Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Berita & Informasi

Industri Manufaktur Terus Tumbuh, Kokoh sebagai Tulang Punggung Ekonomi Nasional

Industri pengolahan nonmigas terus menunjukkan pertumbuhan positif, mencatatkan kenaikan sebesar 4,75 persen sepanjang tahun 2024, meningkat dibandingkan 4,69 persen pada 2023. Sektor manufaktur tetap menjadi kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang tercatat tumbuh 5,03 persen pada tahun lalu.

Pada triwulan IV 2024, industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,89 persen, meningkat dari 4,84 persen pada triwulan sebelumnya dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang hanya mencapai 4,49 persen.

“Sektor manufaktur telah terbukti sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan strategis untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, daya saing, serta keberlanjutan industri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Sektor Andalan Pendorong Pertumbuhan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa subsektor industri yang menopang pertumbuhan manufaktur tahun 2024 meliputi:

  • Industri logam dasar tumbuh 13,34 persen, didorong oleh peningkatan permintaan ekspor.
  • Industri makanan dan minuman mencatat pertumbuhan 5,90 persen, berkat tingginya permintaan domestik dan ekspor.
  • Industri barang logam, komputer, elektronik, optik, dan peralatan listrik mengalami kenaikan 6,16 persen, berkat meningkatnya ekspor produk logam, komponen elektronik, dan peralatan listrik.

Optimisme industri manufaktur juga tercermin dalam hasil laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang menunjukkan sektor ini masih dalam fase ekspansi.

“Para pelaku industri manufaktur tetap percaya diri menyongsong 2025, meskipun kondisi ekonomi dan politik global masih penuh ketidakpastian,” tambah Menperin Agus.

Kebijakan Pro-Bisnis dan Hilirisasi Industri

Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mendukung kebangkitan industri nasional melalui berbagai kebijakan pro-bisnis, seperti perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri.

Selain itu, Kementerian Perindustrian menantikan pencabutan kebijakan relaksasi impor produk jadi. Langkah ini dinilai penting untuk melindungi pasar domestik, meningkatkan daya saing industri nasional, serta mendorong penggunaan produk dalam negeri.

“Dengan stimulus dan kebijakan yang mendukung sektor industri, kami optimistis target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen dapat tercapai,” imbuhnya.

Pemerintah juga terus mendorong hilirisasi industri sebagai bagian dari misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Hilirisasi dinilai krusial untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri dan memperkuat industri berbasis komoditas lokal.

Ekspor dan Investasi Manufaktur Meningkat Signifikan

Sepanjang 2024, industri pengolahan nonmigas mencatat nilai ekspor sebesar USD 196,54 miliar, berkontribusi 74,25 persen terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD 264,70 miliar. Nilai ekspor manufaktur ini meningkat 5,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, investasi di sektor manufaktur mencapai Rp 721,3 triliun pada 2024, menyumbang 42,1 persen dari total realisasi investasi nasional sebesar Rp 1.714,2 triliun. Angka ini melonjak dibandingkan 2023 yang hanya mencapai Rp 596,3 triliun, menjadikan manufaktur sebagai sektor dengan kontribusi investasi terbesar di Indonesia.

Dengan tren pertumbuhan positif ini, industri manufaktur diharapkan terus memperkuat peran strategisnya dalam perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.

Pemerintah Siapkan Kawasan Industri untuk Tampung Relokasi Pabrik dari China

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan sejumlah kawasan industri guna menampung relokasi pabrik dari China ke Indonesia. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap kebijakan Amerika Serikat (AS) yang mengenakan tarif bea masuk terhadap produk asal China.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah menyiapkan beberapa kawasan industri yang dinilai cocok untuk menampung investasi dari perusahaan-perusahaan yang pindah dari China.

