Makalah Pendidikan Inklusi Kel 2 - 5a
Makalah Pendidikan Inklusi Kel 2 - 5a
Makalah Pendidikan Inklusi Kel 2 - 5a
(TUNARUNGU)
Disusun Oleh:
1. Ilham An’nur Pajar (2288210045)
2. Delia Ardianti. (2288210034)
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana karena Rahmat-Nya
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Anak Dengan Hambatan Penglihatan”
dapatterselesaikan dengan tepat waktu.
Terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia, S.Pi.,S.Pd.,M.Pd. selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas kelompok ini, sehingga dapat mencari
referensi dan menambah wawasan terkait materi tentang Konsep Dasar Anak
Dengan Hambatan Penglihatan ini. Semoga makalah ini menjadi salah satu
referensi dan dapat memperluas wawasan bagi pembaca dan stakeholder.
Dalam penyusunan makalah ini belum sempurna, maka untuk itu diharapkan
bagi para pembaca sekalian untuk memberikan berbagai masukan serta kritikan
yang bersifat membangun, demi kebaikan dan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah serta artikel ilmiah di kemudian hari.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 7
2.1 Definisi Anak Dengan Hambatan Pendengaran ............................................ 7
2.2 Hambatan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran .............................. 11
2.3 Kebutuhan Belajar Anak Dengan Hambatan Pendengaran ......................... 13
2.4 Layanan Pendidikan Pada Anak Dengan Hambatan Pendengaran ............. 14
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pengajaran adalah inti dari setiap upaya meningkatkan pendidikan
anak berkebutuhan khusus (Brownell et al., 2020). Guru sebagai pengelola
pembelajaran berperan aktif menjalankan tugasnya dalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas untuk mencapai program dan tujuan pendidikan demi kemajuan
sekolah dan peserta didiknya. Guru memegang peranan penting dalam kualitas
pembelajaran, untuk itu guru perlu mengembangkan bahan ajar, metode mengajar,
serta memberikan motivasi kepada peserta didik selama kegiatan belajar mengajar
(Heriyansyah, 2018). Menjadi guru anak berkebutuhan khusus harus memiliki
kesabaran dan ketekunan yang lebih dalam mendidik, mengarahkan, membimbing,
dan mengevaluasi peserta didiknya (Firmansyah & Widuri, 2014). Pentingnya
pemahaman terhadap pelayanan pendidikan bagi peserta didiknya, khususnya anak
dengan gangguan pendengaran akan membuat anak terlayani dengan baik (Siron,
2018).
Perkembangan anak adalah salah satu proses penting yang terjadi dalam
kehidupan seorang manusia. Meskipun begitu pertumbuhan anak tidak selalu sesuai
apa yang direncanakan akan dapat terjadi seperti apa yang direncanakan. Sering
kali terjadinya hambatan yang muncul pada saat tersebut berkembang, salah satu
hambatan yang muncul bisa saja menjadi hambatan pada perkembangan fisiknya
termasuk pendengaran.
Anak dengan hambatan pendengaran biasanya disebut dengan Tunarungu.
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang tuna rungu dengan
individu lain yaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata
dan rendah.
Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata.
Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
4
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran
yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu
memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan
intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali
rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik
akan berkembang dengan cepat.
Gangguan pendengaran atau Hearing Impairment (HI) adalah defisit
sensorik yang umum pada anak-anak di tahun-tahun pertama kehidupannya.
Hambatan pendengaran pada anak dapat menyebabkan keterlambatan berbicara,
bahasa, perkembangan secara umum dan akademik yang buruk (Djurayeva, 2020).
HI merupakan hambatan perkembangan utama di dunia, lebih dari dua pertiga
populasi masyarakat dunia mengalami HI, mayoritas dari negara berkembang.
Deteksi dini terhadap HI dan intervensi yang tepat sangat penting untuk
meminimalkan dampaknya (Hearing, 2007). Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO), 60% dari gangguan pendengaran pada anak dapat dicegah (Davisa &
Hoffmanb, 2019; Organization, 2018). Bukti menunjukkan bahwa 31% kasus
gangguan pendengaran dikaitkan dengan infeksi prenatal dan postnatal, 17%
penyebab terkait kelahiran, 4% karena obat-obatan ototoksis, dan 8% disebabkan
penyalahgunaan zat/obat (Organization, 2018; Desalew et al., 2020).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat 4 rumusan masalah pada
makalah ini, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan Hambatan Pendengaran ?
