Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Skripsi Revisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat diperlukan oleh

suatu negara seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah

satu upaya meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara

(Undang-Undang Nomor 20 Pasal 1 ayat 1). Dengan diselenggarakannya pendidikan

yang tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman namun tetap mengacu pada dasar,

fungsidan tujuan pendidikan nasional dapat menghasilkan sumber daya manusia yang

berkualitas.

Salah satu ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam sistem

pendidikan adalah mata pelajaran matematika. Menurut Ismail (Ali & Rarini, 2014:

48) matematika adalah Ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya,

membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari

hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan

alat. Matematika merupakan pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk

berfikir secara logis, sistematis, kritis, dan bekerja sama sehingga mampu

mengembangkan kemampuan dalam memecahkan berbagai masalah sehari-hari.

Salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika berdasarkan lampiran

Permendikbud nomor 58 tahun 2016 adalah agar siswa memiliki kemampuan

memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkansolusiyang diperoleh.

Dalam kurikulum yang berlaku saat ini yakni Kurikulum 2013, pentingnya

kemampuan pemecahan masalah terlihat pada kompetensi dasar yang dimuat dalam

standar isi pada Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013. kompetensi dasar tersebut
2
menyebutkan bahwa siswa diharapkan dapat menunjukkan sikap logis, kritis, analitis,

cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam

memecahkan masalah (Kemendikbud, 2013). Berdasarkan uraian tersebut,

pemecahan masalah matematis merupakan salah satu bagian penting dalam

pembelajaran matematika.

Berdasarkan studi PISA (Programme For Internasional Student Assesment)

tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke 64 dari 72 negara peserta, Indonesia

Memperoleh skor PISA 386 untuk matematika dari rata-rata skor yaitu 487.

Sedangkan ditahun 2018 hasiltes PISA matematika diIndonesia mengalami

penurunan, Indonesia menempati peringkat 74 dari79 negara peserta, dari seluruh

negara peserta PISA yang disurvey dengan skor rata-rata kemampuan matematika

siswa Indonesia yaitu 379, skor tersebut di bawah rata-rata skor yaitu 489 (Andhera,

dkk 2021: 2). Salah satu faktor yang menjadi penyebab dari rendahnya skor rata-rata

Indonesia dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan pemecahan masalah soal

Nonroutine atau level tinggi (Harahap, 2017: 45). Oleh karena itu, dari hasil survei

PISA tahun 2015 dan 2018 yang mengalami penurunan dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia rendah.

Berdasarkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaram) dan hasil wawancara

dengan guru matematika di MTsS Waburense yaitu Bapak Ridwan S. Pd diperoleh

informasi bahwa kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013 revisi 2019,

dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai siswa saat

diberikan tes diperoleh 66,35 dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang

ditetapkan oleh sekolah yaitu70. Menurut Permendiknas nomor 20 (2007: 4) KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria ketuntasan belajar masing-masing

satuan pendidikan dengan mempertimbangkan hal-hal tertentu dalam penetapannya.

Dimana target ketuntasan secara nasional diharapkan adalah minimal 70%. Diketahui

bahwa Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih kurang, hal ini di

tandai ketika diberikan soal cerita siswa kesulitan dalam mengerjakan soal karena
3
kurang memahami permasalahan dalam soal tersebut.

Penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa salah

satunya dipengaruhi oleh model pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum

mampu mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga proses pembelajaran matematika

yang dilaksanakan selama ini belum optimal, siswa hanya menerima pembelajaran

dari guru tanpa adanya eksplorasi menyebabkan siswa menjadi pasif dalam proses

pembelajaran. Akibat proses pembelajaran seperti ini, kemampuan pemecahan

masalah tidak dapat berkembang dengan baik (Effendi, 2012: 1-10).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yaitu dengan menerapkan model

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, yaitu

salah satunya model pembelajaran Guide Discovery learning, model pembelajaran ini

akan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari

dan menemukan sesuatu secara sistematis, logis, dan analitis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya. Salah satu keunggulan model Guide Discovery

Learning adalah peserta didik dapat berkembang untuk menemukan sendiri

pengetahuannya sesuai dengan kemampuannya, sehingga peserta didik aktif dan tidak

hanya berdiam diri mendengarkan penjelasan pendidik (Purnomo, dkk 2016: 3).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Guide Discovery Learning

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah matematis Siswa Kelas VII MTsS

Waburense”.

B. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah pada efektivitas model pembelajaran Guide

Discovery Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Kelas VII MTsS Waburense pada pokok bahasan Bangun Datar (Segi Empat dan

Segitiga).

C. Rumusan Masalah
4
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan

menggunakan model pembelajaran Guide Discovery Learning?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan

model pembelajaran konvensional?

3. Apakah model pembelajaran Guide Discovery Learning efektif terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa?

4. Apakah model pembelajaran konvensional efektif terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa?

5. Apakah model pembelajaran Guide Discovery Learning lebih efektif dari pada model

pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan

menggunakan model pembelajaran Guide Discovery learning.

2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Guide Discovery Learning efektif

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

4. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran konvensional efektif terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

5. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Guide Discovery learning lebih

efektif dari pada model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


5

a. Bagi Siswa

1. Memudahkan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah matematika.

2. Meningkatkan kinerja dan menumbuhkan sikap positif siswa terhadap

pembelajaran matematika.

b. Bagi Guru

1. Sebagai motivasi dalam meningkatkan variasi keterampilan mengajar.

2. Mendapatkan model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran agar

sasaran pencapaian benar-benar tepat dan efektive.

c. Bagi peneliti

1. Peneliti mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan model

pembelajaran Guide Discovery Learning.

2. Dapat digunakan sebagai latihan dan pengalaman terkait masalah- masalah

dalam pembelajaran matematika sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. LandasanTeori

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara

Etimologis memiliki arti ”berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi

ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai

kepandaian atau ilmu. Aunnurahman (2016, 35) menyatakan bahwa belajar adalah

suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

didalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Budiningsih (Suprihatiningrum, 2014: 15) belajar

merupakansuatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif

melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang

hal-hal yang dipelajari. Sedangkan menurut Ihsana (2017: 1) Belajar merupakan


6
interaksi antara stimulus dan respon, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika

dia dapat menunjukan perubahan perilakunya.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar didalam diri

seseorang dan mengakibatkan perubahan didalam dirinya berupa penambahan

pengetahuan atau kemahiran.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidikan dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja

untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan,

yaitu tercapainya tujuan kurikulum (Hardini dan Puspitasari, 2012: 10) .

Menurut Sudjana (2012: 28) pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan

dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan

belajar. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2011: 62) pembelajaran

adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat

belajar lebih aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari

guru untuk membuat siswa belajar, sehingga terjadi perubahan pada diri siswa yang

belajar, dimana perubahan itu berupa kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang

relatif lama.

3. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia dalam Asri (2013: 6), kata efektif mempunyai kata efek, pengaruh,

akibat atau dapat membawa hasil. Efektif adalah perubahan yang membawa

pengaruh, makna dan manfaat tertentu. Menurut Starawaji (Fitriyani, 2017)

efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan

efektif apabila usaha itu mencapai tujuannya.

