Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Dasar Teori

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

2.1.

Cahaya dan Sifat-sifatnya


Cahaya merupakan energi berbentuk gelombang dan sangat membantu kita untuk melihat.
Cahaya mempunyai sifat-sifat yaitu cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat
melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru di ruang gelap. Apabila cahaya terhalang,
bayangan dihasilkan dari cahaya yang bergerak lurus dan tidak dapat berbelok, namuk dapat
dipantulkan. Keadaan ini disebut sebagai pantulan cahaya (Utami, 2000).
Cahaya dibiaskan apabila bergerak miring melalui medium yang berbeda seperti dari udara ke
kaca lalu melewati air. Keadaan ini disebut sebagai pembiasan cahaya. Hal ini karena cahaya bergerak
lebih cepat di medium yang kurang padat. Cahaya yang datang dengan sudut 90, tegak lurus, dan
melalui medium berbeda tidak dibiaskan. Contoh pembiasan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
pada sedotan minuman yang terlihat bengkok dan lebih besar di dalam air, atau pada dasar kolam
terlihat lebih dangkal dari kedalaman sebenarnya (Utami, 2000).
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, pada umumnya kecepatan cahaya yang
diketahui adalah 3 x 10
8
m/s. Cahaya memiliki sifat yang disebut dualisme yaitu cahaya dapat desbut
sebagai partikel dan cahaya juga dapat disebut sebagai gelombang. Cahaya tampak, mempunyai
macam-macam spektrum waran, yang panjang gelombangnya berkisar antara 380-750 nm. Selain sifat
dualisme, cahaya juga memiliki sifat yang lain yaitu, cahaya dapat dipantulkan (refleksi), cahaya
dapat dibiaskan (refraksi), cahaya juga mengalami pelenturan (difraksi), cahaya juga mengalami
interferensi (penggabungan), dan cahaya juga mengalami penguraian (dispersi), serta cahaya
mengalami polarisasi (pengutuban arah getar) (Zemansky, 2000).
Pada percobaan spektrometer kali ini, perjalanan cahaya akan dibagi menjadi dua, yaitu cahaya
akan dibiaskan dua kali dengan prisma dan cahaya akan diuraikan panjang gelombangnya masing-
masing (Zemansky, 2000).
2.1. Jenis cahaya.
Di sini sifat cahaya yang digunakan adalah cahaya dapat dibiaskan serta dapat diuraikan. Hal
inilah yang membuktikan bahwa suatu sumber cahaya memiliki dua macam, yaitu cahaya
polikromatis serta monokromatis (Zemansky, 2000).
2.1.1. Cahaya Polikromatis
Cahaya polikromatis adalah cahaya yang masih bisa diuraikan lagi menjadi bermacam-macam
komponen warna, serta cahaya ini memiliki berbagai macam panjang gelombang berdasarkan macam
komponen warnanya. Contoh cahaya polikromatis adalah cahaya putih, dimana cahaya putih dapat
diuraikan lagi menjadi cahaya merah, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (Zemansky, 2000).
2.1.2. Cahaya Monokromatis
Sedangkan cahaya monokromatis adalah cahaya yang tidak bisa diuraikan lagi. Contihnya
warna merah, bebarti cahaya tersebut hanya mempunyai spektrum warna merah dan panjang
gelombang untuk warna merah itu sendiri (Zemansky, 2000).
Cahaya-cahaya ini memiliki panjang gelombang yang berbeda. Semakin panjang gelombang,
memiliki indeks bias yang berbeda. Semakin kecil panjang gelombang, semakin besar indeks biasnya.
Tiap cahaya mempunyai sudut deviasi yang berbeda. Selisih antara sudut deviasi untuk cahaya ungu
dan merah disebut sudut dispersi. Besar sudut dispersi dapat dituliskan sebagai berikut :
=
u

