PEMICU 2 HEMATOLOGI-Jofa
PEMICU 2 HEMATOLOGI-Jofa
PEMICU 2 HEMATOLOGI-Jofa
Nilai normal sel darah merah dewasa Anemia didefinisikan sebagai penurunan
Pria Wanita kadar haemoglobin darah dibawah nilai
Hb (g/dl) 13,5 - 17,5 11,5 – 15,5 normal untuk usia dan jenis kelamin .
Hematokrit (PCV) (%) 40 - 52 36 – 48 Pada pria dewasa kurang dari 13,5 g/dL .
Pada wanita dewasa kurang dari 11,5 g/dL.
Hitung eritrosit ( x 10 4,5-6,5 3,9 – 5,6
2/L) Sejak usia 2 tahun sampai pubertas , Hb
kurang dari 11 g/dL menunjukkan anemia .
Hb eritrosit rata-rata 27 – 34
(HER) (pg) Pada bayi baru lahir memiliki kadar Hb yang
tinggi yaitu 14,0 g/dL .
Volume eritrosit rata 80-95
– rata (VER) (fL)
Konsentrasi Hb 30 – 35
eritrosit rata- rata Cut off point yang umum dipakai (WHO
( g/dL) tahun 2011) dinyatakan anemia bila:
Hitung retikulosit 50 -150
( x109/ L) PCV , • Anak 6-59 bulan = Hb < 11 g/dl
volume eritrosit yang • Anak 5-11 tahun = Hb < 11,5 g/dl
dipadatkan.
• Anak 12-14 tahun = Hb < 12 g/dl
• Wanita dewasa = Hb < 12 g/dl
• Wanita Hamil = Hb < 11 g/dl
• Pria dewasa = Hb < 13 g/dl
Hoffbrand, Moss P.A.H. , kapita salekta hematologi edisi 6
Definisi Anemia
• Penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin dalam darah
dibawah normal, diukur per mm kubik atau sebagai volume packed
red cell per 100 ml darah; terjadi ketika keseimbangan antara
kehilangan darah (melalui pendarahan atau perusakan) dan produksi
darah terganggu (Dorland ed 29 hal 92)
• Anemia mengacu kepada penurunan dibawah normal kapasitas darah
menggangkut O2 dan ditandai oleh hematokrit yang rendah (Fisiologi
Manusia, Laurelee Sherwood)
• Menurut WHO, anemia didefinisikan sebagai Hb (hemoglobin) kurang
13 g/dl untuk laki-laki dan kurang 12 g/dl untuk wanita.
PARAMETER
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukan penurunan
massa eritrosit adalah :
Kadar Hemoglobin
Hematokrit
Hitung eritrosit
Kriteria Anemia
• Kriteria Klinik utk Indonesia, umumnya:
- Hemoglobin : pria: <13 g/dl
wanita : <12 g/dl
- Hematokrit < 30%
- Eritrosit < 2,8jt/mm3
Kronik
Kehilangan
Etiologi
eritrosit Akut
Ekstrakorpuskuler
Peningkatan
penghancuran
eritrosit Intrakorpuskuler
Klasifikasi Berdasarkan Anemia defisiensi besi
Morfologi
Thalassemia
Anemia hipokromik
mikrositer Anemia akibat penyakit kronik
VER < 80 fL
HER < 27 pg
Anemia sideroblastik
Anemia Sideroblastik
Thalassemia alpha
Anemia megaloblastik
Hoffbrand,AV, Moss, PAH. Kapita Selekta Greer JP, Foerster J, Lukens JN, et al. Wintrobe`s
Hematologi Clinical Hematology. 13th ed.
• Anemia Normokrom Normositer
Greer JP, Foerster J, Lukens JN, et al. Wintrobe`s Clinical Hematology. 13th ed.
