Blue Economy (By Self)
Blue Economy (By Self)
Blue Economy (By Self)
LATAR BELAKANG
Sejak berdirinya DKP/KKP pada September 1999, sektor KP
(Kelautan dan Perikanan) berada di persimpangan jalan (at
the cross-road).
Di satu sisi, publik (rakyat) Indonesia mengharapkan sektor
KP mampu meningkatkan kontribusinya secara signifikan bagi
pertumbuhan ekonomi nasional (nilai ekspor, PDB, dan
lapangan kerja); dan mensejahterakan nelayan, pembudidaya
ikan serta masyarakat pesisir Berarti harus meningkatkan
pendayagunaan SDK (Sumberdaya Kelautan dan Perikanan).
Di sisi lain, banyak stok ikan di berbagai wilayah
perairan laut telah mengalami overfishing; ekosistem
pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan
estuari) di berbagai daerah telah rusak; dan perairan
laut pesisir, terutama di kota-kota besar atau daerah
dengan intensitas pembangunan yang tinggi, telah
tercemar Berarti harus mengurangi laju (rate)
pemanfaatan SDK, merehibiltasi ekosistem pesisir yang
rusak, dan memulihkan lingkungan perairan laut pesisir
dari kondisi tercemar.
Ironisnya dan yang lebih menyesakkan dada, mayoritas nelayan dan
masyarakat pesisir yang bermukim dan hidup di daerah-daerah
pesisir yang telah mengalami deplesi SDK dan pencemaran itu masih
berkubang kemiskinan. Lebih dari itu, sejak 2007 Indonesia pun
mengimpor ikan dengan volume dan nilai yang terus meningkat,
termasuk jenis-jenis ikan yang ada di perairan Indonesia.
Padahal, fakta empiris di berbagai belahan dunia membuktikan
bahwa kerusakan lingkungan dan SDK bukan hanya disebabkan oleh
orang-orang kaya yang serakah dan industrialisasi, tetapi juga oleh
kemiskinan absolut (Konphalindo, 2001; Adams, 2009; UNEP, 2012).
Ingat: “people with an empty belly are difficult to think of
conservation, let alone doing conservation” (IUCN, 1983). “Kefakiran
mendekatkan seseorang kepada kekafiran” (HR. Ahmad).
Oleh sebab itu, jika paradigma dan pola pembangunan sektor
kelautan dan perikanan (KP) yang bersifat ‘growth mania’
(menjadikan Indonesia produsen perikanan terbesar di dunia pada
2015), tanpa mempertimbangkan daya dukung (carrying capacity)
lingkungan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, serta distribusi
kesejahteraan (wealth) kepada seluruh stakeholders KP secara adil
tidak dikoreksi; maka dikhawatirkan pembangunan KP tidak akan
berkelanjutan (sustainable).
“Blue economy” sebuah paradigma (konsep)
pembangunan ekonomi yang baru berkembang sejak
satu dekade terakhir, diyakini merupakan konsep yang
tepat untuk dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi
dari sektor KP yang mampu menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
adil, dan secara simultan memelihara daya dukung dan
kualitas lingkungan pesisir dan lautan. Dengan begitu,
maka pembangunan sektor KP diharapkan dapat
berlangsung secara berkelanjutan.
2.1 PERIKANAN GLOBAL
Dalam dekade terakhir, total produksi perikanan
tangkap berfluktuasi pada angka sekitar 90 juta
ton/tahun, atau kondisinya sudah ‘leveling off’ (jenuh).
Total ikan hasil tangkap dunia tertinggi 100 juta ton
terjadi pada 1995.
