Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Pendidikan Inklusi Kel 2 - 5a

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR ANAK DENGAN HAMBATAN PENDENGARAN

(TUNARUNGU)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi


Dosen Pengampu : Dedi Mulia, S.Pi.,S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Ilham An’nur Pajar (2288210045)
2. Delia Ardianti. (2288210034)

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana karena Rahmat-Nya
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Anak Dengan Hambatan Penglihatan”
dapatterselesaikan dengan tepat waktu.
Terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia, S.Pi.,S.Pd.,M.Pd. selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas kelompok ini, sehingga dapat mencari
referensi dan menambah wawasan terkait materi tentang Konsep Dasar Anak
Dengan Hambatan Penglihatan ini. Semoga makalah ini menjadi salah satu
referensi dan dapat memperluas wawasan bagi pembaca dan stakeholder.
Dalam penyusunan makalah ini belum sempurna, maka untuk itu diharapkan
bagi para pembaca sekalian untuk memberikan berbagai masukan serta kritikan
yang bersifat membangun, demi kebaikan dan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah serta artikel ilmiah di kemudian hari.

Serang, 20 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 7
2.1 Definisi Anak Dengan Hambatan Pendengaran ............................................ 7
2.2 Hambatan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran .............................. 11
2.3 Kebutuhan Belajar Anak Dengan Hambatan Pendengaran ......................... 13
2.4 Layanan Pendidikan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran ............. 14
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pengajaran adalah inti dari setiap upaya meningkatkan pendidikan
anak berkebutuhan khusus (Brownell et al., 2020). Guru sebagai pengelola
pembelajaran berperan aktif menjalankan tugasnya dalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas untuk mencapai program dan tujuan pendidikan demi kemajuan
sekolah dan peserta didiknya. Guru memegang peranan penting dalam kualitas
pembelajaran, untuk itu guru perlu mengembangkan bahan ajar, metode mengajar,
serta memberikan motivasi kepada peserta didik selama kegiatan belajar mengajar
(Heriyansyah, 2018). Menjadi guru anak berkebutuhan khusus harus memiliki
kesabaran dan ketekunan yang lebih dalam mendidik, mengarahkan, membimbing,
dan mengevaluasi peserta didiknya (Firmansyah & Widuri, 2014). Pentingnya
pemahaman terhadap pelayanan pendidikan bagi peserta didiknya, khususnya anak
dengan gangguan pendengaran akan membuat anak terlayani dengan baik (Siron,
2018).

Perkembangan anak adalah salah satu proses penting yang terjadi dalam
kehidupan seorang manusia. Meskipun begitu pertumbuhan anak tidak selalu sesuai
apa yang direncanakan akan dapat terjadi seperti apa yang direncanakan. Sering
kali terjadinya hambatan yang muncul pada saat tersebut berkembang, salah satu
hambatan yang muncul bisa saja menjadi hambatan pada perkembangan fisiknya
termasuk pendengaran.
Anak dengan hambatan pendengaran biasanya disebut dengan Tunarungu.
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang tuna rungu dengan
individu lain yaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata
dan rendah.
Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata.
Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal

4
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran
yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu
memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan
intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali
rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik
akan berkembang dengan cepat.
Gangguan pendengaran atau Hearing Impairment (HI) adalah defisit
sensorik yang umum pada anak-anak di tahun-tahun pertama kehidupannya.
Hambatan pendengaran pada anak dapat menyebabkan keterlambatan berbicara,
bahasa, perkembangan secara umum dan akademik yang buruk (Djurayeva, 2020).
HI merupakan hambatan perkembangan utama di dunia, lebih dari dua pertiga
populasi masyarakat dunia mengalami HI, mayoritas dari negara berkembang.
Deteksi dini terhadap HI dan intervensi yang tepat sangat penting untuk
meminimalkan dampaknya (Hearing, 2007). Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO), 60% dari gangguan pendengaran pada anak dapat dicegah (Davisa &
Hoffmanb, 2019; Organization, 2018). Bukti menunjukkan bahwa 31% kasus
gangguan pendengaran dikaitkan dengan infeksi prenatal dan postnatal, 17%
penyebab terkait kelahiran, 4% karena obat-obatan ototoksis, dan 8% disebabkan
penyalahgunaan zat/obat (Organization, 2018; Desalew et al., 2020).

Anak-anak dengan HI memiliki alternatif komunikasi yang berbeda.


Mereka menggunakan bahasa isyarat, berdasarkan gerakan dan ekspresi melalui
tangan, mata, wajah, mulut, dantubuh. Jadi, bahasa pertama mereka adalah bahasa
isyarat, dan bahasa kedua adalah bahasa tertulis (Cano et al., 2020). Ada anak yang
memiliki alat bantu dengar seperti implan koklea, tujuan utamanya adalah untuk
belajar komunikasi lisan untuk penguasaan bahasa (Rekkedal, 2017).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat 4 rumusan masalah pada
makalah ini, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan Hambatan Pendengaran ?

