Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Sifat Air Semen Dan Agregat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat

agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen
dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Seperti substansi substansi mirip
batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat
rendah. Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana
tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton.
Murdock dan Brook (1986) secara jelas menyebutkan bahwa beton adalah suatu
bahan bangunan dan bahan konstruksi, yang sifat-sifatnya dapat ditentukan lebih
dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahanbahan yang dipilih. Bahan-bahan pilihan itu adalah ikatan keras, yang ditimbulkan
oleh reaksi kimia antar semen dan air, serta agregat, dimana semen yang mengeras
itu ber-adhesi dengan baik maupun kurang baik. Agregat boleh berupa kerikil, batu
pecah, sisa bahan mentah tambang, agregat ringan buatan, pasir, atau bahan sejenis
lainnya.
Kekuatan, keawetan, dan sifat beton tergantung dari nilai perbandingan bahan dasar
beton, sifat bahan dasarnya, cara pengadukan, pengerjaan, penuangan, pemadatan
serta perawatan selama proses pengerasan. Untuk membuat beton yang baik maka
harus diperhitungkan cara mendapatkan adukan beton segar yang baik dan beton
keras yang dihasilkan juga baik.
Bahan-Bahan Penyusun Beton
A. Semen Portland
Semen Portland (Portland cement) merupakan bahan ikat yang sangat penting
dalam konstruksi beton, yang bersifat hidrolis, yaitu akan mengalami proses
pengerasan jika dicampur air yang digunakan untuk mengikat bahan material
menjadi satu kesatuan yang kuat. Suatu semen jika diaduk dengan semen air
akan menjadi adukan pasta semen, Sedangkan jika diaduk dengan air kemudian
ditambah pasir menjadi mortar semen, dan jika ditambah dengan kerikil
menjadi beton (Tjokrodimujo, 1992).
Semen Portland berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan bangunan yang lain (batu
bata, batu kali, pasir). Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran
agregat.
Kandungan bahan kimia dalam semen dapat dilihat dalam Tabel 1. ( Tjokrodimuljo,
1992).

Tabel 1. Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Bahan Baku Semen

Oksida

Kapur, CaO

60-65

Silika, SiO2

17-25

Alumina, Al2O3

3-8

Besi, Fe2O3

0,5-6

Magnesia, MgO

0,5-4

Sulfur, SO3

1-2

Soda/potash, Na2O + K2O

0,5-1

Semen portland dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu ( Tjokrodimuljo, 1992):

Tipe I

untuk konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak


diperlukan.

Tipe IA

: semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe I.

Tipe II

untuk konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap


sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.

Tipe IIA

: semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe II.

Tipe III

Tipe IIIA

untuk konstruksi dimana kekuatan permulaan yang tinggi


diinginkan.

: semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe III.

Tipe IV

untuk konstruksi dimana panas yang rendah dari hidrasi


diinginkan.

Tipe V

untuk konstruksi dimana daya tahan tinggi terhadap sulfat


diinginkan.

B. Air

Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia, dengan semen
untuk pembentukan pasta semen. Air juga digunakan untuk pelumas antara butiran
dalam agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam penerjaan beton. Air yang
dapat diminum umunya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang
mengandung senyawa-senyawa berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau
bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas
beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan (Mulyono, 2004).
Air dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan semen.
Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan beton. Namun air yang
terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi yang tidak merata.
Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyratan sebagai berikut
ini (Tjokrodimuljo, 1992).
1. Tidak mengandung organik (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik,
dll) lebih dari 15 gram/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

C. Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton (Tjokrodimuljo, 1992). Agregat ini harus bergradasi
sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang
utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuan kecil befungsi sebagai
pengisi celah yang ada diantara agregat berukuran besar ( Nawy, 1990). Dua jenis
agregat adalah:
1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah)
2. Agregat halus (pasir)

