PERBANDINGAN ARIMA DENGAN MAXIMAL OVERLAP DISCRETE WAVELET
TRANSFORM
1)
Rezzy Eko Caraka1
Departement Statistika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro
Rezzyekocaraka@gmail.com
Abstrak
Penggunaan dekomposisi wavelet untuk pemodelan statistika khususnya pada data time telah mengala mi
perkembangan yang pesat. Transformasi wavelet yang dipandang lebih sesuai untuk data time series adalah
Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT) karena dalam setiap level dekomposisi terdapat
koefisien wavelet dan skala sebanyak panjang data. Kelebihan ini mereduksi kelemahan pemfilteran dengan
Discrete Wavelet Transform (DWT) yang tidak dapat dilakukan pada sebarang ukuran sampel. Penentuan
level dekomposisi dan koefisien yang digunakan sebagai input model menggunakan dekomposisi multi skala.
Dari analisis dapat disimpulkan data pasang surut Kota Semarang model yang terbaik digunakan adalah
ARIMA ([3,12],1,0) karena mendapatkan nilai MSE minimal 40.90766. untuk permasalahan data surat
keterangan asal (SKA) MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefisien pada level
tersebut adalah 3 dengan nilai MSE 150.4789.
Kata Kunci: MODWT, time series
1. Pendahuluan
Peramalan adalah suatu kegiatan memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan
nilai sekarang dan masa lalu dari suatu peubah (Makridakis, 1999). Peramalan merupakan suatu unsur yang
sangat penting terutama dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Adanya tenggang waktu antara suatu
peristiwa dengan peristiwa yang terjadi mendatang merupakan alasan utama bagi peramalan dan perencanaan.
Dalam situasi tersebut peramalan merupakan alat yang penting dalam perencanaan yang efektif serta
efisien.Pemilihan metode dalam peramalan tergantung pada beberapa aspek penilitian yaitu aspek waktu, pola
data, tipe model sistem yang diamati, dan tingkat keakuratan peramalan. Penggunaan metode tersebut dalam
peramalan harus memenuhi asumsi-asumsi yang digunakan. Analisis dekomposisi wavelet merupakan fungs i
basis yang memberikan alat baru sebagai pendekatan yang dapat digunakan dalam merepresentasikan data
atau fungsi-fungsi yang lain (Banakar dan Azeem, 2006). Algoritma wavelet mampu memproses data pada
skala atau resolusi yang berbeda. Beberapa kajian yang berkaitan dengan transformasi wavelet telah banyak
dibahas, diantaranya oleh Khashman dan Dimililer (2008) dan Mallat (1998). Beberapa kajian tentang
transformasi wavelet pada data time series juga telah dilakukan, diantaranya oleh Murguia dan Canton (2006)
serta Kozlowski (2005). Transformasi Wavelet akan menghasilkan himpunan koefisien Wavelet yang dihitung
dari titik (lokasi) observasi pada level (skala) dan lebar range yang berbeda (Kozlowzki, 2005). Penghitunga n
koefisien wavelet dapat dilakukan dengan Discrete Wavelet Transform (DWT) sebagaimana dikemukakan
oleh Mallat (1998) atau Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT) seperti dalam Percival dan
Walden (2000).
2. Analisis Runtun Waktu
George E.P.Box dan Gwilym M. Jenkins dalam Makridakis et.al (1999) memperkenalkan analis is
runtun waktu, yaitu pengamatan sekarang (Zt) tergantung pada satu atau beberapa pengamatan sebelumnya
(Zt-k). Metode peramalan yang sering digunakan antara lain adalah metode ARIMA Box-Jenkins yang
digunakan untuk mengolah runtun waktu yang univariat.
Menurut Wei (2006), suatu runtun waktu harus memenuhi syarat stasioneritas, yaitu nilai mean E ( Z t )
dan varians VarZ t E Z t 2 2 konstan.
Uji stasioneritas data dalam mean digunakan UjiDickey Fuller. Jika data tidak stasioner dalam mean
maka dilakukan differensi. Untuk melihat dan mengatasi ketidakstasioneran dalam varian dapat digunaka n
transformasi Box-Cox (Wei, 2006).