m
= (n
u
- n
m
) ......... (2.1)
Dimana adalah sudut dispersi, n
u
adalah indeks biasa sinar ungu, n
m
adalah indeks biasa sinar
merah,
u
adalah deviasi sinar ungu, dan
m
adalah deviasi sinar merah (fisikon.com/kelas3.index.php?
... gelombang-cahaya&Itemid=87)
2.2. Prinsip Huygens
Ilmuan Belanda, Christiaan Huygens (1629-1695), sezaman dengan Newton, mengusulkan teori
gelombang dari cahaya yang memiliki banyak keuntungan. Yang masih berguna sekarang adalah
teknik yang ia kembangkan untuk meramalkan posisi berikutnya dari sebuah muka gelombang jika
posisi sebelumnya diketahui. Teknik ini dikenal dengan prinsip Huygens dan dapat dinyatakan
sebagai berikut : Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai sumber gelombang-
gelombang kecil yang menyebar maju dengan laju yang sama dengan laju gelombang itu sendiri.
Muka gelombang yang baru merupakan sampul dari semua gelombang-gelombang kecil tersebut,
yaitu tangen (garus singgung) dari semua gelombang tersebut (Giancoli, 2001).

Gambar 2.1. Prinsip Huygens.
2.3. Pembiasan oleh Prisma
Bila sebuah gelombang cahaya menumbuk sebuah antarmuka (interface) halus yang
memisahkan dua material transparan (material tembus cahaya) (seperti udara dan kaca atau air dan
kaca), maka pada umumnya sebagian gelombang itu direfleksikan dan sebagian lagi direfraksikan
(ditransmisikan) ke dalam material kedua. Dapat dijelaskan arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan
dan sinar yang direfraksikan pada antarmuka yang halus di antara dua material optik sebagai sudut-
sudut yang dibuat oleh sinar normal terhadap permukaan tersebut di titik masuk seperti gambar
berikut :
Gambar 2.2. Proses refleksi dan refraksi sinar.
Sedangkan nilai indeks bias pada prisma dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

........... (2.2)(Young, 2001)


Kita menjelaskan arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada
antarmuka yang halus di antara dua material optik sebagai sudut-sudut yang dibuat oleh sinar-sinar itu
dengan garis normal di titik masuk. Indeks refraksi dari sebuah materila optik yang dinyatakan dengan
n, yaitu rasio dari laju cahaya (c) dalam ruang hampa terhadap laju cahaya (v) dalam material itu

....... (2.3)
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya yang datang
dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang
membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada
waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan (Giancoli, 2001).
2.4. Dispersi Cahaya
Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari gelombang-gelombang dengan panjang
gelombang yang membentang melalui seluruh spektrum tampak. Laju cahaya dalam ruang hampa
adalah sama untuk semua panjang gelombang, tapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda
untuk panjang gelombang yang berbeda. Maka indeks refraksi sebuah material bergantung pada
panjang gelombang. Kebergantungan laju gelombang dan indeks bias refraksi pada panjang
gelombang dinamakan dispersi (Young, 2001).
Selain terjadi secara alami melalui proses terbentuknya pelangi, proses dispersi cahaya juga
dapat diamati dengan menggunakan prisma. Ketika seberkas cahaya datang tegak lurus pada
permukaan prisma, maka bagian berkas cahaya tersebut akan diteruskan tanpa berubah arah (sudut
datang sama dengan nol derajat). Berkas cahaya yang datang pada prisma di sebelah atas akan
mengalami pembelokan/deviasi ke bawah. Besar deviasi ini bergantung pada sudut puncak prisma dan
indeks bias prisma. Dengan cara yang sama bagian berkas cahaya yang hatuh pada prisma di sebelah
bawah akan mendapat deviasi ke atas. Akibatnya ada suatu daerah yang dilalui oleh semua cahaya
yang dibiasi (Sutrisno, 1979).
2.5. Hukum Snellius
Hukum refleksi dan hukum refraksi mengenai arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan
sinar yang direfraksikan pada antarmuka yang halus di antara dua material optik adalah :
1. Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan, dan normal
permukaannya semuanya terletak pada bidang yang sama.
2. Sudut refleksi r sama dengan sudut masuk a untuk semua panjang gelombang dan
untuk setiap pasangan material.
r = a ..................(2.4)
3. Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada
sisi yang berlawanan dari antarmuka itu, rasio dari sinus sudut a dan b, dimana kedua
sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan sama dengan kebalikan dari rasio kedua
indeks refraksi :

........ (2.5)

Persamaan ini dinamakan hukum refraksi atau hukum snellius. Persamaan ini memperlihatkan
bahwa apabila sebuah sinar lewat dari satu material (a) kedalam material lain (b) yang mempunyai
indeks refraksi yang lebih besar (n
b
> n
a
) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu
lebih lambat, maka sudut b dengan normal lebih kecil dalam material kedua daripada sudut a
dalam material pertama, maka sinar itu dibelokkan mendekati normal. Apabila material kedua itu
mempunyai indeks refraksi yang lebih kecil daripada material pertama (n
b
< n
a
) dan karena itu maka
laju gelombang dalam material itu lebih cepat, maka sinar itu dibelokkan menjauhi normal
(Zemansky, 2001).
2.6. Prisma
Prisma adalah alat optik yang digunakan untuk merefleksikan cahaya putih untuk memisahkan
(dispersi) menjadi spektrum warna pelangi. Apabila seberkas cahaya masuk pada salah satu
permukaan prisma, cahaya akan dibiaskan prisma lainnya. Karena ada dua kali pembiasan, maka pada
prisma terbentuklah sudut penyimpangan yang dibentuk oleh perpotongan dari perpanjangan cahaya
datang dengan perpanjangan cahaya bias yang meninggalkan prisma. Berikut ini merupakan gambar
terjadinya pembiasan pada prisma :

Gambar 2.3. Pembiasan cahaya pada prisma.
2.7 Spektrum Cahaya
Cahaya matahari terdiri atas tujuh warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan
ungu. Apabila ketujuh warna tersebut bercampur akan menghasilkan cahaya putih. Warna-warna
dalam cahaya putih matahari dapat dipecahkan menjadi jalur warna dengan menggunakan prisma.
Jalur warna ini dikenal sebagai spektrum. Spektrum cahaya merupakan pola panjang gelombang hasil
dari penyebaran cahaya kisi difraksi. Spektrum warna terbentuk karena cahaya yang berlawanan
warna terbias pada sudut yang berlawanan. Cahaya ungu terbias dengan sudut yang paling besar.
Cahaya merah terbias dengan sudut yang paling kecil. Warna-warna spektrum dapat digabungkan
sehinggaa menghasilkan cahaya putih dengan menggunakan dua prisma (Hesty, 2000).
Pada kenyataannya, warna saling bercampur satu sama lain. Spektrum warna tidak hanya
terbatas pada warna-warna yang dapat kita lihat. Sangat mungkin mendapatkan panjang gelombang
yang lebih pendek dari sinar ungu atau lebih panjang dari sinar merah. Pada spektrum yang lebih
lengkap, akan ditunjukkan ultra-ungu dan infra-merah, tetapi dapat diperlebar lagi hingga sinar X dan
gelombang radio, di antara sinar yang lain (Hesty, 2000).
2.8 Spektrometer
Spektrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur spektrum yang digunakan
dalam spektroskopi. Spektrometer terdiri dari lima bagian utama yaitu celah masuk, kolimator,
pendispersi, lensa, dan detektor. Terdapat dua jenis spektrometer jika ditinjau dari bagian pendispersi
yaitu dengan prisma dan kisi (Dosen-dosen Fisika ITS, 2000).
Dalam spektrometer, ada prisma yang digunakan untuk mendispersi cahaya. Saat seberkas
cahaya putih masuk mengenai permukaan sebuah prisma kaca pada beberapa sudut, sudut bias untuk
panjang gelombang yang lebih pendek yang mendekati ujung ungu dari spektrum cahaya tampak
sedikit lebih besar dari sudut bias untuk panjang gelombang yang menuju ujung merah pada spektrum
cahaya tersebut. Cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek dibelokkan lebih besar dari cahaya
dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Berkas cahaya putih disebar atau didispersikan ke
dalam menjadi warna-warna komponen atau panjang gelombang-panjang gelombang (Giancoli,
2001).

Gambar 2.4. Dispersi pada prisma

Anda mungkin juga menyukai