Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pembahasan KPA P4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

PENENTUAN TOTAL FENOLIK DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

PADA BIJI DAN KULIT BUAH PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke)

Jefriyanto Ismail 1), Max R.J. Runtuwene 1), Feti Fatimah 1)


1)
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sam Ratulangi, Manado
Jl. Kampus Unsrat Manado, 95115
e-mail : Jh3fry_j3j3@yahoo.co.id ; max_runtuwene@yahoo.com ; Fetysanusi@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan kandungan total fenolik dan menguji
aktivitas antioksidan pada biji dan kulit buah pinang yaki. Ekstrak biji dan kulit buah pinang yaki
diperoleh dengan maserasi tanpa sokletasi dan maserasi setelah sokletasi. Total fenolik diuji
dengan metode Folin-Ciocalteu dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Hasil
penelitian yang diperoleh, kandungan total fenolik Maserasi Biji Setelah Sokletasi, Maserasi Kulit
Setelah Sokletasi berturut-turut memiliki nilai sebagai berikut : 85,92 mg/kg, 3,16 mg/kg.
sedangkan aktivitas antioksidan Maserasi Biji Setelah Sokletasi, Maserasi Kulit Setelah Sokletasi
berturut-turut memiliki nilai sebagai berikut : 88,16%, 54,11%.
Kata kunci : Antioksidan, Areca vestiaria Giseke, DPPH, Total Fenolik

TOTAL PHENOLIC COMPOUNDS AND ANTIOXIDANT ACTIVITY


OF THE SEED AND SKIN OF PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke) FRUITS

ABSTRACT
This research has been conducted to measure the total phenolic compounds and the
antioxidant activity of the seed and skin of pinang yaki fruits. The samples of the seed and skin
were prepared separetely by maceration and soxhlet extraction followed by maceration. Folin-
Ciocalteu method was used to measure the total phenolic compounds of while DPPH (1,1-
diphenyl-2-pikrilhidrazil) method was used to measure the antioxidant activity. The total phenolic
compounds of the seed by soxhlet extraction followed by maceration, skin by soxhlet extraction
followed by maceration and were 85,92 mg/kg, 3,16 mg/kg respectively. The antioxidant activity
of the seed by soxhlet extraction followed by maceration, skin by soxhlet extraction followed by
maceration and were 88,16%, 54,11% respectively.
Keywords : Antioksidant, Areca vestiaria Giseke, DPPH, Total Phenolic Compounds

PENDAHULUAN mengandung senyawa fenolik yang tersebar


di seluruh bagian tumbuhan.
Banyak produk makanan dan minuman
Pinang yaki merupakan salah satu
yang berlabel antioksidan beredar dipasaran.
tanaman hias. Di Sulawesi Utara tanaman
Produk-produk tersebut dijual dengan harga
tersebut selain tumbuh di kawasan Taman
yang cukup mahal. Banyak orang tidak
Nasional Bogani Nani Wartabone, pinang
menyadari bahwa di alam terdapat
yaki (Areca vestiaria Giseke) juga tumbuh di
antioksidan yang melimpah. Sarastani et al.
cagar alam gunung Ambang kabupaten
(2002) menyatakan, banyak bahan pangan
Bolaang Mongondow, cagar alam gunung
yang dapat menjadi sumber antioksidan
Tangkoko dua saudara, di lereng gunung
alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat,
Soputan dan gunung Mahawu kabupaten
dedaunan, biji-bijian, sayur-sayuran, enzim
Minahasa. Tanaman pinang yaki tersebut
dan protein. Sumber antioksidan alami
oleh masyarakat di Bolaang Mongondow
didominasi oleh tumbuhan dan umumnya
yang tinggal dikawasan Taman Nasional
Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai
Ismail, Runtuwene dan Fatimah : Penentuan Total Fenolik …. 85