�
−
�
� � = � = �
�
Salah satu model runtun waktu non-musiman adalah ARIMA (p,d,q). Bentuk umum model ini sebagai
berikut :
p ( B)(1 B) d Z t q ( B)at
dimana ( B) (1 1 B ... p B p ) merupakan operator AR(p) yang stasioner dan ( B) (1 1 B ... q B q )
merupakan operator MA(q) yang invertible dengan at independen dan berditribusi normal dengan mean 0 dan
varians a2 (Soejoeti, 1987).
Model Subset ARIMA merupakan bagian dari model ARIMA tergeneralisasi (Tarno, 2013). Contoh
model subset ARIMA([1,5],0,[1,12]) dapat ditulis sebagai:
− � � − �5 � 5 � = − � � − � �
�
Sedangkan model SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)sdalam Wei (2006) adalah
p ( B ) P B s 1 B
dimana
p (B)
1 B
d
s D
Z t q ( B ) Q B s a t
1 B B2 ... B p
1
2
p
=
P (B s ) = 1 1 B s 2 B 2s ... P B Ps
1 B
1 B
= tingkat differencing non-musiman
Q B s
1
q
2
=
= 1 1 B s 2 B 2s ... Q BQs
d
s D
q (B)
= tingkat differencing musiman
1 B B2 ... Bq
dengan at independen dan berditribusi normal dengan mean 0 dan varian a2 .
3. Dekomposisi Wavelet
Fungsi wavelet adalah suatu fungsi matematika yang mempunyai sifat-sifat tertentu diantaranya
berosilasi di sekitar nol (seperti fungsi sinus dan cosinus) dan terlokalisasi dalam domain waktu, artinya pada
saat nilai domain relatif besar, fungsi wavelet berharga nol. Wavelet merupakan fungsi basis yang dapat
digunakan dalam merepresentasikan data atau fungsi- fungsi yang lain. Fungsi Wavelet mempunyai nilai yang
berbeda dari nol dalam interval waktu yang relatif pendek. Dalam hal ini wavelet berbeda dengan fungs i
normal, ataupun fungsi gelombang seperti sinusoida, yang semuanya ditentukan dalam suatu domain waktu
(-1,1). Wavelet dibedakan menjadi dua jenis, yaitu wavelet ayah (ϕ) dan wavelet ibu (ψ) yang mempunya i
sifat:
∞
∞
∫−∞ ϕ x dx = 1 dan ∫−∞ ψ x dx = 0
(1)
Keluarga wavelet dihasilkan dari wavelet ayah dan wavelet ibu melalui dilatasi diadik dan translasi
integer yaitu :
ϕ, x =( )
ψ, x =( )
⁄
⁄
ϕ( x − k)
ψ( x − k)
(2)
(3)
dengan j dan k masing- masing adalah parameter dilatasi dan parameter translasi.
Wavelet dengan bentuk dilatasi dan translasi dengan j = 0 dan k = 0 dapat dipandang sebagai wavelet
dasar. Indeks dilatasi j dan translasi k berpengaruh terhadap perubahan support dan range dari wavelet dasar.
Indeks translasi k berpengaruh terhadap pergeseran posisi pada sumbu mendatar tanpa mengubah lebar
support sedangkan pada indeks dilatasi j, jika support menyempit maka range akan melebar.
Karena wavelet terlokalisasi dalam domain waktu (artinya pada saat nilai domain relatif besar, fungs i
wavelet berharga nol) maka representasi fungsi dengan wavelet menjadi lebih efisien. Hal ini dikarenakan
banyaknya koefisien wavelet yang tidak nol dalam rekonstruksi fungsi dengan wavelet relatif sedikit (Suparti
dan Subanar, 2005). Selain itu, wavelet juga mampu merepresentasikan fungsi yang bersifat tidak mulus
maupun fungsi dengan lonjakan atau volatilitas tinggi. Pada bagian fungsi yang tidak mulus, representasi
wavelet akan menggunakan panjang support yang sempit.
Fungsi wavelet dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari basis yang dibangun oleh wavelet atau
dapat dituliskan dalam persamaan berikut.
f x =∑
dengan
∈Z cJ,
ϕJ , x + ∑ <� ∑
∈Z d ,
ψ, x
(4)
cJ, = ∫ f x ϕJ, x dx
d , = ∫ f x ψ , x dx
Transformasi pada persamaan (4) merupakan transformasi wavelet kontinu atau Continue Wavelet
Transform (CWT) dimana koefisien-koefisien wavelet diperoleh melalui proses integrasi sehingga nilai
wavelet harus terdefinisi pada setiap x∈ ℝ. Bentuk transformasi yang lain adalah Discrete Wavelet Transform
(DWT) dimana nilai- nilai wavelet hanya terdefinisi pada titik-titik diskret. Vektor yang memuat nilai- nila i
wavelet disebut filter wavelet. Ada dua jenis filter pada DWT yaitu filter wavelet (filter detil) dinotasika n
dengan h dan filter skala yang dinotasikan dengan g. Panjang suatu filter dinotasikan dengan L. Suatu filter
wavelet harus memenuhi tiga sifat dasar berikut:
∑�−
= ℎ =
∑�−
= ℎ =
∑�−
= ℎ ℎ+
(5a)
(5b)
�
= ∑∞=−∞ ℎ ℎ +
�
=
(5c)
Jika diberikan filter wavelet {hl} maka filter skala didefinisikan sebagai berikut :
� ≡ −
+
ℎ�−
−
(6)
Filter skala diasumsikan memenuhi kondisi berikut :
∑�−
= � = √
∑�−
= � =
(7a)
(7b)
∑∞=−∞ � � +
=
�
dan ∑∞=−∞ � ℎ +
�′
=
(7c)
Syarat yang harus dipenuhi untuk memenuhi sifat-sifat tersebut adalah panjang filter L bernilai genap.
Misalkan diberikan filter wavelet h = (h0 , h1 , ..., hL-1 ) dan
=(
, …,
�)
adalah nilai fungsi
pada x1 , ... ,
xn . Syarat yang harus dipenuhi adalah n=2 J dengan J suatu bilangan bulat positif. Transformasi wavelet dengan
DWT dapat dituliskan sebagai :
W=
(8)
dengan W = hasil transformasi dengan DWT dan
= matriks transformasi berukuran nxn. Dalam hal ini
elemen-elemen dari vektor W didekomposisi menjadi J+1 sub vektor. Transformasi dengan DWT akan
memetakan vektor
=(
, …,
�)
ke vektor koefisien W = (W1 , W2 , ..., WJ, VJ) dengan Wj, j = 1, 2, ..., J
memuat koefisien wavelet dj,k dan VJ memuat koefisien skala cJ,k . Koefisien wavelet yang bernilai besar
mempunyai kontribusi besar dalam rekonstruksi fungsi sedangkan koefisien yang kecil mempunyai kontribus i
yang kecil sehingga dapat diabaikan (dianggap nol). Dengan mengabaikan koefisien-koefisien wavelet yang
dianggap kecil, transformasi dengan DWT dapat digunakan untuk proses denoising.
4. Maximal Overlap DWT
Pemfilteran dengan DWT sebagaimana pada persamaan (8) tidak dapat dilakukan jika sampel yang
diamati berukuran sebarang yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk 2 J dengan J bilangan bulat positif.
Sebagai alternatif, penghitungan koefisien d j,k dan cJ,k dapat dilakukan dengan Maximal Overlap Discrete
Transform (MODWT). Keuntungan MODWT adalah dapat mengeliminasi reduksi data menjadi setengahnya
(down-sampling) sehingga dalam setiap level akan terdapat koefisien wavelet dan skala sebanyak panjang
data (Percival dan Walden, 2000). Misalkan data time series dengan panjang N, transformasi MODWT akan
memberikan vektor kolom w1 , w2 , ..., wJ0 dan vJ0 masing-masing dengan panjang N.
Misalkan dipunyai filter wavelet MODWT ℎ̃ dengan ℎ̃ ≡ ℎ ⁄√
dan filter skala �̃ dengan �̃ ≡
� ⁄√ , maka filter wavelet dan filter skala MODWT harus memenuhi kondisi berikut :
̃
∑�−
= ℎ =
∑�−
̃ =
= �
∞
̃ ̃
̃
, ∑�−
= ℎ = , dan ∑ =−∞ ℎ ℎ +
, ∑�−
̃ =
= �
, dan ∑∞=−∞ �̃ �̃ +
�
�
=
(9)
=
(10)
Hubungan antara �̃ dan ℎ̃ dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑∞=−∞ �̃ ℎ̃ +
�
=
(11)
Pada MODWT koefisien wavelet pada setiap level selalu sama sehingga lebih sesuai untuk pemodelan
pada time series dibandingkan dengan DWT. Prediksi data time series satu langkah ke depan dimodelkan
secara linear berdasarkan koefisien wavelet hasil dekomposisi pada waktu-waktu sebelumnya.
Misalkan dipunyai sinyal X=(X1 , ..., Xt ). Prediksi satu langkah ke depan dari proses autoregresif order
�
p atau AR(p) dapat dituliskan sebagai �̂ �+ = ∑ = �̂ ��−
−
. Pada pemodelan wavelet untuk proses ini,
Renaud dkk (2003) dan Murtagh dkk (2004) menyusun prosedur penentuan lag-lag yang menjadi variabel
input untuk prediksi multiskala autoregresif. Koefisien wavelet (detil) dan koefisien skala hasil transformas i
MODWT yang dianggap mempunyai pengaruh untuk prediksi pada waktu t+1 akan berbentuk � ,� −
dan ��,�−
�
−
atau dapat dituliskan dalam persamaan (12) berikut :
�
�
�̂ �+ = ∑ = ∑ �= ̂ , � ,�−
�
−
�� +1
=
+∑
̂�+
,
��,�−
�
−
�
−
(12)
Simbol J menyatakan level dekomposisi sedangkan Aj menjelaskan banyaknya koefisien yang terpilih pada
setiap level dekomposisi. Misalkan jika dipilih Aj = 1 untuk semua level resolusi j, maka bentuk persamaan
(12) akan menjadi :
�
�̂ �+ = ∑ = ̂ � ,� + ̂�+ ��,�
(13)
Gambar 1 menunjukkan pixel dari sinyal input yang digunakan untuk menghitung koefisien wavelet
terakhir pada skala yang berbeda sedangkan gambar 2 memperlihatkan koefisien wavelet yang digunaka n
untuk prediksi menggunakan Aj = 2 untuk semua level resolusi j, dan J = 4 atau transformasi wavelet dengan
lima skala (empat koefisien wavelet + koefisien skala). Pada kasus ini dapat dilihat bahwa hanya terdapat
sepuluh koefisien yang digunakan.
• • • • • • • • • • • • • • • • •
Sinyal
level 1
• •
level
2
• •
Transforma
level 3
• •
level
4
• •
si Wavelet
skala
• •
Gambar 1. Pixel dari sinyal input yang digunakan
• •
• •
• •
• •
• •
untuk
• • • •
• • • •
• • • •
• • • •
• • • •
menghitung
• • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• • • • • • • • •
koefisien wavelet terakhir pada skala
yang berbeda
Sinyal
• • • • • • • • • • • • • • • • •
level 1
• •
level 2
• •
Transforma
level 3
• •
level 4
• •
si Wavelet
skala
• •
Gambar 2. Koefisien wavelet
• •
• •
• •
• •
• •
yang
• • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • •
digunakan untuk prediksi data time
•
•
•
•
•
•
series
5. Terapan pada Data Time Series
Data yang digunakan dalam tugas
ini adalah berupa data sekunder yang diambil dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Kota Semarang mengenai data tinggi pasang surut
air laut tahun 2004-2013 sebanyak 120 dan data yang digunakan diambil di Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Tengah. Data yang diambil adalah data bulanan jumlah penerbitan Surat
Keterangan Asal (SKA) dari periode Januari 2007 sampai dengan Februari 2011 sebanyak 50 data.Pengolaha n
data dilakukan dengan menggunakan software R dengan package toolkit wmtsa, software minitab 16, dan
software SAS Jenis wavelet yang digunakan adalah wavelet Haar.
Tabel 1. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data pasang surut kota Semarang dengan wavelet
Kriteria
Nilai
855.0568
0.997
-18.7815
-4.5952
0.0716
3.570
16.1931
MSE
R-Squared
Min
1Q
Median
3Q
Max
Dari tabel 1 nampak bahwa nilai MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefis ie n
pada level tersebut adalah 3. Model yang diperoleh dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
̂ �+ = . �
,�
+ .
�
,�−
− .
�
,�
Tabel 2. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data surat keterangan asal (SKA) dengan wavelet
Kriteria
Nilai
150.4788
0.9747
-4659.0
-521.6
-95.3
564.2
1686.0
MSE
R-Squared
Min
1Q
Median
3Q
Max
Dari tabel 2 nampak bahwa nilai MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefis ie n
pada level tersebut adalah 3. Model yang diperoleh dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
̂ �+ =
.
�
,�
+
.
�
,�−
+
.
�
,�
Tabel 3. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data pasang surut Kota SemarangdenganARIMA
Model
Uji Normalitas Residual
SARIMA
Berdistribusi normal
([3],1,0)(0,0,1)12
SARIMA
Berdistribusi normal
(0,1,[3])(1,0,0)12
SARIMA
Berdistribusi normal
(0,1,[3])(0,0,1)12
ARIMA
Berdistribusi normal
([3,12],1,0)
ARIMA
Berdistribusi normal
(0,1,[3,12])
Dari tabel 3 nampak bahwa nilai MSE minimal
Independensi Residual
Tidak terdapat korelasi
antar lag
Tidak terdapat korelasi
antar lag
Tidak terdapat korelasi
antar lag
Tidak terdapat korelasi
antar lag
Tidak terdapat korelasi
antar lag
diperoleh model ARIMA
Signifikansi Paramete r MSE
signifikan
41.19381
signifikan
41.24415
signifikan
41.14681
signifikan
40.90766
signifikan
41.41818
([3,12],1,0) Kemudian dibentuk
model ARIMA ([3,12],1,0)dengan
�
=
− .
− − .
�
�
�
−�
Tabel 4. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data surat keterangan asal (SKA) dengan ARIMA
Model Arima
Uji Normalitas Residual Independensi Residual
ARIMA (0,1,1)
ARIMA (1,1,1)
Berdistribusi
Berdistribusi
ARIMA (2,1,1)
Berdistribusi
Dari tabel 4 nampak bahwa nilai
Signifikansi
MSE
Parameter
normal
Terdapat korelasi antar lag signifikan
290.849
normal
Tidak terdapat korelasi signifikan
300.065
antar lag
normal
Terdapat korelasi antar lag signifikan
338.017
MSE minimal model ARIMA (0,1,1) Kemudian dibentuk model ARIMA
ARIMA (0,1,1) dengan
�
=
�−
+
�
+ .
�−
Sehingga model yang terbaik dan layak untuk dilakukan peramalan adalah model ARIMA (0,1,1) dengan
model
menjadi
�
=
�
=
�−
�−
+
+
�
+�
�
+ .
�−
̂=1.0316 maka model ARIMA (0,1,1)
. Dengan parameter hasil estimasi �
�−
6. Penutup
Dari analisis dapat disimpulkan bahwa untuk permasalahan data pasang surut Kota Semarang model
yang terbaik digunakan adalah ARIMA ([3,12],1,0) karena mendapatkan nilai MSE minimal 40.90766. untuk
permasalahan data surat keterangan asal (SKA) MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan
banyaknya koefisien pada level tersebut adalah 3 dengan nilai MSE 150.4789.
Daftar Pustaka
Caraka, R.E., Yasin,H and Suparti. 2015. Pemodelan Tinggi Pasang Surut Air Laut Di Kota Semarang
Dengan Menggunakan Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT). Climate
Knowledge for climate action, Indonesian Agency for Meteorological, Climatological and
Geophysics (BMKG). Vol.2 No.2 ISSN:2355-7206 pp.104-114
Khashman, A. and Dimililer, K., 2008, Image Compression using Neural Networks and Haar Wavelet, Wseas
Transactions On Signal Processing, ISSN: 1790-5022, 330 Issue 5, Volume 4, May
Kozlowski, B., 2005, Time Series Denoising with Wavelet Transform, Journal of Telecommunications and
Information Technology, Warsawa, Polandia
Makridakis, S., Wheelwright, S.C., and McGee, V.E. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid satu edisi
kedua, Terjemahan Ir. Hari Suminto.Jakarta. Bina Rupa Aksara.
