Modul Praktikum Ma3171 Matematika Numerik: Nama: NIM
Modul Praktikum Ma3171 Matematika Numerik: Nama: NIM
Modul Praktikum Ma3171 Matematika Numerik: Nama: NIM
NAMA :
NIM :
4. Metode Newton-Raphson
Untuk kasus f (x) berupa ekspresi linear biasa, yaitu f (x) = mx + c, dengan m dan c adalah
konstanta, maka persamaan mx + c = 0 dapat diselesaikan secara analitik dengan mudah.
c
Akar persamaan linear tersebut dapat ditentukan dengan x = − . Untuk kasus persamaan
m
kuadrat ax2 + bx + c = 0, akar persamaan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
ABC yang telah kita kenal. Sementara beberapa persamaan polinomial sederhana yang lain
dapat diselesaikan dengan teorema sisa.
Dalam kasus umum, di mana f (x) merupakan ekspresi yang rumit, maka penyelesaian per-
samaan secara analitik akan sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, dalam kasus persamaan
f (x) = x − e−x . Oleh karena itu, dibutuhkan metode-metode numerik untuk mempermudah
penyelesaian persamaan tak linear tersebut.
Metode-metode numerik untuk penyelesaian persamaan tak linear pada umumnya meru-
pakan metode iterasi (metode tak langsung). Metode ini dimulai dengan menentukan satu
atau beberapa tebakan awal terhadap fungsi f (x) = 0. Kemudian kita terapkan suatu rumus
iterasi tertentu yang akan membangkitkan barisan bilangan x0 , x1 , x2 , ..., yang diharapkan
akan konvergen ke nilai akar dari f (x) = 0. Secara numerik, tentunya kita tidak mungkin
menghitung suku barisan tersebut sampai tak hingga. Oleh karena itu, kita juga membu-
tuhkan suatu kriteria untuk menghentikan proses iterasi yang kita jalankan.
1
1.3 Metode Penentuan Akar Persamaan Tak Linear
1.3.1 Metode Bagi Dua
Misalkan f (x) adalah suatu fungsi kontinu dengan akar r. Untuk menerapkan Metode Bagi
Dua, mula-mula tentukan dua buah titik misalkan a0 dan b0 sebagai tebakan awal, dengan
a0 < b0 dan f (a0 )f (b0 ) < 0. Berdasarkan teorema nilai antara, maka interval [a0 , b0 ] akan
memuat akar f (x). Akar yang termuat dalam interval tersebut ada kemungkinan lebih dari
satu buah.
a0 + b0
Selanjutnya, tentukan titik tengah dari interval [a0 , b0 ], misalkan c0 . Dengan c0 = ,
2
akan ada tiga kemungkinan yang terjadi:
Figure 1.1: Penerapan satu iterasi Bagi Dua pada fungsi f (x) dengan tebakan awal a dan b
untuk kasus (1) paling kiri, (2) tengah dan (3) paling kanan
Jika kasus (1) terjadi, maka proses selesai. Jika kasus (2) yang terjadi, titik a0 dan c0 akan
menjadi titik-titik pengapit yang baru untuk proses iterasi selanjutnya. Sedangkan pada
kasus (3), titik b0 dan c0 akan menjadi titik-titik pengapit yang baru untuk iterasi selanjut-
nya. Titik-titik pengapit yang baru tersebut kita namakan sebagai a1 dan b1 . Proses yang
sama akan diulangi, sehingga akan diperoleh titik tengah untuk interval yang baru yaitu
a1 + b1
c1 = . Interval yang baru memiliki panjang setengah dari panjang interval semula,
2
b0 − a0
yaitu b1 − a1 = .
2
Secara umum, pada iterasi ke k akan diperoleh
ak + bk
ck =
2
b0 − a0
dengan interval [ak , bk ]. Maka panjang intervalnya dapat dituliskan sebagai bk −ak = .
2k
Karena akar r dari fungsi f (x) berada pada interval [ak , bk ], maka
bk − ak b0 − a0
|ck − r| ≤ ≤ k+1
2 2
2
Proses iterasi tersebut nantinya akan menghasilkan barisan c0 , c1 , c2 , ... yang akan konvergen
ke akar r. Dalam implementasinya di komputer, diperlukan kriteria untuk menghentikan
proses iterasi tersebut. Pada Metode Bagi Dua ini, kriteria penghentian iterasi yang digu-
nakan adalah
bk − ak ≤ eps
dengan eps adalah batas galat yang ditentukan.