5
2. Apa sajakah Hambatan Pada Anak dengan Hambatan Pendengaran ?
3. Bagaimanaka Kebutuhan Belajar Anak dengan Hambatan Pendengran?
4. Bagimanakah Layanan Pendidikan Pada Anak Dengan Hambatan
Pengeran ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dalam makalah ini adalah :
1. Untuk memahami definisi tentang anak dengan Hambatan Pendengaran
2. Untuk memahami Hambatan yang terjadi pada anak dengan hambatan
pendengaran
3. Untuk memahami Kebutuhan belajar Pada Anak dengan Hambatan
Pendengaran
4. Untuk memehami Layanan Pendidikan Pada Anak dengan Hambatan
Pendengaran.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anak Dengan Hambatan Pendengaran


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tunarungu adalah istilah lain dari
tuli yaitu tidak dapat mendengar karena rusak pendengaran secara etimologi, tuna
rungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Jadi, orang dikatakan tunarungu apabila dia tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Hal ini juga ditambahkan oleh
Haenudin (2013), Tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran.
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada
satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit,
masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak
tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian
tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan masing-
masing. Menurut Andreas Dwidjosumarto mengemukakan bahwa seseorang
yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu,
Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang
dengar (hard of hearing) (Laila. 2013: 10).
Menurut Soewito dalam buku Ortho paedagogik Tunarungu adalah:
"Seseorang yang mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat
menangkap tuturkata tanpa membaca bibir lawan bicaranya". Anak tunarungu
adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar baik itu
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan kerusakan fungsi pendengaran baik
sebagian atau seluruhnya sehingga membawa dampak kompleks terhadap
kehidupannya.
Murni Winarsih mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah
umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang
kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi

7
bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu
dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Tin Suharmini
mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari individu yang
mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak
bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui
pendengaran.
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang
termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah
anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan
ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah
diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih memerlukan
pelayanan pendidikan khusus
Faktor Penyebab Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh factor genetic, infeksi pada
ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit
awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini
dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan cara vaksinasi seperti untuk
mencegah infeksi.

Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu juga dapat terjadi


sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono
mengemukakan bahwa factor penyebab tunarungu dapat dibagi dalam :

a. Faktor – Faktor sebelum dilahirkan (Pre-natal)


• Faktor keturunan cacar air
• Campak (Rubella, Gueman measles)
• Toxaemia (Keracunan darah)
• Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
• Kekurangan oksigen (Anoxia)
• Kelainan organ pendengaran sejak lahir
b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
c. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis

8
1. Anak lahir premature
2. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
3. Proses kelahiran yang terlalu lama
d. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan
1. Infeksi
2. Meningitis (Peradangan selaput otak)
3. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
4. Otitismedia yang kronis
5. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan

Jenis-Jenis Tunarungu

Menurut Melinda (2013), terdapat tiga batasan dalam mengelompokkan tunarungu


berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan
atau tanpa bantuan alat bantu mendengar, yaitu sebagai berikut :

1. Kurang dengar, namun bisa menggunakannya sebagai sarana atau


modalitas utama untuk menyimak suara cakepan seseorang dan
mengembangkan kemampuan bicara
2. Tuli (Deaf), yaitu mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat
digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara,
namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan
peradaban
3. Tuli total (Totally Deaf), yaitu mereka yang sudah sama sekali tidak
memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak
atau mempersepsi dan mengembangkan bicara.

Sedangkan menurut Winarsih (2007), berdasarkan tingkat kemampuan


pendengaran yang dinyatakan dalam intensitas suara yang didengar dengan
satuan Db (decibel), tunarungu dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu
:

1. Kelompok I. Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau


ketunarunguan ringan, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia
normal

9
2. Kelompok II. Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau
ketunarunguan atau keturanguan sedang, daya tangkap terhadap suara
cakepan manusia hanya sebagian
3. Kelompok III. Kehilangan 61-90 dB, serve hearing losses atau
ketunarunguan berat, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia tidak
ada
4. Kelompok IV. Kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia
tidak ada sama sekali
5. Kelompok V. Kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau
ketunarunguan total, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia tidak
ada sama sekali

Karakteristik Tunarungu

Menurut Sutjihati (2006), karakteristik anak yang mengalami tunarungu adalah


sebagai berikut:

a. Karakteristik fisik

Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan matanya cepat, agak
beringas, gerakan tangan dan kakinya cepat atau lincah, pernafasannya pendek
dan agak terganggu.