obat untuk penyakit diabetes dan juga dipakai suhu 40oC sampai kering hingga diperoleh
sebagai obat kontrasepsi (Simbala, 2007). ekstrak pekat biji dan kulit buah pinang yaki.
Buah pinang yaki mengandung
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti Maserasi Setelah Sokletasi
alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan Serbuk biji dan kulit buah pinang yaki
tanin yang memiliki efek sebagai masing-masing disokletasi dengan pelarut
antifertilisasi (Simbala, 2007). Tujuan petroleum eter selama 2 jam. Residu diambil
penelitia adalah menentukan total fenolik dan dan dikering-anginkan sampai kering lalu
menguji aktivitas penangkal radikal bebas dimaserasi dengan etanol 96% selama 24
ekstrak etanol pada biji dan kulit buah pinang jam. Sampel disaring dan filtrat yang
yaki (Areca vestiaria Giseke). diperoleh ditampung sedangkan residu
diekstraksi lagi. Larutan tersebut dievaporasi
METODOLOGI PENELITIAN kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
Bahan dan Alat 40oC hingga diperoleh ekstrak pekat biji dan
kulit buah pinang yaki.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
biji dan kulit buah pinang yaki yang diambil Penentuan Kandungan Total Fenolik
dari gunung Mahawu (Tomohon, Sulawesi
Utara), petroleum eter, etanol, akuades, Penentuan kandungan total fenolik
natrium karbonat (Na2CO3), reagen Folin- menurut (Singleton and Rossi, 1965) yang
Ciocalteu, DPPH (1,1 diphenyl-2- telah dimodifikasi. Masing-masing sebanyak
pikrilhidrazil). Alat-alat yang digunakan 0,1 mL ekstrak biji dan kulit buah pinang
adalah alat-alat gelas laboratorium, pengaduk yaki 200 μg/mL dimasukkan ke dalam tabung
magnetik, oven, vortex, water bath, reaksi, ditambahkan 0,1 Larutan Folin-
timbangan analitik, evaporator yang Ciocalteu reagen 50% kemudian divortex
dimodifikasi, spektrofotometer UV-Vis selama 1 menit. Larutan tersebut
Milton Roy 501. ditambahkan 2 mL Larutan natrium karbonat
(Na2CO3) 2%. Campuran ini disimpan dalam
Preparasi Sampel ruangan gelap selama 30 menit. Absorbansi
larutan ekstrak dibaca pada panjang
Buah pinang yaki dibersihkan dari gelombang 750 nm dengan spektrofotometer
pengotor lalu dipisahkan antara biji dan kulit UV-Vis. Hasilnya dinyatakan sebagai mg
buah. Untuk biji pinang yaki ditumbuk asam galat/Kg ekstrak.
sampai kecil-kecil kemudian dikeringkan 4
hari kemudian dihancurkan (diblender). Penentuan Aktivitas Penangkap Radikal
Setelah halus, biji pinang yaki dikeringkan 3 Bebas DPPH
hari lalu diayak menggunakan ayakan ukuran
65 mesh, sehingga menghasilkan serbuk biji Penentuan aktivitas penangkapan
pinang yaki. Untuk kulit buah pinang yaki radikal bebas DPPH menurut (Bondet, et al.
dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan 5 hari 1997) yang telah dimodifikasi. 0,5 mL
kemudian dihancurkan (diblender). ekstrak biji dan kulit buah pinang yaki 200
Kemudian dikeringkan selama 2 hari lalu μg/mL masing-masing dituangkan kedalam
diayak menggunakan ayakan ukuran 65 tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL larutan
mesh, sehingga menghasilkan serbuk kulit DPPH 0,2 mM. Larutan blanko dibuat
buah pinang yaki. dengan cara larutan DPPH 0,2 mM dipipet
sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan
Ekstraksi Sampel Maserasi Tanpa kedalam tabung reaksi dan ditambahkan
Sokletasi dengan etanol 0,5 mL.
Absorbansi DPPH diukur dengan
Serbuk biji dan kulit buah pinang yaki spektrofotometer UV-Vis pada panjang
masing-masing dimaserasi dengan etanol gelombang 517 nm, setelah diinkubasi dalam
96% selama 24 jam. Sampel disaring dan ruang tanpa cahaya selama 30 menit.
filtrat yang diperoleh ditampung sedangkan Kemampuan antioksidan diukur sebagai
residu diekstraksi lagi. Larutan dievaporasi penurunan serapan larutan DPPH akibat
kemudian dikeringkan dalam oven dengan adanya penambahan sampel. Nilai serapan
larutan DPPH sebelum dan sesudah
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 10, No. 2, 2018

Skrining Fitokimia Dan Penetapan Kadar Flavonoid Total


Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica charantia L.)

Zikra Azizah1* ,Zulharmita1, Siska Widya Wati1

1)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang
*E-mail: zikraazizah1990@gmail.com

Abstrak
Penelitian tentang skrining fitokimia dan penetapan kadar flavonoid total dari ekstrak etanol daun pare
(Momordica charantia L.) telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia dan
kadar flavonoid total ekstrak etanol daun pare famili Cucurbitaceae.Ekstraksi ini menggunakan metode
maserasi pelarut etanol 70 %.Ekstrak yang didapat diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental.Selanjutnya
dilakukan uji skrining fitokimia dan kromatografi lapis eluen heksan dan etil asetat (5:5), kemudian
diidentifikasi dengan sinar UV 366 nm dan penampak bercak AlCl3. Diperoleh kandungan senyawa kimia dari
ekstrak daun pare yaitu alkaloid, flavonoid dan saponin. Pada ekstrak daun pare hutan didapatkan fenol,
flavonoid, saponin dan tanin. Untuk identifikasi kromatografi lapis tipis digunakan eluen heksan dan etil asetat
(5:5), kemudian diidentifikasi dengan sinar UV 366 nm dan penampak bercak AlCl 3. Selanjutnya ditetapkan
kadar flavonoid menggunakan spektrofotometri sinar tampak dengan panjang gelombang serapan maksimum
426,50 nm dengan pembanding kuersetin, diperoleh kadar flavonoid total dalam ekstrak daun pare sebesar
2,87% dan dalam daun pare hutan sebesar 2,75 %.
Kata Kunci : Ekstrak Momordica charantia L.; Flavonoid total; Spektrofotometri