Untuk efisiensi memori di komputer, pada algoritma di atas tidak digunakan variabel vek-
tor dalam perhitungannya. Nilai lama yang tidak terpakai tidak perlu disimpan dan dapat
langsung digantikan oleh nilai baru dari hasil iterasi.
3
1.3.2 Metode Posisi Palsu
Sama seperti pada Metode Bagi Dua, kita berangkat dari fungsi kontinu f (x) dan tebakan
awal a0 dan b0 dengan f (a0 )f (b0 ) < 0. Pada Metode Posisi Palsu, kita buat garis lurus yang
mengubungkan titik (a0 , f (a0 )) dan (b0 , f (b0 )). Garis ini akan memotong sumbu-X dengan
titik potongnya kita misalkan sebagai c0 yang terletak di antara titik a0 dan b0 . Titik c0
dapat ditentukan dengan
b0 − a0
c0 = b0 − f (b0 )
f (b0 ) − f (a0 )
Figure 1.2: Penerapan satu iterasi Metode Posisi Palsu pada f (x) dengan tebakan awal a
dan b
Selanjutnya, akar fungsi akan terapit oleh salah satu dari interval [a0 , c0 ] atau [c0 , b0 ]. Untuk
iterasi selanjutnya, titik-titik yang mengapit akar akan kita namakan sebagai a1 dan b1 yang
baru. Kemudian proses yang sama akan diulangi lagi sehingga diperoleh titik c1 .
|ck+1 − ck |
≤ eps
|ck+1 |
4
Algoritma Metode Posisi Palsu
5
1.3.3 Metode Modifikasi Posisi Palsu
Metode ini muncul untuk mempercepat kekonvergenan dari Metode Posisi Palsu. Modifikasi
yang dilakukan yaitu: Jika selama dua atau lebih iterasi yang berurutan salah satu ujung
interval pengapit akar tidak berubah, maka nilai fungsi pada titik tersebut dibuat menjadi
setengah dari nilai pada iterasi sebelumnya. Proses ini diilustrasikan pada gambar (1.3).
Pada iterasi ke 1 dan 2 titik ujung kiri tidak mengalami perubahan, maka pada iterasi ketiga,
nilai fungsi di titik ujung kiri dibuat menjadi setengah kali sebelumnya. Pada iterasi ketiga,
titik ujung kiri tetap tidak berubah, maka pada iterasi keempat, nilai fungsinya dibuat men-
jadi setengah kali sebelumnya. Jika dilanjutkan, maka pada iterasi keenam ujung kiri akan
mengalami perubahan.
6
Algoritma Metode Modifikasi Posisi Palsu
7
1.3.4 Metode Newton-Raphson
Metode Newton-Raphson ini hanya me-merlukan satu buah tebakan awal. Misalkan f (x)
adalah fungsi yang kontinu dan x0 adalah tebakan awal terhadap akar dari fungsi terse-
but. Prinsip dari Metode Newton-Raphson adalah dengan membuat garis singgung terhadap
fungsi f (x) di titik (x0 , f (x0 )). Bila f 0 (x) 6= 0 maka garis singgung tersebut akan memo-
tong sumbu-X. Kita namakan titik potong tersebut sebagai x1 . Maka x1 dapat ditentukan
melalui
f (x0
x1 = x0 − 0
f (x0 )
Figure 1.4: Iterasi Newton-Raphson untuk menentukan akar dari f (x) dengan tebakan awal
x0
Selanjutnya proses yang sama dilakukan kembali dengan tebakan awal yang baru yaitu x1 ,
sehingga akan diperoleh titik potong garis singgung yang baru yaitu x2 . Jika proses dilan-
jutkan, maka akan diperoleh barisan x0 , x1 , x2 , ..., xk , ... dengan
f (xk )
xk+1 = xk −
f 0 (xk )
|xk+1 − xk |
≤ eps
|xk+1 |
dengan eps adalah batas galat. Perlu diperhatikan bahwa Mettode Newton-Raphson tidak
menjamin proses akan konvergen. Untuk mengatasi terjadinya looping karena proses yang
tidak konvergen, maka kita perlu menetapkan batas maksimum jumlah iterasinya.