b. Karakteristik intelegensi

Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal
pada umumnya. Namun demikian secara fungsional intelegensi anak tunarungu di
bawah anak normal disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami
bahasa karena terbatasnya pendengaran. Anak-anak tunarungu sulit dapat
menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk dapat menangkap pengertian
yang abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun bahasa
tulisan. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang
mengalami hambatan hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan
pengertian, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.

c. Karakteristik emosi

10
Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena kemiskinan
bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar yang
diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu
mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu
melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan
mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil,
mudah curiga, dan kurang percaya diri.

d. Karakteristik sosial

Dalam pergaulan anak tunarungu cenderung memisahkan diri terutama dengan


anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan
komunikasi secara lisan.

e. Karakteristik bahasa

Miskin dalam kosakata, sulit dalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang


mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak, kurang menguasai
irama dan gaya bahasa. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara
bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara
merupakan hasil proses peniruan sehingga para anak tunarungu sangat terbatas
dalam segi bahasa.

2.2 Hambatan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran

Hambatan pendengaran adalah suatu istilah umum yang menunjukan


kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang
ringan sampai yang berat. Menurut Boothrooyd mengatakan bahwa istilah
hambatan pendengaran merujuk pada segala gangguan dalam daya dengar, terlepas
dari sifat, faktor penyebab, dan tingkat/derajat ketunarungguan.

Hambatan pendengaran dibagi atas 2 kelompok besar yaitu:

a. Kelompok yang menderita kehilangan daya dengar untuk menunjuk pada


segala gangguan dalam deteksi bunyi. Gangguan dinyatakan dalam
besaran
11
berapa decibel ambang pendengaran seseorang perlu duperkuat diatas ambang
pendengaran orang yang memiliki pendengaran normal.
b. Kelompok yang tergolong mengalami gangguan proses pendengaran
yaitu mereka yang mengalami gangguan dalam menafsirkan bunyi,
karena adanya gangguan dalam mekanisme syaraf pendengaran

Kombinasi kedua gangguan yaitu daya dengar dan gangguan


mekanisme syaraf pendengaran, merupakan hal umum ditemukan pada
seseorang. Boothroyd juga memberikan batasan untuk 3 istilah berdasarkan
seberapa jauh seseorang dan dapat memanfaatkan pendengarannya dengan atau
tanpa bantuan amplifikasi/pengerasan oleh ABM yaitu:

a. Kurang dengar [hard of hearning] adalah mereka yang mengalami gangguan


dengar, namun masih dapat menggunakan sebagai sarana/modalitas utama
untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan
bicaranya.
b. Tuli [deaf] adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan
sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun
masih dapat di fungsikan sebagai supleman pada penglihatan dan perabatan.
c. Tuli total [totally deaf] adalah mereka yang sudah sama sekali tidak
memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk
menyimak/mempersepsikan dan mengembangkan bicara. Tes Tertulis Bentuk
Uraian (Essay)

Pendapat dari Adam dan Rohring [2004,hlm.10] menyatakan hambatan


pendengaran dapat terjadi jika terdapat halangan ditelinga luar sehingga
menyebabkan gelombang suara tidak mencapai daerah telinga tengah atau dalam.
Hambatan pendengaran kondukrif dapat terjadi didaerah telinga bagian luar atau
tengah yang melibatkan konduksi suara yang buruk disepanjang bagian yang
mengarah ketelingga bagian dalam. Suara tidak dilakukan secara efisien dan
transmisikan dengan cara yang lebih lemah dan tidak sempurna

12
2.3 Kebutuhan Belajar Anak Dengan Hambatan Pendengaran

Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran, individu


tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat,
untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat
bahasa berbeda-beda di setiap negara.

Saat ini di beberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu


cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat, dan bahasa
tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari
sesuatu yang abstrak.

Mengingat anak tunarungu mempunyai gaya belajar tipe visual maka


untuk membelajarkan sesuatu memerlukan obyek nyata atau konkrit. Hal ini
disebabkan anak tunarungu menggunakan indera penglihatannya untuk tujuan
kognitif, linguistic, dan komunikasi atau dijuluki sebagai pemata atau
visualisers. Anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam berbicara dan
mendengar, memerlukan media pembelajaran yang berupa media visual. Adapun
cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir.

Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunarungu adalah:


Contoh angket motivasi belajar :

a. Media stimulasi
visual
1) Cermin artikulasi
2) Benda asli maupun tiruan
3) Gambar
4) Pias kata
5) Gambar disertai tulisan
b. Media stimulasi auditoris
1) Speech trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicara anak
dengan hambatan sensori pendengaran.