Abstract
Research on a screening phytochemical and determination of the the flavonoid the nature of all that the total of
an extract ethanol leaves to pare ( Momordica charantia L . ) has been carried out. This study aims to in order to
understand the phytochemical content and the total flavonoid the total extract ethanol leaves to pare the family
cucurbitaceae. The extraction of this uses the method maceration a solvent ethanol 70 % . An extract glory if it
is found volatilized so as obtained an extract viscous .In the long term the undergone a screening phytochemical
and chromatography above the other in layers eluen heksan and ethyl acetate (5:5) , later identified with uv ray
366 nm and appearance patches AlCl3 . The chemical compound obtained from extract leaves of pare the
alkaloid , flavonoid and saponin .In extracts leaves pare forest was phenol obtained , flavonoid , saponin and
tannin. Next set levels flavonoid use spektrofotometry rays looked with a wavelength absorption maximum
426,50 nm with comparison kuersetin , obtained levels flavonoid the total of extract leaves pare of 2,87 % and
in the leaves pare forest of 2.75 %.
Keywords: Extract Momordica charantia(L.); Total flavonoid; Spectrofotomerty

PENDAHULUAN
potensi untuk dikembangkan sebagai obat,
suplemen makanan, kosmetika dan
Indonesia sebagai negara dengan farmasi nutrisi (nutraceutical) (Badan
sumber daya alam yang memiliki Pengawas Obat dan Makanan Republik
keanekaragaman hayati nomor dua di Indonesia, 2012).
dunia setelah Brazil, berpeluang sebagai
produsen produk-produk yang Flavonoid merupakan salah satu
mengandalkan bahan baku dari alam. golongan fenol alam yang terbesar
Indonesia memiliki 30.000 jenis (Markham, 1988).Golongan terbesar
tumbuhan yang telah diidentifikasi dan flavonoid berciri mempunyai cincin piran
960 jenis diantaranya diketahui memiliki yang menghubungkan rantai tiga karbon

163
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 10, No. 2, 2018

3. Hasil Skrining Fitokimia


Setelah didapatkan ekstrak dari pupuk juga dapat mempengaruhi hasil
daun pare hutan dan daun pare, analisis kandungan kimia dari tumbuhan
selanjutnya dilakukan uji fitokimia. Uji yang mengakibatkan perbedaan
fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia dan kadar
kandungan senyawa metabolit dalam senyawa kandungan kimia (Departemen
suatu tanaman secara kualitatif. Dilakukan Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
enam uji metabolit diantaranya uji Pada uji flavonoid menunjukkan hasil
alkaloid, uji fenol, uji flavonoid, uji yang positif terbentuknya warna merah
saponin, uji tanin dan uji terpenoid. hingga merah lembayung setelah
Dari Tabel III menunjukkan hasil ditambahkan serbuk Mg, warna merah
pengujian yang negatif pada uji fenol, uji hingga merah lembayung disebabkan oleh
tanin, dan uji terpenoid dari ekstrak delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih
etanol daun pare, dan pengujian yang satu dibandingkan sianidin (Harborne,
positif pada uji alkaloid, uji flavonoid, 1983).
dan uji saponin. Sedangkan pada tabel IV Hasil positif fenol ditunjukkan
menunjukkan hasil pengujian positif pada dengan terbentuknya perubahan warna
uji fenol, uji flavonoid, uji saponin dan uji pada pada uji fenol dan tanin ditandai
tanin pengujian dari ekstrak etanol daun dengan terjadinya reaksi antara senyawa
pare hutan dan hasil negatif pada uji polifenol dan feri klorida membentuk
alkaloid dan uji terpenoid dari ekstrak senyawa kompleks berwarna biru, hijau,
etanol daun pare. Faktor yang dapat ungu.Sifat yang spesifik dari kompleks
mempengaruhi hasil analisis kandungan biru dari tanin yang berikatan dengan ion
kimia yaitu sifat senyawa kimia, pelarut FeCl3 ini adalah kompleksnya tidak stabil
yang digunakan serta alat yang tersedia dengan penambahan H2SO4 encer
(Hanani, 2015). (Departemen Kesehatan Republik
Selain itu lingkungan tempat Indonesia, 1979).
tumbuh seperti tanah dan penggunaan

Tabel III. Hasil Skrining Fitokimia dari ekstrak etanol daun pare
Sampel Kandungan kimia Pereaksi Ekstrak etanol

Alkaloid Mayer Terbentuk endapan putih (+)

Fenol FeCl3 Tidak terbentuk hijau hingga


biru hitam (-)

Flavonoid Serbuk Mg + 1 mL Terbentuk warna merah


Daun Pare asam klorida (P) kekuningan (+)

Saponon Uji busa (2 mL air) Terbentuk buih yang stabil (+)