8
Algoritma Metode Newton-Raphson
9
1.3.5 Metode Tali Busur/Sekan
Figure 1.5: Iterasi Metode Tali Busur terhadap fungsi f (x) dengan tebakan awal x0 dan x1
Metode Tali Busur dimulai dengan dua tebakan awal yaitu x0 dan x1 terhadap akar dari
fungsi kontinu f (x). Tidak seperti pada Metode Bagi Dua dan Metode Posisi Palsu, tebakan
awal untuk Metode Tali Busur tidak perlu mengapit akar. Selanjutnya kita melakukan proses
iterasi dengan menerapkan rumus yang sama dengan yang digunakan pada Metode Newton-
f (x1 ) − f (x0 )
Raphson, hanya saja nilai f 0 (x1 ) dihitung dengan . Jadi yang akan kita hitung
x1 − x0
adalah nilai dari x2 dengan
x1 − x0
x2 = x1 − f (x1 )
f (x1 ) − f (x0 )
Setelah diperoleh titik x2 , iterasi selanjutnya dilakukan dengan tebakan akar yang baru yaitu
x1 dan x2 . Rumus yang sama diterapkan untuk memperoleh titik x3 . Secara umum, rumus
iterasi untuk Metode Tali Busur adalah
xk − xk−1
xk+1 = xk − f (xk ) , k = 1, 2, ...
f (xk ) − f (xk−1 )
|xk+1 − xk |
≤ eps
|xk+1 |
dengan eps adalah batas galat yang diizinkan. Selain itu, sama seperti Metode Newton-
Raphson, kita perlu menentukan maksimum jumlah iterasi karena ada kemungkinan barisan
nilai x0 , x1 , ... divergen.
10
Algoritma Metode Tali Busur
Jika algoritma dijalankan, maka nilai p(z) akan tersimpan sebagai variabel b0 .
Sementara itu, turunan dari polinom tersebut dapat dituliskan sebagai p0 (z) = bn z n−1 +
bn−1 z n−2 + ... + b2 z + b1 . Dalam bentuk algoritma dapat dituliskan sebagai
Jika dijalankan, maka p0 (z) akan tersimpan dalam variabel c1 .
11
Algoritma Metode Newton-Raphson untuk Polinom
1.5 Latihan
1. Gunakan Metode Bagi Dua untuk mencari akar setiap fungsi dalam selang yang diberikan
dengan akurasi 10−6 sebagai berikut.
2. Gunakan Metode Bagi Dua dan Posisi Palsu untuk mencari akar setiap fungsi dalam
selang yang diberikan dan analisis hasilnya.
1
(a) f (x) = , [a, b] = [0, 5];
x2
+1
1
(b) f (x) = , [a, b] = [0, 3];
x−1
3. Cari akar dari f (x) = e−4x − 10
1
dalam interval [0, 5] dengan menggunakan Metode
Bagi Dua, Posisi Palsu, dan Modifikasi Posisi Palsu. Analisis hasilnya!
4. Gunakan metode Newton-Raphson untuk mencari akar dari f (x) = 4x − cos x dengan
akurasi 10−6 . Apakah akan metode Newton-Raphson selalu konvergen untuk semua x0
pada selang [−2, 2]??
Berapa banyak iterasi yang dibutuhkan untuk konvergen??
Bandingkan hasilnya dengan metode bagi dua!
5. Lakukan analisis yang sama seperti no 4 di atas dengan fungsi f (x) = 7x − cos(2πx)
pada selang [0, 1].
6. Gunakan Metode Tali Busur dan Newton Raphson untuk mencari akar dari f (x) =
2 − ex dengan x0 = 0 dan x1 = 1. Bandingkan dan analisis hasilnya!
7. Tentukan semua akar real dari polinom berderajat empat p4 (x) = x4 − 10x3 + 35x2 −
50x + 24 dengan Metode Newton-Raphson untuk Polinom.
10. Lakukan analisis yang sama pada soal no 8 dan 9 untuk p4 (x) = x4 + 5x3 + 9x2 + 8x + 4
dengan tebakan awal x0 = −3, 3, −3i, 3i.
13
Modul Praktikum Matematika Numerik 2:
Matriks dan Sistem Persamaan Linear
untuk mendapatkan solusi dari suatu sistem persamaan linear, serta dapat menentukan de-
terminan dan invers dari suatu matriks.
SPL tersebut dapat dituliskan dalam bentuk matriks, dengan matriks koefisien dan matriks
lengkapnya dituliskan secara berturut-turut sebagai berikut.
a11 a12 a13 · · · a1n
a21 a22 a23 · · · a2n
a31 a32 a33 · · · a3n
.. ..
. .
an1 an2 an3 · · · ann
a11 a12 a13 ··· a1n | b1
a21 a22 a23 ··· a2n | b2
a31 a32 a33 ··· a3n | b3
.. .. ..
