Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Review Buku

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

REVIEW BUKU

Nama : Serli Saimah

Nim : 2288220046

Kelas : 3B

MK : Metodologi Sejarah

Identitas Buku

Judul Buku Perspektif baru penulisan sejarah Indonesia

Pengarang Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto,


Ratna Saptari

Penerbit Yayasan Obor Indonesia

Tahun Terbit 2013

ISBN 9789794618400

Sinopsis Buku

Menulis Kehidupan sehari-hari Jakarta: Memikirkan kembali sejarah sosial Indonesia

Pada bab ini penulis membahas mengenai kegagalan dalam Historiografi Indonesia,
menampilkan sejarah bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat sebagai salah satu
kelompok sejarah sosial. Pembahasan dimulai mengenai penjelasan tentang ironi
penulisan sejarah jakarta dan tidak hadirnya rakyat sebagai pemeran utama dalam
rekonstruksi tentang masa lalu jakarta oleh sejarawan Indonesia. Bagian selanjutnya
akan dipaparkan mengenai kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta. Pembahasan
sejarah kota jakarta ini lebih memberikan gambaran yang seharusnya terdapat dalam
penulisan sejarah Indonesia yang selama ini terlupakan oleh para sejarawan.

Sejarah Jakarta tanpa Rakyat

Hampir semua buku-buku sejarah mengenai jakarta yang ditulis oleh sejarawan
Indonesia yang ada di koleksi perpustakaan (KITLV) Leiden, Yang dikenal dengan
kumpulan lengkap tentang Indonesia. Namun dari tulisan-tulisan tersebut sulit
ditemukan tentang sejarah kehidupan sehari-hari masyarakat nya, terutama sejarah
kemiskinan dan kekumuhan yang menjadi salah satu identitas kota jakarta sejak
berabad-abad lamanya sampai sekarang ini. Hampir seluruh tulisan sejarah kota jakarta
bukan hanya tentang kajian sejarah sebagai naskah akademik melainkan lebih kepada
publikasi yang secara sengaja ditulis sebagai dokumen resmi pemerintah atau
informasi untuk kepentingan pariwisata (Djakarta Raja 1953; Kutoto 1966; Bambang
1978; Ismed 1981; Tjandrasasmita 2001; Surjomihardjo 2000, 2001). Beberapa publikasi
yang membahas mengenai sejarah masyarakat Betawi yang dipercaya secara historis
sebagai penduduk asli Jakarta, tidak memberikan informasi banyak terkait kehidupan
sehari-hari masyarakat nya. Menurut Suparlan, 1974 & Muhajir 2000, Gambaran tentang
kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta lebih muda ditemukan dalam kajian ilmiah
yang dilakukan oleh para antropolog Indonesia atau bahkan ahli bahasa. mengenai
gambaran kehidupan sehari-hari juga lebih mudah ditemukan dalam bentuk lain seperti
gambar atau foto-foto pribadi, laporan media massa, film, kartu pos, iklan, maupun
lukisan yang diberi label sejarah kota jakarta. Lebih parahnya lagi sejarawan yang
mengetahui hal tersebut tetap menolak menggunakan sumber yang ada, mereka
menganggap sama dengan imajinasi para penulis sastra yang tidak benar-benar
memperlihatkan kebenaran.

Kehidupan sehari-hari kota di tengah kekumuhan

Foto kota jakarta pada abad ke-19 kenyataannya bukan kota yang terlihat menarik
dan mewah dengan gaya kolonial. Disamping itu tenyata jakarta merupakan kota yang
memiliki jalanan tanah yang berdebu pada musim panas dan becek serta berlubang
pada Musim hujan. Jakarta menjadi kota multikulturalisme dimana banyaknya orang
dari berbagai suku dan daerah yang bersinggah dijakarta. Hampir seluruh orang baik itu
orang cina, India, Arab, Belanda dan penduduk asli Indonesia yang berjalan kaki tidak
terlihat perbedaannya, kecuali mereka-mereka yang dari strata bawah. Namun seiring
berjalannya teknologi memperkuat citra jalan sebagai tempat menciptakan simbol
perbedaan sosial dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta.

Pada konteks yang lain keberadaan sungai Ciliwung yang awalnya dimanfaatkan
sebagai tempat mencuci pakaian, mandi dan sebagainya oleh semua kalangan baik itu
kaum elite maupun kalangan bawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep sehat
dan bersih pada masyarakat pada waktu itu berbeda dengan masa kemudian. Seiring
bertambahnya pengetahuan air yang biasa mereka manfaatkan untuk sehari-hari
terkhusus pada kaum elite kini dianggap tidak layak karena masalah kesehatan. Mereka
menganggap air sungai hanya pantas digunakan untuk orang-orang dari kalangan
bawah. Masyarakat yang miskin meskipun mengetahui sungai sudah tercemar dan
kotor mereka tetap saja memanfaatkan air tersebut karena memang tidak ada pilihan
lagi. Dari beberapa kemungkinan, berdasarkan imajinasi historis atas kenyataan yang
ada dapat diinterpretasi bahwa penduduk mulai membuat sumur sendiri di halaman
rumah, berlangganan air dari perusahaan air minum milik pemerintah daerah seperti
yang dibangun di Pejompongan pada tahun 1956, membeli dari pedagang air keliling,
atau pemerintah membuat sumur pompa untuk keperluan bersama. Selain itu, para
keluarga yang mampu mulai mencari air yang bersih dengan menggunakan pompa air
berkapisitas tinggi sehingga merusak struktur air tanah di daerah itu, termasuk
menyebabkan kekeringan pada sumur-sumur yang telah ada sebelumnya. Air bersih
telah berubah menjadi benda ekonomi, dan bagi orang kebanyakan berarti beban
ekonomi yang semakin berat karena meningkatnya biaya hidup sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak pun sulit menemukan tempat bermain, dan
mereka harus menderita baik secara fisik maupun kejiwaan. Disamping itu juga nyamuk
malaria, bakteri yang dibawa oleh lalat, infeksi tetanus dan penyakit lainya sangat
mengancam kehidupan mereka . Penyakit ini menjadi masalah serius bagi anak-anak
Jakarta, jika sakit mereka hanya mengandalkan kerokan, dukun, atau minyak angin dan
jika ingin minum obat, bahkan sampai abad ke-20 pun mereka masih meminum obat-
obatan herbal seperti jamu dan obat-obatan dari warung. Perkembangan teknologi
otomotif yang menghadirkan para pengemudi bemo, bajaj, taksi, dan angkutan kota
bermesin lainnya, terutama setelah tahun 1970-an, setahap demi setahap telah
menyikirkan tukang becak dari jalan-jalan utama Jakarta dan bahkan akhirnya dari jalan-
jalan di seluruh Jakarta. Kalaupun masih ada, mereka terpuruk di jalan-jalan sempit di
gang kampung atau perumahan yang baru di bangun. Sementara itu bagi para
perempuan migran yang "tidak beruntung", menjadi pelacur yang terpaksa harus mereka
dijalani. puisi yang ditulis oleh W.S. Rendra pada tahun 1967 juga secara jelas
menunjukkan peran penting baik pelacur jalanan maupun pelacur "tingkat tinggi"
Jakarta dalam sejarah kehidupan sehari- hari masyarakat ibukota. Bahkan penghasilan
sebagian callgirl yang dihotel berpenghasilan paling tinggi di kota jakarta. Pelacur,
tukang becak, pemulung, gelandangan, maling, copet, dan pelaku kegiatan nonformal
lainnya seolah-olah sebuah komunitas yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat miskin kota di Jakarta sejak masa kolonial sampai akhir abad ke-20
dan memasuki abad ke-21.

Sejarah sosial Indonesia, sebuah gagasan

Tradisi historiografi dominan yang nasionalistik itu didasarkan pemikiran bahwa,


"untuk bangsa yang berabad-abad dijajah seperti Indonesia, penting sekali rakyatnya
mengetahui apa yang telah dapat tercapai oleh bangsanya pada zaman dahulu ketika
dibawah pemerintahannya sendiri. Cara berpikir di atas menunjukkan bahwa sejak awal
konstruksi sejarah Indonesia dibangun sebagai reaksi terhadap cara pandang dan
sejarah orang Barat serta kekuasaannya di Indonesia yang tidak disenangi, namun tidak
melihat dengan cermat konteks waktu, tempat, dan aktor dari masa lalu itu sendiri.
beberapa paradoks dalam perkembangan historiografi Indonesia. Salah satu persoalan,
tradisi penulisan sejarah di Indonesia pascakolonial ternyata tidak mampu
memunculkan sikap kritis terhadap pola berpikir historiografi yang telah ada
sebelumnyaOleh karena itu, tidak berlebihan jika ada yang berpendapat bahwa
persoalan utama dari historiografi Indonesia pascakolonial tidak hanya bersumber pada
tekanan politik penguasa seperti yang banyak dikemukakan selama ini terutama
berkaitan dengan Orde Baru, melainkan lebih disebabkan oleh kerancuan dan
keterbatasan baik secara epistimologis maupun metodologis. Akibatnya, konstruksi dan
pemaknaan sejarah yang memenuhi persyaratan keilmuan hanya terbatas pada tulisan
yang dilakukan oleh sejarawan tertentu saja, sedangkan yang lain cenderung terjebak
dalam retorika yang sering tidak memiliki pijakan epistimologi dan metodologi yang
jelas.