“Kami berharap nantinya ada insentif bagi industri asal China yang berencana relokasi ke Indonesia,” ujar Febri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Dukungan Kebijakan untuk Menarik Investasi

Selain menyiapkan kawasan industri, pemerintah juga berupaya mengatasi tantangan investasi di Indonesia, salah satunya terkait tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih berada di atas 6 persen. ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi masih relatif besar.

Untuk mengurangi nilai ICOR dan meningkatkan daya tarik investasi, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan, seperti:

  • Penghapusan libur pajak (tax holiday) untuk industri pionir
  • Pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 3 persen
  • Pemberian izin impor gas dari luar negeri untuk kawasan industri

Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Relokasi Industri

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 10 persen pada impor barang dari China, efektif mulai 1 Februari 2025. Kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Selain itu, Trump juga mengancam akan memberlakukan bea masuk 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko. Langkah ini semakin mempertegas strategi proteksionisme AS yang dapat berdampak luas pada rantai pasok global.

Dengan kondisi ini, Indonesia berupaya memanfaatkan peluang dengan menarik investasi dari perusahaan yang mencari lokasi alternatif di luar China. Langkah strategis pemerintah dalam menyiapkan kawasan industri dan memberikan insentif investasi diharapkan dapat memperkuat daya saing Indonesia sebagai tujuan relokasi industri global.

Harga Kopi Meroket, Peluang Ekspor Makin Terbuka Lebar

Lonjakan harga biji kopi di pasar global membawa angin segar bagi eksportir kopi Indonesia. Para pelaku usaha berharap tren harga tinggi ini bertahan hingga musim panen yang diperkirakan dimulai pada pertengahan tahun 2025.

Berdasarkan data Trading Economics, harga biji kopi arabika mencapai US$ 3,79 per pon pada Senin (3/2) pukul 17.30 WIB. Secara tahunan (year on year/yoy), harga ini melonjak 99,73%. Dalam sebulan terakhir saja, kenaikannya mencapai 18,78% (month to month/mtm).

Faktor Pemicu Kenaikan Harga

Kenaikan harga kopi global dipicu oleh terbatasnya pasokan serta ketidakpastian panen di Brasil akibat cuaca buruk sepanjang 2024. Meskipun kondisi cuaca membaik pada Oktober 2024, produksi kopi Brasil belum sepenuhnya pulih. Bahkan, pemerintah Brasil memperkirakan produksi kopi turun 4,4% yoy menjadi 51,81 juta karung pada musim 2025/2026—level terendah dalam tiga tahun terakhir.

Dampak bagi Eksportir Kopi Indonesia

Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo, menyatakan bahwa meskipun harga kopi sedang tinggi, produsen kopi Indonesia yang berorientasi ekspor belum merasakan dampak signifikan. Ini karena musim panen baru dimulai pada April 2025.

“Saat ini masih off-season, jadi belum terlalu berdampak langsung bagi eksportir,” ujar Moelyono, Senin (3/2).

Namun, AEKI optimistis ekspor kopi Indonesia akan meningkat dari segi volume maupun nilai. Faktor utama yang mendorong optimisme ini adalah kondisi cuaca yang kembali normal di Indonesia pada 2024, yang diharapkan menghasilkan panen lebih baik pada pertengahan 2025.

“Ekspor kopi pada 2025 kemungkinan besar akan meningkat seiring pemulihan panen,” tambahnya.

Negara Tujuan Ekspor Kopi Indonesia

Tahun ini, ekspor kopi Indonesia masih berfokus pada pasar tradisional seperti Mesir, Malaysia, Jepang, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Namun, para eksportir terus mencari peluang untuk memasuki pasar baru guna memperluas jangkauan ekspor.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor kopi arabika (HS 09011120) tanpa dipanggang dan tidak dihilangkan kafeinnya meningkat 40,40% yoy menjadi US$ 463,75 juta per November 2024.

Di sisi lain, ekspor kopi robusta (HS 09011120) juga mengalami lonjakan signifikan, tumbuh 90,35% yoy menjadi US$ 977,88 juta pada periode yang sama.