Mallat, S., 1998, A Wavelet Tour of Signal Processing. New York: Academic Press
Murguia, J.S. and Canton, E.C., 2006, Wavelet Analysis of Chaotic Time Series, Revista Mexicana de Fisica
52 (2) 155162
Murtagh, F., Stark, J.L., and Renaud, O., 2004, On Neuro-Wavelet Modelling, Decision Support System, 37,
475-484
Percival, D.,B. and Walden, A.,T., 2000,Wavelet Methods for Time Series Analysis, Cambridge University
Press, Cambridge, United Kingdom
Renaud, O., Starcx, J.L., and Murtagh, F., 2003, Prediction Based on a Multiscale Decomposition, Int. Journal
of Wavelets, Multiresolution and Information Processing, Vol. 1., No. 2, pp 217-232
Suparti dan Subanar, H., Estimasi Regresi dengan Metode Wavelet Shrinkage, Jurnal Sains dan Matematika,
2000, 8/3:105-113
Suparti.,Caraka,R.E.,Warsito,B and Yasin,H.2016. THE SHIFT INVARIANT DISCRETE WAVELET
TRANSFORM (SIDWT) WITH INFLATION TIME SERIES APPLICATION. Journal of Mathematics
Research. Vol.8, No.4; Agustus. Published by Canadian Center of Science and Education. ISSN 19169795 E-ISSN 1916-9809
Tarno. 2013. Kombinasi Prosedur Pemodelan Subset Arima dan DeteksiOutlier untuk Prediksi Data Runtun
Waktu. Prosiding Seminar Nasional Statistika UNDIP 2013. Semarang.
Warsito,B., Sunamar., dan Aburakhman.,2013, Pemodelan Time Series Dengan Maximal Overlap Discrete
Wavelet Transform, Prosiding Seminar Nasional Statistika, ISBN:9788-602-14387-0-1
LAMPIRAN:
SYNTAX PERMASALAHAN PERMASALAHAN PASANG SURUT KOTA SEMARANG
SYNTAX PERMASALAHAN SURAT KETERANGAN ASAL
OUTPUT WAVELET PERMASALAHAN PASANG SURUT KOTA SEMARANG
OUTPUT WAVELET PERMASALAHAN SURAT KETERANGAN ASAL
LAMPIRAN OUTPUT PERMASALAHAN SURAT KETERANGAN ASAL ARIMA TERBAIK
Model ARIMA (0,1,1)
Estimates at each iteration
Iteration
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
SSE
21067905
18885909
17215023
16038598
15341782
15197982
15145771
15119631
15103766
15092725
15084168
15076910
15070238
15063632
15056607
15048587
15038746
15025716
15006965
14977299
14924680
14816414
14539749
14106126
14069053
13847033
Parameters
0.100
6.876
0.250
9.004
0.400 11.018
0.550 12.053
0.700 11.128
0.755
9.568
0.784
8.958
0.803
8.505
0.817
8.169
0.828
7.899
0.837
7.672
0.845
7.470
0.853
7.285
0.860
7.109
0.868
6.935
0.876
6.761
0.884
6.580
0.893
6.388
0.903
6.182
0.915
5.959
0.931
5.724
0.952
5.516
0.984
5.523
1.016
6.165
1.034
6.865
1.032
6.447
** Convergence criterion not met after 25 iterations **
Final Estimates of Parameters
Type
MA
1
Constant
Mean
Coef
1.0316
6.447
6.447
SE Coef
0.0347
4.190
4.190
T
29.74
1.54
P
0.000
0.131
Number of observations: 49
Residuals:
SS = 13669906 (backforecasts excluded)
MS = 290849 DF = 47
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic
Lag
Chi-Square
DF
P-Value
12
14.8
10
0.141
24
31.1
22
0.095
36
44.7
34
0.105
48
59.6
46
0.086
Uji Normalitas Residual Model ARIMA (0,1,1)
Uji Normalitas Residual ARIMA(0,1,1)
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
2.435
533.7
49
0.065
>0.150
80
Percent
70
60
50
40
30
20
10
5
1
-1000
-500
0
RESI2
500
1000
1500
LAMPIRAN OUTPUT PERMASALAHAN PASANG SURUT KOTA SEMARANG
ARIMA ([3,12],1,0)
Parameter
AR1,1
AR1,2
The SAS System
The ARIMA Procedure
Conditional Least Squares Estimation
Standard
Approx
Estimate
Error
t Value
Pr > |t|
-0.20717
0.09406
-2.20
0.0298
0.25680
0.09837
2.61
0.0104
Lag
3
12
Variance Estimate
41.68685
Std Error Estimate
6.456536
AIC
704.7638
SBC
710.1095
Number of Residuals
107
* AIC and SBC do not include log determinant.
