Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Slide GBS Journal - GEDE - 10542048513

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

OUTCOME OF GUILLAIN–BARRE

SYNDROME PATIENTS WITH


RESPIRATORY PARALYSIS
Pembimbing :
Dr. H. Abdul Hamid, Sp.S

Gede Padmawijaya
Erdhy Fardhani Achmad
Guillain–Barré syndrome (GBS)
Pada tahun 1859, seorang neurolog
Perancis, Jean Baptiste Octave Landry
de Thézillat pertama kali menulis
tentang penyakit ini dalam sebuah
artikel “ A note on acute ascending
paralysis “.

istilah “landry ascending paralysis” diperkenalkan oleh


Westphal.
Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl
menjelaskan tentang adanya perubahan khas
berupa peninggian protein cairan serebrospinal
(CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel.
Keadaan ini disebut sebagai disosiasi
sitoalbuminik.

Nama Guillain–Barré syndrome (GBS)


dipopulerkan oleh Draganescu dan
Claudian (1927).
Pengertian

GBS adalah suatu polineuropati


yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah
1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut.

GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai


adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis.
Epidemiologi
Dowling dkk mendapatkan frekwensi tersering
pada akhir musism panas dan musim gugur
dimana terjadi peningkatan kasus influenza.

GBS adalah Penyebab paling umum dari


paraplegia akut dan angka kejadian di seluruh
dunia adalah 1,2-3 / 100 000 populasi per tahun.

Kejadian GBS meningkat seiring bertambahnya


usia dari 0,8 pada usia <18 tahun menjadi 3,2
pada 60> tahun.
Etiologi
Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin
ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

 Infeksi
 Vaksinasi
 Pembedahan
 Penyakit sistematik:
 keganasan
 systemic lupus erythematosus
 tiroiditis
 penyakit Addison
 Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non
spesifik.
Patogenesis
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme
yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. didapatkannya antibodi atau adanya respon


kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap
agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen
antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf
tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf
tepi.
Gejala klinis
SBG ditandai dengan:
 kelumpuhan akut
 disertai hilangnya refleks-refleks tendon
 didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam
 disosiasi sitoalbumin pada likuor
 gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute
of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS)
Paralisis pernafasan adalah komplikasi GBS yang ditakuti dan
terjadi pada 40% pasien.

Pada pasien GBS dengan kegagalan pernafasan dan


kelemahan bulbar, telah disarankan menggunakan intubasi
elektif dan ventilasi buatan.
Ventilasi mekanis (MV) memiliki komplikasi yang melekat
seperti ventilator associated pneumonia (VAP), sepsis,
pneumotoraks dan infeksi saluran, yang terjadi pada 15-40%
pasien.
Waktu tinggal di ICU yang berkepanjangan dan kematian
Penelitian ini untuk membandingkan klinis ,karakteristik
neurofisiologis dan hasil pasien dengan gangguan pernafasan yang
berventilasi mekanis berdasarkan perubahan parameter gas darah
arteri (ABG) dengan pasien yang tidak berventilasi mekanis
meskipun mereka memenuhi kriteria untuk menggunakan Ventilasi
di GBS.

Pasien dengan GBS yang mengalami kegagalan pernapasan


dievaluasi secara prospektif. Penelitian ini telah disetujui oleh
Institute Ethics Committee.
 Pemilihan pasien
Diagnosis GBS didasarkan pada kriteria National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS).
Pasien dengan kelumpuhan periodik, porfiria, myositis virus,
penyakit enteroviral polio dan non polio, difteri, botulisme, rabies
dan neuropati toksik dikeluarkan.
Pasien didefinisikan memiliki gnggun pernafasan berdasarkan
kriteria klinis; Hitung nafas tunggal <12 dan laju pernafasan>
30 / menit.

Pasien-pasien ini dipantau secara ketat di ICU

Pasien-pasien tersebut diintubasi dan diberi ventilasi


mekanis berdasarkan ciri-ciri berikut pada analisis ABG (a +
b atau c).
(A) Ketidakmampuan mempertahankan PaO2>
60 mmHg pada ventimask.
(B) PaCO2> 50 mmHg
(C) pH <7,3

Pasien yang tidak memenuhi kriteria intubasi di atas tidak


diintubasi. Pasien ditindaklanjuti dengan seksama di ICU.
Result
44 Pasien
membutuhkan ventilasi Sesuai
mekanik kriteria ABG
369 Pasien 102 (27.6%)
GBS yang memiliki masalah 58 Pasien tidak
diterima pernapasan membutuhkan ventilasi
mekanik