Salah satu contoh yang dapat digunakan untuk menunjukkan tidak adanya
perubahan secara struktural dalam historiografi Indonesia pascakolonial adalah tidak
berkembangnya kajian sejarah sosial dan sifat semu dari keberadaan orang kebanyakan
dalam historiografi Indonesia. Ironisnya ketika ide-ide itu dikembangkan lebih lanjut oleh
para penerusnya, terjadi penyempitan arti dan cakupan sejarah sosial Indonesia.
Penjelasan tersebut setidaknya meninggalkan beberapa hal yang secara konseptual
kemudian sangat menentukan arah kajian sejarah sosial Indonesia sampai saat ini,
yang diselimuti oleh ketidakmampuan secara umum sebagian besar generasi
sejarawan berikutnya memahami dan kemudian mengembangkan lebih lanjut kerangka
berpikir yang telah dibangun oleh Sartono Kartodirdjo.

cakupan tempat dalam sejarah sosial Indonesia seolah-olah terbatas pada masa
lalu yang terjadi secara geografis di daerah pedesaan, tidak termasuk perkotaan. Dan
kehidupan sehari-hari dianggap bukan merupakan sejarah karena sejarah hanya masa
lalu yang dapat dikaitkan dengan sesuatu secara instititusional, politis, ideologis, dan
struktural saja, seperti penulisan sejarah kelompok buruh pada abad ke-19.
Pemberlakuan prinsip baru dalam kajian sejarah sosial juga akan mendorong sejarawan
Indonesia menulis sejarah sosial yang sangat memperhatikan pengalaman hidup sehari
-hari masyarakat dan orang kebanyakan (Auyero 2001). Oleh karena itu, kelompok
masyarakat miskin perkotaan yang selama ini tidak mendapat perhatian sama sekali
dalam historiografi Indonesia akan menjadi salah satu perhatian dalam kajian sejarah
sosial dalam format yang baru.

Secara metodologis, selain mampu melepaskan sejarah sosial dari


ketergantungan yang berlebihan pada sejarah dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial,
perubahan perspektif juga akan membawa sejarawan pada sumber-sumber sejarah
yang terabaikan dan tidak konvensional, seperti yang terdapat pada memori. Kenyataan
sosial masa lalu seperti itu sudah dapat dipastikan tidak pernah ada di dalam buku
sejarah Jakarta yang ditulis oleh orang Indonesia selama ini. Padahal dari hal itu dapat
dipelajari bahwa foto yang selama ini jarang sekali dimanfaatkan oleh sejarawan
Indonesia sebagai sumber sejarah ternyata mampu menghadirkan kenyataan sehari-
hari masyarakat Jakarta, sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendapat
gambaran yang berbeda dan lebih lengkap tentang kenyataan sejarah dari periode
revolusi Indonesia. upaya untuk mengembangkan sejarah masyarakat, sejarah orang
kebanyakan, dan sejarah kehidupan sehari-hari dalam kerangka sejarah sosial oleh
sejarawan Indonesia sangat relevan bagi perkembangan historiografi Indonesia di masa
depan. Usaha itu tidak hanya akan menghadirkan lebih banyak kenyataan dari masa lalu
yang selama in dilupakan dan diabaikan, melainkan juga akan menawarkan
epistemologi dan metodologi tambahan bagi historiografi Indonesia.

KESIMPULAN

Pembahasan pada bab ini bukan bertujuan menjelaskan kajian komprehensif tentang
kota jakarta melainkan memberikan gambaran tentang komponen-komponen yang
seharusnya dimasukan kedalam sejarah kota jakarta, Namu ternyata terlupakan dalam
Historiografi Indonesia selama ini. Pembahasan selanjutnya terkait metodologis dan
Historiografis dari penulisan sejarah kehidupan sehari-hari masyarakat biasanya
terhadap studi sejarah Indonesia oleh orang Indonesia. Hal tersebut terkait dengan
usaha dalam menampilkan format baru dalam kajian sejarah Indonesia, yang selama ini
hanya terfokus pada para petani sebagai simbol kebanyakan masyarakat dalam sejarah
Indonesia dan melalaikan sejarah kehidupan sehari-hari, terutama pada perkotaan.
Pembahasan yang ditempatkan dalam konteks pendekatan baru yang telah
berkembang di lingkungan sejarawan asia lain sejak beberapa tahun, tetapi kurang
perhatian dalam Historiografi Indonesia setelah pembaruan yang dibawa oleh Sartono
kartodirdjo.
KELEBIHAN

Buku ini membahas mengenai tulisan yang dianjurkan terutama bagi kalangan yang
ingin mengenal keaslian bangsanya sendiri. Buku ini berusaha mengembangkan sejarah
kehidupan sehari-hari masyarakat dalam kerangka sejarah sosial oleh sejarawan yang
sangat penting bagi Historiografi Indonesia kedepannya. Adapun bahasa yang
digunakan dalam buku ini mudah dimengerti dan dijelaskan secara rinci terkait sejarah
jakarta tanpa Rakyat, kehidupan sehari-hari masyarakat kota jakarta dan sejarah sosial
sebagai gagasan.

KEKURANGAN

Kekurangan pada buku ini yakni tidak menampilkan gambar atau foto-foto dari
peristiwa yang dikaji terutama pada pembahasan kehidupan sehari-hari masyarakat
kota jakarta.

Anda mungkin juga menyukai