WORLD ASIA
Capture fisheries 3 2
Aquaculture 4 3
Value of aquaculture product 7 5
Export (Volume) 11 4
Export (Value) 12 4
WORLD MAIN EXPORTER OF FISHERIES
(US$ Billion)
2008 2009 2010
China 10.10 10.24 13.36
Norway 6.63 7.08 9.68
Thailand 6.50 6.17 China 6.98
Vietnam 4.51 4.20
Thailand 4.94
USA 4.26 4.00 4.49
Denmark 4.00 na na
Canada 3.68 3.18 4.01
Indonesia 2.70 2.47 2.89
India 1.90 2.13 2.86
Tabel Potensi Produksi Lestari dan Tingkat
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Indonesia
Produksi
Luas Potensi Tingkat
Tahun
Jenis Kegiatan Perikanan Perairan Produksi (jt Peman-
2010
(juta ha) ton/th) faatan (%)
(jt ton/th)
A. Perikanan Tangkap
1. Laut 580,0 6,5 5,06 77,8
2. Perairan Umum 54,0 0,9 0,45 50,0
B. Perikanan budidaya
1. Laut 24,0 47,0 3,39 7,2
2.Tambak (payau) 1,2 5,0 0,99 19,8
3. Perairan Umum dan
tawar 13,7 5,7 0,50 7,5
TOTAL 672,9 65,0 10,19 15,68
Tabel. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan Pada Masing-masing
Wilayah Pengelolaan Perikanan Tahun 2010
SELAT LAUT
TELUK
SELAT SAMUDERA LAUT CINA LAUT MAKASAR - LAUT LAUT SAMUDERA ARAFURA‑
MALAKA TOMINI-
KELOMPOK HINDIA SELATAN JAWA LAUT BANDA SULAWESI PASIFIK LAUT TIMOR
LAUT SERAM
SUMBER DAYA FLORES TOTAL
IKAN
WPP WPP WPP WPP WPP WPP WPP WPP WPP WPP
WPP 571
572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Ikan Pelagis
27,7 164,8 201,4 66,1 55,0 193,6 104,1 106,5 70,1 105,2 50,9 1.145,4
Besar
Ikan Pelagis
147,3 315,9 210,6 621,5 380,0 605,5 132,0 379,4 230,9 153,9 468,7 3.645,7
Kecil
Ikan Demersal 82,4 68,9 66,2 334,8 375,2 87,2 9,3 88,8 24,7 30,2 284,7 1.452,5
Udang Penaeid 11,4 4,8 5,9 11,9 11,4 4,8 - 0,9 1,1 1,4 44,7 98.3
Ikan Karang
5,0 8,4 4,5 21,6 9.5 34,1 32,1 12,5 6,5 8,0 3,1 145,3
Konsumsi
Lobster 0,4 0,6 1,0 0,4 0,5 0,7 0,4 0,3 0,2 0,2 0,1 4,8
Cumi-cumi 1,9 1,7 2,1 2,7 5,0 3,9 0,1 7,1 0,3 0,3 3,4 28,3
Sumber : Komnas Kajiskan dan Balitbang Kelautan dan Perikanan, KKP 2010
Status Pemanfataan SDI di 11 WPP
Sumber : Komnas Kajiskan dan Balitbang Kelautan dan Perikanan, KKP 2010
III. DOMAIN DAN POTENSI
EKONOMI KELAUTAN
Ekonomi kelautan adalah kegiatan
ekonomi yang berlangsung di wilayah
pesisir dan lautan, dan/atau yang
menggunakan SDA dan jasa-jasa
lingkungan kelautan untuk menghasilkan
barang dan jasa (goods and services) yang
dibutuhkan umat manusia (Dahuri, 2003;
Kildow, 2005).
Sumberdaya Kelautan
1. Sumberdaya yang dapat diperbaharui
- Perikanan
- Hutan Mangrove - Pulau-Pulau Kecil.
- Terumbu Karang - Industri Bioteknologi Kelautan
2 Sumberdaya yang tak dapat diperbaharui:
- Minyak Bumi dan Gas
- Harta Karun (DKP)
- Bahan Tambang dan Mineral lainnya
3. Energi Kelautan:
- Pasang Surut - Gelombang
- Angin - Ocean Thermal Energy Conversion
4. Jasa-Jasa Lingkungan
- Pariwisata
- Perhubungan dan Kepelabuhanan.
- Penampung (Penetralisir) Limbah
- Climate regulator, dll
Sektor Ekonomi Kelautan
(Blue Economy)
1. Perikanan Tangkap (KKP)
2. Perikanan Budidaya (KKP)
3. Industri Pengolahan Hasil Perikanan (KKP)
4. Industri Bioteknologi (KKP)
5. Pertambangan dan Energi
6. Pariwisata Bahari
7. Perhubungan Laut
8. Industri dan Jasa Maritim
9. Sumberdaya Wilayah Pulau Kecil (KKP)
10.Coastal forestry (Hutan Mangrove)
11.Non-conventional resources (KKP)
Tabel. Luas Potensi Lahan Tambak Indonesia
Luas Lahan (ha)
Tingkat
No Provinsi Total Pemanfaatan
Eksis Potensial
Potensi (%)
• Luas : 200.000 ha
• Produksi :200.000 ha x 20 ton kering/ha/th
= 4.000.000 ton/th
= 4 milyar kg/th
• Pendapatan (devisa):
4 milyar kg/th x US$ 1 /kg
= US$ 4 milyar/th= Rp. 36 Trilyun/Tahun
• Pendapatan individu = Rp 3,5 juta/ha/bulan
• Tenaga Kerja = 1 juta orang
POTENSI EKONOMI INDUSTRI
RUMPUT LAUT Eucheuma sp
• Luas : 1 juta ha (4% luas laut potensial)
• Produksi :1000.000 ha x 20 ton
kering/ha/th = 20.000.000 ton/th
= 20
milyar kg/th
• Pendapatan (devisa): 20 milyar kg/th x
US$ 1 /kg = US$ 20 milyar/th
= Rp. 180 Trilyun/Tahun.