Efektivitas dalam suatu pembelajaran adalah satu bentuk kegiatan peserta


7
didik dalam proses untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, pembelajaran

efektif juga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

sehingga memberikan kreatifitas siswa untuk mampu belajar dengan potensi yang

sudah mereka miliki yaitu dengan memberikan kebebasan dalam melaksanakan

pembelajaran dengan cara belajarnya sendiri. Di dalam menempuh dan

mewujudkan tujuan pembelajaran yang efektif maka perlu dilakukan sebuah cara

agar proses pembelajaran yang diinginkan tercapai yaitu dengan cara belajar

efektif. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan dari suatu proses

interaksi antara siswa dan guru dalam situasi edukatif yaitu respon siswa terhadap

pembelajaran dan penguasaan konsep siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran

(Rohmawati, 2015: 17).

Carrol (Supardi, 2013) yang termahsyur dalam bidang pendidikan

psikologi menyatatakan bahwa Instructional Effectiveness tergantung pada lima

faktor: 1) Attitude; 2) Ability to Understand Instruction; 3) Perseverance; 4)

Opportunity; 5) Quality of Instruction. Dengan mengetahui beberapa indikator

tersebut menunjukan bahwa suatu pembelajaran dapat berjalan efektif apabila

terdapat sikap dan kemauan dalam diri siswa untuk belajar, kesiapan diri siswadan

guru dalam kegiatan pembelajaran, serta mutu dari materi yang disampaikan.

Apabilakelima indikatortersebuttidakada maka kegiatanbelajar mengajarsiswa

tidak akan berjalan dengan baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran

adalah suatu ukuran keberhasilan dalam proses interaksi pembelajaran, dilihat dari

aktivitas selama pembelajaran, respon, dan penguasaan konsep untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

B. Model Pembelajaran Guide Discovery Learning

1. Pengertian Model Pembelajaran Guide Discovery Learning

Discovery berasal dari kata ”discover” yang berarti menemukan dan

“discovery” adalah penemuan. Sedangkan guided dapat diartikan sebagai


8
bimbingan atau terbimbing. Guide discovery learning adalah model pembelajaran

penemuan yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh siswa berdasarkanpetunjuk

dan bimbingan guru. Model pembelajaran Guide discovery learning salah satu

model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model penemuan terbimbing

(guidediscovery) merupakan model pembelajaran yang bersifat student oriented

dengan tekniktrial and error, menerka, menggunakan intuisi, menyelidiki,

menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan

petunjuk jalan dalam membantu siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan

keterampilan yang mereka miliki untuk menemukan pengetahuan baru (Wahyu,

2011: 39). Menurut Soejadi (Azizah, 2016) Guide discovery learning merupakan

pembelajaran yang mengajak atau mendorong siswa untuk melakukan kegiatan

sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang

diharapkan. Serta menurut Candra dkk (2012: 27) model pembelajaran guided

discovery learning yang merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan

secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan

menemukan suatu (benda, manusia, peristiwa) secara sistematis, kritis, logis,

analisis sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan

penuh percaya diri.

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran guided discovery learning

merupakan suatu model pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa

dalambelajar. Dalam proses pembelajaran dengan model iniguruhanya bertindak

sebagai pmbimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk memecahkan

permasalahan, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan dapat

meningkatkan hasil belajarnya.

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

Adapun langkah-langkah model pembelajaran guide discovery learning

adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan/mempersiapkan siswa, yakni guru menyampaikan tujuan


9
pembelajaran, melakukan apersepsi dengan tanya jawab sederhana mengenai

materi sehingga siswa dapat terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

2. Orientasi masalah, guru memberikan motivasi kepada siswa dan siswa

mendengar penjelasan tentang masalah sederhana yang berkenaan dengan

materi pembelajaran.

3. Merumuskan hipotesis, membimbing siswa merumuskan hipotesis sesuai

dengan permasalahan yang dikemukakan.

4. Melakukan kegiatan penemuan, siswa melakukan kegiatan penemuan dengan

bimbingan guru dan siswa diarahkan untuk memperoleh informasi yang

diperlukan.

5. Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan, yakni guru membimbing siswa

dalam menyajikan hasil kegiatan, merumuskan kesimpulan/menemukan suatu

konsep.

6. Mengevaluasi kegiatan penemuan, yakni siswa mengevaluasi langkah- langkah

kegiatan yang telah dilakukan (Suprihatiningrum, 2013: 248).

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

Kelebihan model pembelajaran guide discovery learning antara lain:

1. Siswa akan lebih aktif dalam kegiatan belajar karena siswadapat berpikirdan

menggunakan kemampuannya untuk menemukan hasil akhir.

2. Siswa memahami benar bahan pembelajaran karena siswa mengalami sendiri

proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini akan lebih

lama diingat.

3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin mendorong siswa

ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.

4. Model ini dapat melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

5. Dapat menanamkan rasa ingin tahu.

6. Menimbulkan kerjasama dan interaksi antars iswa.

Kekurangan model pembelajaran guided iscovery learning antara lain:


10

1. Model pembelajaran Guided Discovery Learning banyak menyita waktu.

2. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan, apabila bimbingan guru

tidak sesuai dengan kesiapan pengetahuan siswa.

3. Model pembelajaran Guided Discovery Learning dalam pembelajaran

matematika hanya cocok untuk pokok bahasan tertentu (Erman Suherman, dkk,

2013: 214).

C. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran

matematika. Pada setiap kurikulum pembelajaran matematika tingkat sekolah

selalu kompetensi dasar yang berhubungan dengan pemecahan masalah matematis

dan kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu tujuan dalam

pembelajaran matematika di sekolah.

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan

dimana siswa berupaya mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai

tujuan, juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta

aplikasinya dalamkehidupan sehari-hari (Yarmayani, 2016: 12-19). Kemampuan

pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus

dimiliki siswa, karena pemecahan masalah memberi manfaat yang besar kepada

siswa dalam melihat relevansi antara matematika dengan mata pelajaran yanglain,

serta dalam kehidupan nyata (Nurhasanah dan Luritawaty, 2021: 71-82). Siswa

dikatakan mampu memecahkan masalah matematika jika mereka dapat

memahami, memilih strategi yang tepat, kemudian menerapkannya dalam

penyelesaian masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami,

merencanakan strategi, dan melaksanakan rencana untuk menyelesaikan atau


11
memecahkan suatu permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2. Strategi Pemecahan Masalah

Sesuai dengan strategi pemecahan masalah polya, metode pemecahan

masalah ditempuh dengan langkah-langkah: (1) memahami permasalahan; (2)

membuat rencana penyelesaian; (3) melaksanakan rencana; (4) memeriksa ulang

jawaban. Dari keempat strategi tersebut siswa diharapkan bisa mengerjakan soal

cerita dengan melalui 4 tahap, (1) Diketahui, meliputi informasi soal; (2) Ditanya,

mengetahui permalahan soal; (3) Dijawab, merencanakan dan mengerjakan soal

dan menarik kesimpulan mengenai hasil akhir soal cerita, (4) Teliti dalam

melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Keempat tahap pengerjaan soal cerita akan diberikan nilai untuk masing, masing

tahap untuk mengukur pemahaman siswa mengenai pemecahan masalahpada soal

cerita matematika (Maulana, Kristin, dan Anugraheni, 2018: 30).