. . | .
an1 an2 an3 · · · ann | bn
Untuk menentukan solusi dari suatu SPL secara analitik, dapat dilakukan dengan metode
Operasi Baris Elementer (OBE). OBE dilakukan dengan menyelesaikan matriks lengkap dari
SPL dengan cara:
OBE tidak akan mengubah penyelesaian SPL. Namun, secara analitik OBE hanya dapat
dilakukan untuk SPL yang sederhana, yaitu SPL yang memiliki matriks lengkap berukuran
relatif kecil. Untuk SPL yang lebih rumit dengan matriks lengkap berukuran relatif besar,
diperlukan metode penyelesaian secara numerik.
Selanjutnya, tuliskan algoritma metode penyulihan maju dan mundur untuk menyelesaikan
SPL di bawah ini.
3x1 + 2x2 + 5x3 + 7x4 = 41
7x2 + 10x3 + 2x4 = 37
(2.2)
− 22x3 − 24x4 = −136
45x4 = 90
2x1 = 3
x1 + 1.5x2 = 4, 5
(2.3)
− 3x2 + 0.5x3 = −6, 6
2x1 − 2x2 + x3 + x4 = 0, 8
Latihan: Tuliskan SPL berikut ini dalam bentuk matriks lengkap, lalu terapkan Metode
Eliminasi Gauss untuk mencari penyelesaiannya:
x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 13
2x1 + 4x3 + 3x4 = 28
(2.4)
4x 1 + 2x 2 + 2x3 + x4 = 20
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 6
15
Algoritma Eliminasi Gauss
Latihan: Gunakan algoritma teknik penumpuan parsial pada eliminasi Gauss untuk menye-
lesaikan SPL (2.4).
16
Algoritma Eliminasi Gauss dengan Penumpuan Parsial
17
2.3.4 Beberapa SPL dengan matriks koefisien sama
Perhatikan dua SPL berikut ini:
x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 13
2x1 + 4x3 + 3x4 = 28
4x1 + 2x2 + 2x3 + x4 = 20
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 6
x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 8
2x1 + 4x3 + 3x4 = 9
4x1 + 2x2 + 2x3 + x4 = 9
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 3
Latihan: Kedua SPL tersebut mempunyai matriks koefisien yang sama. Selesaikan kedua
SPL tersebut dengan metode yang telah diuraikan dalam modul ini sebelumnya.
1. Penukaran dua buah baris akan membuat nilai determinan matriks yang baru meru-
pakan negatif dari determinan matriks semula.
2. Bila suatu baris dikali dengan konstanta k maka nilai determinannya menjadi k kali
nilai determinan matriks semula.
3. Bila suatu baris ditambah dengan k kali baris yang lain, nilai determinannya tidak
berubah.
Latihan: Gunakan metode eliminasi Gauss dengan penumpuan parsial untuk menentukan
nilai determinan dari:
4, 000 −5, 000 −2, 500 −0, 500
−2, 000 2, 000 −3, 000 1, 000
−2, 000 −4, 500
(2.5)
2, 500 −5, 000
4, 500 1, 000 −3, 500 3, 000
18
Algoritma Gauss-Jordan Gauss dengan Penumpuan Parsial
19
2.3.7 Modifikasi Eliminasi Gauss untuk SPL Tridiagonal
Latihan: Terapkan algoritma modifikasi eliminasi Gauss untuk mencari penyelesaian SPL
berikut ini:
4x1 + 6x2 = 14
2x1 − 3x2 + x3 = 3
9x2 − 4x3 − x4 = 0
5x3 − x4 − 2x5 = 5
− 4x4 + 4x5 = 4
A~x = ~b
(LU ) ~x = ~b
L (U~x) = ~b
Misalkan ~y = U~x. Kita selesaikan SPL segitiga bawah L~y = ~b dengan penyulihan maju.
Setelah vektor ~y diperoleh selanjutnya vektor ~x dapat dicari dari persamaan U~x = ~y dengan
20
memakai penyulihan mundur. Pada dekomposisi Doolitle, elemen diagonal dari matriks se-
gitiga bawah dipilih bernilai 1.
• Proses yang serupa dilakukan sampai elemen-elemen matriks L dan U semuanya ter-
hitung.
Latihan: Tuliskan algoritma metode dekomposisi doolitle, kemudian gunakan untuk menye-
lesaikan SPL (2.4).
ak+1
i − aki
max | | < eps
1≤i≤n ak+1
i
Catatan: indeks k pada rumus iterasi di atas bukan menyatakan pangkat, tetapi merupakan
nomor iterasi.