Prospek Ekspor Kopi Indonesia ke Depan

Dengan harga kopi yang terus naik dan prospek panen yang lebih baik di tahun 2025, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor kopi ke pasar global. Selain mempertahankan pasar tradisional, ekspansi ke negara-negara baru juga menjadi strategi utama bagi para eksportir guna memaksimalkan keuntungan dari tren positif harga kopi dunia.

Indonesia Siap Menjadi Pemimpin Industri Pulp dan Kertas Dunia

Sebagai salah satu industri prioritas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, sektor pulp dan kertas Indonesia terus menunjukkan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.

Pada tahun 2023, ekspor sektor ini mencapai angka USD 8,37 miliar, menyumbang 4,03% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Selain itu, industri pulp dan kertas menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 275 ribu tenaga kerja langsung dan 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung.

Keunggulan Komparatif yang Dimiliki Indonesia

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyebutkan bahwa industri pulp dan kertas Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa ketersediaan bahan baku kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain.

“Dulu, negara-negara NORSCAN (North America and Scandinavia) mendominasi pasar pulp dan kertas dunia. Namun kini, pergeseran besar terjadi ke Asia, khususnya Indonesia dan Asia Timur. Ini peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin global di sektor ini,” ujar Putu.

Peluang Pasar yang Masih Terbuka Lebar

Saat ini, konsumsi kertas per kapita di Indonesia baru mencapai 32 kg per tahun, yang menunjukkan masih besarnya potensi pasar domestik. Selain itu, tren green lifestyle yang semakin meluas memberikan peluang baru bagi kertas sebagai material kemasan ramah lingkungan untuk menggantikan plastik.

Kondisi ini tidak hanya membuka pasar domestik, tetapi juga memperbesar peluang ekspor ke pasar global yang semakin peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.

Kapasitas Produksi yang Terus Meningkat

Industri pulp dan kertas Indonesia mencatatkan peningkatan signifikan dalam kapasitas produksinya. Jumlah unit usaha meningkat dari 103 pada tahun 2021 menjadi 113 pada tahun 2024. Kapasitas produksi pulp bertambah dari 10 juta ton menjadi 12,3 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi kertas meningkat dari 18,2 juta ton menjadi 20,86 juta ton per tahun dalam periode yang sama.

Indonesia kini menempati peringkat ke-7 dunia dalam industri pulp dan peringkat ke-6 dunia dalam industri kertas, menunjukkan potensi besar untuk menjadi pemain utama di pasar global.

Tantangan yang Harus Diatasi

Meskipun pertumbuhan industri ini cukup pesat, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi, antara lain:

  1. Ketersediaan Bahan Baku Kertas Daur Ulang (KDU):
    Ketersediaan bahan baku KDU domestik belum mencukupi kebutuhan industri, sementara kualitas bahan impor harus ditingkatkan untuk mengurangi impuritas.
  2. Kebijakan Internasional:
    Regulasi seperti European Union Waste Shipment Regulation (EUWSR) yang membatasi impor KDU dari Uni Eropa dan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dapat memengaruhi daya saing produk kertas Indonesia di pasar global.
  3. Kemitraan Regional dan Global:
    Kerja sama seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dapat membawa dampak pada pasar domestik jika tidak dikelola dengan baik.

Strategi Menghadapi Tantangan

Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Perindustrian telah merumuskan berbagai langkah strategis, antara lain:

  • Penguatan tata kelola bahan baku KDU dari dalam negeri maupun impor.
  • Penerapan ekonomi sirkular dan keberlanjutan melalui peningkatan tingkat recovery KDU dalam negeri.
  • Transfer teknologi untuk meningkatkan daya saing produk lokal.
  • Ekspansi pasar ekspor dengan penguatan perjanjian kerja sama internasional.

Putu juga menyampaikan bahwa pembinaan standar spesifikasi KDU sebagai bahan baku industri, benchmarking teknologi untuk mengelola impuritas, dan penyusunan rencana kebutuhan industri KDU menjadi bagian penting dalam mendukung keberlanjutan sektor ini.