3. Indikator Pemecahan Masalah Matematis

Indikator pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini adalah: (1)

memahami masalah dan merencanakan pemecahan masalah; (2) membuat proses

penyelesaian suatu masalah; (3) menjelaskan atau menginterpretasikan masalah

asal, serta memeriksa kebenaran hasil jawaban (Sumartini, 2016: 152).

D. Model Pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang digunakan oleh guru saat ini adalah

model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran

yang umumnya diakukan oleh guru-guru di sekolah, terbukti dari hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti. Adapun menurut Djamarah, metode dalam

pembelajaran konvensional adalah metode pembelajarantradisional atau disebut juga

dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai

alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar dan

pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang


12
diiringi dengan penjelasan serta pembeagian tugas latihan (Wulansari, 2014: 158).

Pembelajaran konvensional yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan

terpadu. Pendekatan terpadu diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu

yang dikaitkan dengan suatu pokok bahasan lain, konsep tertentu dengan konsep lain,

yang dilakukan secara spontan dan direncanakan, baik dalam satu bidang studiatau

lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi

lebih bermakna (Handayama, 2016: 100)

E. Bahan Ajar

Bangun Datar (Segi Empat dan Segi Tiga)

1. Keliling dan Luas Bangun Datar

a. Persegi dan persegi panjang

Persegi adalah segi empat yang memiliki pasangan ruas garis yang

sejajar dan keempat ruas garisnya sama panjang serta keempat sudutnya siku

siku. Persegi panjang adalah segi empat yang memiliki dua pasang ruas garis

yang sejajar dan keempat sudutnya siku siku. Perhatikan gambar berikut :

A B

D C

Amati Gambar!

Bangun ABCD berbentuk persegi

Panjang AB = Panjang Sisi = 3 satuan panjang

Panjang BC = Panjang Sisi = 3 satuan panjang

1) Keliling ABCD = AB + BC + CD + AD (Sifat Komutstif)

= 4 AB (Karena AB = CD = BC = AD)

= 4 AB

= 4 (3) satuan panjang

= 4 x 3 satuan panjang

= 12 satuan panjang
13
Jika : panjang AB = s satuan panjang

Maka : secara umum keliling persegi ABCD

K = 4s

2) Luas ABCD = Panjang AB x Panjang BC

=sxs

= 3 x 3 satuan

= 9 satuan luas

Maka luas persegi ABCD

L = Panjang AB x Panjang BC

L=sxs

A B

D C

Amati Gambar !

Bangun ABCD berbentuk persegi Panjang

Panjang AB = Panjang Sisi = 4 satuan panjang

Panjang BC = Panjang Sisi= 3 satuan panjang

1) Keliling ABCD = AB + BC + CD + AD (Sifat Komutatif)

= AB + BC + CD + AD (Karena AB = CD, dan BC

= AD)

= 2 AB + 2 BC

= 2 (AB + BC) (Sifat Distributif)

= 2 (4 + 3) satuan panjang

= 2 x 7 satuan panjang

= 14 satuan panjang

Jika : panjang AB = p satuan panjang dan panjang CD = l satuan

panjang
14
Maka: secara umum keliling persegi Panjang ABCD

K = 2.p + 2.l

K = 2 (p + l)

2) Luas ABCD = Panjang AB x Panjang BC

=pxl

= 4 x 3 satuan

= 12 satuan luas

Maka luas persegi panjang ABCD

L = Panjang AB x Panjang BC

L=pxl

b. Segitiga

Perhatikan gambar berikut!

A B A

t t

C a D B A C
Luas persegi panjang = Panjang x Lebar

=axt

Luas Segitiga = ½ x luas persegi panjang


=½xaxt

Keliling = panjang seluruh sisi

= AB + BC+ AC

c. Jajar Genjang

Jajar genjang adalah segi empat yang memiliki dua pasang ruas garis

yang sejajar. Perhatikan bentuk jajar genjang di bawah ini.

A
Luas persegi panjang = panjang x lebar
15
=AxT

Luas Jajar genjang = Alas x Tinggi

Contoh Soal dan Langkah-langkah pengerjaan

1. Sebuah taman berbentuk persegi panjang berukuran panjang 32 m dan lebar

24m. Di sekeliling taman akandipasang lampu dengan jarak antar lampu 4m.

jumlah lampu yang diperlukan adalah….

Langkah-langkah pengerjaan

a. Langkah pertama, tuliskan hal-hal yang diketahui dalam soal dan

permasalahannya.

b. Langkah kedua, carirumus yang akan digunakan untuk mengerjakan soal

sesuai dengan bentuk bangun datar dan masalah dalam soal.

c. Langkah ketiga, masukan hal-hal yang diketahui dalam soal kedalam rumus

yang didapatkan agar mendapatkan keliling bangun datar tersebut.

d. Langkah keempat, setelah mendapatkan keliling, untuk menentukan banyak

lampu bagilah keliling dengan jarak antar lampu

e. Langkah kelima, tulislah kesimpulan banyak lampu yang akan dipasang

mengelilingi taman.

Jawaban:

a. Langkah pertama:

Dik: taman berbentuk persegi panjang

Panjang = 32 m

Lebar = 24 m

Jarak Lampu =4m

Dit (Permasalahan) : Banyak lampu yang diperlukan

b. Langkah Kedua:

Rumus K = 2 (p + l)

c. Langkah ketiga:

K = 2(32 m + 24 m)
16
= 112 m

d. Langkah keempat:

Banyak Lampu = Keliling : Jarak antar lampu

= 112 : 4

= 28

e. Langkah kelima :

Jadi, banyak lampu yang akan dipasang adalah 28 buah.

2. Sebidang tanah yang berbentuk persegi panjang dengan lebar 15 meter dan

panjang 20 meter. Pemilik tanah akan memasang pagar kawat dengan biaya Rp

30.000,00 per meter. Berapakah biaya yang diperlukan untuk pemasangan

pagar kawat tersebut?

Langkah-langkah pengerjaan

a. Langkah pertama,tuliskan hal-hal yang diketahui dalam soal dan

permasalahannya.

b. Langkah kedua, carirumus yang akan digunakan untuk mengerjakan soal

sesuai dengan bentuk bangun datar dan masalah dalam soal.

c. Langkah ketiga, masukan hal-hal yang diketahui dalam soal kedalam

rumus yang didapatkan agar mendapatkan keliling bangun datar tersebut.

d. Langkah keempat, setelah mendapatkan keliling, untuk menentukan biaya

yang diperlukan kalikan keliling dengan biaya per meter.

e. Langkah kelima, tulislah kesimpulan biaya yang diperlukan untuk

pemasangan pagar.

Jawaban:

a. Langkah pertama:

Dik: p = 20 m, menyatakan panjang tanah

l = 15 m, menyatakan lebar tanah

biaya/m = Rp. 30.000,00

Dit (permasalahan): biaya yang diperlukan untuk pemasangan pagar


17
kawat?

b. Langkah kedua:

Karena akan dipasang kawat di sekeliling tanah, maka terlebih dahulu cari

kelilingnya.

Keliling= 2 (p+ l)

c. Langkah ketiga:

K = 2 (20 m + 15m)

= 2 (35m) = 70 m

d. Langkahkeempat:

Biaya pagar = keliling persegi panjang x biaya per m

= 70 m x Rp30.000,00/m

= Rp 2.100.000,00

e. Langkah Kelima:

Jadi, biaya yang diperlukan untuk pemasangan pagar kawat tersebut adalah

Rp2.100.000,00.

F. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wayan Widya Rani, dkk (2018) dengan judul efektifitas model pembelajaran

penemuan terbimbing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa tahun ajaran 2017/2018 yang menyatakan bahwa model pembelajaran

penemuan terbimbing (guide discovery learning) efektif ditinjau dari

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal tersebut dibuktikan dari

hasil pengujian tanda binomial diperoleh nilai thitung = 0,9803, sedangkan ttabel =

0,1736, maka thitung >ttabel sehingga H0 ditolak atau H1diterima. Dapat disimpulkan

bahwa persentase siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah

terkategori baik pada pembelajaran penemuan terbimbing lebih dari 60%.

2. Witry Lestari (2017) dengan judul efektifitas model pembelajaran guide

discovery learning terhadap hasil belajar matematika tahun ajaran 2015/2016.


18
Salah satu hasil penelitiannya adalah melalui model pembelajaran guide

discovery learning dapat mempengaruhi hasil belajar dan efektif digunakan

dalam pembelajaran. Hal tersebut dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis pada

data post test dengan menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung = 2,516 sedangkan

ttabel = 2,016 pada taraf signifikan α = 0,05, maka thitung >ttabel sehingga H0 ditolak

atau H1 diterima.

3. Anis Nur Laili (2018) dengan judul pengaruh metode guide discovery learning

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X di SMK

Negeri Trowulan. Dalam uji hipotesis menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung =

2,335 sedangkan ttabel = 2,002 pada taraf signifikan α = 0,05, maka thitung >ttabel

sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Artinya bahwa ada perbedaan antara rata-

rata nilai poss test kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan

bahwa metode guide discovery learning berpengaruh terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas X di SMK Negeri Trowulan.

G. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil wawancara di MTsS Waburense, diperoleh informasi

bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimum) hal ini disebabkan karena kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa masih tergolong rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah

matematis ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah pemilihan model

pembelajaran.

Model pembelajaran yang akan peneliti gunakan pada penelitian ini adalah

model pembelajaran Guide Discovery Learning, peneliti memilih model

pembelajaran ini karena model pembelajaran ini dinilai efektif terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa, membuat siswa dapat lebih aktif, mendorong

siswa untuk berpikir. Adapun bagan kerangka berfikir pada penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Permasalahan
Hasil belajar siswa masih tergolong rendah hal ini
19
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis

penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Guide Discovery Learning lebih

efektif dari pada model pembelajaran Terpadu terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa kelas VII MTsS Waburense.

Adapun rumusan hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

H0: µ1 ≤ µ2 lawan H1 : µ1 ≥ µ2

Keterangan:

µ1: parameter nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

diajar dengan menggunakan model pembelajaran guide discovery learning.

µ2: parameter nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

diajar dengan menggunakan model pebelajaran terpadu.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini termasuk

Quasi Experimental Design. Penelitian ini menggunakan dua kelas, yakni kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas ekperimen diberikan perlakuan dengan

model pembelajaran Guide Discovery Learning dan pada kelas kontrol menggunakan

pembelajaran konvensional.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 Juni sampai dengan 18 Juni tahun

ajaran 2021/2022 di MTsS Waburense.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


20
1. Populasi Penelitian

Sugiono (2019: 144) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan

elemen yang akan dijadikan wilayah inferensi atau generalisasi. Elemen populasi

adalah keseluruhan subjek yang akan diukur. Populasi dalam penelitian

iniadalah seluruh siswa kelas VII MTsS Waburense tahun pelajaran 2021/2022

yang terdiri atas 2 kelas yaitu kelas VII A yang berjumlah 24 siswa dan kelas

VII B yang berjumlah 21 siswa seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Populasi Siswa MTsS Waburense


Kelas Jumlah Siswa
VIIA 24
VIIB 21

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2016: 81). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan Sensus/Sampling Total, yaitu teknik pengambilan

sampel dimana seluruh anggota populasi dijadikan sampel semua. Sampel dalam

penelitian ini sebanyak dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen (perlakuan) yang

menggunakan model pembelajaran Guide Discovery Learning dan kelas kontrol

yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Guide

Discovery Learning, Model Pembelajaran Konvensional, dan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.

2. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah the none quivalent

posttest-only control group design yang disajikan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian

X1 O1
Ratnawati, dkk (2020 : 46)
O2
X2
21

Keterangan:

O1 dan O2 : Post-Test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

X1 : Perlakuan dengan model pembelajaran Guide Discovery Learning

X2 : Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional

E. Definisi Operasional

Penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Guide Discovery Learning yang dimaksud dalam penelitian

iniadalah suatu model pembelajaran yang menitik berat kanpada aktifitas siswa

dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan model ini guru hanya

bertindak sebagai pmbimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk

memecahkan permasalahan, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan

dapat meningkatkan hasil belajarnya.

2. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah: (1) kemampuan memahami masalah; (2) kemampuan merencanakan

pemecahan masalah; (3) kemampuan melakukan pengerjaan atau perhitungan;

(4) kemampuan melakukan pemeriksaan atau pengecekan kembali.

3. Model pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam peneltian ini adalah

pembelajaran menggunakan metode ceramah dengan pendekatan terpadu.

Pendekatan terpadu diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang

dikaitkan dengan suatu pokok bahasan lain, konsep tertentu dengan konsep lain,

yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, sehingga guru

berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut

dengan pemahaman guru.

4. Efektifitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai siswa pada

kelas yang diterapkan model guide discovery learning dan model konvensional

melampaui nilai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu nilai rata-rata ≥
22
70,00. Rata-rata nilai siswa kelas eksperimen pada saat posttest lebih tinggi dibanding

kelas kontrol, dan keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa minimal 85%.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal test,

lembar observasi, dan dokumentasi. Sebelum instrumen penelitian ini digunakan,

terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

1. Lembar Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal tes digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran Guide

Discovery Learning. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan

instrument penelitian berupa tes tertulis dalam bentuk uraian (Essay) yang

diberikan pada saat Post-Test. Post-Test diberikan pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

Adapun pedoman penskoran untuk mengetahui kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa adalah sebagai berikut: (1) kemampuan memahami

masalah; (2) kemampuan merencanakan pemecahan masalah; (3) kemampuan

melakukan pengerjaan atau penghitungan; dan (4) kemampuan melakukan

pemeriksaan atau pengecekan kembali seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah Matematis Siswa


Aspek yang dinilai Skor Keterangan
Tidak menyebutkan apa yang diketahui dan
0
apa yang ditanyakan.
Menyebutkan apa yang diketahui tanpa
1
Kemampuan menyebutkan apa yang ditanyakan.
memahami masalah Menyebutkan apa yang diketahui dan apa
2
yang ditanyakan namun kurang tepat.
Menyebutkan apa yang diketahui dan apa
3
yang ditanyakan dengan tepat.
0 Tidak merencanakan masalah sama sekali.
Kemampuan
Merencanakan penyelesaian dengan
1
merencanakan membuat pola namun pola kurang tepat
23
pemecahan masalah Merencanakan penyelesaian dengan
2 membuat pola berdasarkan masalah dengan
tepat.
0 Tidak ada jawaban sama sekali
Melaksanakan rencana dengan menuliskan
Kemampuan 1 jawaban tetapi jawaban salah atau hanya
melakukan sebagian kecil jawaban benar.
pengerjaan atau Melaksanakan rencana dengan menuliskan
2
penghitungan jawaban setengan atau sebagian benar.
Melaksanakan rencana dengan menuliskan
3
semua jawaban dengan benar dan tepat.
0 Tidak ada menuliskan kesimpulan.
Kemampuan
melakukan Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan
1
pemeriksaan atau membuat kesimpulan tetapi kurang tepat.
pengecekan kembali Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan
2
membuat kesimpulan secarat epat.
(Darsono, 2021:25)

Adapun cara perhitungan nilai akhir sebagai berikut:

skor perolehan
N =Skor maksimal ×100

Dengan N sebagai nilai akhir.

Nilai kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dari perhitungan

kemudian diinterpretasikan ke dalam tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.3 Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah


Nilai Keterangan
84,99 < N ≤ 100 Sangat baik
69,99 < N ≤ 84,99 Baik
54,99 < N ≤69,99 Cukup
39,99 < N ≤ 54,99 Kurang
0 < N ≤ 39,9 Sangat kurang
(Mawaddahdan Anisah, 2015: 170)

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data aktifitas siswa selama

proses pembelajaran berlangsung dan data aktifitas guru dalam mengelola kelas.

Pengambilan data dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan

bantuan observer.

3. Lembar Dokumentasi
24
Lembar dokumentasi digunakan dalam penelitian ini adalah RPP, Silabus,

hasil tes, lembar observasi guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh langsung oleh peneliti dengan

memberikan perlakuan kepada dua kelas. Dengan demikian data dalam penelitian

ini adalah data primer. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif dan kualitatif, dimana data kuantitatif diperoleh dari hasil tes dan data

kualitatif diperoleh dari hasil observasi.

2. Teknik Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal cerita (essaytest).

3. Teknik Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan pengamatan secara

langsung dan pencatatan secara sistematis dengan obyek yang akan diteliti untuk

memperoleh data mengenai terlaksananya aktivitas guru dalam mengolah

pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung pada

kelas dengan menggunakan model pembelajaran Guide Discovery Learning dan

pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvesional.

4. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh

data dan informasidalambentuk buku, arsip, dokumen, tulisanangka dangambar

berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.

5. Teknik Analisis Instrumen

Analisis instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Instrument yang valid berarti alat ukur
25
yangdigunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen

tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur

(Sugiyono, 2014: 168). Formula yang diguakan untuk mengetahui validitas

instrumen melalui tesuji coba yaitu, rumus Pearson Product Moment untuk

koefisien validitasnya adalah sebagai berikut:

  n
XY   X  n

  Y
n
n
 
jii 
ji i
rxy i1 i1  i1 
j
n 2  n
2n 2  n 2
   ji
nXX ji nYY  ii 
i1i1i1i1
(Sugiyono,2016:183)

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 : Koefisien korelasi item ke-i

X
n
jii1 : Jumlah skor item ke-j

Y n
i : Jumlah skor total
i1
26

n : Banyak responden

Item dikatakan valid jika diperoleh hasil perhitungan 𝑟𝑥𝑦>𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan dikatakan

tidak valid jika 𝑟𝑥𝑦 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05. Interpretasi

mengenai koefisien korelasi tes yang digunakan adalah interpretasi menurut

Sugiyono (2016: 184) seperti pada tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi


Besar Koefisien Korelasi Interpretasi
0,00 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,20 Sangat Buruk
0,20 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,40 Buruk
0,40 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,60 Cukup
0,60 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,80 Baik
0,80 ≤ 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil analisis validitas butir soal post-test kemampuan pemecahan

matematis siswa dalam materi bangun datar (segitiga dan segiempat) dengan

jumlah 5 soal post – test pada taraf signifikan 0,05 dapat dilihat pada tabel 3.6

berikut.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validasi Soal Post-Test Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematis Siswa
No Soal KoefisienKorelasi𝑟𝑥𝑦 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Ket Kriteria
1 0,738 0,444 Valid Baik
2 0,718 0,444 Valid Baik
3 0,712 0,444 Valid Baik
4 0,793 0,444 Valid Baik
5 0,624 0,444 Valid Baik

Pada tabel 3.5 terlihat bahwa terdapat 5 butir soal essay tes

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pengajaran bangun

datar (segitiga dan segiempat) dinyatakan sangat baik, baik, dan cukup.

Dengan demikian terdapat 5 butir soal yang dapat digunakan sebagai

instrument pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

dalam pengajaran bangun datar (segitiga dan segiempat).


27
6. Teknik Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam peneltian ini adalah analisis efektifitas

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dimaksudkan untuk

mendeskripsikan atau mengambarkan suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Pada penelitian ini

analisis digunakan untuk melihat gambaran data penelitian berupa

kemampuan pemecahan masalah matematis dari kelas VII MTsS Waburense,

yaitu model pembelajaran Guide Discovery Leatning dan model pembelajaran

konvesional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis melalui

nilai mean, varians, dan standar deviasi. Varians merupakan ukuran seberapa

jauh sebuah kumpulan bilangan atau nilai tersebar dari rata-rata. Nilai varians

yang tinggi mengindikasikan kumpulan data tersebut jauh dari rata-rata

sebaliknya nilai varians yang rendah mengindikasikan kumpulan data dekat

atau condong untuk sama dengan nilai rata-rata. Sedangkan standar deviasi

berfungsi untuk mengetahui sedekat apa nilai-niai yang adadengan rata-rata.

Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1) Mean (rata-rata)

Rumus untuk menghitung mean adalah:

x
n

𝑋̅= =1
ii

(Sugiyono, 2017: 49)


𝑛
28

2) Varians

Varians untuk sampel diberi simbol yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

x x
n
i
2
𝑠= i
(Sugiyono, 2017: 57)
𝑛−1

3) Standar Deviasi (Simpangan Baku)

Standar deviasi untuk sampel dapat dirumuskan sebagai berikut:

n

x 

√  i x
i=1 
S= (Sugiyono, 2017: 58)
29
𝑛−1

Keterangan:

𝑋̅ : Mean (rata-rata)

s2 : Varians

s : Standar deviasi

𝑋𝑖 : Nilai data ke-i

n : Banyaknya responden

b. Analisis Inferensial

Teknik analisis inferensial adalah serangkaian teknik yang

digunakan untuk mengkaji, menganalisis dan mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang diperoleh. Sebelum melakukan uji statistic inferensial,

maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis sebagai berikut:

1) Uji Prasyarat

Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui data berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data

merupakan prasyarat untuk melakukan pengujian selanjutnya. Uji

normalitas pada penelitian ini dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov dengan menggunakan tara fsignifikan 5%, dengan syarat

sebagai berikut:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Kesimpulan

Dmaks D tabel, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi


normal

DmaksDtabel, berarti sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal.

Uji Homogenitas
30
Uji homogenitas merupakan suatu uji statistik yang dilakukan

untuk mengetahui data sampel kedua kelompok mempunyai variansi

yang sama atau tidak. Pada penelitian ini, untuk menguji homogenitas

data menggunakan Uji-F (Fisher). Uji-F dilakukan dengan cara

membandingkan varians data terbesar dibagi varians data terkecil.