Latihan: Dengan menggunakan tebakan awal X 0 = (2, 2, 6, 3) dan kriteria galat eps = 1E-6,
terapkan iterasi Jacobi pada SPL berikut ini:
8, 00x1 + 3, 00x2 + −2, 00x3 + 1, 00x4 = 2, 00
4, 00x1 + 12, 00x2 + 4, 00x3 + 3, 00x4 = −7, 00
2, 00x 1 + −2, 00x 2 + 9, 00x3 + 3, 00x4 = 10, 00
1, 00x1 + 2, 00x2 + 4, 00x3 + 8, 00x4 = −5, 00
21
Algoritma Jacobi
22
Metode Gauss Seidel
Secara umum, rumus iterasi metode Gauss Seidel adalah
i−1
X n
X
xk+1
i := bi − aij xk+1
j + aij xkj /aii
j=1 j=i+1
ak+1
i − aki
max | | < eps
1≤i≤n ak+1
i
Latihan: Dengan menggunakan tebakan awal X 0 = (2, 2, 6, 3) dan kriteria galat eps = 1E-6,
terapkan iterasi Gauss Siedel pada SPL (2.3.9).
Catatan: Untuk penjelasan lebih jauh mengenai masing-masing metode, silahkan baca di
slide atau diktat perkuliahan.
23
2.4 Latihan
1. Diketahui SPL Ax = b dimana
14 14 −9 3 −5 −15
14
52 −15 2 −32
−100
A = −9 −15
36 −5 16
dan b =
106 .
3 2 −5 47 49 329
−5 −32 16 49 79 463
Cari solusi SPL di atas dengan metode numerik yang anda pilih.
Cari solusi SPL di atas dengan menggunakan Metode Dekomposisi Doolittle dan Cholesky,
kemudian analsis hasilnya.
4. Tuliskan sebuah program untuk menentukan determinan dari matriks A pada soal 1
dan 3 di atas.
5. Tuliskan sebuah program untuk menentukan invers dari matriks A pada soal 1 dan 3
di atas.
24
Modul Praktikum Matematika Numerik 3:
Interpolasi
Sifat: Diberikan n+1 buah titik yang absisnya berbeda, maka terdapat secara tunggal poli-
nom derajat ≤ n yang melalui semua titik data tersebut.
(x − x1 )(x − x2 ) · · · (x − xn )
pn (x) = f (x0 ) +
(x0 − x1 )(x0 − x2 ) · · · (x0 − xn )
(x − x0 )(x − x2 ) · · · (x − xn )
f (x1 ) +
(x1 − x0 )(x1 − x2 ) · · · (x1 − xn )
..
.
(x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 )(x − xi+1 ) · · · (x − xn )
f (xi ) +
(xi − x0 )(xi − x1 ) · · · (xi − xi−1 )(xi − xi+1 ) · · · (xi − xn ) (3.1)
..
.
(x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xn−1 )
f (x1 )
(xn − x0 )(xn − x1 ) · · · (xn − xn−1 )
n
X (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 )(x − xi+1 ) · · · (x − xn )
= f (xi )
(xi − x0 )(xi − x1 ) · · · (xi − xi−1 )(xi − xi+1 ) · · · (xi − xn )
i=1
25
Untuk menyingkat penulisan, kita notasikan:
Dengan notasi ini maka polinom interpolasi Lagrange dapat ditulis sebagai:
n
X
pn (x) = f0 L0 (x) + f1 L1 (x) + · · · + fi Li (x) + · · · + fn Ln (x) = fi Li (x) (3.2)
i=1
f [xk ] = f (xk )
f [xk+1 ] − f [xk ]
f [xk , xk+1 ] =
xk+1 − xk
f [xk+1 , xk+2 ] − f [xk , xk+1 ] (3.3)
f [xk , xk+1 , xk+2 ] =
xk+2 − xk
..
.
f [xk+1 , · · · , xk+j ] − f [xk , · · · , xk+j−1 ]
f [xk , xk+1 , · · · , xk+j ] =
xk+j − xk
Ekspresi di atas, secara berturutan dinamakan beda terbagi ke nol, ke satu, ke dua sampai
beda terbagi ke j. Untuk memudahkan perhitungan beda terbagi dilakukan menggunakan
tabel seperti ilustrasi berikut ini:
xk f [xk ] f[ , ] f[ , , ] f[ , , , ] f[ , , , , ]
x0 f [x0 ]
x1 f [x1 ] f [x0 , x1 ]
x2 f [x2 ] f [x1 , x2 ] f [x0 , x1 , x2 ]
x3 f [x3 ] f [x2 , x3 ] f [x1 , x2 , x3 ] f [x0 , x1 , x2 , x3 ]
x4 f [x4 ] f [x3 , x4 ] f [x2 , x3 , x4 ] f [x1 , x2 , x3 , x4 ] f [x0 , x1 , x2 , x3 , x4 ]
26
pn (x) = f [x0 ] +
f [x0 , x1 ] (x − x0 ) +
f [x0 , x1 , x2 ] (x − x0 )(x − x1 )(x − x2 ) +
..