Menuju Kepemimpinan Global

Dengan kombinasi keunggulan komparatif, peningkatan kapasitas produksi, dan strategi untuk menghadapi tantangan, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemimpin industri pulp dan kertas dunia.

“Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan tren global menuju keberlanjutan lingkungan. Dengan dukungan kebijakan dan inovasi teknologi, kita dapat menjadikan industri pulp dan kertas sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional sekaligus pemimpin di pasar internasional,” tutup Putu.

Jababeka Tegaskan Komitmen Menuju Kawasan Industri Berkelanjutan

PT Jababeka Tbk memperkuat langkahnya dalam menciptakan kawasan industri berkelanjutan dengan menggelar workshop bertajuk “Emission Mapping and Decarbonization Strategy Capacity Building” pada 8–9 Januari 2025.

Workshop ini melibatkan sekitar 30 peserta yang mewakili empat proyek kota mandiri di bawah naungan Jababeka, yaitu Kawasan Industri Jababeka Cikarang, Kawasan Industri Kendal, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, dan KEK Morotai.

Meningkatkan Pemahaman Standar Dekarbonisasi

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah memberikan pemahaman seragam dan standar yang jelas terkait pelaksanaan program dekarbonisasi, termasuk penghitungan emisi karbon di kawasan industri maupun pariwisata.

Menurut Reza Widyaprastha, HR Director PT Jababeka Tbk, workshop ini bertujuan agar strategi dekarbonisasi yang dirancang para pengelola kawasan dapat diimplementasikan secara sistematis, terukur, dan efektif dalam mengurangi emisi karbon.

“Pemetaan emisi dan penyusunan strategi dekarbonisasi tidak hanya soal teori, tetapi juga implementasi kebijakan konkret yang dapat diterapkan di tingkat operasional. Ini membutuhkan komitmen jangka panjang dari seluruh tim,” ujar Reza.

Kerja Sama Strategis dengan WRI Indonesia

Workshop ini diselenggarakan atas kerja sama Jababeka dengan Jababeka NZICC dan WRI Indonesia. Topik yang dibahas mencakup dasar-dasar menuju net zero, teknik pemetaan dan perhitungan emisi, serta pengembangan strategi dekarbonisasi yang aplikatif.

Analis dari WRI Indonesia, lembaga riset yang dikenal di bidang keberlanjutan lingkungan, memaparkan metodologi pemetaan emisi dan strategi dekarbonisasi. Materi yang disampaikan meliputi panduan teknis bagi pengelola kawasan industri dan pariwisata untuk mempercepat transisi energi melalui pemetaan emisi dan penyusunan program dekarbonisasi.

Langkah Praktis untuk Kawasan Berkelanjutan

Workshop ini juga memberikan panduan praktis kepada pengelola kawasan untuk membantu tenant mempercepat transisi energi. Peserta dibekali wawasan mengenai kebijakan energi berkelanjutan, teknologi ramah lingkungan, dan optimalisasi penggunaan energi di kawasan industri.

Melalui sesi interaktif, peserta diajak merancang strategi dekarbonisasi berbasis studi kasus nyata. Berbagai solusi inovatif yang diidentifikasi meliputi:

  • Pemulihan energi dari limbah (waste to energy).
  • Pengelolaan sampah dengan konsep zero waste to landfill.
  • Pengembangan energi terbarukan, seperti solar farming, untuk mendukung operasional kawasan industri yang lebih hijau.

Selain itu, inisiatif berbasis alam, seperti penanaman mangrove dan perluasan area hijau, juga menjadi fokus diskusi untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon.

Transformasi Menuju Masa Depan yang Lebih Hijau

Reza menegaskan bahwa workshop ini bukan hanya ajang berbagi pengetahuan, tetapi juga langkah nyata Jababeka dalam memimpin transformasi menuju kawasan industri yang lebih berkelanjutan.