2) Uji One Sampel T-Test

Rumusan Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ≤ 70

(Nilai Kriteria Ketuntasan Minimum)

H1 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa > 70

(Nilai Kriteria Ketuntasan Minimum)


31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 6 Juni 2022 Sampai dengan tanggal 18

Juni 2022 Di MTsS Waburense. Sampel yang digunakan adalah seluruh siswa kelas

VII MTsS Waburense. Penelitian ini peneliti bertindak sebagai guru pengajar.

Pengamat dalam penelitian ini satu orang yaitu mahasiswa Universitas sembilanbelas

November Kolaka atas nama Rati hasil penelitian mencakup hal-hal:

1. Analisis Deskriptif

Analisis deksriptif dalam penelitian ini adalah terdiri dari analisis kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa, analisis lembar observasi guru, dan analisis

lembar observasi siswa.

a. Analisis Lembar Observasi Guru

Lembar observasi guru digunakan untuk melihat proses pembelajaran

yang telah dilaksanakan oleh guru sesuai dengan sintaks yang ada dalam model

pembelajaran Guide Discovery learning dan model Pembelajaran Konvensional.

Hasil lembar observasi tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Lembar Observasi Aktivitas Guru


Pertemuan Keaktifan Guru
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
I 87,5 % 87,5 %
II 87,5 % 93,75 %
III 93,75 % 100 %
Rata-rata 90,63 % 93,75 %

Berdasarkan hasil analisis lembar observasi guru pada Tabel 4.1 di atas,

terlihat bahwa setiap pertemuan guru telah mengikuti langkah-langkah

pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran Guide Discovery Learning dan

pembelajaran konvensional pada kelas VII.

b. Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar penilaian aktivitas siswa digunakan untuk melihat keaktifan


32
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil lembar observasi tersebut

disajikan pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Hasil Lembar Observasi Aktivitas Siswa


Pertemuan Keaktifan Siswa
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
I 87,5% 87,5%
II 87,5% 93,75%
III 93,75% 93,75%
Rata-rata 90,63% 91,67%

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.2 diatas terlihat bahwa rata-rata

aktivitas siswa pada proses pembelajaran dengan menggunakan model Guide

Discovery Learning untuk kelas VIIA sebesar 91,67 %. Nilai tersebut

menunjukan bahwa aktifitas siswa tergolong baik atau siswa sangat aktif dalam

proses pembelajaran. Sedangkan rata-rata aktivitas siswa pada proses

pembelajaran konvesional untuk kelas VII B sebesar 90,63%. Nilai tersebut

menunjukan aktifitas siswa tergolong baik atau siswa aktif dalam proses

pembelajaran.

c. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Materi Bangun


Datar (segitiga dan Segiempat)

Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam

pembelajaran matematika untuk memberikan gambaran karakteristik dan

perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa saat diberikan

perlakuan model Guide Discovery Learning dan model pembelajaran

konvesional. Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat

dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Terhadap Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika Siswa
Analisis Deskriptif Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Mean 71,09 79,98
Median 75,2 85,55
Modus 77 68
Varians 126,1423 184,4965
Standar Deviasi 11,23 13,58
Minimum 40,3 42,8
33
Maksimum 90,8 96,4

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 4.3 diatas, diperoleh

nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa menggunakan model

pembelajaran konvesional adalah 71,09 dan nilai rata-rata siswa menggunakan

model pembelajaran Guide Discovry Learning adalah 79,98. menunjukan

bahwa rata- rata kemampuan pemecahan masalah matematika materi bangun

datar (segitiga dan segiempat) lebih tinggi saat menggunakan model

pembelajaran Guide Discovery Learning dibandingkan menggunakan model

pembelajaran konvesinal.

Adapun interpretasikemampuanpemecahan masalah matematis siswa

dapat dilihat pada tabel 4.4 dan 4.5 berikut

Tabel 4.4 Hasil Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Siswa Kelas Eksperimen
No Nama Siswa Nilai Keterangan
1 Adrian 73,4 Baik
2 Afika Salsa Bila 68 Cukup
3 Ambrozi 88,5 Sangat Baik
4 Azril Ahirul Mafis 68 Cukup
5 Famin 88,5 Sangat Baik
6 Fandi 77 Baik
7 Hasna 64,4 Cukup
8 IldaLestari 88,5 Sangat Baik
9 Ilma 95,4 Sangat Baik
10 Ilmi 92,8 Sangat Baik
11 Jajan Miharja 69,8 Cukup
12 Mustafa 89,5 Sangat Baik
13 Mutiara Ilmira 68 Cukup
14 Nailan Nabila 62,6 Cukup
15 Nirsa Gita 89,5 Sangat Baik
16 Nita 86,2 Sangat Baik
17 Nur Nilam Sari 84,9 Baik
18 Nurtasya Kharima 96,4 Sangat Baik
19 Rafli Wijaya 68 Cukup
20 Rial Gustaka 81,6 Baik
21 Riska Junudin 88,5 Sangat Baik
22 Sakina 42,8 Kurang
23 Tiara Dewi 91,8 Sangat Baik
24 Witry Muniansi 95,4 Sangat Baik

Tabel 4.5 Hasil Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Siswa Kelas Kontrol
34
No Nama Siswa Nilai Keterangan
1 Denis 75,2 Baik
2 Fahri 69,8 Cukup
3 Fitria 77 Baik
4 Haeril 77,5 Baik
5 Kamudin 77 Baik
6 Murisa 60,8 Cukup
7 Musarah Satul 75,2 Baik
8 Nurul Hidayah 90,8 Sangat Baik

9 Nur Hidayah 40,3 Kurang


10 Putri Dianti 54,9 Kurang
11 Rahmayanti 74,7 Baik
12 Rasti 75,7 Baik
13 Rasti Latif 80,3 Baik
14 Rehan 77 Baik
15 Sarmini Putri 57,2 Cukup
16 Satina 77 Baik
17 Siam Fatur Royan 68,3 Cukup
18 Silfani 77 Baik
19 Sri Wahyuni 73,4 Baik
20 Triadfin 77 Baik
21 Yudi Azhari 56,7 Cukup

2. Analisis Inferensial

a. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas pada penelitian ini menggunakan statistic

Kolmogorov- Smirnov. Berdasarkan uji yang telah dilakukan pada kelas

eksperimen diperoleh hasil Dhitung = 0,193dan nilai Dtabel= 0,269 karena

Dhitung≤ Dtabel (0,193 < 0,269) maka H0 diterima dengankata lain sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Begitu pula untuk data kelas

kontrol diuji normalitas dengan uji yang sama dan diperoleh Dhitung= 0,248

dan nilai Dtabel= 0,287 karena Dhitung≤ Dtabel(0,270 < 0,287) maka H0 diterima

dengan kata lain sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

(terdapat pada lampiran 24).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji fisher, hal ini

dilakukan untuk melihat kesamaan varians sampel. Berdasarkan analisis yang

diperoleh Fhitung = 1,4626 dan Ftabel = 2,0917. Karena Fhitung < Ftabel (1,4626 <
35
2,0917) maka dapat disimpulkan data memiliki varians yang sama atau

homogen (terdapat pada lampiran 24)

c. Uji One Sampel T-Test

Berdasarkan uji prasyarat yang dilakukan, diperoleh data

berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan pengujian hipotesis

menggunakan t-test polled varian. Sebelum dilakukan uji t-test polled varian

terlebih dahulu dilakukan pengujian one sampel t-test untuk kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis ujione sampel t-test kelas

eksperimen diperoleh thitung = 3,5992 dan ttabel= (α = 0,05; dk = n - 1 = 23) =

2,0687. Hasil analisis uji one sampelt-testkelas kontrol diperoleh thitung=

4,3528 dan ttabel= (α = 0,05; dk = n -1=20) =2,0860. Karena thitung > ttabel maka