.
f [x0 , x1 , · · · , xi ] (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 ) +
..
.
f [x0 , x1 , · · · , xn ] (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xn−1 )
Kriteria untuk menghentikan iterasi pada hampiran polinom interpolasi Newton adalah:
Tuliskan algoritma polinom interpolasi Newton untuk menghampiri nilai f (z) dengan galat
≤ eps.
3.4 Latihan
1. Untuk setiap fungsi berikut, aproksimasi menggunakan interpolasi polinomial Lagrange
dan Newton untuk titik-titik yang diberikan. Gambarkan fungsinya, polinomial La-
grangenya dan galatnya pada selang yang memuat titik-titik yang diberikan.
3
(a) f (x) = ln x, xi = 1, , 2;
2
√
(b) f (x) = x, xi = 0, 1, 4;
(c) f (x) = log2 x, xi = 1, 2, 4;
(d) f (x) = sin(πx), xi = −1, 0, 1;
2. Gunakan polinom interpolasi Newton untuk menghampiri nilai y(3, 25) dari data berikut
(Gunakan batas galat eps = 0, 00001):
x 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
y 0,9500 0,8001 0,5517 0,2128 -0,1890 -0,5813 -0,8066 -0,5616 0,6867 3,8125
27
Modul Praktikum Matematika Numerik 4:
Pengintegralan Numerik
1
Metode Simpson
3
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2.
2
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + 4f1 + f2 )
a 3
28
3
Metode Simpson
8
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2, 3.
3
Z b
3h
f (x) dx ≈ (f0 + 3f1 + 3f2 + f3 )
a 8
Metode Boole
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2, 3, 4.
4
Z b
2h
f (x) dx ≈ (7f0 + 32f1 + 12f2 + 32f3 + 7f4 )
a 45
1
Metode Simpson Komposit
3
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj )
n
dengan n = banyak partisi, j = 0, 1, ..., n.
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + 4f1 + 2f2 + 4f3 + 2f4 + · · · + 2fn−2 + 4fn−1 + fn )
a 3
1 (b − a)5 (4)
Galat metode Simpson : E=− f (c) dengan c diantara a dan b.
3 180n4
Tk−1
Tk := + hk f1 + f3 + f5 + · · · + f2k −1
2
b−a Tk − Tk−1
≤ eps. Proses
dengan hk := . kriteria pemberhentian iterasi adalah
2k Tk
hitungan ini tidak dijamin konvergen sehingga dalam algoritmanya kita harus membatasi
banyaknya iterasi.
29
4.3.3 Metode Simpson Rekursif
Rumus untuk perhitungan dengan metode in adalah:
4Tk − Tk−1
Sk :=
3
Tk adalah hampiran integral dengan Metode Trapesium menggunakan 2k interval dan Tk−1
adalah hampiran integral dengan Metode Trapesium menggunakan 2k−1 interval. Proses
hitungan ini tidak dijamin konvergen sehingga dalam algoritmanya kita harus membatasi
banyaknya iterasi.
R0,0
R1,0 R1,1
Notasi Rj,k menunjukkan perhitungan metode menggunakan 2j interval dan memakai poli-
nom derajat 2k . Proses kekonvergenan akan maksimal bila kita menelusuri perhitungan pada
arah diagonal, yaitu R1,1 , R2,2 , R3,3 , · · · .
b−a
R0,0 := (f (a) + f (b)) metode Trapesium 1 interval
2
n
Rj−1,0 2
X
Rj,0 := + hj f (x2i−1 ) metode Trapesium 2j interval
2
i=1
4k Rj,k−1 − Rj−1,k−1
Rj,k := k = 1, 2, · · · , j
4k − 1
Rj,j − Rj − 1, j − 1
Kriteria penghentian iterasi : | | < .
Rj,j
30
Algoritma Metode Romberg
x := a + (2 ∗ i − 1)h
s := s + f (x)
Rj−1,0
7. Rj,0 := + hs metode Trapesium n interval
2
8. Untuk k := 1, 2, · · · , j
4k Rj,k−1 − Rj−1,k−1
Rj,k :=
4k − 1
Rj,j − Rj−1,j−1
9. galat :=
Rj,j
Dengan Metode Koefisien Tak Tentu, diperoleh nilai-nilai wn,k dan xn,k untuk nilai n yang
berbeda sebagai berikut.