PATOFISIOLOGI DARI
KLASIFIKASI ANEMIA
ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER
Greer JP, Foerster J, Lukens JN, et al. Wintrobe`s
Clinical Hematology. 13th ed.
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Klasifikasi defisiensi besi menurut
• Timbul akibat kosongnya cadangan besi beratnya defisiensi
sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis 1. Deplesi besi (iron depleted state):
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan Cadangan besi menurun
Hb berkurang. Penyediaan besi untuk eritropoesis belum
• Kelainan ini ditandai dengan: terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient
a. Anemia hipokromik mikrositer
erythropoesis)
b. Besi serum menurun Cadangan besi kosong
c. TIBC (total iron binding capacity) Penyediaan besi utk eritripoesis terganggu
meningkat Belum timbul anemia secara laboratorik.
d. Saturasi transferin menurun 3. Anemia defisiensi besi:
cadangan besi kosong
e. Feritin serum menurun
anemia defisiensi besi.
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, 2006.
Patofisiologi anemia defisiensi zat besi
Perdarahan
Kehilangan besi Cadangan besi
menahun
Kekurangan Fe
Penyediaan Fe untuk pd epitel
Gangguan pd bentuk Anemia hipokrom
eritropoesis (iron enzim
eritrosit tp anemia scr mikrositer (iron
deficient Nimbulin gejala
klinis blm terjadi deficiency anemia)
erythropoiesis)
Etiologi Anemia Defisiensi Besi
1. Perdarahan menahun:
a. Saluran Cerna : akibat dari tukak peptic (luka pada duodenum/ lambung), kanker
lambung, kanker kolon, diverticulosis(kolon/usus besar pecah), hemoroid, dan infeksi
cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita : menorrhagia atau metrorhagia
c. Saluran kemih : hematuria(ada darah di urine)
d. Saluran napas : hemoptoe (keluarnya darah dari saluran pernafasan)
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah
daging)
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, 2006.
2. Anemia Sideroblastik
• Kelainan sintesis heme, walaupun sintesis globin normal, persediaan
besi cukup akan tetapi eritrosit berbentuk hipokrom mikrositer.
Diduga pula bahwa pada keadaan besi berlebihan dapat terjadi
gangguan metabolisme besi.
• Gangguan sintesa heme adalah dikarenakan defisiensi vit B6 (piridoxal
phosphat adalah enzim pembentuk heme).
• Cenderung terjadi leukemia dan sering dijumpai leukemia akut.
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, 2006.
3. THALASSEMIA
• Suatu kelainan genetik produksi Hb yg tdk adekuat akibat krg/tdk
adanya satu/lebih rantai polipeptida globin
• Klasifikasi
• thalassemia alfa penurunan sintesis rantai alfa
• Thalassemia beta penurunan sintesis rantai beta
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
Thalassemia Alfa
• Thalassemia α-2 (silent carrier) tdk menunjukan gejala klinik dan
kelainan hematologi
• Thalassemia α-1 lebih berat , tdk menimbulkan gejala klinis nyata,
gambaran laboratorium talasemia
• HbH disease hanya 1 gen α yg berfungsi dgn bentuk genotipe
heterosigot ganda
• Hidrops fetalis paling berat
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
• Thalassemia β
• Lesi genetik akibat mutasi titik
• Rantai α yang berlebih berprepitasi dalam
eritroblas dan eritrosit matang menyebabkan
eritropoisis inefektif dan hemolisis yang berat
• Destruksi eritrosit berlebihan,hemopoisis
ekstramedular dan penimbunan besi
• Absorpsi besi meningkat karena kadar
hepsidin serum rendah
• Pelebran tulang yang disebabkan oleh
hiperplasia sumsum tulang
• Patofisiologi
Timbul presipitasi rantai alfa yg berlebihan tdk mendapat pasangan rantai
beta
Presipitasi membentuk inclusion body lisis eritrosit intrameduler &
berkurangnya umur eritrosit di sirkulasi
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
4. ANEMIA PENYAKIT KRONIK
Patogenesis :
• Pelepasan besi dr makrofag (RES) ke plasma menurun
• Memendeknya umur eritrosit
• Pembentukan eritropoietin tdk adekuat
• Respons eritropoietin yg tdk adekuat thd anemia karena efek sitokin
( IL-1 dan TNF α) pd eritropoiesis menyebabkan penyakit ginjal
(sumber eritropoetin)
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
Penyebab anemia penyakit kronik
• Penyakit radang kronik
• Infeksi, mis : abses paru, tuberculosis, osteomyelitis, pneumonia, endocarditis
bakterialis
• Non infeksi, mis : artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik dan penyakit
jaringan ikat lain, sarcoidosis, penyakit Crohn.