5
2. Apa sajakah Hambatan Pada Anak dengan Hambatan Pendengaran ?
3. Bagaimanaka Kebutuhan Belajar Anak dengan Hambatan Pendengran?
4. Bagimanakah Layanan Pendidikan Pada Anak Dengan Hambatan
Pengeran ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dalam makalah ini adalah :
1. Untuk memahami definisi tentang anak dengan Hambatan Pendengaran
2. Untuk memahami Hambatan yang terjadi pada anak dengan hambatan
pendengaran
3. Untuk memahami Kebutuhan belajar Pada Anak dengan Hambatan
Pendengaran
4. Untuk memehami Layanan Pendidikan Pada Anak dengan Hambatan
Pendengaran.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu
dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Tin Suharmini
mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari individu yang
mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak
bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui
pendengaran.
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang
termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah
anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan
ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah
diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih memerlukan
pelayanan pendidikan khusus
Faktor Penyebab Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh factor genetic, infeksi pada
ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit
awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini
dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan cara vaksinasi seperti untuk
mencegah infeksi.
8
1. Anak lahir premature
2. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
3. Proses kelahiran yang terlalu lama
d. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan
1. Infeksi
2. Meningitis (Peradangan selaput otak)
3. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
4. Otitismedia yang kronis
5. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Jenis-Jenis Tunarungu
9
2. Kelompok II. Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau
ketunarunguan atau keturanguan sedang, daya tangkap terhadap suara
cakepan manusia hanya sebagian
3. Kelompok III. Kehilangan 61-90 dB, serve hearing losses atau
ketunarunguan berat, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia tidak
ada
4. Kelompok IV. Kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia
tidak ada sama sekali
5. Kelompok V. Kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau
ketunarunguan total, daya tangkap terhadap suara cakepan manusia tidak
ada sama sekali
Karakteristik Tunarungu
a. Karakteristik fisik
Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan matanya cepat, agak
beringas, gerakan tangan dan kakinya cepat atau lincah, pernafasannya pendek
dan agak terganggu.
b. Karakteristik intelegensi
Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal
pada umumnya. Namun demikian secara fungsional intelegensi anak tunarungu di
bawah anak normal disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami
bahasa karena terbatasnya pendengaran. Anak-anak tunarungu sulit dapat
menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk dapat menangkap pengertian
yang abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun bahasa
tulisan. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang
mengalami hambatan hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan
pengertian, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.
c. Karakteristik emosi
10
Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena kemiskinan
bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar yang
diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu
mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu
melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan
mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil,
mudah curiga, dan kurang percaya diri.
d. Karakteristik sosial
e. Karakteristik bahasa
12
2.3 Kebutuhan Belajar Anak Dengan Hambatan Pendengaran
a. Media stimulasi
visual
1) Cermin artikulasi
2) Benda asli maupun tiruan
3) Gambar
4) Pias kata
5) Gambar disertai tulisan
b. Media stimulasi auditoris
1) Speech trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicara anak
dengan hambatan sensori pendengaran.
13
2) Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/harmonica, rebana,
terompet dan sebagainya.
3) Tape recorder
4) Berbagai sumber suara lainnya, antara lain:
a) Suara alam: angin menderu, gemericik air hujan, suara petir.
b) Suara binatang: kicauan burung, gonggoan anjing, auman harimau,
ringkikan kuda.
c) Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan,
percakapan, bel, lonceng, peluit.
d) Sound system alat untuk memperkeras suara.
e) Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM,
Cochlear Implant, dan loop system.
14
2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.
Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan kata.
Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari
satu kata.
Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang
mengalami gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa
kemajuan medis dan tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah
meningkatkan kemampuan belajar anak yang menderita masalah
pendengaran(Boyles & Contadino, 1997).
1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah
carakontroversial karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab
menganggapnya intrusive dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya
beranggapan bahwa pemasangan cochlear ini bisa meningkatkan kualitas
hidup banyak anak yang menderita problem pendengaran (Hallahann &
Kauffman, 2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk disfungsi
telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen.
3. System hearing aids dan amplifikasi.
4. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter telephone, dan Radio Mail
(menggunkan internet)
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Anak Tunarungu. (2022, Juni 24). Diambil kembali dari SLB Lentera Hati:
https://slblenterahati.sch.id/read/5/anak-tuna-rungu
Anugrah, W. R., Sukmawati, S., & Baharullah, B. (2022). Profil Kemampuan
Memahami Konsep Bangun Ruang pada Anak Tunarungu Sekolah Dasar.
Jurnal Basicedu, 6(5), 8952-8958.
Rahman, S., Azman, F., & Rahmadona. (2015). Deteksi dan Solusi
Gangguan Pendengaran dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. February,
21–23.
https://www.researchgate.net/publication/274193408_Deteksi_dan_Solusi
_Gangguan_Pendengaran
Siron, Y., Hayati, M., Faeruz, R., Maghfiroh, E., & Oktaviani, Z. (2021).
Melibatkan Anak dengan Gangguan Pendengaran di Kelas: Pengalaman
Guru. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 9(1),
73. https://doi.org/10.21043/thufula.v9i1.9918
17