31
n xn,k wn,k
2 -0,5773502692 1,0000000000
0,5773502692 1,0000000000
3 ±0,7745966692 0,5555555559
0,0000000000 0,8888888888
4 ±0,8611363116 0,3478548451
±0,3399810436 0,6521451549
5 ±0,9061798459 0,2369268851
±0,5384693101 0,4786286705
0,0000000000 0,5688888888
Lebih jauh, dengan translasi t ∈ [a, b] −→ x ∈ [−1, 1], diperoleh rumus hampiran Gauss-
Legendre yang lebih umum, yaitu:
b n
b−aX a+b b−a
Z
f (t) dt ≈ wn,k f + xn,k
a 2 2 2
k=1
4.4 Latihan
Z1
√
1. Nilai eksak dari x = 2/3 = 0, 6666666666 · · · .
0
Perhatikan, untuk nilai n yang sama apakah benar metode Simpson hasilnya lebih baik
dari metode Trapesium (bandingkan dengan solusi eksaknya).
Z2
2
2. Gunakan metode Romberg untuk mengaproksimasi ex dx menggunakan batas galat
−1
eps = 0, 000001 dan batas maksimum iterasi 30. Hasil hitungan Rj,k , j = 0, 1, · · · ,
k = 0, 1, · · · , j ditampilkan pada layar dalam bentuk matriks segitiga bawah sebagai
berikut:
32
R0,0
R1,0 R1,1
33
Modul Praktikum Matematika Numerik 5:
Penyelesaian Persamaan Diferensial
tk+1 = tk + h
yk+1 = yk + hf (tk , yk ), k = 0, 1, 2, ..., n.
Contoh 1.
t−y
y0 = , pada [a, b], dengan
2
y(0) = 1 dan h = 0.5
Metode Heun
Langkah umum Metode Heun adalah:
Pk+1 = yk + hf (tk , yk )
tk+1 = a + (k + 1)h
h
yk+1 = yk + [f (tk , yk ) + f (tk+1 , Pk+1 )]
2
Buatlah Algoritma Metode Heun untuk menyelesaikan Contoh 1!
35
1
yk+1 = yk + (K1 + 2K2 + 2K3 + K4 ), dengan
6
K1 = hf (tk , yk )
h K1
K2 = hf (tk + , yk + )
2 2
h K2
K3 = hf (tk + , yk + )
2 2
K4 = hf (tk + h, yk + K3 )
h
Pk+1 = yk + [−9fk−3 + 37fk−2 − 59fk−1 + 55fk ], dengan fk = f (tk , yk )
24
h
yk+1 = yk + [fk−2 − 5fk−1 + 19fk + 9fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
24
Buatlah Algoritma Metode ABM untuk menyelesaikan Contoh 1!
Metode Milne-Simpson
Langkah umum Metode Milne-Simpson adalah:
4h
Pk+1 = yk−3 + [2fk−2 − fk−1 + 2fk ], dengan fk = f (tk , yk )
3
h
yk+1 = yk−1 + [fk−1 + 4fk + fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
3
Buatlah Algoritma Metode Milne-Simpson untuk menyelesaikan Contoh 1!
Metode Hamming
Langkah umum Metode Hamming adalah:
4h
Pk+1 = yk−3 + [2fk−2 − fk−1 + 2fk ], dengan fk = f (tk , yk )
3
−yk−2 + 9yk 3h
yk+1 = + [−fk−1 + 2fk + fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
8 8
Buatlah Algoritma Metode Hamming untuk menyelesaikan Contoh 1!
36
5.4 Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Diferensial den-
gan Masalah Nilai Awal
Bentuk umum sistem persamaan diferensial dengan masalah nilai awal orde satu adalah:
xk+1 = xk + hf (tk , xk , yk )
yk+1 = yk + hg(tk , xk , yk )
1
xk+1 = xk + (K1 + 2K2 + 2K3 + K4 )
6
1
yk+1 = yk + (L1 + 2L2 + 2L3 + L4 )
6
dengan langkah penentuan nilai-nilai K dan L adalah:
K1 = hf (tk , xk , yk )
L1 = hg(tk , xk , yk )
h K1 L1
K2 = hf (tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K1 L1
L2 = hg(tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K2 L2
K3 = hf (tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K2 L2
L3 = hg(tk + , xk + , yk + )
2 2 2
K4 = hf (tk + h, xk + K3 , yk + L3 )
L4 = hg(tk + h, xk + K3 , yk + L3 )
Catatan: Penyelesaian persamaan diferensial dengan orde yang lebih tinggi dapat dilakukan
dengan mengubah persamaan diferensial tersebut ke dalam bentuk sistem persamaan difer-
ensial orde satu. Prosedur umum pengubahan PD orde tinggi ke sistem PD orde satu yaitu
dengan cara memisalkan x0 (t) = y(t).