Tanin FeCl3 Tidak terbentuk hijau hingga


biru hitam (-)

Terpenoid Asam asetat anhidrat Tidak terbentuk warna ungu /


merah menjadi biru hijau (-)

168
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia ISSN: 1979-879X (print)
Vol. 14, No 2, Desember 2021, hal 147-155 ISSN: 2354-8797 (online)

AKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULAR


KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BUAH DELIMA DAN LIDAH BUAYA

Lowering Intraocular Pressure Activities Combination of Ethanol Extracts of


Pomegranate and Aloe vera

Novi Irwan Fauzi1), Irma Mardiah*1)


Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Jl. Soekarno Hatta 354 (Parakan Resik), Bandung, Indonesia
*e-mail: noviirwan@stfi.ac.id

ABSTRACT
Glaucoma is the second leading cause of blindness in the world. One of the strategy for controlling
intraocular pressure to prevent blindness due to glaucoma is by inhibiting the production and/or increasing
drainage of fluid in the eyeball. Pomegranate (Punica granatum L.) and aloe vera (Aloe vera L.). are the
potential natural remedies to control the intraocular pressure. This study aimed to evaluate the activity of
ethanol extracts of pomegranate and aloe combination in lowering intraocular pressure in rats with ocular
hypertension. Pomegranate and aloe vera were extracted by maceration method using 70% ethanol. Thirty
rats were randomly divided into six groups, namely normal control group, rats with ocular hypertension
control, drug control (acetazolamide 25 mg/kg BW p.o), pomegranate extract 500 mg/kg BW p.o, Aloe vera
extract 500 mg/kg BW p.o, and extract combination p.o (each extract 500 mg/kg BW). Induction of ocular
hypertension was performed by administering twelve drops of 1% prednisolone acetate to the right eye.
Intraocular pressure was measured using the schiotz tonometer before induction, after induction, and one
hour after treatment. The combination of pomegranate and aloe vera extract given to rats with ocular
hypertension showed a better potential to reduce intraocular pressure than a single administration of each
extract, the percentage of reduction in intraocular pressure was 33.6±9.1%, 28.2±13.8%, and 29.9±8.1%,
respectively. However, the combination of the two extracts did not show additive or synergistic effects and the
potential of reducing intraocular pressure was lower than the acetazolamide drug.

Keywords: Intraocular pressure, pomegranate, Aloe vera

ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak ke dua di dunia. Strategi pengendalian tekanan
intraokular untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma dapat dilakukan dengan cara menghambat
produksi dan atau melancarkan drainase cairan dalam bola mata. Salah satu sumber bahan baku alami
yang potensial untuk pengendalian tersebut adalah buah delima (Punica granatum L.) dan lidah buaya
(Aloe vera L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi efek penurunan tekanan intraokular
kombinasi buah delima dan lidah buaya pada tikus yang mengalami hipertensi okular. Buah delima dan
lidah buaya diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Secara acak, 30 ekor tikus
dibagi kedalam 6 kelompok yaitu kelompok kontrol normal, kontrol tikus yang mengalami hipertensi
okular, kontrol obat (asetazolamid 25 mg/kgBB p.o), ekstrak buah delima 500 mg/kgBB p.o, ekstrak lidah
buaya 500 mg/kgBB p.o., kombinasi ekstrak p.o (masing – masing ekstrak 500 mg/kgBB). Induksi
hipertensi okular dilakukan dengan pemberian 12 tetes prednisolon asetat 1% pada mata kanan. Tekanan
intraokular diukur menggunakan tonomoter schiotz sebelum induksi, setelah induksi dan satu jam setelah
pemberian perlakuan. Kombinasi ekstrak buah delima dan lidah buaya yang diberikan pada tikus yang
mengalami hipertensi okular menunjukkan potensi yang lebih baik dalam menurunkan tekanan
intraokular dibandingkan pemberian tunggal masing–masing ekstrak, persentase penurunan tekanan
intra okular berturut-turut 33,6±9,1%, 28,2±13,8% dan 29,9±8,1%. Namun, pemberian kombinasi kedua
ekstrak tersebut tidak menunjukkan efek aditif ataupun sinergis serta potensi dalam menurunkan
tekanan intraokular masih dibawah obat asetazolamid.