13
2) Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/harmonica, rebana,
terompet dan sebagainya.
3) Tape recorder
4) Berbagai sumber suara lainnya, antara lain:
a) Suara alam: angin menderu, gemericik air hujan, suara petir.
b) Suara binatang: kicauan burung, gonggoan anjing, auman harimau,
ringkikan kuda.
c) Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan,
percakapan, bel, lonceng, peluit.
d) Sound system alat untuk memperkeras suara.
e) Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM,
Cochlear Implant, dan loop system.

Dari paparan diatas, bisa dikatakan bahwa anak tunarungu memerlukan


media belajar berupa alat peraga untuk memperkaya perbendaharaan bahasa. Alat-
alat peraga itu antara lain miniature binatang-binatang, miniature manusia, gambar-
gambar yang relevan, buku perpustakaan yang bergambar, dan alat-alat permainan
anak.

2.4 Layanan Pendidikan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran


Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang
tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam
kemampuan berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah
pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan
pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari
dua kategori

1. Pendekatan oral, pendekatan ini menggunakan metode membaca gerak bibir,


speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan
sejenisnya.

14
2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.
Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan kata.
Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari
satu kata.
Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang
mengalami gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa
kemajuan medis dan tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah
meningkatkan kemampuan belajar anak yang menderita masalah
pendengaran(Boyles & Contadino, 1997).
1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah
carakontroversial karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab
menganggapnya intrusive dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya
beranggapan bahwa pemasangan cochlear ini bisa meningkatkan kualitas
hidup banyak anak yang menderita problem pendengaran (Hallahann &
Kauffman, 2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk disfungsi
telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen.
3. System hearing aids dan amplifikasi.
4. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter telephone, dan Radio Mail
(menggunkan internet)

15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Anak dengan gangguan pendengaran bukan hanya kehilangan fungsi


pendengaran saja, tetapi menyebabkan fungsi kemampuan bahasanya
terhambat. Kesulitan berkomunikasi menyebabkan sulitnya pembelajaran
diterima anak dengan gangguan pendengaran, tetapi stimulasi yang baik dari
guru dapat membuat anak dengan gangguan pendengaran mengalami capaian-
capaian perkembangan yang baik.
Dalam melibatkan anak dengan gangguan pendengaran dikelas, guru
mengembangkan media, melakukan pengenalan lingkungan, serta
pengembangan metode MMR. Guru juga membuat program pengembangan
bakat anak dan permainan edukatif. Guru menerapkan metode belajar sambil
bermain dan konsep PAKEM.
Guru juga menjadi role model saat menjelaskan kegiatan bermain atau
tugas yang diberikan pada anak maupun untuk menjelaskan penggunaan
fasilitas sekolah ataupun media pembelajaran. Selain itu, guru juga
menghadirkan pembelajaran BKPBI, mendampingi anak di setiap kegiatan dan
memanfaatkan indera lain yang dapat optimalisasi perkembangan anak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anak Tunarungu. (2022, Juni 24). Diambil kembali dari SLB Lentera Hati:
https://slblenterahati.sch.id/read/5/anak-tuna-rungu
Anugrah, W. R., Sukmawati, S., & Baharullah, B. (2022). Profil Kemampuan
Memahami Konsep Bangun Ruang pada Anak Tunarungu Sekolah Dasar.
Jurnal Basicedu, 6(5), 8952-8958.

Erdiana, S. (2021). Gangguan Pendengaran. Sae, 1–38.

Fakhiratunnisa, S. A., Pitaloka, A. A. P., & Ningrum, T. K. (2022). Konsep


Dasar Anak Berkebutuhan Khusus. MASALIQ, 2(1), 26-42.

Makalah_TUNARUNGU_Gangguan_Pendengaran_P (1). (n.d.)

Nofiaturrahmah, F. (2018). Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya.


Journal.iankudus.ac.id, 3-5.

Rahman, S., Azman, F., & Rahmadona. (2015). Deteksi dan Solusi
Gangguan Pendengaran dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. February,
21–23.
https://www.researchgate.net/publication/274193408_Deteksi_dan_Solusi
_Gangguan_Pendengaran

Saputri, N. M. I. (2009). Sosialisasi Anak Tunarungu (Doctoral dissertation).

Siron, Y., Hayati, M., Faeruz, R., Maghfiroh, E., & Oktaviani, Z. (2021).
Melibatkan Anak dengan Gangguan Pendengaran di Kelas: Pengalaman
Guru. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 9(1),
73. https://doi.org/10.21043/thufula.v9i1.9918

Tunarungu, klasifikasi anak. (2015). Tunarunggu. 8–35.

Wicaksana, A., & Rachman, T. (2018). 済 無 No Title No Title No Title.


Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 3(1), 10–27.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf

17

Anda mungkin juga menyukai