37
5.5 Metode Penyelesaian Persamaan Diferensial dengan Masalah
Nilai Batas (Linear)
Bentuk umum persamaan diferensial dengan masalah nilai batas:
h
2 + h2 q1 p1 − 1
h 2
− p2 − 1 2 + h2 q2 h p2 − 1
2 2
.. .. ..
. . .
h h
− pj − 1 2 + h2 qj pj − 1
2 2
.. .. ..
. . .
h h
− pn−2 − 1 2 + h2 qn−2 pn−2 − 1
2 2
h
− pn−1 − 1 2 + h2 qn−1
2
5.6 Latihan
1. Untuk setiap persoalan nilai awal berikut, aproksimasi solusinya dengan menggunakan
metode Heun dengan h = 12 , 41 , dan 81 . Bandingkan hasilnya dengan solusi eksaknya
dalam interval [0, 1].
Gunakan metode Runge-Kutta orde 4 memakai ukuran langkah h = 0.1 untuk men-
gaproksimasi nilai-nilai xi dan yi , i := 1, 2, · · · , 10.
Catatan: t0 = 0, ti = t0 + i · h, xi = x(ti ), yi = y(ti ).
38
Modul Praktikum Matematika Numerik 6:
Nilai dan Vektor Karakteristik
1. Metode Pangkat
2. Metode Kuasa Invers
Teorema:
Dalam sistem bilangan kompleks, matriks An×n mempunyai tepat n buah nilai karakteristik.
Teorema:
Misalkan V vektor karakteristik dari matriks An×n , maka αV̇ juga vektor karakteristik dari
An×n .
Teorema:
Misalkan An×n matriks simetri, maka semua nilai karakteristiknya berupa bilangan real.
Yk = AXk
1
Xk+1 = Yk
ck+1
dengan ck+1 adalah komponen Yk yang nilai mutlaknya terbesar.
3. Barisan {Xk } dan {ck } masing-masing akan konvergen ke V dan λ, yaitu
lim Xk = V lim ck = λ.
k→∞ k→∞
39
ck+1 − ck
4. Kriteria penghentian iterasi yaitu | | < eps.
ck+1
Teorema:
Misalkan matriks An×n mempunyai n buah nilai karakteristik yang berbeda λ1 , λ2 , ..., λn ,
dengan vektor-vektor karakteristik V̄1 , V̄2 , ..., V̄n . Maka himpunan vektor V̄1 , V̄2 , ..., V̄n bbe-
bas linear.
Teorema:
Misalkan matriks An×n mempunyai n buah nilai karakteristik yang berbeda dan kita susun
|λ1 | > |λ2 | > ... > |λn |. Misalkan X̄0 6= 0̄ suatu tebakan awal, maka vektor {X̄k =
(k) (k) (k)
(x1 , x2 , ..., xn )} dan skalar {ck } yang dihasilkan dari rumus rekursif
Ȳk = AX̄k
ck+1 komponen Ȳkyang nilai mutlaknya terbesar
1
X̄k+1 = Ȳk
ck+1
akan konvergen ke pasangan karakteristik yang dominan.
Pada metode Kuasa invers, akan ditentukan pasangan karakteristik dari matriks A−1 . Perlu
diperhatikan bahwa saat menghitung Ȳk = A−1 X̄k , kita tikda melakukan perhitungan A−1 ,
tapi dilakukan dengan cara menyelesaikan SPL
AȲk = X̄k .
6.4 Latihan
1. Diberikan matriks sebagai berikut:
7 5 3 2 1
−2 4 1 1 2
A=
10 8 3 1 2
4 3 2 6 7
2 2 3 8 3
Gunakan metode kuasa untuk menentukan pasangan karakteristik dominan dari ma-
~ 0 = (1, 1, 1, 1, 1)T , batas galat eps = 10−5 dan batas
triks A. Gunakan tebakan awal X
maksimum iterasi 100.
2. Gunakan metode kuasa untuk menghitung semua nilai eigen dari matriks A berikut.
9 3 2 0 7 14 14 −9 3 −5
7
6 9 6 4
14
52 −15 2 −32
−9 −15 −5
A= 2 7 7 8 2 , dan A = 36 16
0 9 7 2 2 3 2 −5 47 49
7 3 6 4 3 −5 −32 16 49 79
40