Kata kunci: Tekanan intraokular, buah delima, lidah buaya

Received 08-12-2020
Revised 24-05-2021
Accepted 20-11-2021
Publish 02-12-2021 DOI: https// 10.22435/jtoi.v14i2.4120 147
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, 14(2): 147-155, Desember 2021

Lidah buaya berpotensi untuk terapi glaukoma. Secara empiris di beberapa negara, lidah
buaya digunakan untuk mengatasi penyakit seperti konstipasi, kolik, penyakit-penyakit kulit,
hemoroid, kecacingan, konjungtivitis, kulit terbakar dan penyakit-penyakit infeksi. Lidah buaya
mengandung senyawa antrakuinon, senyawa-senyawa anorganik seperti Kalsium, Magnesium,
Zink dan Kromium, mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, asam folat, ά-tokoferol dan β-
karoten. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa lidah buaya menunjukan aktivitas
farmakologi diantaranya efek laksatif, antioksidan, analgesik, antimikroba, antiinflamasi,
antitumor, antidiabetes, antiaging dan imunomodulator (Kumar & Yadav, 2014). Potensi lidah
buaya sebagai antiglaukoma belum banyak diteliti. Salah satu hasil penelitian yang
menunjukkan potensi tersebut dilaporkan oleh Vaghela (2018) bahwa lidah buaya mampu
menurunkan TIO pada kelinci model diabetes secara topikal.
Berdasarkan kajian di atas dapat dibuat hipotesis bahwa kedua bahan uji ini dapat
menunjukkan efek aditif atau sinergis dalam menurunkan tekanan intraokular karena keduanya
mampu menurunkan tekanan intraokular sehingga potensinya dapat lebih besar. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji potensi efek penurunan tekanan intraokular kombinasi ekstrak buah
delima dan lidah buaya pada tikus yang mengalami hipertensi okular. Hasil studi dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan ilmiah untuk penggunaan kedua tanaman tersebut
dalam penatalaksanaan glaukoma.

METODE
Penelitian dikerjakan pada bulan Agustus hingga November 2020 di Laboratorium
Farmakologi, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung. Penelitian ini telah memperoleh
persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Universitas Padjadjaran, dengan nomor:
1014/UN6.KEP/EC/2020.
Persiapan Bahan Uji.
Bahan uji buah delima (Punica granatum L.) diperoleh dari dari desa Tribungan,
kecamatan Mangaran, Situbondo, Jawa Timur, sedangkan lidah buaya (Aloe vera L.) diperoleh
dari Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Kedua bahan uji dideterminasi di Herbarium
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Hasil determinasi menunjukkan bahwa kedua
bahan uji yang digunakan adalah buah delima dan lidah buaya. Bahan uji buah delima yang
diperoleh diambil bagian daging dan bijinya (pulp) kemudian dibuat simplisia dengan proses
pengeringan menggunakan oven, pengeringan dilakukan pada suhu 500C selama 5 hari,
kemudian simplisia dihaluskan hingga menjadi serbuk. Sedangkan bagian lidah buaya yang
digunakan adalah bagian daging buah.
Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Delima dan Lidah Buaya.
Pada proses ekstraksi, simplisia buah delima yang digunakan sebanyak 1.040 gram
sedangkan lidah buaya sebanyak 3.000 gram berupa daging lidah buaya yang dipotong kecil-
kecil. Proses ekstraksi kedua bahan uji dilakukan secara terpisah namun dengan proses
ekstraksi yang sama sebagai berikut:
Bahan uji diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan 5L etanol 70%. Pengadukan
dilakukan tiap 1 kali 24 jam selama 5 hari. Ekstrak disimpan dalam wadah tertutup dan
terlindung dari cahaya. Setelah 5 hari dilakukan penyaringan, ekstrak disaring dengan kertas
saring. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan cara menguapkan pelarut pada suhu 450C
menggunakan rotary evaporator lalu dipekatkan menggunakan penangas air hingga diperoleh
ekstrak kental.

Irwan, N et al.: Aktivitas Penurunan Tekanan Intraokular................ 149


Perbedaan Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lada Hitam (Piper Nigrum L.) dengan Ekstrak
Etanol Lada Putih (Piper Nigrum L.) terhadap Streptococcus Mutans secara In Vitro

The Differences Antibacterial Effects of Black Pepper (Piper nigrum L.) Ethanol Extracts with White
Pepper (Piper nigrum L.) Ethanol Extracts against Streptococcus mutans In vitro

Irresta Zainistya Putri1, M. Chair Effendi1, Sumarno2

1. Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
2. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang 65145
E-mail: chaireffendi@gmail.com

Abstrak

Lada putih (Piper nigrum L.) mengandung fenol dan alkaloid lebih banyak daripada lada hitam ( Piper
nigrum L.). Streptococcus mutans merupakan bakteri rongga mulut yang menghasilkan zat asam dan
menyebabkan karies gigi. Tujuan: untuk mengetahui perbedaan efek antibakteri ekstrak etanol lada
hitam dan lada putih terhadap Streptococcus mutans secara in vitro. Metode: eksperimental
laboratorik dengan metode difusi agar sumuran untuk mendapatkan zona hambat. Konsentrasi
ekstrak etanol lada hitam dan lada putih yang digunakan adalah 0%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, dan
100%. Hasil: zona hambat pada lada hitam terbentuk pada konsentrasi 100%, zona hambat pada
lada putih terbentuk pada konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Analisis data One Way ANOVA
menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada perubahan konsentrasi ekstrak etanol lada hitam
dan lada putih terhadap zona hambat Streptococcus mutans (p<0,05). Uji korelasi Pearson
menunjukkan hubungan kuat dan berbanding lurus antara konsentrasi ekstrak etanol lada hitam
(0,882) dan lada putih (0,812) dengan zona hambat Streptococcus mutans. Hasil uji regresi efek
ekstrak etanol lada hitam 77,8% (R 2=0,778) dan ekstrak etanol lada putih 65,9% (R 2=0,659). Uji post
hoc Tukey menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara ekstrak etanol lada hitam konsentrasi
6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100% dengan ekstrak etanol lada putih konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%,
50%, 100% terhadap zona hambat Streptococcus mutans. Kesimpulan: terdapat perbedaan efek
antibakteri antara ekstrak etanol lada hitam dengan ekstrak etanol Lada putih terhadap zona hambat
Streptococcus mutans secara in vitro.