Correlations of Parameter Estimates
Parameter
AR1,1
AR1,2
AR1,1
1.000
0.151
AR1,2
0.151
1.000
To
Lag
6
12
18
24
ChiSquare
2.89
7.03
9.57
13.08
DF
4
10
16
22
Autocorrelation Check of Residuals
Pr >
ChiSq
--------------------Autocorrelations-------------------0.5763
0.102
-0.020
0.018
-0.002
-0.109
-0.052
0.7226
0.047
-0.088
-0.101
-0.119
-0.000
-0.016
0.8882
-0.031
0.110
-0.014
-0.039
0.055
0.048
0.9310
0.099
0.041
0.010
-0.006
0.100
-0.064
Model for variable y
Period(s) of Differencing
1
Factor 1:
Variable:
N
Mean
Std Deviation
Skewness
Uncorrected SS
Coeff Variation
Autoregressive Factors
1 + 0.20717 B**(3) - 0.2568 B**(12)
The UNIVARIATE Procedure
RESIDUAL (Residual: Actual-Forecast)
Moments
107
Sum Weights
107
0.08127735
Sum Observations
8.69667658
6.42548922
Variance
41.2869117
-0.5687708
Kurtosis
1.97302129
4377.11949
Corrected SS
4376.41264
7905.63315
Std Error Mean
0.62117549
Basic Statistical Measures
Location
Variability
Mean
0.081277
Std Deviation
Median
0.349644
Variance
Mode
.
Range
Interquartile Range
6.42549
41.28691
41.48868
8.51378
Tests for Location: Mu0=0
Test
-Statistic-----p Value-----Student's t
t 0.130844
Pr > |t|
0.8961
Sign
M
1.5
Pr >= |M|
0.8468
Signed Rank
S
101
Pr >= |S|
0.7552
Test
Shapiro-Wilk
Kolmogorov-Smirnov
Cramer-von Mises
Anderson-Darling
Tests for Normality
--Statistic--W
0.970288
D
0.056814
W-Sq 0.040891
A-Sq 0.394445
Quantile
100% Max
-----p Value-----Pr < W
0.0168
Pr > D
>0.1500
Pr > W-Sq >0.2500
Pr > A-Sq >0.2500
Estimate
15.159718
99%
95%
90%
75% Q3
50% Median
25% Q1
10%
5%
1%
0% Min
12.667766
9.600000
8.232071
4.387846
0.349644
-4.125936
-7.067769
-8.365701
-17.221892
-26.328963
Extreme Observations
------Lowest---------Highest----Value
Obs
Value
Obs
-26.3290
84
11.6277
39
-17.2219
83
11.9300
37
-12.6860
86
12.5482
58
-10.7974
98
12.6678
16
-9.4056
8
15.1597
96
Missing
Value
.
Missing Values
-----Percent Of----Missing
Count
All Obs
Obs
3
2.73
100.00
The AUTOREG Procedure
Dependent Variable
RESIDUAL
Residual: Actual-Forecast
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
4377.11949
DFE
107
MSE
40.90766
Root MSE
6.39591
SBC
700.763797
AIC
700.763797
Regress R-Square
0.0000
Total R-Square
0.0000
Durbin-Watson
1.7846
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Q and LM Tests for ARCH Disturbances
Q
Pr > Q
LM
4.4400
0.0351
4.3381
5.5569
0.0621
4.7061
5.5758
0.1342
4.7646
6.4235
0.1697
5.7322
7.7722
0.1692
6.3426
7.7774
0.2549
6.7317
7.7775
0.3526
6.7324
8.5344
0.3831
7.7441
8.7224
0.4633
7.8089
8.9463
0.5372
7.8323
10.1845
0.5139
8.3737
14.3083
0.2815
13.6554
Pr > LM
0.0373
0.0951
0.1899
0.2201
0.2743
0.3464
0.4573
0.4589
0.5535
0.6452
0.6795
0.3232