H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan

pemecahan matematis siswa lebih besar dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimum).

d. Uji Hipotesis

Berdasarkan uji prasyarat yang dilakukan, diperoleh data berdistribusi

normal dan homogen maka dilakukan pengujian hipotesis menggunakan t-test

polled varian. Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji t

diperoleh thitung = 2,3727 dan ttabel = (α = 0,05; dk = n1 + n2 – 2 = 43) =

2,01669. Karena thitung > ttabel (2,3727 > 2,01669) maka H0 ditolak dengan

kata lain terdapat perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan matematis

secara signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

B. PembahasanHasilPenelitian

Penelitian ini dilakukan di MTsS Waburense, yang mengambil dua kelas

yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen siswa diajar dengan

menggunakan model pembelajaran Guide Discovery Learning sedangkan pada kelas

kontrol siswa diajar dengan model pembelajaran konvensional.


36
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diuraikan pada bagian 4.1, maka

pada bagian pembahasan hasilpenelitian meliputipembahasan hasilanalisis deskriptif

dan analisis inferensial. Pembahasan tersebut meliputi (1) kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa; (2) kemampuan guru mengelola pembelajaran; (3)

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan pembahasan tersebut akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Materi Bangun Datar

(Segitiga dan Segiempat)

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa secara deskriptif

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan

model Guide Discivery Learning yang terdiri dari siswa menunjukan nilai

minimum 42,8, nilai maksimum 96,4, rata-rata (mean) 79,98 median

85,55,modus 68, dengan variansi 184,4965, dan standar devias 13,58. sedangkan

siswa yang diajar menggunakan model konvesional menunjukan nilai mnimum

40,3, nilai maksimum 90,8, rata-rata(mean) 71,09, median 75,2, modus 77,

dengan variansi 126,1423, dan standar deviasi 11,23. Hasil menunjukan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan model pembelajaran

Guide Discovery Learning lebih tinggi dibandingkan menggunakan model

pembelajaran konvesional dalam materi bangun datar (segitiga dan segiempat).

Perbedaan ini disebabkan karena pada saat belajar menggunakan model

Guide Discovery Learning siswa terlatih mengerjakan soal, selain itu siswa

antusias mengikuti pembelajaran, berinteraksi, dan bersemangat saat

pembelajaran berlangsung. Saat pembelajaran guide discovery learning juga

dapat memaksimalkan seluruh kemampuan siswa karena dalam pelaksanaannya

dilakukan oleh siswa berdasarkan bimbingan guru.

2. Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran

Kemampuan dalam mengelola pembelajaran baik pada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol secara umum terlaksana dengan baik, hal ini
37
sesuai dengan pengamatan observer selama 3 (tiga) kali pertemuan. Pada saat

mengajar di kelas ekperimen maupun kelas kontrol guru telah menciptakan

suasana yang kondusif, nyaman, dan bersahabat. Sehingga dapat mendorong

siswa untuk lebihtermotivasi dalam belajar dan aktif dalam proses pembelajaran.

Hasil rata-rata persentase aktivitas guru dalam proses pembelajaran

pada kelas eksperimen sebesar 93,75%, sedangkan nilai rata-rata keaktifan guru

dalam proses pembelajaran pada kelas kontrol sebesar 90,63%. Dari nilai rata-

rata aktivitas guru dalam proses pembelajaran tersebut menunjukan bahwa

dalam proses pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol

termasuk dalam kategori aktif.

3. Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran

Hasil pengamatan observer dalam aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol menunjukan bahwa

semua aspek yang diamati secara umum terlaksana dengan baik selama 3 (tiga)

kali pertemuan. Nilai rata-rata persentase aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran kelas eksperimen sebesar 91,67 %, sedangkan nilai rata-rata

persentase aktivitas dalam proses pembelajaran kelas kontrol sebesar 90,63%.

Dari rata-rata persetase aktivitas siswa dalam pembelajaran tersebut dapat dilihat

bahwa siswa pada kelas eksperimen yang diajar menggunakan model Guide

Discovery Learning lebih aktif dibandingkan siswa pada kelas kontrol yang

diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

4. Efektivitas Pembelajaran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dimana rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran

Guide Discovery Learning yaitu 79,98, lebih tinggi dibandingkan dengan model

pembelajaran konvesional yaitu 71,09, dan lebih tinggi dibanding KKM yang

ditetapkan sekolah yaitu 70, hal ini dibuktikan ketika dilakukan pengujian one

sampelt-test kelas eksperimen diperoleh thitung = 3,5992 dan ttabel = (α = 0,05; dk


38
= n - 1 = 23) = 2,0687. Hasil analisis uji one sampel t-test kelas kontrol

diperoleh thitung = 4,3528 danttabel= (α = 0,05; dk = n - 1= 20) = 2,0860. Karena

thitung > ttabel maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata

kemampuan pemecahan matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

lebih besar dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum).

Hasil rata-rata presentase aktivitas guru adalah sebesar 93,75%, dan

hasil rata-rata aktivitas siswa sebesar 91,67%, telah melampaui kriteria minimal

85% keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa maka model ini dikatakan efektif.

Hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji t diperoleh thitung = 2,3727 dan ttabel

= 2,01669, Karena thitung > ttabel (2,3727 > 2,01669) maka terdapat perbedaan rata-

rata kemampuan pemecahan matematis secara signifikan antara kelas kontrol

dan kelas eksperimen.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, Wayan Widya Rani, dkk (2018)

yang menyatakan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing (guide

discovery learning) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Penelitian dengan model pembelajaran yang sama dilakukan

oleh Witry Lestari (2017), Salah satu hasil penelitiannya adalah melalui model

pembelajaran guide discovery learning dapat mempengaruhi hasil belajar dan

efektif digunakan dalam pembelajaran.

Dari hasil penelitian terdahulu dan hasil penelitian peneliti, maka

penerapan model pembelajaran Guide Discovery Learning terbukti efektif dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa khususnya

materibangundatar (segitiga dansegiempat) dikelas VII MTsS Waburense. Oleh

karena itu untuk mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah matematika,

penerapan model pembelajaran Guide Discovery Learning perlu dilakukan.

Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan model Guide

Discovery Learning efektif meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VII MTsS Waburense.


39
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka diperoleh hasil

belajar peserta didik pada pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

Guide Discovery Learning sangat berpengaruh dan efektif daalam pembelajaran

matematika dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa (Lestari, 2017: 73).

C. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

1. Pelajaran matematika dalam penelitian ini hanya sebatas materi bangun datar

(segitiga dan segiempat) selama 3 pertemuan, sehingga belum menggambarkan

efektivitas pembelajaran dalam waktu yang lama untuk setiap materi khususnya

bangun datar (segitiga dan segiempat).