Kata Kunci : Streptococcus Mutans, Lada Hitam, Lada Putih, Zona Hambat
PENDAHULUAN maka muncul alternatif penggunaan bahan
Di Indonesia, dikenal beberapa macam jenis alami sebagai pencegahan terhadap karies.
lada yang diperdagangkan yaitu lada hijau, Lada merupakan salah satu bahan alami yang
merah, hitam, dan putih.1 Warna lada yang mudah didapat dan harganya terjangkau. Dari
berbeda-beda disebabkan perbedaan waktu beberapa macam lada, lada yang biasa ditemui
panen dan pengolahan setelah panen. sehari-hari adalah lada hitam dan lada putih.
Pengolahan yang berbeda menyebabkan
kandungan setiap macam warna lada juga Tujuan
berbeda meskipun berasal dari jenis lada yang Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
sama. efek antibakteri antara ekstrak ethanol lada
Di dalam buah lada terdapat kandungan yang hitam dan lada putih terhadap Streptococcus
bermanfaat bagi tubuh salah satunya sebagai mutans.
antibakteri. Antibakteri yang ada pada buah
lada adalah fenol, alkaloid, dan minyak METODE PENELITIAN
esensial.2 Hasil resultan kerja dari bahan Penelitian ini merupakan penelitian murni
tersebut akan merusak dinding sel dan DNA dengan Posttest Only Control Group Design
bakteri sehingga bakteri akan lisis. secara in vitro menggunakan metode difusi
Streptococcus mutans merupakan flora normal sumuran untuk mendapatkan zona hambat.
rongga mulut, namun akan menjadi patogen Sampel penelitian ini adalah Streptococcus
bila jumlahnya terus meningkat. Streptococcus mutans yang didapat dari biakan di
mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
asam, asidodurik yaitu mampu tinggal pada Brawijaya. Variabel bebas penelitian ini adalah
lingkungan asam, dan menghasilkan suatu ekstrak etanol lada hitam dan ekstrak etanol
polisakarida yang lengket disebut dextran. lada putih dengan konsentrasi masing-masing
Oleh karena kemampuan ini, Streptococcus 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 0%.
mutans bisa menyebabkan bakteri lain Variabel terikat penelitian ini adalah
menempel di enamel gigi, mendukung pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, diukur dengan zona hambat yang terbentuk
dan asam yang dihasilkan dapat melarutkan dalam milimeter dengan menggunakan kaliper.
enamel gigi.3 Penelitian ini dilakukan di laboratorium FKUB
Enamel yang larut merupakan awal terjadinya pada bulan November 2013-Februari 2014.
karies gigi. Karies gigi merupakan satu dari Identifikasi bakteri Streptococcus mutans
penyakit gigi dan mulut yang paling umum dilakukan menggunakan pewarnaan Gram, tes
terjadi di Indonesia. Berdasarkan Survei katalase, dan tes optochin. Pewarnaan Gram
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, dilakukan dengan cara meneteskan kristral
tingkat karies di Indonesia sebesar 90,05%. violet, lugol, alkohol 96%, dan safranin secara
Upaya pencegahan karies bisa dengan aplikasi bergantian pada preparat Streptococcus
fluoride topikal atau menggunakan sealant. mutans. Setiap reagen dibilas menggunakan
Akan tetapi, karena perawatannya air mengalir, kemudian preparat diamati
membutuhkan biaya dan bantuan dokter gigi menggunakan mikroskop pembesaran 1000x.
Indonesia Medicus Veterinus 2015 4(1) : 71-79
ISSN : 2301-7848

Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera)

PHYTOCHEMICAL SCREENING ETHANOL EXTRACT SKIN STEM MORINGA


(MORINGA OLEIFERA)

Robertino Ikalinus1, Sri Kayati Widyastuti2, Ni Luh Eka Setiasih3


1
Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan
2
Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner
3
Laboratorium Histologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Jalan PB Sudirman, Denpasar, Bali;
Telp/Fax: (0361) 223791
Email : robertinoikalinus@gmail.com