• Pendapatan individu =
Rp 12 juta/ha/bulan
BUDIDAYA KERAPU BEBEK
Biaya-biaya
Harga bibit 32.000 ekor Rp 10.500 Rp336.000.000
Pakan 41.600 kg
a. Pelet 2 mm 18.000 kg x Rp 30.000/kg Rp540.000.000
b. Pelet 5 mm 23.500 kg x Rp 17.500/kg Rp411.250.000
Rp951.250.000
Tenaga kerja
8 orang x 13 bulan x upah Rp 2.500.000 Rp260.000.000
2 orang x 13 bulan x upah Rp 5.000.000 Rp130.000.000
Rp390.000.000
KJA Rp2.370.000.000
Keuntungan
Penjualan dikurangi dengan biaya-biaya
Penjualan Rp7.488.000.000
Biaya-biaya Rp4.047.250.000
Total keuntungan Rp3.440.750.000
BUDIDAYA KERAPU MACAN
KJA 4m x 4 m 6 lubang 10 unit
Penjualan
Bibit yang ditebar 750 ekor x 6 lubang x 10 unit 45.000 ekor
Mortality rate 8 % 41.400 ekor
Dalam 11 bulan per ekor menjadi 1 kg
Harga jual Rp 150.000/kg 41.400 kg
Total penjualan Rp 6.210.000.000
Biaya-biaya
Harga bibit 45.000 ekor Rp 3.500 Rp 157.500.000
Pakan FCR 1,8 x 41.400 kg = 74.520 kg
a. Pelet 2 mm 30.000 kg x Rp 25.000/kg Rp 750.000.000
b. Pelet 5 mm 44.520 kg x Rp 15.000/kg Rp 667.800.000
Rp 1.417.800.000
Tenaga kerja
8 orang x 13 bulan x upah Rp 2.500.000 Rp 260.000.000
2 orang x 13 bulan x upah Rp 5.000.000 Rp 130.000.000
Rp 390.000.000
KJA Rp1.736.000.000
Keuntungan
Penjualan dikurangi dengan biaya-biaya
Penjualan Rp 6.210.000.000
Biaya-biaya Rp 3.543.800.000
Total keuntungan Rp 2.666.200.000
BUDIDAYA BAWAL BINTANG
KJA OKTAGONAL dameter 7,5 m 6 lubang 10 unit
Penjualan
Bibit yang ditebar 6.000 ekor x 6 lubang x 8 unit 28.800 ekor
Mortality rate 6 % 270.720 ekor
Dalam 11 bulan per ekor menjadi 1,2 kg
Harga jual Rp 70.000/kg 324.864 kg
Total penjualan Rp 22.740.480.000
Biaya-biaya
Harga bibit 288.000 ekor Rp 1.500 Rp 432.000.000
Pakan FCR 1,8 x 324.864 kg = 584.756,2 kg
a. Pelet 2 mm 250.000 kg x Rp 17.500/kg Rp 4.375.000.000
b. Pelet 5 mm 334.755,2 kg x Rp 5.800/kg Rp 1.941.580.160
Rp 6.316.580.160
Tenaga kerja
8 orang x 13 bulan x upah Rp 2.500.000 Rp 260.000.000
2 orang x 13 bulan x upah Rp 5.000.000 Rp 130.000.000
Rp 390.000.000
KJA Rp5.940.000.000
Keuntungan
Penjualan dikurangi dengan biaya-biaya
Penjualan Rp 22.740.480.000
Biaya-biaya Rp 12.646.580.160
Total keuntungan Rp 10.093.899.840
Total Potensi Ekonomi Kelautan: US$
1.200 miliar/tahun (Rp 11.000
triliun/tahun) atau lebih dari 10 kali
lipat APBN 2010 atau 2,5 PDB
Nasional saat ini
(PKSPL-IPB, 2011)
IV. TANTANGAN DAN
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
KELAUTAN DAN PERIKANAN
1. Dari status tingkat pemanfaatan SDI laut diatas (Bab II)
jelas, bahwa baik di tataran global maupun di
Indonesia, perikanan tangkap di laut telah fully
exploited atau overfishing Artinya: tidak boleh
meningkatkan laju penangkapan ikan (menambah
fishing effort). Bahkan, harusnya kita mengurangi
fishing effort (jumlah kapal ikan dan jumlah nelayan).
taking fish
from the
oceans
faster than
they can
reproduce.
31
PS-PSL KELAS KHUSUS
Penyebab overfishing:
(1) sifat SDI sebagai ‘common-property resource’
‘open access’ (harusnya controlled fisheries)
Carrying Demand
Capacity (Market)
ASSESMENT
•Potential
•Problems & Issues
PLANNING
CONTROLLING ORGANIZING