• Penyakit keganasa
• Misalnya : karsinoma, limfoma dan sarcoma.
• Hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat • Seluritas sumsum tulang <25%
• Sitopenia sedikitnya 2 hari 3 seri sel
darah
• Hitung neutrofil <500/µL
• Hitung trombosit <20.000/µL
• Hitung retikulosit absolut
<60.000/µL
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
3. Anemia Hemolitik
• Anemia hemolitik merupakan anemia sbg hasil dr peningkatan
destruksi eritrosit
• Kata hemolitik (kelainan hemolitik) terbatas pd keadaan dimana
destruksi eritrosit dipercepat tp kemampuan dr sumsum tulang utk
merespon stimulus anemia tdk terganggu.
• Gejala anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
Anemia Hemolitik
• Anemia yang diakibatkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi
eritrosit
• Karena hiperplasia eritropiesis dan
perluasan anatomik pada sumsum
tulang
• Hemolisis intravaskular terjadi
pada beberapa kelainan patologik
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
Patogenesis Anemia Megaloblastik
Berfungsi dalam
Defisiensi Vit B12 & Vit B12 untuk
pembentukan DNA inti
asam folat pembentukan myelin
sel eritroblast
Hemolisis intramedular
Anemia
Gambaran umum anemia megaloblastik :
1.Anemia timbul perlahan dan progresif
2.Kadang kadang disertai ikterus ringan
3.Glositis dengan lidah berwarna merah
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
Anemia Defisiensi asam folat
Gangguan sintesis
purin dan pirimidin
Anemia megaloblastik
Patofisiologi Anemia Def. Vitamin B12
Berkurang
faktor intrinsik Diikat dengan glikoprotein Reaksi metionin
(akibat diserap oleh usus sintase terganggu
gastrektomi)
Disimpan di hati
↑ megaloblast di sumsum tulang
dan eritrosit imatur dalam
peredaran darah
Anemia pada penyakit Hati menahun
Sudoyo A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006 .
GEJALA KLINIS ANEMIA
Gejala anemia
Dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala:
• Gejala umum anemia
• Gejala khas masing-masing anemia
• Gejala penyakit dasar
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Gejala umum anemia
• Disebut juga sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta
akibat kemanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin.
• Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan Hb < 7
g/dl.
• Sindrom anemia:
• Rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-
kunang, kaki terasa dingin, sesak napas, dan dispepsia
• Pada pemeriksaan pasien tampak pucat (mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku)
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Gejala khas masing-masing anemia
Anemia defisiensi besi:
• Disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok
(koilonychia).