■ Pada pasien yang memiliki resiko di bawah ini adalah pasien yang dapat di berikan ventilator, seperti :
- Diotonomia
- Kelemahan wajah
- Kelemahan bulbar
- Tingkat SGPT yang tinggi

■ Tidak ada perbedaan signifikan dari pasien menggunakan ventilator mekanik dan tidak menggunakan
ventilator mekanik, seperti demografi, onset penyakit, nyeri radicular dan tingkat protein CSF.
Outcome
■ Dalam penelitian ini terdapat 7 pasien yang meninggal di rumah sakit yang terdiri dari 5 (11.4%)
kelompok pengguna ventilator mekanik dan 2 (3.4%) pada kelompok tidak menggunakan
ventilator mekanik.
■ Pada kelompok pengguna ventilator mekanik, hal itu disebabkan karena :
- Pneumonia (2 pasien)
- Disotonomia (3 pasien)
■ Pada kelompok pengguna tanpa ventilator mekanik, hal itu disebabkan karena :
- Serangan jantung
- Diotonomia
■ Komplikasi terkait ventilator terjadi pada 19 (43,2%) pasien, terdiri dari VAP dalam 16 (34,4%)
pasien, kolaps paru pada 2 (4,5%) pasien, pneumotoraks pada 1 (2,3%) pasien dan sepsis pada 1
(2,3%) pasien.
■ Komplikasi pada kelompok non-MV, hanya tiga (5,2%) pasien yang mengalami komplikasi
termasuk pneumonia pada 2 (3,4%) pasien dan infeksi saluran kemih pada1 (1,7%) pasien.
Outcome
■ Selama 3 bulan follow up, terdapat 32 (43%) pasien sembuh total, 37 (39,4%) sembuh sebagian
dan 25 (26,6%) mengalami pemulihan yang buruk.

• Pasien GBS dengan masalah pernafasan yang


tidak memerlukan Vmechanical Ventilator (MV)
memiliki frekuensi pemulihan total yang
signifikan lebih tinggi (23/55; 41,8%)
dibandingkan dengan mereka yang mendapat
ventilasi mekanis (9/39; 23%).
Discussion
■ Dalam penelitian kami, 102 (27,6%) pasien dengan GBS memiliki masalah pernafasan, 43% di
antaranya membutuhkan MV berdasarkan kriteria ABG.
■ Tingkat keparahan kelemahan (MRC grade ≤2) merupakan prediktor independen ventilasi
mekanis.
■ Kami telah mengikuti kriteria konservatif untuk ventilasi mekanis, yaitu kami mengandalkan
ABG dan memiliki intubasi yang ditangguhkan pada orang-orang dengan gangguan pernafasan
namun mempertahankan ABG dan mereka yang memiliki kelemahan bulbar.
■ Intubasi dan ventilasi buatan memiliki komplikasi bawaan pneumonia, pneumotoraks dan
sepsis yang menyebabkan angka kematian dan morbiditas lebih tinggi.
■ Dalam penelitian ini, kriteria dilakukan pemberian ventilasi adalah sebagai berikut:
kegagalan ventilasi dengan kapasitas vital kurang dari <12-15 ml / kg, pO2 di bawah 70 mm
Hg atau paresis orofaringeal berat dengan kesulitan dalam membersihkan sekresi atau
batuk atau aspirasi berulang
Discussion
■ Dalam penelitian kami, kami belum mengintubasi pasien dengan kelemahan bulbar kecuali
mereka menderita hipoksia atau kelainan ABG. 21 dari 57 pasien dengan kelemahan bulbar
dapat dikelola tanpa ventilasi buatan. Tidak ada perbedaan angka kematian namun pasien
dengan ventilasi memiliki frekuensi pneumonia dan infeksi yang lebih tinggi.
Limitations
■ Penelitian saat ini dibatasi oleh kurangnya pemeriksaan/penilaian spirometrik.
■ Temuan kami menunjukkan bahwa dengan menggunakan kriteria ABG, MV dapat ditangguhkan
pada 55% pasien dengan GBS yang seharusnya telah mendapat ventilasi. Protokol ini tampaknya
aman, mengurangi komplikasi terkait ventilator dan mungkin berlaku terutama di negara-negara
miskin sumber daya. Penelitian prospektif lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi
pengamatan ini.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai