Askep Anemia Sel Sabit
Askep Anemia Sel Sabit
Askep Anemia Sel Sabit
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal = 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan
dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda
dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
viskositas darah menurun
payah jantung
Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
- Anemia aplastik
Penyebab:
· agen neoplastik/sitoplastik
· terapi radiasi
· antibiotic tertentu
· obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
· benzene
· infeksi virus (khususnya hepatitis)
Pansitopenia
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
· Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
· Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
2. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
· Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
· Hematokrit turun 20-30%
· Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi
eritopoitin
gangguan eritropoesis
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
5. Anemia megaloblastik
Penyebab:
· Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
· Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi
parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan
ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
Sintesis DNA terganggu
Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun 8000
(5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
4. Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 – 12
Tahun 260.000
5. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
2. Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat: kurang
stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
3. Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang
III. RENCANA
1) Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue, dispneu, pusing,
perubahan warna kulit, dan lainya
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan
istirahat
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat : kurang
stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang, gandum,
2. sereal kering yang diperkaya zat besi
3. Berikan susu suplemen setelah makan padat
4. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
5. fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi berikan
bersama jeruk
6. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan
cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk
7. Berikan multivitamin
8. Jangan berikan preparat Fe bersama susu
9. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau gelap
10. Monitor kadar Hb atau tanda klinks
11. Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi
12. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet
3) Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang
Rencana Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan
5. Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan harapan anak
mau menerima
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006
http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/04/askep-anemia-pada-anak/
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Jumlah darah lengkap (JDL) : leukosit dan trombosit menurun.
2) Retikulosit : jumlah dapat bervariasi dari 30 % – 50 %.
3) Pewarnaan SDM : menunjukkan sebagian sabit atau lengkap.
4) LED : meningkat
5) Eritrosit : menurun
6) GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
7) Billirubin serum : meningkat
8) LDH : meningkat
9) TIBC : normal sampai menurun
10) IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
11) Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
12) Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang.
Klasifikasi data
Data subjektif
b) Keletihan / kelemahan.
c) Nokturi.
d) Nafsu makan menurun.
e) Nyeri pada punggung.
f) Sakit kepala.
g) Berat badan menurun.
h) Gangguan penglihatan.
Data objektif
a) Konjungtiva pucat.
b) Gelisah.
c) Warna kulit pucat.
d) Gangguan gaya berjalan.
e) Tekanan darah menurun.
f) Demam ringan.
g) Eritrosit menurun.
h) Bilirubin serumen : meningkat.
i) JDL : leukosit dan trombosit menurun.
j) LDH meningkat.
(Doenges E. Mariylnn, 2000, hal : 582 – 585).
Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun
potensial adalah sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-
sum tulang.
c. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
e. Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
g. Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya.
Rencana keperawatan
Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
a) Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi
selanjutnya.
b) Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
c) Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d) Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a. Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi
selanjutnya.
b. Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c. Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan
penyebab vasodilatasi.
d. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.
Tindakan keperawatan :
a Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi
Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar
pasien tidak merasa bosan.
c Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi
Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya..
d Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
e Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.
Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.
f Konsul pada ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.
Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah
sebagai berikut :
a. Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan
kriteria :
1. Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
2. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
b. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
1. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
2. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
c. Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
1. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
2. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
d. Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
e. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan
berat badan yang sesuai dengan kriteria :
Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal.
Sumber:
1.Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
2.Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
3.Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.
4.Hoffbrand V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.
5.Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
6.Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-anemia-sel-sabit/
1. PENGERTIAN
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel
darah merah ( Hematokrit per 100 ml darah ).
Anemia dapat diklasifikasikan menurut :
1. Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
2. Etiologi
Klasifikasi Anemia Menurut morfologi Mikro dan Makro menunjukkan ukuran sel darah merah
sedangkan kromik menunjukkan warnanya.Ada tiga klasifikasi besar yaitu :
1.Anemia Normositik Normokrom adalah Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal ( MCV dan MCHC normal atau rendah .
2.Anemia Makrositik normokrom adalah Ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi konsentrasi hemoglobin normal ( MCV Meningkat,MCHC normal)
3.Anemia Mikrositik HipokromUkuran sel-sel darah merah kecil mengandung Hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC kurang ).
Yang termasuk dalam kategori Anemia Mikrositik Hipokrom adalah Anemia defisiensi bisa
terjadi akibat kekurangan besi, pirodoksin atau tembaga.
Anemia Defisiensi Besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah
tingkat normal yang terjadi akibat tidak adanya besi yang memadai untuk mensintesis
Hemoglobin .
1.PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak-anak. Bayi cukup
builan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi
sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4-6 bulan. Sesudah itu
zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi
dari makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi . Hal ini paling sering terjadi
karena pengenalan makanan padat yang terlalu dini ( sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya susu
formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan minum susu sapi
berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan
perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga
tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik. Pada Bayi hal
ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang
tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran
cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja putri anemia
defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan.
1.CLINICAL PATHWAY
Kurangnya Asupan Zat Besi
Cadangan Zat besi tidak mencukupi
Anemia Def. Zat Besi
Lemah Pucat Demam
1.TANDA DAN GEJALA
1.Konjungtiva pucat ( Hemoglobin ( Hb) 6 sampai10 g/dl ).
2.Telapak tangan pucat ( Hb dibawah 8 g/dl )
3.Iritabilitas dan Anoreksia ( Hb 5 g/dl atau lebih rendah
4.Takikardia , murmur sistolik
5.Pika
6.Letargi, kebutuhan tidur meningkat
7.Kehilangan minat terhadap mainan atau aktifitas bermain.
1.KOMPLIKASI
1.Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
2.Daya konsentrasi menurun
3.Hasil uji perkembangan menurun
4.Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
1.PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
1.Kadar porfirin eritrosit bebas —- meningkat
2.Konsentrasi besi serum ——- menurun
3.Saturasi transferin —— menurun
4.Konsentrasi feritin serum —- menurun
5.Hemoglobin menurun
6.Rasio hemoglobin porfirin eritrosit —- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi
besi
7.Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) —-
menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil
dan pucat.
8.Selama pengobatan jumlah retikulosit —- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh
dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
9.Dengan pengobatan, hemoglobin——- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu
mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
1.THERAPI
Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut mencakup ;
Menganjurkan Ibu-Ibu untuk memberikan ASI, Makan makanan kaya zat besi dan minum
vitamin pranatal yang mengandung besi.
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan berikut
1.Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk zat besi sama
efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat.
2.Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi ( Vitamin C meningkatkan absorpsi besi ).
Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi
untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali
terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
1.MASALAH KEPERAWATAN
1.Intoleransi Aktifitas yang berhubungan dengan kerusakan transpor oksigen sekunder terhadap
penurunan sel darah merah
2.Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
3.Keletihan
4.Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penurunan resistensi sekunder akibat
hipoksia jaringan dan atau sel-sel darah putih abnormal ( neutropenia, leukopenia )
5.Risiko terhadap cedera : Kecendrungan perdarahan yang berhubungan dengan trombositopenia
dan splenomegali
6.Risiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
1.MASALAH KOLABORASI
1.KP : Perdarahan
2.KP : Gagal Jantung
3.KP : Kelebihan zat besi ( Transfusi berulang ).
1.PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.TUJUAN
Tujuan Utama meliputi Toleransi terhadap aktifitas, pencapaian dan pemeliharaan nutrisi yang
adekuat dan tidak adanya komplikasi.
1.KRITERIA HASIL
1.Warna kulit anak membaik
2.Pola tumbuih anak membaik ( seperti terlihat pada peta pertumbuhan )
3.Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya
4.Orang tua menunjukkan pemahamannya terhadap aturan pengobatan di rumah ( Misalnya :
Pemberian obat, makanan kaya zat besi yang sesuai).
1.INTERVENSI
1.Pantau efek therapheutik dan efek yang tidak diinginkan dari terapi zat besi pada anak :
*Efek samping dari terapi oral ( misal : perubahan warna gigi )
*Ajarkan tentang cara-cara mencegah perubahan warna gigi:
oMinum preparat besi dengan air, sebaiknya dengan jus jeruk
oBerkumur setelah minum obat.
*Anjurkan untuk meningkatkan makanan berserat dan air untuk mengurangi efek konstipasi dari
zat besi
*Untuk mengatasi konstipasi berat akibat zat besi cobalah untuk menurunkan dosis zat besi
tetapi memperpanjang lama pengobatan.
1.Ajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi yang adekuat .
*Kurangi asupan susu pada anak
*Tingkatkan asupan daging dan pengganti protein yang sesuai
*Tambahkan padi-padian utuh dan sayur-sayuran hijau dalam diet.
2.Dapatkan informasi tentang riwayat diet dan perilaku makan
*Kaji faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi nutrisi,-psikososial,perilaku dan nutrisional
*Buat rencana bersama orang tua tentang pendekatan pendekatan kebiasaan makan yang dapat
diterima
*Rujuk ke Ahli Gisi untuk evaluasi dan terapi intensif.
1.Anjurkan Ibu untuk menyusui bayinya karena zat besi dari ASI mudah diserap.
RASIONAL
*Dengan memantau efek therapheutik dapat diketahui keuntungan dan kerugian dari pemberian
therapheutik tsb sehingga memudahkan i untuk tindakan lebih lanjut.
*Dengan mengajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi yang adekuat kebutuhan zat besi
anak bisa terpenuhi sesuai dengan usianya disamping orang tua lebih memahami akan
pentingnya kebutuhan zat besi bagi anak.
*Dengan memberikan informasi tentang riwayat diet dan perilaku makan dapat diketahui
kebiasaan yang menguntungkan/merugikan bagi kesehatan klien.
*Dengan menganjurkan Ibu untuk menyusui bayinya defisiensi zat besi pada bayi dan anak dapat
dicegah karena pada ASI mengandung zat besi yang mudah diserap oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1.Cecily L. Betz, dkk, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, EGC Jakarta.
2.Suriadi,dkk, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, cetakan I , penerbit C.V. Agung Seto, Jakarta
3.FKUI, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan infomedika, Jakarta.
4.Richard,R.,dkk, 1992, Ilmu Kesehatan Anak Bagian II.
5.Sylvia A.Price, dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC ,
Jakarta.
6.Lynda Jual Carpenito, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
http://www.lenterabiru.com/2009/08/anemia-2.html