Anemia megaloblastik:
• Glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
Anemia hemolitik:
• Ikterus, splenomegali dan hematomegali
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Gejala penyakit dasar
• Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
• Gejala akibat infeksi cacing tambang:
• Sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan
• Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya
pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Gejala khas defisiensi besi
• Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
• Atrofi papil lidah: permukaan lidah mejadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang
• Stomatitis angularis (cheilosis): adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
• Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
• Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
• Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti: tanah
liat, es, lem, dll
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Defisiensi as. Folat dan B12
a. Gejala umum anemia :
• Gejala peningkatan tonus adrenergik atau dopaminergik akibat
penurunan kapasitas angkut oksigen :
• Lesu, lemah/lemas ,cepat capek
• Pucat , terutama pada konjungtiva
• Takikardi, murmur ejeksi sistolik, gallop keempat (presistolik)
• Excertional dispneu, Takipneu
• Konsentrasi menurun, pingsan
• Telinga berdenging
• Skotoma (adema papil)
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
b. Gejala khusus berkaitan dengan • Gangguan tidur
penyebab : • Depresi
• Mania
• Akibat pendarahan :
• Psikosis
• Menorhagia, polymenorhagia
• Melena, hematoskezia d. Akibat hemolisis intravaskular
• Epistaksis - Hemoglobinuria, hemosiderinuria
• Gusi berdarah e. Akibat hemolisisekstra vaskular
- Urobilinogen uria, urobiliuria
• Akibat defisiensi as. Folat, B12
• Hipertrofi ginggiva, papilla f. Akibat hemolisis ekstra dan/atau
intravaskular
c. Akibat defisiensi B12 - splenomegali dan/tanpa hepatomegali
• neuropati perifer (fenomena sarung tangan/
kaos kaki)
• gangguan kognitif
• Gangguan memori
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Gejala khas akibat defisiensi B12
• Neuropati perifer (fenomena sarung tangan/kaos kaki)
• Gangguan kognitif
• Gangguan memori
• Gangguan tidur
• Depresi
• Mania
• Psikosis
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM ANEMIA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Lab Hematologik
• Tes penyaring : meliputi kadar Hb, indeks eritrosit (MCH, MCV, MCHC), dan
apusan darah tepi.
• Pemeriksaan rutin : LED, hitung diferensial, hitung retikulosit.
• Pemeriksaan sumsum tulang : biasa dilakukan untuk mendapatkan diagnosis
definitif.
• Pemeriksaan atas indikasi khusus : untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis awal.
• Anemia def. besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan ferritin serum.
• Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
• Anemia hemolitik : hitung retikulosit, test coombs, elektroforesis Hb.
• Anemia pada leukimia akut : pemeriksaan sitokimia.
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
MCV, MCH, MCHC
Untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu kondisi di mana ada terlalu
sedikit eritrosit/ sel darah merah). Indeks/ nilai yang biasanya dipakai antara lain :
• Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu volume
rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan femtoliter/ rata-rata ukuran eritrosit.
• Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu
banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram
• Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit,
dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah “gram hemoglobin per
dL eritrosit”)
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
LED (Laju Endap darah )
Disebut juga Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit,
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingan eritrosit dan plasma.
Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
terkait infeksi
Pemeriksaan Retikulosit
Perhitungan : Retikulosit (%) = [Jumlah retikulosit / Jumlah eritrosit]
X 100
Nilai normal : 0,5-2%
Jika jumlah retikulosit tidak meningkat pada pasien anemia, hal ini
menandakan sumsum tulang tidak memproduksi eritrosit yang
cukup anemia kekurangan besi, anemia aplastik, anemia
pernisiosa, infeksi kronik dan terapi radiasi).
