai kebijakan diprioritaskan untuk mencapai target tersebut,melalui program dan kegiatan yang terkait pengentasan kemiskinan. Terkait dengan target pencapaian tersebut pemerintah merumuskan target pencapaian berdasarkan mekanisme perencanaan pembangunan yang ada. Target pencapaian program penangulangan kemiskinan dapat diukur berdasarkan skala waktu yaitu target jangka pendek, jangka menengah serta jangka panjang baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Target jangka pendek mengacu pada RKPD yang ditetapkan setiap tahun. Sedangkan target jangka menengah mengacu pada perencanaan lima tahunan yang ditetapkan dalam RPJM Nasional serta RPJM Daerah. Target jangka panjang mengacu pada perencanaan pembangunan 25 tahunan yang ditetapkan dalam RPJP Nasional dan daerah. Dalam penanganan persoalan kemiskinan sudah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah serta stake holder yang terkait karena dimensi kemiskinan bersifat multidimensi yang menuntut langkah-langkah kongkrit yang sifatnya terpadu, sistematik, komprehensif dan bersinergi sebagai upaya memenuhi hak-hak dasar masyarakat yang layak melalui pembangunan berkeadilan dan bermartabat. Tanggung jawab bersama tersebut dapat diwujudkan melalui koordinasi yang baik dengan melibatkan lintas sektor dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan daerah sebagai salah satu indikator penting kinerja pemerintah daerah di era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan menjadi pintu untuk mengatasi masalah ini. Sehingga perlu untuk menelaah kinerja pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan, dengan terlebih dahulu mengkaji faktor-faktor penyebab (determinan) kemiskinan tersebut di daerah. Di antara faktor yang perlu dikaji seperti pertumbuhan ekonomi regional di daerah, tingat pengangguran, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan belanja pemerintah daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD). Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan. Meski menjadi salah satu provinsi yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi cukup baik, angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data resmi yang dirilis oleh BPS hingga akhir Desember 2014, penduduk dengan keadaan miskin di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 806.350 jiwa. Angka ini setara dengan 9,54 persen dari total penduduk yang bermukim di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah penduduk miskin ini sebagian besar masih didominasi oleh daerah perdesaan yang mencapai 12,25 persen, sedangkan di perkotaan mencapai 4,93 persen (BPS dalam Saubani, 2015). Selain itu, tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan tampaknya akan meningkat disebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang terus meningkat. Pada Februari 2015, angka TPT mencapai 5,8 persen atau sekitar 218.311 pengangguran. Nilai ini meningkat karena pada Februari 2014 tingkat pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan hanya mencapai 212.857 pengangguran atau meningkat 5.454 dalam satu tahun (BPS dalam Saubani, 2015). Semakin tingginya jumlah dan persentase penduduk miskin di suatu daerah tentu saja akan menjadi beban pembangunan, sehingga peran pemerintah dalam mengatasinya pun akan semakin besar. Alokasi dana APBN/APBD untuk program-program penanggulangan kemiskinan, dapat dikatakan berhasil bila jumlah dan persentase penduduk miskin turun atau bahkan tidak ada. Kabupaten Pinrang contohnya, jumlah penduduk miskin di daerah tersebut, mencapai 8,2 % dari total penduduknya. Oleh karena itu, beberapa poin yang meliputi penyebab terjadinya kemiskinan, antara lain, adanya dimensi politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/membatasi. Menurut Ravillo, (2001) Dimensi yang terkait dengan faktor sosial, politik, budaya, psikologi,ekonomi maupun akses terhadap aset. mengindikasikan bahwa masyarakat kabupaten pinrang tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka (politik) terhadap pemerintah daerah setempat, tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada (sosial), memiliki rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan (ekonomi), terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalism (budaya/nilai), rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, papan, afeksi, keamanan, kreasi, kebebasan, partisipasi dan waktu luang. 1.2.Permasalahan Kabupaten Pinrang Terjadinya kemiskinan di Kabupaten Pinrang, tentunya disebabkan beberapa permsalahan yang menyangkut proses pembangunan dan pemerhatian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang terjadi pada setiap SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dan urusan yang menjadi tupoksi masing-masing saling terkait antara satu dengan yang lain. Namun dalam setiap permasalahan tentunya harus selalu diusahakan solusi yang terbaik bagi perkembangan dan kelanjutan pembangunan kabupaten pinrang. Berikut identifikasi permasalahan pembangunan daerah tiap bidang urusan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 1 Tahun 2008. Tabel 2 Permasalahan di Bidang/ Urusan Kabupaten Pinrang Tahun 2017 No Urusan Permasalahan Faktor Penentu Keberhasilan 1 Pendidikan Tingginyah tingkat kerusakan dan terbatasnya fasilitas sarana pendidikan pada jenjang SD dan SMP Adanya perbaikan kerusakan dan tersedinya fasilitas sarana dan pendidikan pada jenjang SD dan SMP Belum meratanya distribusinya pendidik dan tenaga kependidikan Analisis pendistribusian pendidik dan tenaga kependidikan Belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mampu secara ekonomi terhadap pendidikan Tingginya partisipasi masyarakat yang mampu secara ekonomi terhadap pendidikan Belum memadainya kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan Transfer anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBN bersamaan dengan juknis Terlambatnya juknis anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBN Pemerataan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan antara perkotaan dan perdesaan Perbandingan mutu SDM yang berada di daerah perkotaan cenderung relative lebih baik disbanding di daerah perdesaan Pemerataan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan antara perkotaan dan perdesaan 2 Kesehatan Masih kurang lengkapnya perlatan kesehatan terutama untuk penyakit bedah dan IGD Tersedianya kelengkapan kesehatan terutama untuk penyakit bedah dan IGD Masih kurang lengkapnya peralatan kesehatan terutama untuk penyakit rujukan Tersedianya kelengkapan kesehatan terutama untuk penyakit Rujukan Masih tingginya prevalensi penyakit – penyakit menular dan munculnya penyakit tidak menular, gizi buruk Peran aktif masyarakat dalam menjaga dan melakukan deteksi dini penyakit secara partisipastif Masih rendahnya perhatian masyarakat dalam mendukung perilaku hidup bersih dan sehat Penyuluhan tentang prilaku hidup bersih dan sehat serta Pencegahan penyakit Belum meratanya akses dan kualitas cakupan pelayanan Puskesmas dan Pustu/Poskesdes. Penigkatan dan Pemerataan jumlah PUSTU yang didukung oleh inftrastruktur dan SDM yang memadai Belum optimalnya peran masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan Promosi kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat 3 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Updating data base jalan dan jembatan belum optimal Peningkatan updating data base jalan dan jembatan Belum optimalnya pengelolaan irigasi Penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi Belum optimalnya kinerja jaringan irigasi Perbaikan kerusakan dan pengurangan kebocoran saluran irigasi Belum tersedianya database jaringan irigasi Tersedinya database jaringan irigasi Tidak optimalnya prasarana PDAM Tirta Sawitto Perbaikan/peningkatan prasarana berdasarkan DED Kurangnya kesadaran masyarakat desa/kelurahan penerima program air minum untuk mengoptimalkan pemanfaatannya Motivasi untuk memanfaatkan prasarana dan sarana yang telah dibangun Belum efektifnya Dokumen Rencana Tata Ruang yang ada sebagai acuan untuk pemanfaatan ruang Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan Strategis Masih rendahnya disiplin dan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan ruang Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya aspek tata ruang dalam pembangunan Belum terealisasinya keberadaan RTH khususnya kawasan perkotaan sebagaimana arahan UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang. Mewujudkan sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang dan meningkatkan upaya pencapaian luasan RTH pada kawasan perkotaan. Pinrang dan kota kecamatan lainnya 4 Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cakupan Pelayanan air bersih pedesaan belum mencukupi dari total jumlah daerah pelayanan Peningkatan cakupan pelayanan air bersih dan pemanfaatan jaringan air bersih terbangun Belum tersedianya dokumen perencanaan perumahan secara komperehensif Perencanan dokumen tentang perumahan Kualitas aparat belum memadai Mengikuti pelatihan workshop dan seminar 5 Sosial Tidak akuratnya data tentang penyandang masalah sosial Pemutakhiran data PMKS Masih kurangnya peran masyarakat dalam penangan PMKS Penyadaran dan sosialisasikapda masyarakat tentang penangangan PMKS Tidak adanya tindak lanjut bimbingan/ pelatihan kepada kelompok masyarakat Pemberian bantuan bagi kelompok masyarakat yang telah diberikan 6 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Belum tersedianya database yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan Penyusunan database kegiatan pemberdayaan perempuan Belum memadainya kualitas perencanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan Meningkatkan kualitas aparatur perencanaan 7 Pangan Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pola konsumsi pangan yang beragam, berimbang dan bergizi Sosialisasi tentang pola konsumsi pangan yang beragam, berimbang dan bergizi Belum optimalnya pembinaan kelembagaan petani Optimalisasi peran PPL dalam pembinaan kelembagaan petani Masih rendahnya kemampuan SDM Pengelola kelompok tani Pelatihan dan magang bagi kelompok tani Koordinasi antar stakeholder kurang Optimal Meningkatkan koordinasi antar-stakeholder Terbatasnya ketersediaan data primer dan sekunder untuk kajian rantai, pasokan dan pemasaran pangan Tersedianya data primer dan sekunder untuk kajian rantai pasokan dan pemasaran pangan Pemahaman Program Desa Mandiri masih kurang Meningkatkan Pemahaman Program Desa Mandiri Pangan Kurangnya pengetahuan kelompok wanita tani untuk optimalisasi pekarangan dan pengembangan unit bisnis pangan Bertambahnya pengetahuan kelompok wanita tani untuk optimalisasi pekarangan dan pengembangan unit bisnis pangan Pada aspek ketersediaan bahan pangan (produksi) masih belum optimlanya pencapaian produksi dan produktivitas komoditas pertanian apabila dibandingkan dengan potensi yang ada Optimalisasi pencapaian produksi dan produsktivitas komoditas pertanian apabila dibandingkan dengan potensi yang ada 8 Pemberdayaan Masyarakat Desa Masih rendahnya kapasitas perekonomian masyarakat desa Meningaktkan kapasitas ekonomi masyarakat pedesaan Belum tersedianya data kemiskinan secara akurat Pendataan ulang terhadap penduduk miskin Maish terbatasnya jenis TTG yang dikembangkan Pembinaan dan pelatihan kader posyandu, dasawisma dan PKK Kurangnya pembinaan terhadap kelompok organisasi wanita/PKK dan Dasawisma Terpenuhinya fasilitator aparat desa yang mampu melakukan fasilitasi perencanan Masih terbatasnya kuantitas dan kualitas fasilitator dan aparat desa yang mampu melakukan fasilitasi perencanan Tersedianya petugas lapangan KB yang berpengalaman melaksanakan mekanisme operasional program 9 Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Masih rendahnya daya saing produk lokal Peningkatan kualitas produk lokal Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang peran dan fungsi koperasi Sosialisasi peran dan fungsi koperasi Masih rendahnya kualitas SDM Pengelola Koperasi Pelatihan pengelola koperasi Lemahnya struktur permodalan Memfasilitasi UMKM dalam mengakses lembaga keuangan/ perbankan Lemahnya akses informasi tentang pengembangan UMKM Pengembangan jaringan klaster dan penguatan melalui sentra UMKM Masih rendahnya pemanfaatan Teknologi Pemanfaatn teknologi tepat guna bagi pelaku UMKM yang memiliki potensi Kurangnya kemitraan dan jaringan usaha Pengembangan kemitraan dan jaringan usaha bagi UMKM Masih banyaknya pelaku UKM yang belum memiliki legalitas usaha, Sosialisasi kepada pelaku UKM tentang pentingnya legalitas usaha Kurangnya jiwa kewirausahaan, lemahnya motivasi, inovasi kreativitas dan disiplin kerja serta profesionalisme di bidang penguasaan teknologi, managemen dan wawasan bisnis di mana hal ini sangat memperngaruhi daya saing produksi UKM/IKM untuk menciptakan peluang usaha Meningkatkan wirausaha-wirausaha baru yang bisa mempunyai kapabilitas yang memadai untuk dapat berkembang Terbatasnya permodalan yang dmiliki koperasi usaha kecil menengah Meningkatnya perbankan atau bidang keuangan lainnya yang dapat memberikan permodalan bagi yang koperasi usaha kecil Maish banyaknya koperasi ayng tidak memenuhi persyaratan operasional (Kurang sehat) Banyaknya koperasi yang memnuhi persyaratan operasional (sehat) Rendahnya akses pasar industri kecil menengah karena penguasa UKM memprioritaskan pada aspek produksi sedangkan fungsi pemasaran kurang diperhatikan Terbukanya akses pemasaran terhadap pasar industri kecil menengah 10 Kelautan dan Perikanan Masih kurangnya volume fisik yang ditargetkan dan memenuhi kualitas yang dikehendaki Tercukupinya volume fisik yang ditargetkan dan memenuhi kualitas yang dikehendaki Masih tingginya ancaman penyakit yang dapat menangggu produktivitas dan merugikan usaha Berkurangnya ancaman penyakit yang dapat menganggu produktivitas dan merugikan usaha Masih terbatasnya pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat perikanan dalam melaksanakan usaha budidaya perikanan sesuai dengan standar teknis budidaya Meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak dan petani ikan melalui diseminasi dan penerapan teknologi perikanan Masih lemahnay struktur kelembagaan nelayan dan pembudidya ikan serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Meningkatnya intensitas dan pembinaan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan termasuk yang berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran Sarana dan prasaran nelayan dan pembudidaya ikan masih sederahan Pengadaan sarana dan prasarana modern Jumlah keluarga miskin diwilayah pesisir masih cukup besar Peningkatan keterampilan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan 11 Pariwisata Belum terintegrasinya dokumen pengembangan kepariwisatawan daerah dengan gran strategi percepatan pembangunan daerah Pengintegrasian dokumen pengembangan kepariwisatawan Belum otimalnya kualitas perencanaan kepariwisatawan Peningkatan kualitas dokumen perencanaan kepariwisataan Terbatasnya aparat yang memiliki kompetensi di bidang kepariwisataan Mengikutsertakan aparat pariwisata dalam berbagai pelatihan, pertemuan, seminar kepariwisataan. Masih kurangnya materi pameran produk unggulan yang berpotensi dari para pelaku jasa usaha pariwisata Meningkatnya peminat yang mengikuti materi pameran produk unggulan 12 Pertanian Belum optimalnya produktifitas beberapa komoditas unggulan Meningkatnya produktivutas