Penalaran - TEORI AKUNTANSI
Penalaran - TEORI AKUNTANSI
Penalaran - TEORI AKUNTANSI
1.
Pernyataan merupakan masukan (input) dari penalaran. Asersi adalah penegasan tentang
sesuatu hal atau realitas yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau ungkapan. Asersi ini harus
dikuantifikasikan untuk membatasi asersi universal/umum menjadi spesifik dan menentukan
Keyakinan (belief)
Keyakinan bahwa pernyataan konklusi valid adalah keluaran (output) dari penalaran. Keyakinan
adalah kebersediaan untuk menerima bahwa suatu asersi adalah benar tanpa memperhatikan
apakah argumen valid atau tidak atau apakah asersi tersebut benar atau tidak.
Properitas keyakinan terdiri dari:
Keadabenaran: suatu keyakinan proper bila ada kebenarannya
Bukan pendapat: suatu keyakinan harus bukan merupakan pendapat seorang (paling tidak
pendapat seorang yang sudah disetujui bersama-sama)
Bertingkat: ada tingkatan keyakinan (tidak yakin-yakin sekali)
Berbias: keyakinan bisa berbeda-beda tiap orang, dipengaruhi berbagai hal (contoh,
keyakinan bahwa ajaran suatu agama paling benar)
Bermuatan nilai: keyakinan dilekati nilai-nilai (etika, moral, agama)
Berkekuatan: kekuatan keyakinan orang.
Veridikal: kesesuaian keyakinan dengan kenyataan.
Argumen (argument)
Argumen merupakan proses dari penalaran, yaitu proses saling menginferensikan pernyataanpernyataan yang ada. Argumen merupakan serangkaian asersi beserta inferensi atau
penyimpulan yang terlibat di dalamnya, merupakan poin penting dalam penalaran. Argumen ini
merupakan bukti rasional akan kebenaran suatu pernyataan. Berarti, argumen berfungsi untuk
memelihara, membentuk, atau mengubah keyakinan.
Diatas terlihat bahwa argumen terdiri dari asersi.
Argumen terdiri dari Argumen deduktif dan nondeduktif (induktif, analogi, sebab akibat).
Argumen deduktif adalah argumen yang simpulannya diturunkan dari serangkaian asersi umum
yang disepakati atau dianggap benar (disebut premis baik major maupun minor). Pada umumnya
berstruktur silogisma sehinga disebut argumen logis (logical argument).
Contoh:
Semua binatang menyusui berparu-paru.
Kucing adalah binatang menyusui.
Kesimpulannya, kucing berparu-paru.
Kriteria kebenaran argumen deduktif ini adalah kelengkapan, kejelasan (apakah artinya jelas),
validitas (konklusi mengikuti premis), keterpercayaian (premis dapat dipercaya)
. Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif adalah kebenaran logis bukan kebenaran
empiris (realitas).
Kriteria kebenaran logis: semua premis benar, konklusi mengikuti semua premis, semua
premis dapat diterima.
Argumen induktif adalah argumen yang simpulannya merupakan perampatan atau generalisasi
dari keadaan atau pengamatan khusus sebagai premis. Generalisasi menjadikan argumen
induktif merupakan argumen ada benarnya (plausible argument) bukan argumen pasti benarnya
atau logis (logical argument).
Contoh argumen induktif:
Kebanyakan orang Jawa Timur berani bicara.
Wardoyo orang Jawa Timur.
Kesimpulannya, Wardoyo berani berbicara. Argumen ini boleh jadi benar atau belum tentu benar
(untuk meyakinkan, perlu dilekati confidence level, misalnya 95%).
Argumen Analogi: Argumen yang menurunkan konklusi atas dasar kemiripan karakteristik, pola,
fungsi, atau hubungan unsur suatu objek yang disebutkan dalam asersi. Kemiripan ini
merupakan hubungan konseptual bukan hubungan fisis atau keidentikan. Analogi ini memiliki
kelemahan, karena bagaimanapun juga apa yang dianalogikan memiliki banyak kelemahan.
Perbedaan yang melemahkan konklusi sering disembunyikan, padahal perbedaan sering lebih
dominan daripada kemiripan.
Argumen Sebab Akibat: Argumen untuk mendukung bahwa perubahan faktor tertentu
disebabkan oleh faktor yang lain. Kriteria penyebaban: Faktor sebab bervariasi dengan faktor
akibat (efek), faktor sebab terjadi sebelum atau mendahului faktor akibat, tidak ada faktor lain
selain faktor sebab yang diidenfikasi.
III.
Kecohan (Fallacy)
Keyakinan semu atau keliru akibat orang terbujuk oleh suatu argumen yang mengandung catat
(faulty) atau tidak valid.
Orang dapat terkecoh akibat taktik membujuk selain dengan argumen yang valid.
Orang dapat mengecoh atau terkecoh disebabkan oleh: Strategem
Strategem
Stretegem merupakan suatu pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan
sesorang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid dan masuk akal. Strategem itu
sendiri merupakan salah satu bentuk argumen karena mengupayakan agar seseorang bersedia
melakukan sesuatu. Strategem biasanya digunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya
keliru atau lemah dengan cara melakukan suatu kebohongan atau muslihat.
Terdapat beberapa bentuk stratregem yang sering di jumpai dalam masyarakat, yaitu: persuasi
taklangsung, membidik orangnya, menyampingkan masalah, misrepresentasi, imbauan cacah,
imbauan autoritas, imbauan tradisi, dilema semu, dan imbauan emosi.
Salah Nalar
Salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan
kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian
tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidahkaidah penalaran yang valid.
Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai yaitu: menegaskan konsekuen,
menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis,
perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.
IV.
Selain strategem dan salah nalar, hal lain yang juga dapat mengakibatkan kecohan dalam proses
penalaran adalah terletak pada aspek manusia itu sendiri. seperti yang telah dikemukakan
bahwa suatu proses dalam merubah keyakinan akan melibatkan dua pihak, yaitu manusia yang
memiliki keyakinan itu sendiri dan asersi. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia
berargumen, sedangkan asersi tidak semua dapat ditentukan kebenarannya secara objektif.
Beberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang penalaran dan pengembangan ilmu,
yaitu: penjelasan sederhana, kepentingan mengalahkan nalar, sindroma tes klinis, mentalitas
djoko tingkir, persistensi, fiksasi fungsional, dan merasionalkan daripada menalar. Dalam hal
penalaran manusia tidak selalu rasional dan bersedia beragumen, sementara itu tidak semua
asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas.
Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Namun, pada kenyataannya
keinginan yang kuat untuk memperoleh penjelasan sering menjadikan orang puas dengan
penjelasan sederhana yang pertama kali ditawarkan, sehingga dia tidak lagi berupaya untuk
mengevaluasi secara seksama kelayakan penjelasan dan membandingkannya dengan penjelasan
alternatif.
Bila keputusan terlanjur diambil padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, maka
orang cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan.
Dikarenakan tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan yang
terbukti salah.