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
TATALAKSANA FARMAKO
NONFARMAKO
Anemia Defisiensi Zat Besi
• Terapi kausal (terhadap penyebab pendarahan): pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorrhagia
• Pemberian preparat besi :
- Zat besi per oral : ferrous sulfat (3 x 200 mg), ferrous glukonat, ferrous fumarat, ferrous laktat,
ferrous suksinat. Berikan setelah makan selama 6 bulan. ES : mual, muntah, konstipasi
- Zat besi parenteral : iron dekstran complex, iron sorbitol citric acid complex. ES lebih banyak,
harga lebih mahal. Diberikan bila terdapat intoleransi oral, kepatuhan yang kurang, colitis
ulseratif, perlu kenaikan Hb cepat, kehilangan darah yang banyak, defisiensi zat besi pada
penderita gagal ginjal
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
• Pengobatan lain
- Diet : makanan bergizi, cukup protein, mineral Fe
- Vitamin C untuk meningkatkan absorpsi zat besi
- Transfusi darah bila ada penyakit jantung, gejala pusing menyolok, perlu tambahan Hb yang
cepat. Yang diberikan : PRC (packed red cell)
- Suplementasi besi untuk ibu hamil dan balita
• Pencegahan
- Pendidikan kesehatan lingkungan : kesehatan lingkungan (sanitasi, lingkungan kerja, pemakaian
alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang)
- Penyuluhan gizi untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi
- Pemberantasan infeksi cacing tambang dengan sanitasi/pengobatan massal
- Suplementasi zat besi pada kelompok penduduk berisiko tinggi seperti ibu hamil dan anak balita
- Fortifikasi makanan dengan zat besi
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku Ajar Ilmu. Penyakit
Dalam Jilid II edisi V.
Thalassemia
1. Untuk mengatasi penurunan hemoglobin: pemberian transfusi teratur,
skrg dipakai hipertransfusi, untuk mencapai hemoglobin diatas 10g/dl
dg jalan pemberian transfusi 2-4 unit darah setiap 4-6 minggu
2. Untuk mencegah penumpukan besi akibat transfusi dan akibat
patogenesis dari thalassemia dg pemberian iron chelator yang
diberikan secara infussion bagian atau scr subkutan
3. Pemberian asam folat 5 mg per hari scr oral untuk mencegah krisis
megaloblastik
4. Untuk mengurangi hemolisis dengan splenektomi
5. Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang
Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE.
Essential Haematology. Fifth Edition
Anemia Aplastic
• Terapi kausal : menghilangkan paparan terhadap agen penyebab
• Terapi suportif :
- Mengatasi infeksi : higiene mulut, menentukan sumber infeksi dan pemberian antibiotik yang tepat,
pemberian transfusi granulosit konsentrat pada sepsis gram negatif berat dan neutropenia berat
- Mengatasi anemia : transfusi PRC
- Mengatasi pendarahan : transfusi konsentrat trombosit
• Terapi perbaikan fungsi sumsum tulang : anabolic steroid oksimetolon 2 – 3 mg/kgBB/hari,
kortikosteroid dosis rendah s/d menengah, prednisone 60 – 100 mg/hari, eritropoietin (EPO)
• Terapi definitif untuk kesembuhan jangka panjang :
• Terapi imunosupresif : anti lymphocyte globulin (ALG), anti thymocyte globulin (ATG),
metilprednisolon dosis tinggi, siklosporin-A, siklofosfamid
• Transplantasi sumsum tulang
Tatalaksana anemia asam folat
• Makan makanan sehat (mengandung asam folat seperti bayam, pasta,
alpukat), dan makan suplemen asam folat sesuai anjuran dokter.
• Obat :
Folic Acid
• 0.4-1 mg PO/IV/IM/SC once daily
https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/ida/treatment
Resiko transfusi darah • Penularan penyakit
• Darah yg akan ditransfusi harus bebas dari
• Demam penyakit menular yg penularannya lewat darah
• Disebabkan oleh antibodi leukosit, antibodi seperti HIV, hepatitis B dan C, dan virus lainnya
trombosit, atau senyawa pirogen. • Bakteri jg dpt mengontaminasi eritrosit dan
trombosit shg dpt menyebabkan infeksi dan
• Reaksi alergi sepsis setelah transfusi
• Reaksi alergi ringan berupa urtikaria yg timbul pd
3% transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat tjd
• Kontaminasi
akibat interaksi IgA pada donor dengan anti-IgA • Yg paling sering terjadi pd transfusi eritrosit:
spesifik pd plasma resipien Yersinia enterocolitica
• Resiko kontaminasi berhubungan langsung
• Reaksi hemolitik dengan lama penyimpanan
• Tjd karena destruksi RBC stlh transfusi akibat darah
yg inkompatibel • Cedera paru akut
• Jika resipien memiliki struktur antigen eritrosit yg • Suatu diagnosis klinik berupa manifestasi
berbeda dengan donor, maka terbentuk antibodi hipoksemia akut dan edema pulmoner
pada tubuh resipien. Reaksi antara antigen eritrosit bilateral yg tjd dlm 6 jam setelah transfusi.
dan antibodi plasma, baik spesifik maupun non • Manifestasi klinik yg ditemui: dispnea,
spesifik menyebabkan antibodi merusak eritrosit takipnea, demam, takikardi, hipo/hipertensi,
dan leukopenia akut sementara
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi VI
Indikasi transfusi
• Scr umum dari bbrp panduan yg sudah dipublikasi, tdk direkomendasikan utk
transfusi profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfusi adalah kadar
Hb <7,0 atau 8,0g/dl, kecuali utk pasien kritis
• Kadar Hb 8,0g/dl adl ambang batas transfusi utk pasien yg dioperasi yg tidak
memiliki faktor iskemia, sedangkan pd pasien dgn resiko iskemia ambang
batasnya bisa dinaikkan hingga 10,0g/dl. Trns profilaksis tetap tdk dianjurkan
• Pemberian transfusi untuk menambah kapasitas pengiriman oksigen tdk
dianjurkan
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
Komplikasi anemia megaloblastik
• Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan penyebab
keadaan yang menimbulkan mekrositosis
• Defisiensi asam folat: dapat menimbulkan cacat lahir pada bayi
• Defisiensi vitamin B12:
• Atrofi optik, opthalmoplegia
• Lesi upper motor neuron, degenerasi subakut medulla spinalis
• Kegagalan otak kronis
• Akibat-akibat dari peningkatan kadar homosistein plasma/serum
• Anemia lekoeritroblastik dan splenomegali
Setiadi S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing: 2014
MALARIA
Definisi Malaria
• Infeksi malaria disebabkan oleh adanya parasite plasmodium didalam
darah atau jaringan yang dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik
yang positif, adanya antigen malaria dengan tes cepat, ditemukan
DNA/RNA parasit pada pemeriksaan PCR.
• Infeksi malaria dapat memberikan gejala: demam, menggigil, anemia,
splenomegaly.
• Pada individu yang imun dapat berlangsung tanpa gejala
(asimtomatis)
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcTgVcl9k41jYWtl4CamnEZ9DChSKRI987pPOaeBdB9xAabIE-B0
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcRHYLt_oKNhd1BhdpfW7Ghc2o08cqefRiQQyJ06ACfQksIhsOmI
OVERVIEW PLASMODIUM LIFE CYCLE
https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/modules/malaria_LifeCycle.gif
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcTI8YreOtmIAJipMgHMGL_Y0XWKNwQ3-wVZhMONInNZL_jmcFVU
SIKLUS HIDUP
Gambaran klinis :
• Anamnesis
- Keluhan utama yang seringkali muncul adalah demam lebih dari 2 hari,
menggigil dan berkeringat
- Demam pada ke-4 jenis malaria berbeda sesuai dengan proses
skizogoninya.
P. Falciparum terjadi setiap hari
P. Vivax / P. Ovale berselang 1 hari
P. Malariae berselang 2 hari
- Selain itu adalah keadaan panas yang sangat tinggi, muntah terus
menerus, air kencing menjadi seperti teh dan volume air kencing yang
berkurang sampai tidak keluar air kencing sama sekali
• Chloroquine schizonticide,gametocide
jika sudah resisten terhadap cholroquine,biasanya dikombinasikan dengan
artesunate atai asam sulfadoxine-prymethamine sebagai pengobatan
p.falciparum
• Hemozoin parasit malaria keracunan heme