komoditas unggulan Terbatasnya ketersedian sarana dan prasaran produksi di tingkat petani Fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana serta pendampingan termasuk benih, pupuk dan pestisida Rendahnya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan petani Penyuluhan bimbingan dan sekolah lapang Lemahnya jaringan kemitraan dan kelembagaan yang di miliki petani Peningkatan kerjasama baik antar petani/ kelompok tani maupun lembaga lainnya Belum memadainya ketersediaan database tentang produksi, produksivitas, komoditas unggulan Penyusunan database untuk komoditas unggulan Tingginya laju konversi lahan Optimalisasi pemanfaatan dan regulasi tentang tata ruang Masih rendahany pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan pertanian Pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan pertanian Terbatasnya petugas Inseminasi buatan Pelatihan terhadap inseminator yang berasal dari masyarakat dan aparat Manajemen pemeliharaan ternak maish belum optimal Penyuluhan, pelatihan dna pembinaan terhadap kelompok peternak Penjualan/ pemotongan betina produktvitas maish cukup tinggi yang mengancam populasi dan ketersediaan bibit Penyelamatan dan sosialisasi tentang pentingnya mempertahankan sapi betina produktif dalam penyediaan bibit yang berkualitas Masih terjadinya fluktasi harga akibat dari ketidakseragaman pola tanam petani Belum optimalnya diversifikasi konsumsi pangan penduduk yang masih didominasi oleh kelompok bahan pangan padi padian Masih terjadinya peralihan fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian Administrasi kelompok belum lengkap, pemahaman tentang UEP masih kurang Kurang berkembangnya usaha pertanian, perikanan dan kehutanan berbasis pedesaaan yang berdaya saing tinggi dna berkelanjutan Sistem alih teknologi lemah Masih tingginya ancaman penyakit pada ternak yang dapat menganggu produktivitas dan merugikan usaha Kurangnya penerapan standar teknis budidaya Penanggulangan PHMS masih terkendala oleh faktor sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan kelembagaan Terbatasnya adopsi teknologi yang menunjang peningkatkan kualitas produksi usaha yang berdaya saing dan mempunyai nilai tambah Kondisi RPH masih belum sesuai dengan standar tekni Melalaui prioritas penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang dalam 5 (lima) tahun terakhir ini lebih difokuskan pada pencapaian kinerja klaster 1 program perlindungan sosial. Program klaster 1 dalam penganggarannya pada dana APBD yaitu pendidikan dan kesehatan gratis. Kegiatan pendidikan gratis untuk mendukung kinerja APM dan APK wajib belajar 9 tahun dan kesehatan gratis untuk enjamin bahwa seluruh masyarakat miskin Kabupaten Pinrang mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan yang layak. Langkah ini memberikan gambaran tentang kondisi kemiskinan di Kabupaten Pinrang serta upaya-upaya Pemerintah Kabupaten Pinrang dalam melaksanakan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan serta hasil yang dicapai melalui program dan kegiatan tersebut, maka disusunlah Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskina Daerah (LP2KD) Kabupaten Pinrang tahun 2017. 1.3.Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan Laporan Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Pinrang adalah untuk menjelaskan perkembangan pelaksanaan dan capaian penanggulangan kemiskinan di daerah Kabupaten Pinrang. Selain itu sebagai bahan evaluasi dan menjadi acuan untuk pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di tahun selanjutnya. Tujuan dari penyusunan Laporan Kinerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Pinrang ini adalah : Mengidentifikasi masalah-masalah kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Pinrang, tujuannya memberikan gambaran tentang perkembangan dan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang. Mencari faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan dan dampak-dampak yang ditimbulkan dari masalah kemiskinan Merumuskan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan serta koordinasi pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan kelompok kerja tim koordinasi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Pinrang sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Memberikan rekomendasi dan saran dalam rangka meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang. Menjelaskan pencapaian dalam program penanggulangan kemiskinan Kabupaten Pinrang. 1.4.Landasan Hukum Landasan hukum dari Laporan Kinerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Pinrang antara lain : Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2009 – 2014 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014 Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 120 tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Sulawesi Selatan Keputusan Bupati Pinrang Nomor 050/194/2015 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Pinrang 2 PROFIL DAN KONDISI KABUPATEN PINRANG 2.1.Profil Kabupaten Pinrang Kabupaten Pinrang merupakan salah-satu daerah tingkat II yang ada di Provinsi Sulawesi-Selatan. Kabupaten ini terletak 185 km dari Makassar, arah utara berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat, luas wilayah 1.961,77 km2 yang terbagi ke dalam 12 kecamatan, meliputi 68 desa dan 36 kelurahan yang terdiridari 86 lingkungan dan 189 dusun. Cikal bakal Kabupaten Pinrang, berasal dari Onder Afdeling Pinrang yang berada di bawah afdeling Pare-pare, yang merupakan gabungan empat kerajaan yang kemudain menjadi self bestuur atau swapraja, yaitu Kassa, Batulappa, Sawitto dan Suppa yang sebelumnya adalah anggota konfederasi kerajaan Massenrengpulu (Kassa dan Batulappa) dan Ajatappareng (Supra dan Sawitno). Selanjutnya Onder Afdelling Pinrang pada zaman pendudukan Jepang menjadi Bunken Kanrikan Pinrang dan pada zaman kemerdekaan akhirnya menjadi Kabupaten Pinrang. Pada tahun 1959 keluarlah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 14 Juli 1959 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi, termasuk membentuk Daerah Tingkat II Pinrang. Pada tanggal 28 Januari 1960, keluar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP-7/3/5-392 yang menunjuk H.A.Makkoealoe menjadi Kepala Daerah Tingkat II Pinrang, karena pada saat itu unsur atau organ sebagai perangkat daerah otonomi telah terpenuhi, sehingga pada tanggal tersebut dianggap sebagai tanggal berdirinya Kabupaten Pinrang. 2.1.1.Deskripsi Mengenai Kabupaten Pinrang Kabupaten Pinrang dengan Ibukota Pinrang, terletak 185 km utara ibukota Provinsi Sulawesi-Selatan, yang berada pada posisi 3°19’13” sampai 4°10’30” Lintang Selatan dan 119°26’30” sampai 119°47’20” Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12 kecamatan, 39 Kelurahan dan 65 desa/ batas wilayah kabupaten ini adalah sebelah Utara dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah Timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Enrekang, sebelah Barat Kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat dan Selat Makssar, sebelah Selatan dengan Kota Parepare. Luas wiayah Kabupaten cukup luas, yakni mencapai 1.961,77 km2. 2.1.2.Visi & Misi Kabupaten Pinrang “Terwujudnya Masyarakat Sejahtera secara Dinamis Melalui, Harmonisasi Kehidupan, Akselerasi Produktivitas Kawasan dan Revitalisasi Peran Poros Utama dalam Pemenuhan Pangan Nasional” Visi diatas, dijabarkan dalam 7 misi antara lain: Meningkatkan apresiasi dan pengamalan nilai-nilai keagaman dan kearifan lokal, sebagai nilai taman kemasyarakatan dan pengembangan karakter masyarakat yang tangguh Misi ini mencakup upaya pokok dalam peningkatan pengamalan agama, pemeliharaan kerukunan beragama, pelestarian keragaman dan kekayaan budaya, revitalisasi kearifan lokal, pengembangan karakter pemuda dan remaja serta pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat. Memperkokoh toleransi, soliditas dan kohesivitas sosial serta pengembangan nilai-nilai demokrasi. Misi ini mencakup upaya pokok dalam pemeliharaan harmonisasi sosial, pembinaan kesatuan bangsa, pengembangan kehidupan dmeokrasi serta proses politik, penguatan gotong-royong dan keberdayaan masyarakat. Meningkatkan derajat kesehatan, kualitas pendidikan dan daya saing sumberdaya manusia Misi ini mencakup upaya pokok dalam perbaikan pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, peningkatakn daya saing tenaga kerja, pengerahan tenaga pendidik untuk pembangunan pesedaan, pengurusan utama dalam masalah gender dan pemebrdayaan terhadap perempuan, kesejahteraan keluarga dan keluarga berencana. Meningkatkan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan sosial Misi ini mencakup upaya pokok dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan apatur pemerintah, pengembangan investasi yang atraktif, penanggulangan, kemiskinan, penanganan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), pembangunan koperasi dan UMKM, pembangunan pertanian, pembangunan peternakan, pembangunan perikanan dan optimal penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan serta pendampingan fasilitator untuk pemberdayaan masyarakat. Memantapkan tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi Misi ini mencakup upaya pokok dalam pemantapan kualitas dan tata kelola pelayanan public, pembenahan administrasi pemerintahan dan keuangan, peningkatan kompetensi dan profesionalisme SDM aparatur, perbaikan kesejahteraan SDM aparatur, penataan organisasi dan tata laksana, perbaikan proses dan mekanisme perencanaan, perbaikan pengawasan terhadap pembangunan serta peningkatan kapasitas dalam pemerintahan desa maupun kecamatan. Mengembangkan kawasan andalan dan integrasi pembangunan Misi ini mencakup upaya pokok dalam meneruskan pembangunan kawasan andalan yakni kawasan agropolitan dan kawasan minapolitan serta kawasan cepat tumbuh dalam suatu kerjasama kawasan dan integrasi pembangunan. Upaya ini diiringi dengan peningkatan skala usaha dalam masyarakat, peningkatan terhadap daya saing komoditas serta pengembangan dalam koridor perdagangan komoditas unggulan. Mengoptimalkan fungsi infrastruktur dan lingkungan hidup Misi ini secara garis besar mencakup upaya pokok dalam optimalisasi fungsi infrastruktur perdesaan, pengembangan, sarana/ prasaran perkotaan dan pemeliharaan daya/ dukung lingkungan hidup. Secara lebih rinci upaya tersebut mencakup optimalisasi fungsi pelabuhan, jaringan pengarian dan saluran irigasi, jalan tani, jalan antar kecamatan dan antar desa sarana/ prasarana perhubungan, serta upaya pelestarian hutan, penanganan degradasi lahan, penanganan sampah dan limbah, serta penanganan terhadap bencana. 2.1.3. Arti Logo Kabupaten Pinrang Lambang/ Logi Kabupaten Pinrang, terdiri dari delapan bagian yang menggambarkan unsur-unsur mengenai histroris, soisologis, ekonomis, patriotic, dan cultural yang keseluruhannya merupakan bagian mutlak dan tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bintang Segi Lima : melambangkan Pancasila dan juga cita-cita luhur raktat Kabupaten Pinrang untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Buah Padi yang berjumlah 19 butir dan buah jagung yang berjumlah 7 buah dan letaknya yang melingkar, melambangkan hasil utama Kabupaten Pinrang sekaligus melambangkan keadilan sosial. Angka 19 dan 7 juga mengingatkan bahwa ketika Kabupaten Pinrang terbentuk lewat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, terdiri atas 19 distrik ayng kemudian melebur menjadi 7 Kecamatan Adminsitratif, Angka 19 juga merupakan hari lahirnya Kabupaten Pinrang yang jatuh setiap tahunnya, Pada tanggal 19 Februari. Bendungan beserta tiang-tiang listriknya, melukiskan Kabupaten Pinrang yang memiliki Bendungan Saddang dan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Air (PLTA). Dahulu tenaga listrik hanya menjadi Pusat Tenaga Listrik Teppo. Namun sekarang bertambah dengan beroperasinya PLTA Bakaru di Jeneponto. Rantai Permata empat, selain menggambarkan persatuan juga melukiskan bahwa Kabupaten Pinrang sebelum menjadi daerah otonom, terdiri dari empat Swapraja, Swapraja Sawitno, Swapraja Batulappa, Swapraja Kassa dan Swapraja Suppa. 2.2.Aspek Geografi dan Demografi 1. Geografis Kabupaten Pinrang merupakan wilayah propinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis terletak pada koordinat antara 4º10’30” sampai 3º19’13” Lintang Selatan dan 119º26’30” sampai 119º47’20”Bujur Timur. Daerah ini berada pada ketinggian 0-2.600 meter dari permukaan laut. Kabupaten Pinrang berada ± 180 Km dari Kota Makassar, dengan memiliki luas ±1.961,77 Km2, terdiri dari tiga dimensi kewilayahan meliputi dataran rendah, laut dan dataran tinggi. Kabupaten Pinrang secara administratif pemerintahan terdiri dari 12 Kecamatan, 39 Kelurahan dan 69 Desa yang meliputi 96 Lingkungan dan 181 Dusun. Sebagian besar dari wilayah kecamatan merupakan daerah pesisir yang memiliki luas 1.457,19 Km2 atau 74,27% dari luas keseluruhan Wilayah Kabupaten Pinrang dengan panjang garis pantai ± 101 Km. Adapun batas wilayah Kabupaten Pinrang sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Sidrap Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar serta Kabupaten Polewali Mandar Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Parepare. Letak wilayah Kabupaten Pinrang cukup strategis karena berada pada perbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat, serta menjadi jalur lintas darat dari dua jalur utama, baik antar provinsi dan antar kabupaten di Selawesi Selatan, yakni dari arah selatan: Makassar, Parepare ke wilayah Provinsi Sulawesi Barat, dan dari arah Timur: kabupaten-kabupaten di bagian timur dan tengah Sulawesi Selatan menuju Propinsi Sulawesi Barat. Posisi daerah yang cukup strategis tersebut, memberi peluang untuk dapat berkembang baik di bidang jasa, perdagangan, pariwisata, perekonomian, industri, dan bidang-bidang lainnya. Di sisi lain, karena wilayah Kabupaten Pinrang berada di sepanjang pantai di bagian barat wilayah tersebut, juga cukup strategis bagi pengembangan transportasi maritim antar pulau yang didukung oleh sumber-sumber produksi yang cukup memadai. PETA ADMINISTRASI KABUPATEN PINRANG Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai, sepanjang 93 km, sehingga hal ini memungkinkan adanya areal pertambakan disepanjang pantai, pada daratan rendah didominasioleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan. Kondisi ini tentunya mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah yang sangat potensial dalam sektor pertanian dan juga sangat memungkinkan hadirnya berbagai komiditi-komiditi pertanian, seperti tanaman pangan, perikanan, perkebunan serta komiditi peternakan untuk dikembangkan. Ketinggian wilayah 0-500 mdpl (60,41%), ketinggian 500-1000 mdpl (19,69%) dan ketinggian 1000 mdpl (9,90%). 2.Topografi Kondisi topografi Kabupaten Pinrang memiliki rentang yang cukup lebar, mulai dari daratan dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut hingga dataran yang memiliki ketinggian di atas 1000 m dpl. Dataran yang terletak pada ketinggian 1000 m di atas permukan laut sebagian besar terletak di bagian tengah hingga utara Kabupaten Pinrang terutama pada daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja. Klasifikasi ketinggian/topografi di Kabupaten Pinrang dapat dikelompokkan sebagai berikut: Ketinggian 0 – 100 m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam daerah ketinggian ini sebagian besar terletak di wilayah pesisir atau wilayah dengan dataran rendah meliputi beberapa wilayah kecamatan yakni Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang Sawitto, Tiroang, Patampanua dan Kecamatan Cempa Ketinggian 100 – 400 m dpl Adapun wilayah yang termasuk ke dalam daerah dengan ketinggian ini meliputi beberapa wilayah kecamatan yakni Kecamatan Suppa, Mattiro Bulu dan Kecamatan Paleteang Ketinggian 400 – 1000 m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini berada di wilayah yang meliputi Kecamatan Duampanua, sebagian wilayah yang masuk dalam kategori desa di wilayah Kecamatan Duampanua merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan Ketinggian di atas 1000 m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian di atas 1000 m dpl terdiri dari sebagian Kecamatan Lembang dan Batulappa yang memang wilayahnya terdiri dari wilayah perbukitan dan pegunungan Untuk lebih jelasnya diperlihatkan pada tabel berikut ini : Tabel 3. Ketinggian Wilayah Kabupaten Pinrang No. Kecamatan Ketinggian dari permukaan laut (m dpl) 1. Suppa 2 - 265 2. Mattiro Sompe 2 - 12 3. Lanrisang 2 - 14 4. Mattiro Bulu 12 - 228 5. Watang Sawitto 6 - 14 6. Paleteang 14 - 157 7. Tiroang 13 - 23 8. Patampanua 13 - 86 9. Cempa 2 - 18 10. Duampanua 2 - 965 11. Batulappa 20 - 1007 12. Lembang 2 - 1908 Sumber : Kabupaten Pinrang dalam Angka 2010 Kondisi topografi Kabupaten Pinrang juga dapat dikelompokkan berdasarkan kemiringan lereng yang terdiri dari : Kemiringan 0 – 3 % Wilayah ini memiliki lahan yang relatif datar yang sebagian besar terletak di kawasan pesisir meliputi wilayah Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang Sawitto, Tiroang, Patampanua dan Kecamatan Cempa. Kemiringan 3 – 8 % Wilayah ini memiliki permukaan datar yang relatif bergelombang. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi seperti ini adalah wilayah Kecamatan Suppa, Mattiro Bulu, Batulappa dan Kecamatan Paleteang Kemiringan 8 – 45 % Wilayah ini memiliki permukaan yang bergelombang sampai agak curam. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi seperti ini adalah Wilayah Kecamatan Duampanua Kemiringan ≥ 45 % Wilayah ini memiliki permukaan curam yang bergunung-gunung. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi ini meliputi wilayah-wilayah kaki pegunungan seperti Kecamatan Lembang. Kondisi topografi Wilayah Kabupaten Pinrang bervariasi dari kondisi dataran rendah hingga berbukit. Keadaan wilayah berdasarkan kelerengan disajikan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 4. Keadaan Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Kabupaten Pinrang No. Lereng Kriteria Luas (ha) Persentase (%) 1. 0 - 2 Datar 100.370,2 51,1 2. 2 - 15 Landai 15.696,8 8,1 3. 15 – 40 Berbukit 50.246 25,6 4. ≥ 40 Berbukit 29.864 15,2 Jumlah 196.177 100 Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang 2012 2.3.Kawasan Budidaya. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten Pinrang yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang berfungsi: Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah Kabupaten Pinrang Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk dua puluh tahun, dan Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah Kabupaten Pinrang Dalam pengelolaan kawasan budidaya di wilayah Kabupaten Pinrang diterapkan azas harmonisasi yaitu menciptakan keseimbangan antara fungsi ekologis kawasan dengan manfaat fungsi ekonomis kawasan dalam arti melakukan eksplorasi kawasan dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonomi dan budaya yang berlaku di masyarakat namun tetap memperhatikan daya dukung wilayah dan lahan sehingga ekosistem alam tetap terjaga. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan lahan yang menjadi hutan produksi di wilayah Kabupaten Pinrang lebih banyak tersebar di wilayah Kecamatan Batulappa, Kecamatan Lembang dan Kecamatan Duampanua. Hampir separuh wilayah hutan berada di ketiga kecamatan tersebut ditambah dengan Kecamatan Mattiro Bulu dan Kecamatan Suppa, maka secara produksi terbatas merupakan bagian dari upaya pelestarian DAS Saddang. Untuk meningkatkan kualitas tata air di DAS Saddang ini, maka hutan produksi yang kualitasnya melalui pengembangan vegetasi hutan utamanya tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi kuat sebagai penjaga tata air. Tabel 5. Hutan Produksi Terbatas di Kabupaten Pinrang No. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Luas (ha) Persentase (%) 1. HPT di Kecamatan Suppa 1,129 4.27 2. HPT di Kecamatan Mattiro Bulu 1,324 5.01 3. HPT di Kecamatan Duampanua 5,574 21.08 4. HPT di Kecamatan Batulappa 2,121 8.02 5. HPT di Kecamatan Lembang 16,289 61.61 TOTAL 26,437 100 Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang 2.4.Kawasan Pertanian Kabupaten Pinrang merupakan salah satu wilayah sentra produksi beras di Provinsi Sulawesi Selatan yang termasuk kawasan Bosowasipilu (kawasan sentra produksi beras) dengan luas areal persawahan potensial ± 44.861 ha dari 22,87 % luas wilayah Kabupaten Pinrang. Pada dasarnya persebaran produksi tanaman pangan jenis padi di wilayah Kabupaten Pinrang tersebar secara merata di seluruh wilayah, dimana semua wilayah kecamatan memiliki areal persawahan yang produktif dengan sumber pengairan dari irigasi teknis. Areal kawasan tanaman pangan lahan kering merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura atau tanaman pangan tahunan,pengembangan kegiatannya tersebar merata di seluruh wilayah kecamatan dengan luas areal yang diarahkan untuk pengembangan lahan kering adalah 30.914 ha. Tabel 6. Arahan Kawasan Peruntukan Lahan Basah dan Lahan Kering No. Kecamatan Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%) 1. Suppa 1,716 3.83 2503 8.10 2. Lanrisang 3,714 8.28 1015 3.28 3. Mattiro Bulu 4,822 10.75 3698 11.96 4. Mattiro Sompe 3,679 8.20 878 2.84 5. Paleteang 3,137 6.99 2251 7.28 6. Tiroang 4,835 10.78 2413 7.81 7. Watang Sawitto 4,033 8.99 834 2.70 8. Patampanua 4,464 9.95 4394 14.21 9. Cempa 4,237 9.45 2240 7.25 10. Duampanua 7,671 17.10 7359 23.81 11. Batulappa 458 1.02 1798 5.82 12. Lembang 2,093 4.67 1530 4.95 TOTAL 44,861 100 30,914 100 Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang Sedangkan pengembangan kegiatan budidaya tanaman tahunan/perkebunan di wilayah Kabupaten Pinrang diarahkan pada beberapa kawasan potensial pengembangan komoditi tanaman tahunan seperti Kakao, Kopi Robusta, Kopi Arabica, Kelapa Hibrida, Kelapa Sawit, Jambu Mete, Jarak dan Kemiri. Luas areal yang diarahkan untuk pengembangan tanaman perkebunan adalah seluas 24.417 haln, dengan jenis komoditi unggulan wilayah berupa kakao yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan, dan kopi Robusta yang potensial dikembangkan di wilayah Kecamatan Lembang. Komoditi perkebunan lainnya yang banyak dibudidayakan di wilayah Kabupaten Pinrang yakni : Kopi Arabica, Kelapa Hibrida, Kelapa Sawit, Jambu Mete dan Kemiri. Untuk kegiatan perkebunan yang intensif diarahkan pada kawasan dengan ketinggian 200 – 400 m dpl, sementara untuk kegiatan perkebunan yang non insentif diarahkan pada areal dengan ketinggian ≥ 400 m dpl. Tabel 7. Arahan Kawasan Peruntukan Perkebunan No. Kecamatan Luas (ha) Persentase (%) 1. Suppa 1,351 5.53 2. Lanrisang - 0 3. Mattiro Bulu 2,685 11.00 4. Mattiro Sompe - 0 5. Paleteang 78 0.32 6. Tiroang - 0 7. Watang Sawitto - 0 8. Patampanua 2,233 9.15 9. Cempa 864 3.45 10. Duampanua 1,620 6.63 11. Batulappa 1,212 4.96 12. Lembang 14,374 58.87 TOTAL 24,417 100 Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang 2.5.Kawasan Perikanan Rencana pengembangan kegiatan perikanan di wilayah Kabupaten Pinrang dapat dikluster berdasarkan jenis kegiatannya dengan arahan pengembangan komoditas perikanan yang mencakup : Budidaya laut dengan komoditas perikanan budidaya laut berupa rumput laut, kerapu dan sejenisnya Budidaya payau dengan komoditas perikanan budidaya payau berupa udang windu, bandeng dan kepiting bakau, Budidaya air tawar dengan komoditas budidaya air tawar berupa ikan karper, ikan mas dan ikan nila Pertimbangan arahan pengembangan kegiatan budidaya tersebut didasarkan atas nilai ekonomis yang tinggi dan telah berkembang di masyarakat, serta pangsa pasarnya cukup prospek. Dengan mempertimbangkan karakteristik kawasan yang sesuai untuk pengembangan budidaya payau di Kabupaten Pinrang, maka sebarannya lebih diarahkan di wilayah Kecamatan Duampanua, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang dan Kecamatan Lembang dengan total areal seluas ± 13.559 ha. Jenis komoditi perikanan budidaya payau unggulan wilayah Kabupaten Pinrang berupa udang dan rumput laut Sementara untuk kegiatan budidaya laut akan memanfaatkan perairan Selat Makassar yang membentang dari selatan sampai barat ke arah laut lepas sejauh menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Pinrang, untuk kegiatan budidaya air tawar di Kabupaten Pinrang lebih diarahkan pada kawasan yang sesuai dengan karakteristik kegiatan budidaya tersebut, terutama persediaan air tawar yang cukup dengan luas areal kolam keseluruhan 1.364 ha yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah kecamatan. Tabel 8. Arahan Kawasan Perikanan No. Kawasan Lokasi 1. Kawasan perikanan tangkap Kawasan pesisir dan laut Kecamatan Suppa, kawasan pesisir dan laut Kecamatan Lanrisang Kawasan pesisir dan laut Kec. Mattiro Sompe Kawasan pesisir dan laut Kec. Duampanua Kawasan pesisir dan laut Kecamatan Lembang 2. Kawasan budidaya perikanan laut dan rumput laut Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang 3. Kawasan budidaya perikanan air payau komoditas udang dan bandeng Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang 4. Kawasan budidaya perikanan air tawar Kecamatan Paleteang, Kecamatan Cempa, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Mattiro Bulu dan Kecamatan Duampanua Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang 2.6.Klimatologi Klasifikasi iklim menurut Schmith-Ferguson, tipe iklim wilayah Kabupaten Pinrang termasuk tipe A dan B dengan curah hujan terjadi pada bulan Desember hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai September. Kriteria tipe iklim menurut Oldeman-Syarifuddin bulan basah di Kabupaten Pinrang tercatat 7-9 bulan, bulan lembab 1-2 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Tipe iklim menurut klasifikasi Oldeman-Syarifuddin adalah iklim B dan C. Curah hujan tahunan berkisar antara 1073 mm sampai 2910 mm. Evaporasi rata-rata tahunan di Kabupaten Pinrang berkisar antara 5,5 mm/hari sampai 6,7 mm/hari. Suhu rata-rata normal antara 27OC dengan kelembaban udara 82 % - 85 % . Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pinrang, rata-rata curah hujan di Kabupaten Pinrang pada tahun 2012 sebesar 102,58 mm/bulan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September yakni sebesar 32 m, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yakni sebesar 179 mm. Banyaknya curah hujan tiap bulan di wilayah Kabupaten Pinrang sejak tahun 2007 sampai2013 dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini : Tabel 9. Banyaknya Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Pinrang No. Bulan Tahun 2007 2008 2009 266010 2011 2012 2013 1. Januari 106 264 75 380 103 93 142 2. Pebruari 90 242 103 121 47 116 127 3. Maret 91 295 29 88 86 102 89 4. April 147 130 63 90 88 179 141 5. Mei 155 94 69 88 121 12 77 6. Juni 148 222 192 34 19 64 96 7. Juli 50 143 52 35 8 52 55 8. Agustus 26 199 34 34 2 35 60 9. September 109 80 8 42 21 32 19 10. Oktober 82 698 29 55 136 121 69 11. Nopember 96 571 221 55 155 133 122 12. Desember 129 391 282 79 143 176 155 Rata-rata per bulan 102, 42 277,42 96,42 91,25 77,41 102,58 96,00 Sumber : BPS Kabupaten Pinrang tahun 2015 2.7.Demografi Dari sisi demografis, jumlah penduduk Kabupaten Pinrang 361.293 jiwa pada Tahun 2013 (Data BPS Ka. Pinrang), terdiri dari dari laki-laki sebanyak 175.115 jiwa dan perempuan sebanyak 186.178 jiwa. Jumlah ini meningkat 0.4 % dibandingkan Tahun 2012. Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada Tahun 2013, jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 Tahun) sebesar 219.983 jiwa jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 Tahun) sebesar 113.638 jiwa dan jumlah penduduk kelompok umur tua (64 Tahun ke atas) sebesar 27.672 jiwa. Jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 Tahun) sebesar 60,89%, demikian pula dengan jumlah penduduk kelompok umur tua (65 Tahun ke atas) mengalami kenaikan 7,66, sedangkan jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 Tahun) atau 31,45 %. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut : Tabel 10 Penduduk Menurut Kelompok Umur Kab. Pinrang Tahun 2013 NO KELOMPOK LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH PERSENTASE UMUR 1 2 3 4 5 6 1 00 - 04 18,845 17,386 36,231 10.03 2 05 - 09 18,799 19,006 37,805 10.46 3 10 - 14 19,113 20,489 39,602 10.96 4 15 - 19 16,330 12,221 28,551 7.90 5 20 - 24 13,187 7,896 21,083 5.84 6 25 - 29 12,827 10,871 23,698 6.56 7 30 - 34 12,083 11,197 23,280 6.44 8 35 - 39 11,865 12,444 24,309 6.73 9 40 - 44 12,301 14,717 27,018 7.48 10 45 - 49 10,390 13,789 24,179 6.69 11 50 - 54 8,094 11,180 19,274 5.33 12 55 - 59 6,528 8,751 15,279 4.23 13 60 - 64 5,173 8,139 13,312 3.68 14 65 - 70 3,926 6,773 10,699 2.96 15 70 - 75 2,805 5,408 8,213 2.27 16 75+ 2,849 5,911 8,760 2.42 JUMLAH 175,115 186,178 361,293 100.00 Sumber : BPS Kab. Pinrang 2014 Tabel 11 Penduduk Menurut Kecamatan Kab. Pinrang Tahun 2013 NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH PERSENTASE 1 2 3 4 5 6 1 MATTIRO SOMPE 13,360 14,349 27,709 7.67 2 SUPPA 15,093 16,121 31,214 8.64 3 MATTIRO BULU 13,183 14,239 27,422 7.59 4 WATANG SAWITTO 26,557 27,750 54,307 15.03 5 PATAMAPANUA 8,499 9,068 17,567 4.86 6 DUAMPANUA 21,375 23,047 44,422 12.30 7 LEMBANG 18,772 19,851 38,623 10.69 8 CEMPA 15,576 16,582 32,158 8.90 9 TIROANG 10,569 11,045 21,614 5.98 10 LANRISANG 8,159 9,099 17,258 4.78 11 PALETEANG 19,212 19,982 39,194 10.85 12 BATULAPPA 4,760 5,045 9,805 2.71 JUMLAH 175,115 186,178 361,293 100 Sumber : BPS Kab. Pinrang 2014 Secara perbandingan wilayah, Kabupaten Pinrang memiliki potensi wilayah yang luas mencapai 196.177 ha atau 1961,77 km2, sehingga rata-rata kepadatan penduduknya adalah 184 jiwa/km2. Artinya secara rata-rata terdapat 184 orang yang menghuni 1 km2 daerah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kepadatan penduduk Tahun 2012 meningkat sebesar 10 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk Tahun 2012 mencapai 183 jiwa/km2. Kenaikan setiap tahun bertambah seiring dengan pertambahan penduduk setiap tahun, sedangkan jumlah lahan tidak berubah. Jika dilihat per wilayah, urutan 3 terbanyak jumlah penduduk paling banyak yang tercatat berada di Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Duampanua, dan Kecamatan Lembang, sedangkan jumlah penduduk terkecil yang tercatat berada di Kecamatan Batulappa. Namun jika dilihat dari kepadatan penduduk suatu wilayah (jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah daerah masing-masing), maka Kecamatan Paleteang dan Watang Sawitto menjadi kecamatan yang paling padat di Kabupaten Pinrang, sedangkan kecamatan dengan kepadatan paling rendah yaitu Kecamatan Batulappa dan Kecamatan Lembang.Berikut jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan pada tahun 2013 di Kabupaten Pinrang. Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Hal ini sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pinrang 2014 – 2019, yaitu ” Terwujudnya Masyarakat Sejahtera Secara Dinamis melalui Harmonisasi Kehidupan, Akselerasi Produktivitas Kawasan, dan Revitalisasi Peran Poros Utama Pemenuhan Pangan Nasional” Tabel 12 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Pinrang Pada Tahun 2013 No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Kepadatan Laki-laki Perempuan Jumlah Wilayah (Ha) Penduduk (Jiwa/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 1 Suppa 15.113 16.101 31.214 74,20 420 2 Mattiro Sompe 13.379 14.330 27.709 96,99 285 3 Lanrisang 8.178 9.080 17.258 73,01 236 4 Mattiro Bulu 13.207 14.215 27.422 132,49 206 5 Watang Sawitto 26.592 27.716 54.307 58,97 895 6 Paleteang 19.233 19.961 39.194 37,29 1.019 7 Tiroang 10.587 11.027 21.614 77,73 274 8 Patampanua 15.588 16.570 32.158 136,85 234 9 Cempa 8.523 9.044 17.567 90,30 195 10 Duampanua 21.394 23.028 44.422 291,86 152 12 Batulappa 4.778 5.027 9.805 158,99 64 13 Lembang 18.583 19.619 38.623 733,09 54 Jumlah 172.047 182.605 361.293 1.961,77 184 Sumber :BPS Kab. Pinrang 2014 2.8. Daya Beli Masyarakat Pada keadaan 2009 paritas daya beli penduduk Kabupaten Pinrang sebesar Rp.632.740 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp,815.000 pada tahun 2013. Dalam kurun waktu tersebut peringkat indeks daya beli telah mengalami lompatan yang sangat berarti. Dengan kata lain, kenaikan paritas daya beli Kabupaten Pinrang termasuk salahsatu daerah yang mempunyai peningkatan yang terbesar apabila dibandingkan dengan kabupaten/ kota se Sulawesi Selatan 2.9.Kondisi Ekonomi Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Tahun 2013 struktur ekonomi Kabupaten Pinrang tetap didominasi oleh sektor pertanian, dengan kata lain sektor pertanian merupakan komponen utama dalam struktur perekonomian di Kabupaten Pinrang. Pinrang sampai sekarang masih merupakan salah satu kabupaten yang menjadi lumbung padi di Provinsi Sulawesi Selatan.Sejalan dengan besarnya nilai sumbangan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten Pinrang, mayoritas penduduknya juga berprofesi sebagi petani. Sebagai daerah yang kekuatan ekonominya ditopang oleh sektor pertanian, Pinrang mempunyai insfrastruktur irigasi yang didominasi irigasi teknis.Irigasi teknis di Kabupaten Pinrang sangat tergantung dari keberadaan Bendung Air Benteng yang sudah di bangun sejak jaman penjajahan Belanda Selain pertanian pangan, Kabupaten Pinrang juga merupakan daerah penghasil tanaman perkebunan kakao maupun kelapa. Sub sektor perikanan juga memegang peranan penting dalam struktur ekonomi Kabupaten Pinrang, mengingat sebagian wilayah Pinrang merupakan daerah pantai dan lautan. Sektor kedua yang memberikan sumbangan terbesar terhadap perekonomian di Kabupaten Pinrang adalah Sektor Jasa-Jasa, mencakup Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Sektor Jasa ini lebih di dominasi oleh sub sektor Jasa Pemerintahan Umum. Urutan ketiga yang menyumbang struktur perekonomian di Kabupaten Pinrang adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restorant. Sebagai kota yang berada di jalur Trans Sulawesi, Pinrang kerap disinggahi sebagai tempat istirahat, dan mencari oleh-oleh. Sektor yang paling kecil menyumbang perekonomian Kabupaten Pinrang pada Tahun 2013 adalah Sektor Listrik & Air serta Sektor Penggalian. Sektor Listrik mengalami peningkatan lebih dikarenakan meningkatnya jumlah listrik yang diproduksi, sementara jumlah air yang diproduksi oleh PDAM di Kabupaten Pinrang justru menurun. Nilai sumbangan Sektor Penggalian terhadap perekonomian Kabupaten Pinrang relatif kecil karena di Kabupaten Pinrang tidak ada pertambangan atau penggalian dengan kapasitas besar, melainkan merupakan pertambangan galian golongan C atau mineral bukan logam (batuan) yang merupakan pertambangan rakyat. 2.9.1.Kondisi Umum Kemiskinan Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Pertumbuhan PDRB perkapita suatu daerah digunakan sebagai salah satu indikator terhadap pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam kurun waktu 2011 – 2015 PDRB perkapita Kabupaten Pinrang mengalami pertumbuhan rata-rata 7,99 % pertahun namun dengan tingkat rata-rata pertumbuhan PDRB perkapita tersebut bukan berarti Kabupaten Pinrang terbebas dari garis kemiskinan. Garis kemiskinan Kabupaten Pinrang pada tahun 2014 berdasarkan tingkat perkapita masyarakat miskin sebesar Rp. 228.150,- mengalami peningkatan 2,9 % dibandingkan tahun 2013 yang sebesar Rp. 221.717,- kenaikan ini dipicu akibat kenaikan harga komoditi makanan maupun non makanan, dampak dari adanya fluktuasi harga BBM, harga komoditas dunia, penurunan nilai tukar rupiah yang berimbas pada harga barang impor dan sebagainya Kenaikan garis kemiskinan pada umumnya akan diikuti oleh peningkatan persentase penduduk miskin terutama imbas dari kenaikan harga yang tidak berimbang terhadap pendapatan masyarakat. Kondisi ini tidak terlalu mempengaruhi kenaikan angka kemiskinan di Kabupaten Pinrang karena gejolak ekonomi yang terjadi tidak terlalu berimbas pada Tabel 13. Penduduk Miskin Kabupaten Pinrang No Penduduk miskin 2011 2012 2013 2014 2015 persentase 1. Perdesaan 21.445 19.840 18.113 106,732 2. Perkotaan 7.353 6.942 6.347 35,466 Jumlah 28.798 26.782 24.460 142,198 Prosentase (%) 8,12 7,42 6,72 7,99 Angka kemiskinan atau jumlah penduduk miskin dapat memberikan gambaran umum kondisi pendapatan penduduk. Sehingga adanya perubahan terhadap angka kemiskinan dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan penduduk, walaupun dengan membaiknya perekonomian Kabupaten Pinrang, akan tetapi angka kemiskinan cenderung mengalami fluktuasi dalam kurun waktu lima tahun (2011 – 2015). Pada tahun 2011 angka kemiskinan sebesar 28.789 dengan persentase 8,12 % dan mengalami penurunan pada tahun 2012 dengan angka 27.900 jiwa dengan persentase 7,90 %. Di tahun 2013 angka kemiskinan justru mengalami kenaikan sebesar 30.001 jiwa dengan persentase 8,86 %, namun turun di tahun 2014 yakni 29.626 dengan persentase 8,20 % dan di tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 30.510 dengan persentase sebesar 8,32 %. Walaupun mengalami fluktuasi selama kurun waktu lima tahun, namun perlu menjadi pertimbangan bahwa setiap tahun jumlah penduduk mengalami kenaikan yang tentunya mempengaruhi tingkat kemiskinan suatu daerah. Meskipun ada kenaikan persentase tingkat kemiskinan di tahun 2015 namun Kabupaten Pinrang memiliki angka kemiskinan lebih rendah dari angka kemiskinan provinsi yakni sebesar 9,54 % dan tingkat kemiskinan nasional yang sebesar 13,05 % Capaian perkembangan penurunan jumlah kemiskinan di Kabupaten Pinrang pada tahun 2011 mencapai 8,12 % atau 28.789 jiwa dan pada tahun 2012 mencapai 7,82 % atau sekitar 27.900 jiwa ini mengalami penurunan sekitar 0,30 % dan pada tahun 2013 naik menjadi 8,86 % atau 32.001 jiwa. Dan untuk tahun 2015 telah dilakukan proses Basis Data Terpadu yang dilaksanakan oleh BPS menghasilan data kemiskinan yang meliputi Rumah Tangga miskin dan rentang misin serta tidak mampu yang komposisinya dalam kategori Rumah Tangga Sasaran sekitar 33.269 RTS setelah dilakukan proses data terpadu oleh TNP2K. Dari hasil olahan data tersebut maka perkembangan kemiskinan Kabupaten Pinrang tahun 2015 dirilis sekitar 8,32 % penduduk miskin atau sekitar 30.510 jiwa. Tabel 14. Perkembangan Penduduk Miskin Kabupaten Pinrang tahun 2011 – 2015 Tahun Penduduk Miskin (jiwa) Persentase (%) 2011 28.798 8,21 2012 27.900 7,82 2013 32.001 8,86 2014 29.626 8,20 2015 30.510 8,32 Melihat angka kemiskinan di Kabupaten Pinrang di tahun 2015 meskipun mengalami sedikit kenaikan dari tahun 2014 yang disebabtinkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, capaian angka kemiskinan tidak terlalu besar dibandingan dengan kabupaten lain di Sulawesi Selatan Berdasarkan data BPS di tahun 2014, yang ada bahwa persentase kemiskinan di Kabupaten Pinrang berada di urutan ke-7 dimana Kota Makassar berada di posisi pertama dengan persentase 4,48 % disusul Sidrap 5,82 %, selanjutnya Pare-pare 5,88 %, Luwu Timur 7,67 %, Wajo 7,74 % dan Gowa 8,00 %. Untu selanjutnya persentase angka kemiskinan berada diatas Kabupaten Pinrang dimana Kabupaten Pangkep dengan tingkat persentase kemiskinan tertinggi yakni 16,38 % Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar seberapa besar jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi juga harus memperhatikan dari dimensi lainnya yaitu indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Bukan hanya mampu mengurangi angka atau jumlah penduduk miskin, tetapi harus mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan Indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten Pinrang dari tahun 2012 – 2014 mengalami tren yang menunjukkan penurunan. Di tahun 2012 Indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten Pinrang adalah 1,37 % menjadi 1,16 % pada tahun 2013 dan berhasil diturunkan lagi menjadi 1,00 % di tahun 2014. Penurunan ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin telah mendekati garis kemiskinan. Tren ini juga menunjukkan bahwa program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan cukup efektif menurunkan kesenjangan kemiskinan dengan semakin kecilnya kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin. Dengan demikian kebijakan yang paling perlu dilakukan dan menjadi arahan yaitu berupaya meningkatkan pendapatan penduduk miskin dan serta beban pengurangan pengeluaran penduduk/rumah tangga miskin dengan memberikan bantuan sosial. Kita tentu berharap bahwa pada tahun-tahun selanjutnya, pemerintah akan terus mampu menurunkan jumlah penduduk miskin, menekan angka kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Indeks ini digunakan oleh para peneliti untuk menjawab masalah ketimpangan diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks berarti semakin parah tingkat kemiskinan karena semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Ukuran-ukuran agrerat kemiskinan tersebut secara rutin telah dipublikasikan oleh BPS yang dikenal sebagai data kemiskinan makro. Selan tiga ukuran agregat kemiskinan diatas, ada beberapa ukuran agregat kemiskinan lainnya, seperti Indeks Sen, Indeks Sen-Shorrocks-Thon (SST) dan lain sebagainya, akan tetapi BPS tidak rutin menghitung indeks-indeks tersebut. Untuk indeks keparahan kemiskinan, pada tahun 2014 tereduksi dengan besaran 0,17 lebih rendah dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,22. Pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2012 indeks mencapai 0,40. Ini menunjukkan bahwa indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami tren yang menurun dalam kurun waktu tiga tahun tersebut Bila kita membandingkan indikator kemiskinan Kabupaten Pinrang dengan kabupaten lain di Sulawesi Selatan maka posisi relatif Kabupaten Pinrang masih lebih rendah yang artinya bahwa indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan masih jauh lebih baik dibanding dengan kabupaten lain Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 Keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1 masih menjadi salah satu tolok ukur kemiskinan di masyarakat. Tingginya jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1 mencerminkan masih ada persoalan yang harus diselesaikan secara menyeluruh. Penurunan angka pra sejahtera dan sejahtera 1 di Kabupaten Pinrang pada tahun 2011 mencapai 29,70 % dan pada tahun 2015 menurun menjadi 23,47 % Tabel 14. Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 di Kabupaten Pinrang Indikator 2011 2012 2013 2014 2015 Kel. Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 26.120 21.801 22.116 22.592 21.719 Jumlah Keluarga 87.729 90.395 92.226 93.741 92.552 % Kel. Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 29,70 24,10 23,98 24,10 23,47 Indikator Kemiskinan Daerah Indikator Ketenagakerjaan Penduduk usia 15 tahun keatas dirinci menurut angkatan kerja dan bukan angkatan kerja serta jenis kelamin Ketenagakerjaan dan penggangguran merupakan salah satu isu strategis bagi penentu kebijakan agar dapat menyusun strategi dan program untuk kegiatan pembangunan khususnya ketersediaan lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja akan semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring pertumbuhan penduduk, sedang di sisi lain lapangan kerja semakin terbatas yang dapat berakibat meningkatnya angka penggangguran. Kondisi ini tentu sangat memberatkan Pemerintah Daerah, karena berdampak terhadap masalah ekonomi dan kerawanan sosial yang dapat berimplikasi bertambahnya penduduk miskin. Oleh karena itu diperlukan data dan informasi ketenagakerjaan. Di Kabupaten Pinrang, penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan tingkat partisipasi angkatan kerja masih didominasi oleh angkatan kerja laki-laki sekitar 44,32 % sedangkan angkatan kerja perempuan hanya 26,07 % Tabel 15. Penduduk Usia 15 tahun keatas Dirinci Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja serta Jenis Kelamin 2015 No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah 1. ANGKATAN KERJA Bekerja 93.039 44.556 137.591 Pengangguran 3.956 3.062 7.018 Jumlah penduduk AK 96.991 47.616 144.609 2. BUKAN ANGKATAN KERJA Sekolah 10.055 10.304 20.539 Mengurus RT 3.593 72.440 76.033 Lainnya 11.201 4.658 15.859 Jml penduduk bukan AK 121.840 135.020 256.860 Jumlah penduduk usia kerja 218.831 182.638 401.469 3. TPAK 79,61 35,27 56,30 4. TPT 4,85 6,43 Keterangan : AK : Angkatan Kerja TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk angkatan kerja Penduduk angkatan kerja Kabupaten Pinrang tahun 2015 menunjukkan bahwa penduduk pada usia 15 – 29 tahun merupakan jumlah pencari kerja terbesar, yaitu sekitar 1.337 orang atau 18,03 % dari total pencari kerja, gambaran ini memperlihatkan bahwa masih banyaknya pencari kerja yang berasal dari tamatan SMA/sederajat. Tabel 31. Penduduk Angkatan Kerja Golongan Umum Angkatan Kerja Jumlah bekerja Mencari kerja 15 – 19 6.461 1.337 7.414 20 – 24 15.593 1.497 12.387 25 – 29 16.563 1.945 19.308 30 – 34 16.455 497 19.807 35 - 39 16.381 0 15.894 40 – 44 18.414 921 18.876 45 – 49 15.875 144 14.246 50 – 54 11.936 459 9.690 55 – 59 8.216 118 7.499 60 – 64 11.692 241 3.039 65 + 5.723 0 5.723 Sumber : Data BPS, Dinas Transmigrasi dan tenaga kerja Penduduk bekerja menurut lapangan usaha Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa sebanyak 53,60 % penduduk yang bekerja di sektor pertanian, hal ini menunjukkan bahwa penyediaan lapangan kerja di bidang pertanian lebih besar dibandingkan dengan penyediaan lapangan pekerjaan lainnya. Berturut-turut sektor dengan penyerapan tenaga kerja berikutnya adalah sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel sebesar 15,91 %, jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan menyumbang 10,98 % , sektor lainnya dengan distribusi 10,98 % dan terakhir sektor industri pengolahan 7,71 %. Perbandingan di tahun 2014, ada peningkatan distribusi tenaga kerja dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan dan sektor lainnya ke bidang pertanian. Hal ini dapat dipahami karena Kabupaten Pinrang adalah sentra pertanian dan juga sebagai pendapatan tambahan dengan peningkatan sebesar 5,89 % Tabel 15. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Pinrang Lapangan Usaha Pertanian kehutanan perikanan industri perdagangan Jasa-jasa lainnya jumlah 73.754 10.612 21.895 16.229 15.022 137.591 Sumber Data BPS, indikator makro 2016 Penduduk yang bekerja berdasarkan wilayah Berdasarkan wilayah, tenaga kerja banyak terserap di wilayah pedesaan. Ini dapat ditunjukkan pada sektor pertanian di pedesaan sebesar 88,39 %. Tentunya ini sesuai dengan karakteristik pedesaan yang memang menjadi sentra pertanian. Hal ini juga berlaku pada sektor industri pengolahan yaitu penggilingan padi dan industri rumah tangga (73,32 %) dan sektor jasa kemasyarakatan dan perorangan (52,53 %). Di wilayah perkotaan, sektor perdangan besar, eceran, rumah makan, hotel dan sektor lainnya mayoritas dari penduduk perkotaan. Angka partisipasi angkatan kerja Angka partisipasi angkatan kerja dalam kurun waktu 2011 – 2015 cenderung berfluktuasi akan tetapi tidak ada peningkatan yang cukup signifikan, hal ini tentunya perlu menjadi perhatian di masa yang akan datang, angkatan kerja pada tahun 2011 sekitar 156.732 jiwa dan naik menjadi 144.609 pada tahun 2015 atau sekitar 56,30 % dari jumlah penduduk sebagai partisipasi angkatan kerja Kabupaten Pinrang Tabel 33. Angka Partisipasi Angkatan Kerja No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Angk. Kerja 15 + 156.732 133.883 152.718 152.353 144.609 2. Jml penduduk 15+ 243.003 243.620 267.982 253.594 256.860 3. APAK 64,50 54,96 26,07 60,08 56,30 APAK : Angka Partisipasi Angkatan Kerja Sumber Data BPS dan Transmigrasi Tenaga Kerja Pengangguran terbuka Adapun pengangguran terbuka di Kabupaten Pinrang menunjukkan peningkatan yang cukup besar yang disebabkan banyaknya tamatan SMA/sederajat yang tidak melanjutkan lagi pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi sehingga terjadi pengangguran pada usia produktif. Pada tahun 2011 jumlah pengangguran terbuka sebanyak 10.269 jiwa dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 65.831 jiwa atau sekitar 6,58 % dari jumlah penduduk angkatan kerja. Selain pengangguran terbuka, terdapat juga pengangguran terselubung atau disebut juga setengah pengangguran yaitu bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah kerja normal. Indikator pengangguran terselubung ini dengan proporsi jumlah penduduk dapat dimanfaatkan untuk dijadikan acuan peningkatan tingkat utilitas, kegunaan dan produktivitasnya, tentunya pemerintah melalui dinas tenaga kerja perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan kemampuan dan etos kerja dengan melakukan pelatihan kerja di balai latihan kerja. Tingkat pengangguran terselubung di Kabupaten Pinrang pada tahun 2015 mencapai 54,6 %, merupakan angka yang cukup tinggi sehingga perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Tabel 16.. Pengangguran Terbuka No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jml pengangguran terbuka usia kerja 10.269 7.159 6.930 16.619 65.831 2. Jml penduduk angkatan kerja 156.732 133.883 152.718 159.268 159.649 3. Tingkat pengangguran terbuka 6,55 5,35 1,96 2,78 4,85 Sumber Data BPS, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Indikator Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu instrumen pembentukan IPM dan menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa karena pendidikan menjadi kualitas sumber daya manusia. Pendidikan disini tidak diartikan hanya pendidikan formal saja, akan tetapi dala arti lebih luas, termasuk pendidikan berpolitik. Pendidikan politik tidak mesti diisolasikan dari yang lainnya, akan tetapi menjadi salah satu unsur pendidikan yang penting agar penduduk dapat secara berpartisipatif menentukan serta menikmati hasil pembangunan. Pendidikan Dasar Angka partisipasi sekolah Capaian kinerja urusan pendidikan diukur dengan indikatir angka partisipasi sekolah SD/MI. Rasio ketersediaan sekolah perpenduduk usia sekolah SD/MI. Rasio ketersediaan sekolah perpenduduk usia sekolah SMP/MTs, Rasio guru murid SD/MI, Rasio guru murid per kelas rata-rata SD/MI, Rasio guru per kelas rata-rata murid SD/SMP/MTs. Angka Partisipasi Sekolah (APS) jenjang pendidikan dasar SD dan SMP/sederajat mengalami peningkatan setiap tahunnya selama kurun waktu 2011 – 2015 Tabel 17. Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Pinrang No Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jml murid usia 7 – 12 51.292 51.710 48.309 50.007 45.998 2. Jml pend. Usia 7 – 12 48.080 48.705 48.977 50.776 82.698 3. APS/SD/MI 106,69 106,17 101,38 101,53 179,78 4. SMP/MTs 5. Jml murid usia 13 – 15 19.674 19.847 19.355 20.751 20.228 6. Penduduk usia 13 – 15 21.592 21.851 22.113 27.714 43.014 7. APS/SMP/MTs 91,12 90,83 88,52 74,87 47,02 Sumber Data BPS 2016 Rasio ketersediaan sekolah / Penduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah adalah indikator untuk mengukur kemampuan jumlah sekolh dalam menampung penduduk usia pendidikan. Rasio ini bisa diartikan jumlah sekolah berdasarkan tingkat pendidikan dengan jumlah penduduk usia pendidikan Selama kurun waktu 2011 – 2015 rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SD/MI mengalami kenaikan, setelah periode sebelumnya mengalami kenaikan yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk tidak disertai dengan peningkatan jumlah sekolah SD/MI. Pembangunan jumlah sekolah baru tidak sebanding dengan peningkatan jumlah warga sekolah. Ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Pinrang pada tahun 2011 sebesar 350 dan pada tahun 2015 berjumlah 360 dengan rasio 230. Tabel 18. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah tahun 2011 – 2015 No Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013 2014 2015 1. SD/MI 2. Jml Gedung Sekolah 350 350 348 354 360 3. Jml pend. 7 – 12 thn 48.080 48.705 49.338 50.776 82.698 4. rasio 137 139 141 141 230 5. SMP/MTs 6. Jml Gedung Sekolah 71 73 73 77 77 7. Jml Pend. 13 – 15 thn 21.592 21.851 22.119 27.714 43.014 8. Rasio 304 299 303 360 559 Sumber Data BPS 2016 Rasio guru terhadap murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru berdasarkan tingkat pendidikan. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar juga mengukur jumlah ideal untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Selama kurun waktu tahun 2011 – 2015 rasio ketersediaan guru di Kabupaten Pinrang mengalami pasang surut untuk tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan untuk jenjang pendidikan SD/MI, dan pada tahun 2013 rasio murid dengan guru untuk jenjang pendidikan SD/MI sekitar 28 siswa, artinya 1 guru melayani sekitar 28 murid. Untuk rasio guru per kelas rata-rata jenjang SMP/MTs pada tahun 2011 sebanyak 32 dan pada tahun 2013 naik menjadi 35, artinya seorang guru SMP/MTs melayani sekitar 35 orang siswa Tabel 19.Rasio Guru SD/MI terhadap Murid 2011 – 2015 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah Murid SD/MI 50.062 51.710 51.954 50.007 45.998 2. Jumlah Guru SD/MI 3.536 3.947 3.414 4.380 3.771 3. Rasio Murid Guru 14 13 15 11 12 Sumber Data Dikpora Tabel 20.Rasio Guru SMP/MTs terhadap Murid 2011 – 2015 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah Murid SMP 19.847 20.179 20.584 20.226 2. Jumlah Guru SMP 1.636 1.916 1.846 1.885 3. Rasio Murid Guru 12 11 11 12 Sumber Data Dikpora Rasio guru terhadap murid perkelas rata-rata Pada tahun 2011, rasio guru/kelas SD/MI terhadap jumlah murid yang berusia 6 – 12 tahun di Kabupaten Pinrang adalah 1 : 14, sedangkan pada tahun 2015 menjadi 1 : 12 Interpretasi dari angka tersebut adalah bahwa 1 kelas SD yang dihuni oleh murid sekitar 60 – 62 siswa yang dilayani oleh seorang guru untuk jenjang pendidikan SD/MI sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP/MTs rata-rata siswa per kelas pada tahun 2015 mencapai 11 dan 12 anak Tabel 21. Rasio Guru terhadap Murid perkelas rata-rata No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Rasio guru murid per kelas rata2 SD/MI 14 13 15 11 12 2. Rasio guru per kelas rata2 SMP/MTs 12 11 11 12 Sumber : Dikpora Pendidikan Menengah Angka partisipasi sekolah Angka partisipasi sekolah untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA pada tahun 2011 adalah 51,14 % dan pada tahun 2015 mencapai 80,20 % atau mengalami kenaikan sekitar 29,06 % Tabel 22. Angka Partisipasi Sekolah SMA/sederajat tahun 2011 - 2015 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jml murid usia 16 – 19 14.863 14.863 14.523 16.456 16.715 2. Jml penduduk kelompok usia 16 – 19 28.577 25.333 31.228 26.686 43.927 3. APS SMA Sederajat 50,82 58,67 46,51 61,70 38,05 Sumber : Dikpora Rasio ketersediaan sekolah / Penduduk Usia Sekolah Selama kurun waktu 2011 – 2015 rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SMA/sederajat mengalami kenaikan, setelah periode sebelumnya mengalami kenaikan yang disebabkan pertumbuhan penduduk tidak disertai dengan peningkatan jumlah sekolah. Pembangunan gedung sekolah baru tidak sebanding dengan peningkatan jumlah warga sekolah. Pada tahun 2011,perbandingan ketersediaan sekolah SMA/sederajat di Kabupaten Pinrang adalah 1 : 656. Angka ini menunjukkan bahwa 1 sekolah SMA menampung 656 siswa, dan pada tahun 2015 kembali meningkat menjadi 1 : 1996,6 Tabel 23. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah 2011 – 2015 No Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013 2014 2015 1. SMA/SMK/MA 2. Jmlh Gedung Sekolah 33 40 40 39 22 3. Jml Pend 16 – 19 28.577 25.333 26.233 26.686 43.927 4. Rasio 866 633 656 684 1996,6 Sumber : Dikpora Rasio guru terhadap murid Selama kurun waktu tahun 2011 – 2015 rasio ketersediaan guru di Kabupaten Pinrang mengalami pasang surut pada jenjang pendidikan SMA/SMK/MA, untuk tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan sedangkan untuk tahun 2015 rasio murid dengan guru sekitar 24,3 siswa, artinya seorang guru melayani 24 – 25 siswa Tabel 24. Rasio Guru Terhadap Murid 2011 – 2015 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jml Murid SMA/SMK/M 14.863 14.863 14.523 16.457 16.715 2 Jml Guru SMA/SMK/MA 622 555 622 564 686 3 Rasio Guru Murid 42 37 43 34 41 Sumber : Dikpora Rasio guru terhadap murid perkelas rata-rata Pada tahun 2011, rasio guru/kelas untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA terhadao jumlah siswa yang berusia 16 – 19 tahun di Kabupaten Pinrang adalah 1 : 42, pada tahun 2015 menjadi 1 : 41. Interpretasi dari angka tersebut adalah bahwa 1 kelas SMA/SMK/MA yang dihuni oleh 37 – 43 siswa dilayani oleh seorang guru. Namun dalam kurun waktu 5 tahun maka rata-rata 1 guru melayani 39 – 40 siswa Tabel 25. Rasio Murid perkelas rata-rata No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1.1 Jumlah Guru 622 555 622 564 686 1.2 Jumlah Kelas 229 196 442 445 445 1.3 Rasio Guru/Kelas 2,72 2,83 1,41 1,23 1,54 1.4 Jumlah Siswa 14.863 14.863 14.523 16.457 16.715 1.5 Rasio Murid / Kelas 64 75,83 32,86 36,98 37,56 Sumber : Dikpora Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak-anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pembinaan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Perkembangan pendidikan Anak Usia Dini di Kabupaten Pinrang pada tahun 2011 – 2015 khusus untuk APK, pada tahun 2011 mencapai sebesar 10,33 % dan pada tahun 2013 sebesar 14,13 % atau mengalami kenaikan 5,42 % sebagaimana digambarkan pada tabel 47 berikut ini. Tabel 26. Pendidikan Anak Usia Dini tahun 2011 – 2015 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah murid TK 5.748 8.158 8.555 6044 15.472 2. Jumlah anak 4 – 6 thn 55.595 58.868 60.504 22.994 21.842 3. PAUD (%) 10,33 13,85 14,13 26,28 70,83 Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah pada usia sekolah 7 – 12 tahun (SD/MI) untuk usia 13 – 15 tahun (SMP/MTs) dan usia 16 – 19 tahun (SMA/SMK/MA) di Kabupaten Pinrang untuk periode tahun 2011 – 2015 mengalami kenaikan. Angka putus sekolah usia 7 – 12 tahun (SD/MI) pada tahun 2011 sebesar 88 dan pada tahun 2012 menjadi 42 atau mengalami penurunan. Demikian halnya angka putus sekolah pada jenjang usia 13 – 15 tahun (SMP/MTs) mengalami penurunan dari 120 pada tahun 2011 menjadi hanya 8 di tahun 2015, sedangkan untuk jenjang pendidikan usia 16 – 19 tahun (SMA/SMK/MA) mengalami penurunan dimana pada tahun 2011 sebesar 64 dan pada tahun 2015 menjadi 5. 3 STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN 3.1.Strategi Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Kabupaten Pinrang telah berupaya menurunkan angka kemiskinan dengan menerapkan strategi penanggulangan kemiskinan demi mewujudkan visi jangka menengah yang terangkum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pinrang yaitu “Terwujudnya Masyarakat Sejahtera Secara Dinamis melalui Harmonisasi Kehidupan, Akselerasi Produktivitas Kawasan dan Revitalisasi Peran Poros Utama Pemenuhan Pangan Nasional”. Untuk mencapai visi tersebut maka strategi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Pinrang dirumuskan sebagai berikut: Penciptaan lapangan kerja Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi masyarakat Peningkatan produktivitas pekerja Peningkatan kapasitas individual Pemberdayaan ekonomi kelompok dan lembaga Peningkatan kuantitas dan kualitas terhadap akses pendidikan, Peningkatan kuantitas dan kualitas terhadap akses pelayanan kesehatan, Peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana kesehatan masyarakat, Peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat Untuk melaksanakan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, maka upaya yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Pinrang untuk menjabarkan strategi tersebut adalah: Tabel 3.1 Strategi Penanggulangan kemiskinan Penjabaran Penciptaan lapangan kerja, Peningkatan produktivitas pekerja Peningkatan kapasitas individual Pemenuhan kebutuhan dasar keluarga dan individu miskin Penciptaan lapangan kerja yang padat kerja Pelatihan atau kursus produksi bagi tenaga kerja siap pakai Perluasan lahan pertanian, perkebunan dan perikanan Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja rumah tangga miskin Pemberdayaan ekonomi kelompok dan lembaga Bantuan Kredit Usaha Rakyat bagi industry kecil dan UKM Bantuan alat-alat pertanian, perikanan dan alat-alat industri, Pemberdayaan usaha kelompok mandiri, Perlindungan dan stabilitas harga komoditi utamanya komiditi pertanian dan perikanan Pengembangan nilai tambah hasil produksi pertanian, perkebunan dan perikanan Peningkatan kuantitas dan kualitas terhadap akses pendidikan Pembangunan sekolah SMK untuk siap pakai Bantuan pendidikan melalui dana gratis dan dana BOS Bantuan beasiswa miskin Peningkatan kuantitas dan kualitas terhadap akses pelayanan kesehatan Peningkatan infrastruktur sarana dan prasaran kesehatan masyarakat Peningkatan pengetahuan kesehatan dan gizi masyarakat Peningkatan pelayanan kesehatan dasar Penyuluhan kesehatan reproduksi bagi ilmu hamil. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan Revitalisasi posyandu Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana kesehatan, Penempatan tenaga kesehatan di setiap desa/ kelurahan, Anggaran untuk kesehatan gratis Peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat Terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi masyarakat Pembangunan dan perbaikan sarana-sarana umum masyarakat seperti jalan dan irigasi pertanian dan lain-lain, Bedah rumah, raskin dan bantuan bagi keluarga terkena bencana alam/ sosial Selain strategi dan penjabaran yang dilakukan tersebut, masih banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemda Pinrang, untuk memperbaiki taraf ekonomi masyarakat miskin, diantaranya, yakni ; Raskin Raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indicator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat administrasi. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagain kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan dan membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan. Berikut ini adalah seputar penjelasan mengenai Program Raskin,.. Program Raskin Program Raskin adalah salah-satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Program Raskin adalah program nasional lintas sektoral baik vertikal (Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah) maupun horizontal (lintas Kementerian/ Lembaga), sehingga semua pihak yang terkait bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan Program Raskin. Tujuan Program Raskin Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Lebih jauh, program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskin dan rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa kendala. Efektivitas raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecukupan nilai transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan. Yang berhak menerima beras Raskin Rumah tangga yang berhak menerima beras Raskin atau juga disebut Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Program Raskin, adalah rumah tangga yang terdapat dalam data yang diterbitkan dari Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011 yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan disahkan oleh Kemenko Kesra RI dan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Kota dalam Penyaluran Beras Raskin kepada yang brhak sampai ditingkat desa. Adapun jumlah kepala Keluarga Penerima Beras Raskin tahun 2015 di Kabupaten Pinrang, sebanyak 18.682 KK atau masih sama besarannya pada tahun 2014 yang lalu dengan rincian rekapitulasi penerima Raskin tahun 2015 sebagai berikut: Tabel 3.2 Rekapitulasi Penerima Raskin 2016 Kabupaten Pinrang No Kecamatan KK 2015 Ket 1 Watang Sawitno 1155 2 Tiroang 924 3 Patampanua 1427 4 Cempa 1041 5 Suppa 2306 6 Lanrisang 973 7 Duampanua 2275 8 Batulappa 767 9 Lembang 3898 10 Paleteang 1339 11 Mattiro Sompe 1405 12 Mattiro Bulu 1172 Jumlah 18.682 Program Keluarga Harapan PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTSM diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Program ini dalam jangka pendek bertujuan untuk mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan data memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. Pelaksanaan PKH juga turut mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Sustainable Development Goals. 9 dari 17 komponen tujuan yaitu mengurangi tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaran gender, air bersih dan sanitasi layak, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, serta berkurangnya kesenjangan diantara masyarakat. Tujuan dari PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meninggalkan kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari kelompok paling miskin. Tujuan ini berkaitan langsung dengan upaya mempercepat pencapaian targer Sustainable Development Goals (SDG’s). secara khusus PKH adalah : Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi peserta, Meningkatkan taraf pendidikan peserta PKH Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil (bumil), ibu nifas, bawah lima tahun (balita) dan anak prasekolah anggota Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)/ Keluarga Sangat Miskin (KSM). Siapa penerima manfaat PKH Sejak tahun 2012-2015 ditargetkan cakupan PKH sebesar 3,4 juta keluarga. Sasaran PKH yakni berbasis Rumah Tangga, terhitung sejak beralih ke berbasis Keluarga Perubahan ini untuk mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yaitu Orang tua-ayah, ibu dan anak) adalah satu Orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan masa depan anak. Karena itu, keluarga adalah unit yang sangat relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam upaya memutus rantai kemiskinan antar generasi. Beberapa keluarga dapat berkumpul dalam satu rumah tangga mencerminkan satu kesatuan pengeluaran konsumsi (yang dioperasionalkan dalam bentuk satu dapur). PKH diberikan nkepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). Data keluarga yang dapat menjadi peserta PKH didapatkan dari Basis Data Terpadu dan memnuhi sedikitnya satu criteria kepesertaan program berikut, yaitu: Memiliki ibu hamil/ nifas/ anak balita Memiliki anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan dasar (Anak pra sekolah) Anak usia SD/MI/Paket A/SDLB (usia 7-12 tahun) Anak SLTP/MTs/Paket B/SMLB (usia 12-15 tahun) Anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar termasuk anak dengan disabilitas. Seluruh keluarga di dalam suatu rumah tangga berhak menerima bantuan tunai, apabila memenuhi criteria kepesertaan program dan memenuhi kewajibannya. Alokasi pelaksanaan PKH Ketika awalnya dilaksanakan sebagai suatu kegiatan uji coba di tahun 2007 PKH dijalankan di 7 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan melayanai 387.928 RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin). Pada tahun 2011, pelaksanaan PKH telah dikembangkan di 25 provinsi, 118 kabupaten/ kota dan melayani 1,1 juta RSTM Kewajiban peserta PKH Agar memperoleh bantuan tunai, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan pendidikan anak dan kesehatan keluarga, terutama ibu dan anak. Kesehatan KSM yang sudah ditetapkan menjadi peserta PKH dan memiliki kartu PKH diwajibkan memenuhi persyaratan kesehatan yang sudah ditetapkan dalam protokol pelayanan kesehatan sebagai berikut: Anak Usia 0-6 tahun: Bayi baru lahir (BBL) harus mendapat IMD, pemeriksaan segera saat lahir, menjaga bayi agar tetap hangat, Vitamin K, HBO, salep mata, konseling menyusui, Anak usia 0-28 hari (neonatus) harus diperiksa kesehatannya sebanyak 3 kali, pemeriksaan pertama pada 6-48 jam, kedua: 3-7 hari, ketiga: 8-28 hari. Anak usia 0-6 bulan harus diberikan ASI ekslusif (ASI saja) Anak usia 0-11 bulan harus diimunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulannya. Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A, minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus. Anak usia 12-59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan. Ibu hamil dan ibu nifas: Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 kali, yaitu sekali pada usia kehamilan sekai pada usia 0-3 bulan, sekali pada usia kehamilan 4-6 bulan, dua kai pada kehamilan 7-9 bulan dan mendapatkan suplemen tablet Fe. Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan Ibu Nifas harus melakukan pemeriksaan/ diperiksa kesehatan dan mendapatkan pelayanan KB, pasca persalinann setidaknya 3 kali pada minggu I,IV, dan VI setelah melahirkan. Anak dengan disabilitas: anak penyandang disabilitas dapat memeriksa kesehatan di dokter spesialis atau psikologis sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan. Pendidikan Peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan berkaitan dengan pendidikan dan mengikuti kehadiran disatuan pendidikan/ rumah singgah minimal 85% dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung dengan catatan sebagai berikut: Peserta PKH yang memiliki anak usia 7-15 tahun diwajibkan untuk didaftarkan/ terdaftar pada lembaga pendidikan dasar (SD/MI/SDLB// Salafiyah Ula/ Paket A atau SMP/MTS/SMLB/ Salafiyah Wustha/ Paket B termasuk SMP/MTs Terbuka) dan yang mengikuti kehadiran di kelas minimal 85% dari hasil belajar efektif setiap bulan selama tahun ajaran berlangsung. Apabila ada anak yang berusia 5-6 tahun yang sudah masuk sekolah dasar dan sejenisnya, maka yang bersangkutan dikenakan persyaratan pendidikan. Bagi anak penyandang disabilitas yang masih mampu mengikuti pendidikan regular dapat mengikuti program SD/MI atau SMP/MTs, sedangkan bagi yang tidak mampu dapat mengikuti pendidikan non regular yaitu SDLB atau SMLB Peserta PKH yang memiliki anak usia 15-18 tahun dan belum menyelesaikan pendidikan dasar, maka diwajibkan anak tersebut didaftarkan/ terdaftar ke satuan pendidikan regular atau non-reguler (SD/MI atau SMP.MTs, atau Paket A atau Paket B). Anak peserta PKH yang bekerja atau menjadi pekerja anak atau telah meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama, maka anak tersebut harus mengikuti program remedial yakni mempersiapkan kembali ke satuan pendidikan. Program remedial yakni mempersiapkannya kembali ke satuan pendidikan. Program remedial ini adalah layanan rumah singgah atau shelter yang dilaksanakan Kementerian Sosial untuk jalanan dan Kemenakertrans untuk pekerja anak. Bila kedua persyaratan di atas, kesehatan dan pendikan, dapat dilaksanakan secara konsisten oleh Peserta PKH, mereka akan memperoleh bantuan secara teratur. Tabel 27 Daftar: Rekapitulasi KSM untuk Program Keluarga Harapan (PKH) No Kecamatan Tahun 2014 (Jiwa) 2015 (Jiwa) 1 Lembang 939 921 2 Duampanua 253 236 3 Cempa 112 111 4 Patampanua 190 185 5 Paleteang 127 108 6 Watang Sawitno 138 129 7 Mattiro Bulu 88 82 8 Mattiro Sompe 137 136 9 Suppa 319 318 10 Lanrisang 76 75 11 Batulappa 176 173 12 Tiroang 0 0 Jumlah 2555 2474 Tabel 28 Daftar: Rekapitulasi Anggaran KSM untuk Program Keluarga Harapan No Kecamatan Tahun 2014 (Jiwa) 2015 (Jiwa) 1 Lembang 470.715.000 1.774.843.750 2 Duampanua 122.680.000 486.745.000 3 Cempa 47.095.000 210.762.500 4 Patampanua 94.525.000 403.327.500 5 Paleteang 58.620.000 232.156.250 6 Watang Sawitno 60.905.000 261.023.750 7 Mattiro Bulu 39.780.000 168.105.000 8 Mattiro Sompe 63.720.000 276.297.500 9 Suppa 160.640.000 657.112.500 10 Lanrisang 33.310.000 154.405.000 11 Batulappa 92.185.000 423.847.500 12 Tiroang 0 0 Jumlah 1.245.175.000 5.053.626.250 4 KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PINRANG Kebijakan pembangunan daerah selalu berupaya agar alokasi sumber daya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat. Namun, karena karakteristik dan keadaan masyarakat amat beragam dan ditambah lagi kurangnya koordinasi antar instansi teknis dan keterbatasan dari segi pendanaan pembangunan sehingga kebijakan pemerintah daerah belum berhasil memecahkan permasalahan kelompok ekonomi di tingkat bawah. Kemiskinan dapat terjadi karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Selain itu, kemiskinan juga dapat terjadi karena miskinnya strategi pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan. Menyadari keadaan itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang dalam pengentasan kemiskinan dapat bersifat kebijakan langsung maupun tidak langsung. Kebijakan yang sifatnya langsung yaitu pemberdayaan langsung kepada masyarakat sangat miskin. Sedangkan kebijakan tidak langsung yaitu melalui program revitalisasi pertanian, perkebunan dan perikanan. 4.1.Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Kebijakan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan sangat terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak maupun pengelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan Kabupaten Pinrang adalah sebagai berikut : Pemenuhan Hak-Hak Dasar Pemenuhan Hak atas pangan, Pemenuhann Hak atas Layanan Kesehatan Pemenuhan Hak atas Layanan Pendidikan Pemenuhan Hak atas Pekerjaan Pemenuhan Hak atas Perumahan Pemenuhan Hak atas Air Bersih Pemenuhan Hak atas Tanah Pemenuhan Hak atas Lingkungan Hidup dan SDA Pemenuhan Hak atas Rasa Aman, Pemenuhan Hak untuk Berpartisipasi Kebijakan Perwujudan Keadilan dan Kesetaran Gender Upaya untuk menurunkan kesenjangan gender yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan pemiskinan perempuan lebih parah dari laki-laki dan menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar perempuan sama dengan laki-laki. Keikutsertaan kaum perempuan dalam proses pengampilan kebijakan pembangunan terus diitngkatkan melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. Kebijakan Pendukung Pemenuhan Hak Dasar Percepatan Pembangunan Pedesaan. Revitalisasi Pembangunan Daerah Perkotaan, Pengembangan Ekonomi Kelautan dan Kawasan Pesisir Percepatan Pembangunan Kawasan Tertinggal. 4.2.Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menurunkan atau mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Pinrang, maka Pemda Kabupaten Pinrang telah menyusun berbagai program dan kegiatan yang dijabarkan melalui Perangkat Daerah yang tertuang melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. Bila dicermati data kinerja capaian masing-masing program dan kegiatan SKPD dan melihat indikator utama pada setiap bidang, maka prioritas bidang intervensi dari setiap bidang pembangunan dalam upaya penanggulangan kemiskinan antara lain: Bidang Kemiskinan Bidang Kesehatan Bidang Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Bidang Infrastruktur Bidang Ketahanan Pangan 4.3.Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 4.3.1.Analisis Anggaran Pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pinrang merupakan kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh DPRD dan Pemda dalam bentuk Peraturan Daerah yang menjadi tolak ukur atau acuan bagi Pemerintah Daerah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran bagi setiap SKPD untuk mengatur dan mengelola anggaran dalam pelaksanaan otonomi daerah. Setiap tahunnya Pemda Kabupaten Pinrang terus berupaya meningkatkan proporsi APBD dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. Adapun sumber pendapatan daerah Kabupaten Pinrang, terdiri atas: Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah diperoleh Pemda Kabupaten Pinrang dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan serta pendapatan lain-lain daerah yang sah. PAD menunjukkan kapasitas fiscal daerah dan kemandirian daerah, namun perlu disadari bahwa sumber PAD Kabupaten Pinrang masih relatif lebih kecil atau rendah dibandingkan pendapatan dari Dana Perimbangan, karena itu Pemda Pinrang masih membutuhkan bantuan dari Pemerintah Pusat melalui Dana Perimbangan. Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan dana transfer dari pusat yang diperoleh dari bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi bangunan, pertambangan dan sumber daya alam dan bea dari perolehan atas hak tanah dan bangunan. Dana ini kemudian menjadi dana bagi hasil, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain, misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ditinjau dari proporsi APBD Kabupaten Pinrang dalam kurun 3 tahun terakhir, terlihat bahwa setiap tahunnya pendapatan / penerimaan APBD Kabupaten Pinrang mengalami perkembangan atau peningkatan. Pada tahun 2014 APBD Kabupaten Pinrang sebesar Rp. 921.845.667.083 dengan sumber pendapatan terdiri dari PAD Rp.53.138.074.019, Dana Perimbangan Rp. 703.936.500.555 dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Rp. 164.771.092.509. sementara itu, proporsi APBD tahun 2015 juga mengalami peningkatan dengan menembus angka satu triliun yaitu Rp.1.043.892.403.833 dengan sumber penerimaan dari PAD Rp. 89.800.740.443, Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat Rp.740.537.032.555 dan lain-lain Pendapatan Daerah Yang Dipisahkan dengan angka Rp.213.648.677.845. Tabel 29 Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Kabupaten Pinrang Selama Kurun Waktu 2009-2016 (Dalam Satuan Rupiah) No Tahun PAD (Rp) Dana Perimbangan (Rp) Lain-lain Pendapatan yang Sah (Rp) Pendapatan APBD (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) = ((3) + (4) + (5)) 1 2009 22.863.706.750 432.447.605.120 20.500.000.000 475.811.311.870 2 2010 39.334.879.482 452.176.044.120 52.146.261.000 543.657.184.602 3 2011 37.112.405.275 508.346.505.114 91.968.045.600 637.026.955.989 4 2012 37.092.612.650 572.076.539.000 93.595.382.600 702.764.534.250 5 2013 35.036.612.650 662.398.551.000 107.834.825.760 805.269.989.410 6 2014 53.138.074.019 703.936.500.555 164.771.092.509 921.845.667.083 7 2015 89.800.740.443 740.537.032.555 213.554.603.835 1.043.892.403.833 8 2016 93.793.056.694 947.590.425.935 236.648.667.845 1.278.032.150.474 Sumber : Perda APBD Tahun Anggaran 2009-2016 Ditinjau dari komponen Pendapatan Daerah, trend kenaikan peran atau konstribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan tahun 2015 diperkirakan akan terus meningkat, akan tetapi posisi terbesar dalam struktur pendapatan daerah masih didominasi oleh sumber pendapatan dari Dana Perimbangan, sehingga dalam rangka membentuk landasan yang kuat bagi proses konsolidasi fiskal daerah, khususnya dalam mendorong peningkatan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, maka Pemerintah Kabupaten Pinrang selalu berupaya untuk mengembangkan dan menggali potensi pendapatan yang ada. Proporsi pendapatan terbesar memang masih berasal dari pos Dana Perimbangan. Selama kurun waktu 2009-2016 kemampuan pendapatan daerah sesuai dengan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Pinrang Tabel 30 Perkembangan PAD dan Proporsinya terhadap Pendapatan APBD Pemerintah Kabupaten Pinrang Tahun 2009-2016 (Dalam Satuan Rupiah dan Persen) No Tahun PAD (Rp) Pendapatan APBD (Rp) Proporsi PAD thd Pendapatan APBD (%) 1 2 3 4 5 = 3/4 1 2009 22.863.706.750 475.811.311.870 4,80 2 2010 39.334.879.482 543.657.184.602 7,23 3 2011 37.112.405.275 637.026.955.989 5,82 4 2012 37.092.612.650 702.764.534.250 4,35 5 2013 35.036.612.650 805.269.989.410 4,35 6 2014 53.138.074.019 921.845.667.083 5,76 7 2015 89.800.740.443 1.043.892.403.833 8,60 8 2016 93.793.056.694 1.278.032.150.474 7,34 Peran Pajak Daerah di Kabupaten Pinrang terhadap PAD idealnya semakin tahun semakin membaik, karena Kabupaten Pinrang sebagai daerah perkotaan mengandalkan jasa sebagai salah satu sumber penghasil PAD. Jika dilihat dari kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD di Kabupaten Pinrang selama lima tahun terakhir cenderung mengalami perkembangan yang cukup baik. Selama tahun 2009-2016 tingkat kontribusinya mengalami fluktuasi (naik dan turun), pada tahun 2016 kontribusinya mengalami peningkatan, akan tetapi pada tahun 2017 diharapkan akan naik kembali baik besarannya maupun kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Gambaran selengkapnya kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut 4.3 berikut : Tabel 31 Kontribusi Pajak Terhadap PAD Pemerintah Kabupaten Pinrang Tahun 2009-2016 No Tahun Pajak (Rp) Pajak thd Kenaikan PAD (%) Kontribusi PAD (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) = ((3)/(4)) 1 2009 3.320.892.000 22.863.706.750 - 14,52 2 2010 4.000.000.000 39.334.879.482 - 10,16 3 2011 4.530.638.125 37.112.405.275 - 12,20 4 2012 5.141.056.600 37.092.612.650 - 13,86 5 2013 5.141.056.600 35.036.612.650 - 14,67 6 2014 12.178.728.000 53.138.074.019 - 22,92 7 2015 13.178.728.000 89.800.740.443 - 14,68 8 2016 16.277.728.000 93.793.056.694 - 17,35 Sumber : Perda APBD Tahun Anggaran 2009-2016 4.3.2.Analisis Anggaran Belanja Selain sumber pendapatan, maka APBD dipakai oleh Pemda melalui anggaran yang dialokasikan kepada setiap SKPD untuk membiayai pembanguna. Penggunaan Belanja daerah meliputi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung ditujukan untuk mendanai pelaksanaan urusan pembangunan daerah yang terbagi dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja langsung merupakan belanja yang dipakai untuk membiayai program atau kegiatan yang berdampak langsung terhadap kinerja pemerintah daerah yang pelaksanaannya melalui SKPD dalam lingkup Pemda. Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak berdampak langsung terhadap program atau kegiatan dalam lingkup SKPD, Belanja langusng dapat diukur karena ada program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing SKPD, sedangkan Belanja Tidak Langsung tidak dapat diukur, karena tidak adanya program atau kegiatan yang akan dibiayai. Sama halnya dari sumber penerimaan APBD yang mengalami perkembangan, maka APBD Kabupaten Pinrang bila ditinjau dari proporsi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung juga mengalami peningkatan selama kurun waktu 3 tahun yaitu 2014,2015 dan 2016. APBD pada tahun 2014 untuk belanja tidak langsung sebesar Rp.558.379.733.583 dan belanja langsung sebesar Rp. 362.144.070.500, sedangkan pada tahun 2015, belanja tidak langsung mengalami kenaikan 618.051.218.909 dan porsi anggaran belanja langsung sebesar Rp. 424.091.184.924. sementara itu, pada tahun 2016, kembali mengalami kenaikan sebesar Rp.747.148.931.800 untuk anggaran belanja tidak langsung dan Rp.591.831.797.334 untuk belanja langsung Apabila diamati dan dicermati secara seksama, selama delapan tahun dalam kurun waktu tersebut, porsi anggaran APBD untuk belanja tidak langsung lebih tinggi bila dibandingkan porsi anggaran dengan pos belanja langsung. Ini menunjukkan belanja bagi pegawai/ aparatur pemerintah masih lebih besar, dibandingkan dengan belanja publik/ masyarakat. yang berarti bahwa porsi belanja APBD Kabupaten Pinrang belum memihak atau belum mengacu pada kepentingan masyarakat. Berikut adalah perkembangan Belanja Langsung dan Belanja tidak Langsung dari tahun 2009 hingga 2016 dalam bentuk tabel. TABEL 32 Struktur Belanja Pemerintah Kabupaten Pinrang Tahun 2009-2016 No Tahun Belanja Tdk Langsung Belanja Langsung APBD (1) (2) (3) (4) (5) = ((3) + (4)) 1 2009 258.783.064.000 248.198.905.694 506.981.969.694 2 2010 324.193.179.379 214.523.980.300 538.717.159.679 3 2011 394.716.906.844 227.176.130.000 621.893.036.844 4 2012 429.169.061.990 273.329.145.000 702.498.206.990 5 2013 506.115.178.410 298.852.481.000 804.967.660.410 6 2014 558.379.733.583 362.144.070.500 920.523.804.083 7 2015 618.051.218.909 424.091.184.924 1.042.142.403.833 8 2016 747.148.931.800 591.831.797.334 1.338.980.729.134 Sumber : Perda Anggaran Tahun 2009-2016 Proporsi belanja pegawai cukup besar terhadap total belanja, hal ini disebabkan karena kemampuan pendanaan yang terbatas tidak dapat mengimbangi kebijakan kenaikan belanja pegawai baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Proporsi belanja pegawai terhadap total belanja dalam tabel 4.4. Sebagai berikut: Tabel 33 Belanja Daerah Dalam APBD Kabupaten Pinrang Tahun 2014-2016 No Uraian Tahun Anggaran 2014 Tahun Anggaran 2015 Tahun Anggaran 2016 (1) (2) (3) (4) (5) 1.1 Belanjan Tidak Langsung 545.853.852.181,50 618.051.218.909 747.148.931.800 Belanja Pegawai 509.725.411.486,50 578.014.473.919 670.031.182.100 Belanja Bunga 104.671.000,00 - - Belanja Subsidi - 500.000.000 - Belanja Hibah 18.748.268.975,00 4.645.000.000 4.845.000.000 Belanja Bantuan Sosial 1.000.000.000,00 1.350.000.000 2.050.000.000 Belanja Bantuan Keuangan 23.000.000.000,00 31.041.744.990 67.722.749.700 Belanja Tak Terduga 2.500.000.000,00 2.500.000.000 - 1.2. Belanja Langsung 330.939.564.249,00 424.091.184.924 1.338.980.729.134 Belanja Pegawai 21.455.196.440,00 31.810.666.700 36.554.064.250 Belanja Barang dan Jas 153.627.402.566,00 210.019.254.565 220.269.417.410 Belanja Modal 155.856.965.243,00 182.261.263.659 335.008.315.674 804.967.660.410 902.523.804.083,00 1.042.142.403.833 1.338.980.729.134 4.3.3.Analisis Anggaran Belanja Langsung Seperti yang telah diuraikan bahwa Belanja Langsung merupakan belanja yang dipakai untuk membiayai program atau kegiatan yang berdampak langsung terhadap kinerja pemerintah daerah yang pelaksanaannya melalui SKPD dalam lingkup Pemda. Pembiayaan untuk belanja kangsung tersebut disalurkan melalui rekening masing-masing SKPD di APBD Pemda Kabupaten Pinrang yang telah dibuatkan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah atau Perda Kabupaten Pinrang. Belanja langsung menjadi tolak ukur bagi Pemda untuk membiayai suatu program atau kegiatan yang direncanakan dan dipilih selama satu tahun anggaran. Proporsi Belanja Langsung ini, terdiri dari 3 item pembiayaan yang digunakan oleh masing-masing SKPD untuk membiayai program atau kegiatan yang telah ditetapkan yang terdiri atas 1) Belanja Pegawai, 2) Belanja Barang/ Jasa dan 3) Belanja Modal. 4.3.4.Distribusi Anggaran Belanja Langsung SKPD Untuk Penanggulangan Kemiksinan Daerah (Kabupaten Pinrang) Penanggulang Kemiskinan seperti yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 merupakan buah Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, penanggulangan kemiskinan bukan, menjadi urusan dalam suatu program atau kegiatan khusus yang melekat dalam SKPD tertentu, merupakan kolaborasi atau program lintas sektor yang melekat pada setiap urusan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara terpadu menuju masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur. Dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang untuk tahun 2015 dan 2016 telah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam bentuk Belanja Langsung, yaitu: Bidang Pelayanan dasar Alokasi anggaran untuk belanja langsung pada bidang pelayanan dasar yang meliputi Pendidikan, Kesehatan dan rujukan untuk Rumah Sakit Umum Lasinrang untuk tahun 2015 dan 2016 sebagai berikut Pada grafik diatas besaran anggaran tersebut diatas menunjukkan perkembangan setiap tahunnya, mengalami peningkatan dimana pada tahun 2015 anggaran pelayanan dasar untuk tiga SKPD yaitu Pendidikan, Kesehatan dan RSUL berjumlah Rp. 197.966.283.531 Bidang Ekonomi dan Sosial Alokasi anggaran untuk belanja langsung pada bidang ekonomi yang meliputi Dinas Pertanian dan Peternakan, BP4K, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kantor Ketahanan Pangan dan Sosial yang meliputi Dinas Sosial, Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan untuk tahun 2015. Bidang Infrastruktur Dasar Alokasi anggaran untuk belanja langsung pada bidang Infrastruktur Dasar yang meliputi Dinas Pekerjaan Umum dan PSDA untuk tahun anggaran 2015 berjumlah Rp.126.369.578.371 dan Rp.22.986.958.300. Anggaran infrastruktur dasar pada Dinas Pekerjaan Umum lebih diprioritaskan untuk pembangunan jalan dan jembatan, mengingat jalan dan jembatan dapat mempermudah roda perekonomian masyarakat utamanya bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan atau pedesaan. Berdasarkan rincian anggaran ayng digelontarkan Pemerintah Kabupaten Pinrang, maka pada dasarnya pengentasan kemiskinan dapat dijabarkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Pinrang tahun 2017 yang tentunya harus sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah daerah. Prioritas pembangunan dalam urusan pengentasan kemiskinan di daerah pinrang, dirumuskan melalui penelaahan evaluasi terhada pelaksanaan pembangunan sebelumnya dengan menganalisis kondisi lingkungan internal maupun eksternal, memperhatikan isu strategis dan permasalahan mendesak yang terjadi serta prospek pembangunan yang dihadapi ke depan. Perumusan prioritas pembangunan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota perlu saling menyesuaikan dan terintegrasi sehingga tercapai sinergitas pembangunan. Prioritas pembangunan daerah tahun 2017 dapat diarahkan pada percepatan pembangunan dibidang ekonomi, baik infrastruktur maupun suprastruktur utamanya agropolitan dan minapolitan menuju daerah agribisnis dan agro industri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Selain itu, prioritas pembangunan daerah mengarah ke penanganan masalah kemiskinan termasuk pengurangan rumah tangga miskin, perbaikan layanan publik dan implementasi E-Government dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Disamping hal tersebut diatas, komitmen pemerintah daerah tidak sebatas pada sektor tersebut namun secara umum menyentuh hampir seluruh sektor pembangunan seperi pendidikan, kesehatan, daerah rawan bencana, lingkungan hidup, pariwisata, pemberdayaan masyarakat dan perempuan, UMKM dan Koperasi, kesenjangan sosial, pengangguran, investasi dan berbagai aspek lainnya Beberapa program unggulan yang terus dijalankan sampai dengan akhir periode RPJMD, demikian pula dalam pengentasan kemiskinan terus diupayakan seoptimal mungkin serta upaya peningkatan kualitas dan kapasitas UMKM dan Koperasi terus dimaksimalkan terutama yang dapat menunjang agropolitan, minapolitan dalam menuju agribisnis dan agro industri. Dengan segala keterbatasan fiskal pemerintah daerah harus memilih prioritas pembangunan yang selayaknya menjadi perhatian utama namun memiliki dampak yang sangat luas bagi perkembangan dan kemajuan daerah. Demikian pula pembangunan pada sektor diluar pertanian seyogyanya dapat menopang eksistensi sector unggulan sehingga terjadi keserasian, keterpaduan dan keseimbangan antar berbagai sektor pembangunan. Adapun daftar prioritas pembangunan daerah Kabupaten Pinrang dalam wujudnya untuk mengatasi dan pemberian solusi atas penanganan masalah kemiskinan di daerah tersebut, sebagai berikut : Pengembangan kawasan agropolitan, minapolitan, agrowisata serta industri secara terpadu, Pembangunan ekonomi rakyat, Peningkatan infrastruktur dan penanggulangan bencana, Peningkatan kapasitas birokrasi dan kelembagaan, Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan serta daya saing sumber daya manusia, Perluasan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan dan, Peningkatan nilai-nilai keagamaan, pelestarian budaya dan kearifan lokal. Dari keseluruhan aspek prioritas pembangunan daerah untuk tahun 2017 diharapkan akan mampu mengurangi angka kemiskinan dan memajukan kesejahteraan masyarakat Pinrang secara umum. 5 KELEMBAGAAN/ KOORDINASI TKPK DAN PENGENDALIAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PINRANG 5.1.Kelembagaan TKPKD Dalam menjalankan dan mengkoordinasikan program/ kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan, dibentuk kelembagaan penanggulangan kemiskinan tingkat Kabupaten Pinrang sejak tahun tahun 2010 dan yang diperbaharui setiap tahunnya dan untuk tahun 2015 yaitu Keputusan Bupati Pinrang Nomor 050/194/2015 dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), yang diketuai oleh Wakil Bupati Pinrang dan Sekretaris oelh Kepala Bappeda Pinrang, sesuai yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010. Selain itu dibentuk pula Kelompok Kerja Sekretariat TKPKD yang terdiri dari empat ketua Pokja dan Pokja Sekretariat sebagai Penjabaran pelaksanaan tugas dari TKPKD yang berlokasi di Kantor Bappeda Kabupaten Pinrang. Melalui Surat Keputusan Bupati Pinrang tersebut, TKPKD memiliki tugas: Mengoordinasikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, Mengoordinasikan pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang, Pengendalian pemantauan, supervise dan tidak lanjut terhadapn pencapaian tujuan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah Pengendalian pemantauan pelaksanaan kelompok program penanggulangan kemiskinan oleh SKPD yang meliputi realisasi pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi Penyusunan hasil pemantauan pelaksanaan program dan atau kegiatan program penanggulangan kemiskinan secara periodik, Pengendalian evaluasi pelaksanaan program dan atau kegiatan penanggulangan kemiskinan, Pengendalian penanganan pengaduan masyarakat bidang penanggulangan kemiskinan dan, Menyiapakan laporan pelaksanaan dan pencapaian program penanggulangan kemiskinan kepada Bupati TKPK Provinsi Sulawesi Selatan dan Tim Nasional Percepatan Penangggulangan Kemiskinan di Jakarta. Untuk mengoptimalkan tugas-tugas TKPK Kabupaten Pinrang, dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri atas Pokja Pendataan dan Informasi, Pokja Pengembangan Kemitraan dan Pokja Pengaduan Masyarakat. Untuk mendukung program/ Kegiatan yang disusun agar lebih tersegmentasi dan terpetakan, dibentuk pula kelompok program yang mendukung klaster-klaster penanggulangan kemiskinan yaitu kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga, Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil dan Program-program lainnya. Dalam pelaksanaan di lapangan TKPK Kabupaten Pinrang, bukan hanya beranggotakan SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pinrang, namun juga melibatkan Tenaga Ahli Pemerintah Kabupaten Pinrang, Staf Ahli Bupati, Swasta, akademisi dan Konsultan Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Dalam perjalanannya, pelaksanaan koordinasi TKPK Kabupaten Pinrang menghadapi permasalahan antara lain; Kurangnya koordinasi antara SKPD, Swasta dan para pemangku kepentingan lainnya, Kurangnya penyampaian informasi dan data mengenai perkembangan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan karena adanya mutasi pejabat dan kurang pahamnya tim tentang tugas dan fungsinya, Kurangnya tenaga sumber daya manusia baik di TKPK maupun personil yang ditempatkan di Sekretariat TKPK Pemerintahan Kabupaten Pinrang, Belum adanya sistem informasi terpadu mengenai laporan kinerja dan proses pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, Belum jelasnya program dan kegiatan yang diperuntukkan untuk penanggulangan kemiskinan, Bentuk partisipasi lembaga swasta dan BUMN belum jelas, Koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta antar tim penanggulangan kemiskinan masih lemah, Dana untuk pengentasan kemiskinan masih kurang. 5.2.Koordinasi dan Pengendalian Penanggulangan Kemiskinan Tidak adanya data yang akurat menjadi permasalahan yang dihadapi Pemda Pinrang dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan, terbukti dalam kurun waktu tahun 2011-2017 banyak kasus kesalahan/ ketidakvalidan data, selain itu tidak sinkronnya data Pemda dan BPS sebagai penyedia data statistik, maka permasalahandata penerima bantuan yang tidak akurat mengemuka kembali. Adanya permasalahan tersebut, TKPK Kabupaten Pinrang perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Untuk itu diperlukan sosialisasi dan kordinasi untuk pemutakhiran, verifikasi dan validasi data kemiskinan untuk merumuskan hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan validasi data kemiskinan oleh kelompok kerja pendataan informasi Tim Kordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) dalam rangka tindak lanjut pemutakhiran data kemiskinan. Selain itu, fungsi TKPK dalam pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan adalah mengendalikan kegiatan pemantauan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan oleh SKPD terkait. Dalam kendali TKPK, pemantauan yang dilakukan oleh SKPD terkait diharapkan dapat diperoleh secara berskala informasi tentang kinerja realisasi pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan setiap program. Dengan demikian TKPK dapat berperan membantu perbaikan proses pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah. Di samping itu, hasil pemantauan dapat berguna bagi daerah yang bersangkutan dalam menentukan intervensi kebijakan daerah untuk mendukung efektivitas program yang sedang berjalan. Selain itu, setiap SKPD seharusnya mengetahui bentuk program atau kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan yang masih memiliki berbagai kendala tersebut, untuk itu diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Dengan demikian program-program yang akan diterapkan hendaknya mempertimbangkan aspek keikutsertaan atau partisipasi dari masyarakat miskin yang menjadi target dari pelaksanaan kebijakan penanggulanhan kemiskinan. Program itu antara lain: Program penanggulangan Kemiskinan Terpadu Berbasis Rumah Tangga, Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Usaha Mikro dan Kecil. Program penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas Program penanggulangan Kemiskinan untuk Meningkatkan Akses Pelayanan Dasar (Perluasan Program Pro Rakyat). 5.3.Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2017 Kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun 2016 di Kabupaten Pinrang, antara lain; Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas dan Jaringannya (Pustu dan Poskesdes) Upaya Kesehatan Masyarakat (Pencegahan), Manajemen Puskesmas, Pemberian makanan tambahan dan vitamin, Pelayanan Gizi Bumil, Pelayanan Kesehatan Gratis, Bea Siswa Miskin bagi siswa yang tidak mampu dan Pendidikan Gratis, Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) Memberikan Bantuan Bahan Rumah (BBR) Memberikan bantuan usaha melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Pembangunan/ Bedah Rumah, Pembangunan sarana air bersih perdesaan, Pengembangan Kewirausahaan, Peningkatan kemampuan Teknologi Industri, Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi, Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri, berupa Pengembangan Pasar Desa, Pengembangan Agribisnis, Pengembangan Partisipasi Masyarakat Petani, Pengembangan Kapasitas Petani, Pengembangan Sumber Daya Perikanan, Pengembangan Budidaya Tambak, Bantuan Perikanan Tangkap, Peningkatan Pangan Pertanian penyediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Lahan dan Air, Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian, Penyediaan Sarana dan Prasarana Pembibitan ternak, Pengembangan Agribisnis Peternakan, Pembangunan Pasar Tradisional, Penyusuhan Sumber Pangan alternatif. Pelayanan KTP (Gratis) 5.4.Pengendalian Program Penanggulangan Kemiskinan Belum berfungsinya dengan baik TKPK berimplikasi terhadap perencanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan yang tidak terpadu berada di SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya maupun koordinaisnya dengan kementerian/ lembaga terkait, tanpa melalui jalur koordinasi dengan TKPK Kabupaten Pinrang. Pengendalian lebih pada pelaksanaan program yang ada di SKPD yang menyebabkan pengendalian program penanggulangan kemiskinan dianggap tidak penting secara susbtansial. Padahal semestinya pengendalian/ pemantauan harus dilakukan terhadap program-program pusat dengan berkoordinasi bersama SKPD terkait dan pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut. Hal ini untuk mencapai program kemiskinan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat target. Penilaian perencanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan belum memadai didasarkan pada kelemahan-kelemahan yang terjadi dengan tidak memiliki dokumen perencanaan dan penetapan anggaran program penanggulangan kemiskinan secara terintegrasi. Selain itu, tidak adanya basis data penduduk miskin yang mutakhir, terinci yang sesungguhnya dapat digunakan sebagai dasar penetapan sasaran program penanggulangan kemiskinan, monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan tidak dilakukan secara menyeluruh, akurat dan memadai serta terdapat program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan tidak tepat sasaran dan tidak efektif. Selain itu pula, pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan masih memiliki berbagai kendala, untuk itu diperlukan kerjasama antara pemerintah masyarakat dan sektor swasta. Dengan demikian program-program yang akan diterapkan hendaknya mempertimbangkan aspek keikutsertaan atau partisipasi dari masyarakat miskin yang menjadi target dari pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Program itu antara lain: Program penanggulangan Kemiskinan Terpadu Berbasis Rumah Tangga, Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Usaha Mikro dan Kecil. Program penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas Program penanggulangan Kemiskinan untuk Meningkatkan Akses Pelayanan Dasar (Perluasan Program Pro Rakyat). 6 ANALISIS, KESIMPULAN DAN RINGKASAN REKOMENDASI DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PINRANG 6.1.Analisis Penanggulangan Kemiskinan 6.1.1.Analisis Permasalahan: Kemiskinan dan Dimensinya Kemiskinan terbesar di Kabupaten Pinrang terdapat pada wilayah perdesaan. Hal ini disebabkan oleh faktor wilayah yang sulit dijangkau sehingga pembangunan infrastruktur dan suprastruktur mengalami hambatan dan tidak dapat dilaksanakan seperti di wilayah-wilayah lainnya. Ditinjau dari aspek ketenagakerjaan, dimensi kemiskinan dapat dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Angka Setengah Pengangguran (ASP) yang dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan, walaupun di sisi lain Tingkat Pengangguran Terdidik justru mengalami peningkatan. Di bidang kesehatan, Angka Harapan Hidup (AHH) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya Kabupaten Pinrang, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Kematian ibu cenderung mengalami penurunan dalam kurun waktu 2011-2016. Untuk bidang pendidikan, dimensi kemiskinan yang diukur dari jumlah angka melek huruf, angka partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, maupun rata-rata lama bersekolah menunjukkan perkembangan cukup signifikan dari tahun ke tahun. Pemenuhan infrastruktur dasar yang diukur dari pemenuhan sarana dan prasarana air bersih masih memerlukan penanganan intensif, karena masih banyak masyarakat yang belum mampu mengakses sumber-sumber air bersih dan higienis, khususnya yang tinggal di daerah pedesaan, sedangkan infrastruktur dasar berupa penggunaan jamban sudah cukup maksimal dan cukup memuaskan dengan tingginya kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan jamban sesuai standar kesehatan. Aspek lainnya yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah ketahanan pangan. Kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Pinrang cukup stabil yang tercermin dari terpenuhinya pangan yang cukup,baik jumlah maupun mutunya. 6.1.2.Analisis Prioritas Intervensi: Bidang Intervensi dan Wilayah Prioritas Agar kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan optimal, diperlukan intervensi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan mengedepankan skala prioritas yang disusun dalam suatu rencana matang. Hal ini perlu dilakukan karena adanya kendala keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Bidang intervensi yang sangat perlu mendapatkan penanganan adalah bidang pendidikan dengan wilayah prioritas di daerah perdesaan terpencil. Walaupun di bidang ini, menunjukkan progress yang menggembirakan setiap tahunnya. 6.1.3.Analisis Dukungan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan: Anggaran Pembangunan Manusia, Pembangunan Infrastruktur dan Penciptaan Ketahanan Pangan. Belum adanya model penanganan yang jelas untuk membiayai program/kegiatan penanggulangan kemiskinan, khususnya yang bersumber dari APBD Kabupaten perlu mendapat perhatian, sehingga penyusunan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara terkoordinir dan terintegrasi. Pemerintah Pusat, seharusnya memberikan informasi dan membuka akses seluas-luasnya bagi Pemerintah Daerah untuk memperoleh informasi khususnya yang langsung berkaitan dengan sumber-sumber pendanaan penanggulangan kemiskinan tanpa birokrasi tang berbelit-belit. 6.1.4.Analisis Dukungan Daerah: Program-Program Unggulan Daerah Program-program unggulan daerah yang telah dilaksanakan di Kabupaten Pinrang untuk penanggulangan kemiskinan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat miskin dan sebagian besar masih dibiayai dari APBN. Hal ini berkaitan erat dengan APBD, sehingga diharapkan porsi anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah dalam APBN untuk penanggulangan kemiskinan dapat ditingkatkan sebagaimana terlampir dalam Matriks Rencana Aksi Daerah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan sebaiknya anggaran tersebut langsung ditransfer ke kas Pemerintah Daerah. 6.1.5.Analisis Melalui Mekanisme Koordinasi dan Pengendalian Efektivitas pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah sangat tergantung dari model koordinasi dan pengendalian yang diimplementasikan. Mekanisme koordinasi dan pengendalian penanggulangan kemiskinan saat ini perlu dikaji ulang agar tercipta suatu sistem yang jelas dan tidak rumit. Perlu penegasan dalam pembagian tugas masing-masing anggota tim koordinasi, Karena masih terlihat adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Pelaksanaan rapat koordinasi masih terkesan seremonial tanpa adanya tindak lanjuti dari rekomendasi yang dihasilkan dalam setiap rapat koordinasi. Model reward and funishment perlu diterapkan oleh Pemerintah sebagai stimulant bagi Pemerintah Daerah 6.2.Kesimpulan Bahwa tingkat kemiskinan Kabupaten Pinrang dalam kurun waktu lima tahun masih cenderung fluaktif dalam hal persentase, meskipun begitu tingkat kemiskinan telah dibawah 10%, dengan tingkat kerendahan berada pada urutan ketujuh. Koordinasi dan kerjasama antar sektor dalam pelaksanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan belum optimal karena paradigm penanggulangan kemiskinan masih sektoral, Koordinasi kebijakan dan program serta pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan belum terarah dan bersinergi, Sistem monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan untuk program dan kegiatan tidak berjalan karena masing-masing SKPD melakukan monitoring dan evaluasi sendiri tanpa melibatkan TKPK dan, Belum adanya database kemiskinan yang seharusnya menjadi acuan bagi SKPD terkait untuk membuat program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. 6.3.Rekomendasi Melakukan review atau evaluasi terhadap program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan, Bekerjasama dengan BPJS melakukan identifikasi jumlah penduduk miskin, Menata sistem penganggaran program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan, Meningkatkan peran serta lembaga-lembaga non Pemerintah (NGO), lembaga perbankan, serta BUMN dan swasta yang ada di Kabupaten Pinrang dalam upaya penanggulangan kemiskinan, Perlu adanya koordinasi dan sinergi program dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan antar-SKPD, Pengalokasian anggaran baik APBD maupun APBN yang tepat sasaran dan tepat lokasi agar dapat menurunkan angka kemiskinan secara signifikan, Penguatan kelembagaan TKPK Kabupaten Pinrang agar mampu menjadi pengerak dalam pelaksanan program penanggulangan kemiskinan, Perlu ada single data penduduk miskin (by name, by address, by case) sebagai dasar penentuan target sasaran dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan. Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 yang diolah TNP2K belum selesai diverifikasi, Pembentukan lembaga penanggulangan kemiskinan di level Kecamatan dan desa untuk penguatan TKPK Kabupaten, Menjabarkan tugas pokok dan fungsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dalam melaksanakan koordinasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, Melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh, akurat dan memadai. 4