ABSTRAK
Tanaman Kelor (Moringa oleifera) memiliki aktivitas farmakologi sebagai antidiabetik,
diuretik, ekspektoran, dan antiinflamasi. Aktivitas tersebut disebabkan oleh kandungan kimia yang
terdapat di dalam tanaman tersebut. Faktor-faktor lingkungan memilliki pengaruh terhadapmetabolit
sekunder yang terdapat dalam suatu tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan
fitokimia yang terdapat di dalam kulit batang kelor (Moringa oleifera) dengan menggunakan skrining
fitokimia.Skrining fitokimia yang dilakukan meliputiidentifikasi steroid, flavonoid, alkaloid, fenol,
tanin, dan saponin. Kandungan tersebut tidak hanya terdapat pada daun, biji, buah ataupun bunga
tetapi juga terdapat pada kulit batangnya.Hasil skriningfitokimia menunjukkan bahwakulit batang
kelor (Moringa oleifera) mengandung golongan senyawa steroid, flavonoid, alkaloid, fenol, dan tanin.

Kata kunci : kulit batang kelor, skrining fitokimia

PENDAHULUAN
Terapi menggunakan tumbuhan atau yang sering dikenal dengan obat herbal sangat
disukai masyarakat dikarenakan mudah didapat dan sangat ekonomis. Salah satu tumbuhan
yang mempunyai khasiat sebagai obat dan memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder
adalah kelor (Moringa oleifera).
Tumbuhan kelor sering disebut “miracle tree” dikarenakan semua bagian tumbuhan
kelor sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Mulai dari daun, kulit batang, biji
hingga akarnya, tumbuhan ini sudah dikenal luas sebagai tumbuhan obat. Akar kelor diolah
untuk obat luar penyakit beri-beri, serta daunnya digunakan untuk obat kulit. Sementara
untuk obat dalam, sering dimanfaatkan untuk penyakit rematik, epilepsi, kekurangan vitamin
C, gangguan atau infeksi saluran kemih, bahkan sampai penyakit kelamin “gonorrhoea”
(Jonni et al, 2008).
71
Indonesia Medicus Veterinus 2015 4(1) : 71-79
ISSN : 2301-7848

+++ = kadar tinggi


++ = kadar sedang
+ = kadar rendah
- = tidak terdapat kandungan

Sampel diambil dari pohon kelor yang berada di wilayah kota Denpasar. Berdasarkan
skrining fitokimia, ekstrak etanol kulit batang kelor mengandung senyawa steroid, flavonoid,
alkaloid, fenolat, dan tanin. Menurut Robinson (1995), ketika senyawa triterpenoid ditetesi
pereaksi Lieberman-Burchard melalui dindingnya akan memberikan reaksi terbentuknya
warna cincin kecoklatan, sedangkan steroid akan menghasilkan warna hijau kebiruan. Pada
uji fitokimia menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard terjadi perubahan warna hijau
menjadi hijau kebiruan, hal ini disebabkan terjadinya reaksi oksidasi pada golongan
terpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi (senyawa
pentaenilik)(Sriwahyuni, 2010). Senyawa steroid yang terdapat dalam tumbuhan dapat
berperan sebagai pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa serangga
tetapi juga menarik beberapa serangga lain (Robinson, 1995). Berdasarkan penelitian
sebelumnya kulit batang kelor mengandung fitosterol seperti β-sitosterol dan β-sitostenone
(Bennett et al, 2003).
Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam dunia obat-obatan antara lain
estrogen merupakan jenis steroid hormon seks yang digunakan untuk kontrasepsi sebagai
penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik digunakan untuk mencegah
keguguran dan uji kehamilan, glukokortikoid sebagai anti inflamasi, alergi,demam, leukemia,
dan hipertensi serta kardenolida merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat
diuretik dan penguat jantung (Doerge, 1982)
Uji flavonoid menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna kuning.
Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenol yang memiliki banyak gugus –OH
dengan adanya perbedaan keelektronegatifan yang tinggi, sehingga sifatnya polar. Golongan
senyawa ini mudah terekstrak dalam pelarut etanol yang memiliki sifat polar karena adanya
gugus hidroksil, sehingga dapat terbentuk ikatan hidrogen (Sriwahyuni, 2010) Flavonoid
adalah senyawa yang ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan beberapa minuman
yang memiliki beragam manfaat biokimia dan efek antioksidan. Senyawa flavonoid memiliki
efek antihipertensi. Flavonoid merupakan pigmen tanaman untuk memproduksi warna bunga

75
Indonesia Medicus Veterinus 2015 4(1) : 71-79
ISSN : 2301-7848

merah atau biru pigmentasi kuning pada kelopak yang digunakan untuk menarik hewan
penyerbuk (Worotikan, 2011).
Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai
penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan bekerja
sebagai antiinflamasi (Pourmourad et al, 2006). Menurut Robinson (1995), flavonoid
berfungsi mengatur pertumbuhan, fontosintesis, antimikroba dan antivirus. Flavonoid
bermanfaat untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, antiinflamasi,
mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik (Haris, 2011). Uji flavonoid menggunakan
pereaksi wilstater dilakukan dengan menambah Mg dan HCl pekat pada sampel ekstrak
etanol kulit batang kelor. Penambahan HCl pekat digunakan untuk menghidrolisis flavonoid
menjadi aglikonnya, yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh
H+ dari asam karena sifatnya yang elektrofilik. Reduksi dengan Mg dan HCl pekat dapat
menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol, flavanon,
flavanonol dan xanton (Robinson, 1995). Berdasarkan penelitian sebelumnya kulit batang
kelor mengandung glukosinolatesseperti 4-(alpha-1-rhanmopyranosyloxy)-
benzylglucosinolate (Guevara et al, 1998). Biji kelor mengandung glucosinolates seperti 4-
(alpha-1-rhamnopyranosyloxy) benzylglucosinolates (Guevara et al, 1998), O-ethyl-4-a-L-
rhamnosyloxy) benzylcarbamate (Shanker et al, 2007).
Kulit batang kelor telah dilaporkan mengandung dua alkaloid, yaitu moringin dan
moringinin (Faizi et al, 1994). Alkaloid pada uji Wagner dan Mayer menunjukkan adanya
alkaloid pada ekstrak etanol kulit batang kelor. Uji Wagner menyebabkan reaksi
pembentukan senyawa komplek yang mengendap. Hasil positif alkaloid pada uji Wagner
ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan
tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji Wagner, ion logam K+akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid
akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana et al, 2005). Dalam bidang kesehatan, alkaloid
berfungsi sebagai analgesik, mengubah kerja jantung, mempengaruhi peredaran darah dan
pernafasan, antimalaria, stimulan uterus, dan anestetika lokal (Sirait, 2007)
Uji fitokimia fenol positif ditandai dengan perubahan warna hijau menjadi hijau
kehitaman. Senyawa fenol sering digunakan sebagai antibakteri. Mekanisme fenol sebagai

76
Indonesia Medicus Veterinus 2015 4(1) : 71-79
ISSN : 2301-7848

anti bakteri adalah karena fenol mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang
menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel sehingga sel bakteri akan mati atau terhambat
pertumbuhannya dan mengendapkan protein. Fenol bersifat asam, karena sifat gugus –OH
yang mudah melepaskan diri. Karakteristik lainnya adalah kemampuan membentuk senyawa
kelat dengan logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer yang menimbulkan warna
gelap. Timbulnya warna gelap pada bagian tumbuhan yang terpotong atau mati disebabkan
oleh reaksi ini, hal ini sekaligus menghambat pertumbuhan tanaman (Pratt and Hudson,
1990).
Uji fitokimia senyawa tanin dengan menambahkan ekstrak etanol kulit batang kelor
dengan larutan FeCl3 dan yang kedua menggunakan gelatin menunjukkan hasil positif. Uji
Fitokimia menggunakan FeCl3 dapat menunjukkan adanya gugus fenol, apabila terdapat
senyawa fenol, maka dimungkinkan juga terdapat tanin, karena tanin merupakan senyawa
polifenol. Perubahan warna hijau kehitaman terjadi akibat pembentukan senyawa komplek
antara tanin dengan FeCl3. Untuk memperkuat dugaan terdapatnya tanin adalah dengan
pengujian menggunakan gelatin. Tanin akan menimbulkan endapan baik sedikit atau banyak
jika ditambah dengan gelatin (Harborne, 1987).
Tanin merupakan himpunan polihidroksi fenol yang dapat dibedakan dari fenol lain
karena kemampuannya mengendapkan protein, hal ini bisa dibuktikan apabila tanin
direaksikan dengan gelatin akan terbentuk endapan, karena gelatin merupakan salah satu jenis
protein yang mampu diendapkan oleh tanin. Endapan tersebut dikarenakan adanya ikatan
hidrogen antara tanin dan protein pada gelatin. Ikatan hidrogen yang terbentuk disebabkan
oleh atom H yang terikat dengan 2 atom O ataupun terikat dengan atom O dan N dari struktur
tanin dan gelatin (Sriwahyuni, 2010).
Pada tumbuhan, tanin berfungsi sebagai pertahanan diri dari serangan bakteri, fungi,
virus, insekta herbivora dan vertebrata herbivora. Selain itu, tanin juga penting untuk
mencegah degradasi nutrien yang berlebihan di dalam tanah. Dengan demikian simpanan
nutrien di dalam tanah untuk periode vegetasi berikutnya dari tumbuhan dapat terpenuhi
(Leinmuller et al, 1991). Dalam bidang kesehatan, tanin juga memiliki aktivitas sebagai
antibiotik. Prinsip kerja tanin sebagai antibiotik adalah dengan cara membentuk kompleks
dengan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh patogen atau dengan mengganggu proses
metabolisme patogen tersebut. Ellagitanin dapat mencegah proses absorpsi virus HIV ke
dalam sel dan menghambat aktivitas transkriptase kebalikan yang terdapat di dalam virus.

77

Anda mungkin juga menyukai