2. Beberapa kalimat dalam instrument penelitian masih ada yang salah dalam

pengetikan.
4
0

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan model

pembelajaran Guide Discovery Learning di kelas VII A MTsS

Waburense yang terdiridari24 siswa menunjukan nilai minimum 42,8,

nilai maksimum 96,4,rata-rata (mean) 79,98 median 85,55 modus 68

dengan variansi 184,4965, dan standar deviasi 13,58

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan model

pembelajaran konvensional di kelas VII B MTsS Waburense yang terdiri

dari 21 siswa menunjukan nilai minimum 40,3, nilai maksimum 90,8,

rata- rata (mean) 71,09 median 75,2 modus 77 dengan variansi 126,1423

dan standar deviasi 11,23.

3. Model pembelajaran Guide Discovery Learning efektif dibuktikan

dengan dilakukan pengujian one sampel t-test diperoleh thitung = 3,5992

dan ttabel = (α = 0,05; dk = n - 1 = 23) = 2,0687. Karena thitung > ttabel maka H0

ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan

matematis siswa kelas eksperimen lebih besar dari nilai KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimum).

4. Model pembelajaran konvensional efektif dibuktikan dengan dilakukan

pengujianone sampel t-test diperoleh thitung= 4,3528 danttabel= (α = 0,05;


4
1

dk = n - 1= 20) = 2,0860. Karena thitung >ttabel maka H0 ditolak sehingga dapat

disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan matematis siswa kelas

kontrol lebih besar dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum).

5. Hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji t-test polled varian

diperoleh thitung = 2,3727 dan ttabel = 2,01669. Karena thitung >ttabel (2,3727

> 2,01669) maka H0 ditolak dengan kata lain terdapat perbedaan rata-rata

kemampuan pemecahan masalah secara signifikan antara kelas kontrol

dan kelas eksperimen.

6. Model pembelajaran Guide Discovery Learning efektif terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa MTsS Waburense

khususnya materi bangun datar (segitiga dan segiempat). Dibuktikan

dengan membandingkan nilairata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa menggunakan model pembelajaran Guide Discovery

Learning lebih tinggi dibangingkan menggunakan model pembelajaran

Konvensional.

B. Saran

Dalam rangka perbaikan mutu pendidikan, khususnya penelitian ini

yakni menggunakan model pembelajaran Guide Discovery Learning, maka

peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Guru diharapakan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup

untuk memilih metode yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan

diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan

siswa.
4
2

2. Siswa diharapakan untuk selalu aktif dalam setiap pembelajaran dan

selalu memotivasi diri untuk terus meningkatkan keinginan dan minat

belajar.

3. Pada pembelajaran matematika khususnya materibangundatar (segitiga

dan segiempat), guru disarankan menggunakan model pembelajaran

Guide Discovery Learning.

4. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan untuk melakukan

penelitianlanjutan yang terkait pembelajaran matematika yang mengacu

pada model pembelajaran Guide Discovery Learning sebagai

pengembangan dalam penelitian.

5. Perlu dilakukan pengujian efektifitas yang lebih luas untukmateri-materi

yang diuji.
4
3

DAFTARPUSTAKA

Azizah, Nurul. 2016. Penerapan model guided discovery dalam meningkatkan


kemampuan problem posing dan kemampuan pemecahan masalah serta
dampaknya terhadap penurunan kecemasan matematis siswa (di SMP
IT ANNI’MAH). Thesis S2 diterbitkan. (online),
(http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/12350), diakses 16 Februari 2018.

Effendi, L.A. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan


Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representai dan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitan
Pendidikan. 13(2) : 1-10.

Fitriyani, Syawalia. 2017. Efektivitas Model Pembelajaran Group Investigation


Ditinjau dari Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi
pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar
lampung Tahun Pelajaran 2016/2017). Skripsi tidak diterbitkan.
Bandar lampung: Universitas Lampung.

Hamdayama, Jumanta. 2016. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


Harahap,E.R.,&Surya,E.,2017. Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas VII Dalam Menyelesaikan Persamaan Linear
Satu Variabel. Edumatica. Volume 07, Nomor 01.

Hardini, I., & Puspitasari, D. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta:


Familia.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ihsana. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kadir. 2015. Statistik Terapan : Konsep, Contoh, Analisa Data Dengan Program
SPSS/Lisreal Dalam Penelitian. Jakarta: PT Raja grafindo Persada

Kemendikbud. 2013.Permendikbud RI Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standarisi


Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud.

Kemendikbud. 2016. Permendikbud No. 58 tentang Kurikulum Sekolah


4
4

Menengah Pertama. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan. (Online),
(http://dikbud.lombokbaratkab.go.id/uploaded/PermendikbudTahun2016
_Nomor024.pdf), diakses 17 November 2017.

Maulana, U., Kristin, F., & Anugraheni, L. 2018. Efektifitas Cooperative


Learning Tipe The Power of Two Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa. Jurnal Ilmiah Pengembangan Pendidikan,
5(3), 29-33.

Mawaddah, S., & Anisah, H. 2015. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Siswa Pada Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Generatif (Generative Learning) di SMP. Jurnal
Pendidikan Matematika, 3(2), 166-175.

Nurhanifah, Nova. 2018. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan


Masalah MatematisSiswa SMPAntaraYang Memperoleh Pembelajaran
Means-Ends Analysis (Mea) dan Discovery Learning. Jurnal Seminar
Matematika dan Pendidikan Matematika, 153-161.

Nurhasanah, D. S., & Luritawaty, I. P. 2021. Model Pembelajaran REACT


Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. PLUSMINUS:
Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1), 71-82.

Purnomo, Hendra Yudi dkk, 2016. Penerapan Model Guide Discovery Learning
Pada Materi Kalor Terhadap Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik
Kelas VII SMPN 13 Prafi Manokwari Papua Barat. Jurnal FKI
PUNIPA. Vol5. No 2.

Ratnawati, Dewi dkk. 2020. Pengaruh Model Pembelajaran PBL Berbantu


Question Card Terhadap Kemampan Berpikir kritis Matematis Siswa
SMP. Edumatica: Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 10, No 01.

Rohmawati. A. 2015. Efektivitas Pembelajaran. Jurnal PAUD PPs Universitas


Negeri Jakarta. Volume 9, No 1. (online), (http://-www.pps.unja.ac.id),
diakses 20 Februari 2018.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsepdan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.


Sudjana, Nana. 2012. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

Sugiono. 2019. Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, R&D dan


4
5

Penelitian Pendidikan) (3 ed). (a. Nuryanto, Penyunt.) Yogyakarta:


ALFABETA

Sugiyono, S. 2015. Metode Penelitian Kuantitati, Kualitatif, dan r&d. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono ,S. 2016. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman dkk. (2013). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: JICA.

Sumartini, T. S., & Matematis, K. P. 2016. Peningkatan Kemampuan Pemecahan


Masa lah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut, 5(2), 148-158.

Sundayana, Rostina.2016. Statistik Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.


Supardi. 2013. Sekolah Efektif, Konsep Dasar dan praktiknya, Jakarta:
Rajawali Pers.

Suprihati Ningrum, Jamil. (2013). Strategi Pembelajaran: Teoridan Aplikasi.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Wahyu, Yoppy Purnomo. 2011. Keefektivan Model Penemuan Terbimbing dan


Kooperatif Learning pada Pembelajaran Matematika. Jurnal
kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran. Vol. 4, No. 1 Hlm.
3940. (online), (http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view/503),
diakses 5 Oktober 2017.

Yarmayani A. 2016. Analisis kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa


Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 6(2),
12-19.

Anda mungkin juga menyukai