“Dengan kolaborasi yang melibatkan mitra eksternal seperti WRI Indonesia, kami optimistis mampu menciptakan kawasan industri yang produktif, ramah lingkungan, dan menjadi contoh bagi kawasan lainnya di Indonesia maupun Asia Tenggara,” tutup Reza.

Kemenperin Dorong Hilirisasi untuk Memaniskan Industri Kakao Indonesia

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat kebijakan hilirisasi industri kakao, sebuah langkah strategis yang berhasil menarik investasi dan meningkatkan daya saing sektor pengolahan kakao nasional. Langkah ini telah menjadikan Indonesia sebagai eksportir produk kakao olahan terbesar keempat di dunia, dengan pasar utama seperti India, Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, dan Malaysia.

Kontribusi Industri Kakao terhadap Ekspor Nasional

Pada tahun 2023, nilai ekspor produk kakao olahan Indonesia mencapai lebih dari USD 1,2 miliar, menyumbang 3,92% dari pangsa pasar global. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menyampaikan capaian ini dalam acara Lokakarya Nasional bertema Strategi Rantai Nilai Kakao untuk Memperkuat Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Domestik dan Global di Jakarta, Rabu (15/1).

“Prestasi ini menunjukkan bahwa industri pengolahan kakao kita mampu bersaing di pasar internasional,” ujar Putu.

Pertumbuhan Industri Cokelat Artisan

Di dalam negeri, industri cokelat artisan juga mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 2023, tercatat ada 15 industri cokelat artisan, yang meningkat menjadi 47 industri pada 2024.

“Ini menjadi sinyal positif bahwa cokelat premium memiliki peluang besar untuk terus berkembang di masa depan,” jelas Putu.

Keunggulan lain dari kakao Indonesia adalah cita rasa khas yang bervariasi di setiap daerah penghasilnya. Misalnya, kakao dari Jembrana memiliki karakter honey, Nusa Tenggara Timur bercita rasa nutty, dan Sulawesi dikenal dengan karakter floral.

“Saat ini, ada 600 jenis cita rasa cokelat Indonesia yang dapat dieksplorasi untuk promosi dan branding,” tambahnya.

Tantangan dan Peluang di Tahun 2024

Meski memiliki potensi besar, industri kakao menghadapi tantangan serius pada tahun 2024. Perubahan iklim menyebabkan gagal panen di Ghana dan Pantai Gading, dua produsen utama kakao dunia, yang memicu kenaikan harga biji kakao secara signifikan.

“Harga biji kakao pada 2023 berada di angka USD 3.280 per ton, tetapi melonjak hingga USD 10.556 per ton pada akhir 2024,” jelas Putu.

Kenaikan harga bahan baku ini memberikan tekanan berat pada industri pengolahan kakao. Tingkat utilisasi diperkirakan menurun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 61%. Namun, kondisi ini juga membuka peluang untuk membangkitkan sektor hulu kakao di Indonesia.

Langkah Strategis Kemenperin

Sebagai upaya mendukung pengembangan kakao yang berkelanjutan, Kemenperin menginisiasi pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Salah satu program unggulannya adalah pelatihan kompetensi SDM yang melahirkan Cocoa Doctor.

“Pada tahun 2024, sebanyak 37 Cocoa Doctor telah dilatih di Mars Cocoa Academy dan memberikan pelatihan kepada lebih dari 3.700 petani melalui program Training of Trainers (ToT),” ungkap Putu.

Selain itu, Kemenperin tengah menyusun konsep pencapaian swasembada kakao untuk mendukung kemandirian industri pengolahan nasional. Salah satu strateginya adalah pemanfaatan lahan perhutanan sosial untuk meningkatkan produksi biji kakao.

Harapan untuk Masa Depan Industri Kakao

Lokakarya Nasional ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara pemangku kepentingan di sektor hulu dan hilir kakao. “Dengan kolaborasi yang solid, kita dapat mencapai kemandirian dan daya saing global yang lebih kuat,” tutup Putu.