Agregat Kasar
Agregat kasar adalah kerikil yang dihasilkan secara alami atau berupa batu yang
dipecah dan bergradasi antara 5-40 mm. Syarat-syarat agregat kasar:
1. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
2. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton,
seperti zat-zat yang reaktif alkali.
4. Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 1 %. Apabila kadar
Lumpur melampaui 1 % maka agregat kasar harus dicuci.
Jenis agregat kasar yang umum digunakan (Nawy, 1990):
1. Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah alami yang
digali. Batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen, atau jenis
metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton,
batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran
dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.
2. Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi
maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan
kekuatan yang lebih rendah dibandingkan batu pecah, tetapi memberikan
kemudahan pengerjaan yang lebih tinggi.
3. Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan
utnuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti
blast-furnace dan lain-lain.
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Dengan adanya tuntutan
yang spesifik pada zaman atom sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi
nuklir ssebagai akibat dari semakin banyaknya pembangkit atom dan stasiun
tenaga nuklir, maka perlu ada beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar
gamma, dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat
kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat kasar yang
dikalsifikasikan di sini misalnya baja pecah, barit, dan limonit.

Agregat Halus
Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintregasi alami batuan ataupun pasir
yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir lebih kecil
dari 3/16 inci atau 5 mm (lolos saringan no. 4).
Pada umumnya agregat halus yang dipergunakan sebagai bahan dasar pembentuk
beton adalah pasir alam, sedangkan pasir yang dibuat dari pecahan batu umumnya
tidak cocok untuk pembuatan beton karena biasanya mengandung partikel yang
terlalu halus yang terbawa pada saat pembuatannya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat halus menurut spesifikasi bahan
bangunan bagian A (SK SNI S-04-1989-F) adalah sebagai berikut ini.
1. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan 2,2.
2. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.
3. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut:

Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12 %

Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 10 %

4. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 % (ditentukan
terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian
yang dapat melalui ayakan 0,060 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5 %,
maka agregat halus harus dicuci.
5. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak
yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari AbramsHarder. Untuk itu,
bila direndam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap
daripada warna larutan pembanding. Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan desak adukan agregat
tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan
agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci
hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.

6. Susunan besar butir agregat halus harus memenuhi modulus kehalusan antara
1,5 3,8 dan harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya.
Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah
satu dalam daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3, dan 4 dan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Sisa di atas ayakan 4,8 mm, harus maksimum 2 % berat

Sisa di atas ayakan 1,2 mm, harus maksimum 10 % berat

Sisa di atas ayakan 0,3 mm, harus maksimum 15 % berat

7. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir dengan alkali
harus negatif.
8. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,
kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahanbahan yang
diakui.
9. Agregat halus yang digunakan untuk maksud spesi plesteran dan spesi terapan
harus memenuhi persyaratan di atas (pasir pasang)
Susunan besar butir agregat halus lebih penting daripada susunan besar butir agregat
kasar, karena agregat halus bersama dengan semen dan air membentuk mortar yang
akan melekatkan dan mengisi rongga-rongga antar butiran agregat kasar sehingga
beton yang dihasilkan permukaannya menjadi rata. Pemakaian agregat halus yang
terlalu sedikit akan mengakibatkan:
1. Terjadi segregasi, karena agregat kasar dengan mudah saling memisahkan diri
akibat mortar yang tidak dapat mengisi rongga-rongga antara butiran agregat
kasar dengan baik.
2. Campuran akan kekurangan pasir, yang disebut under sanded.
3. Adukan beton akan menjadi sulit untuk dikerjakan sehingga dapat
menimbulkan sarang kerikil.
4. Finishing akan menghasilkan beton dengan permukaan kasar.
5. Beton yang dihasilkan menjadi tidak awet.

Jika pemakaian agregat halus terlalu banyak maka akan mengakibatkan:


1. Campuran menjadi tidak ekonomis.
2. Diperlukan banyak semen untuk mencapai kekuatan yang sama yang
dihasilkan oleh campuran dengan perbandingan optimum antara agregat halus
dan agregat kasar.
3. Campuran akan kelebihan pasir, yang disebut over sanded.
4. Beton yang dihasilkan menunjukkan gejala rangkak dan susut yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai