Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Modul Praktikum Ma3171 Matematika Numerik: Nama: NIM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 41

MODUL PRAKTIKUM

MA3171 MATEMATIKA NUMERIK

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
Modul Praktikum Matematika Numerik 1:
Metode Penyelesaian Persamaan Tak Linear

1.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:

1. Metode Bagi Dua

2. Metode Posisi Palsu

3. Metode Modifikasi Posisi Palsu

4. Metode Newton-Raphson

5. Metode Tali Busur/Sekan

6. Modifikasi Metode Newton untuk Polinom

untuk menyelesaikan suatu persamaan tak linear.

1.2 Dasar Teori


Penyelesaian persamaan tak linear adalah penentuan akar-akar persamaan tak linear terse-
but. Akar sebuah persamaan f (x) = 0 adalah nilai-nilai x0 yang menyebabkan persamaan
f (x0 ) = 0 terpenuhi.

Untuk kasus f (x) berupa ekspresi linear biasa, yaitu f (x) = mx + c, dengan m dan c adalah
konstanta, maka persamaan mx + c = 0 dapat diselesaikan secara analitik dengan mudah.
c
Akar persamaan linear tersebut dapat ditentukan dengan x = − . Untuk kasus persamaan
m
kuadrat ax2 + bx + c = 0, akar persamaan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
ABC yang telah kita kenal. Sementara beberapa persamaan polinomial sederhana yang lain
dapat diselesaikan dengan teorema sisa.

Dalam kasus umum, di mana f (x) merupakan ekspresi yang rumit, maka penyelesaian per-
samaan secara analitik akan sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, dalam kasus persamaan
f (x) = x − e−x . Oleh karena itu, dibutuhkan metode-metode numerik untuk mempermudah
penyelesaian persamaan tak linear tersebut.

Metode-metode numerik untuk penyelesaian persamaan tak linear pada umumnya meru-
pakan metode iterasi (metode tak langsung). Metode ini dimulai dengan menentukan satu
atau beberapa tebakan awal terhadap fungsi f (x) = 0. Kemudian kita terapkan suatu rumus
iterasi tertentu yang akan membangkitkan barisan bilangan x0 , x1 , x2 , ..., yang diharapkan
akan konvergen ke nilai akar dari f (x) = 0. Secara numerik, tentunya kita tidak mungkin
menghitung suku barisan tersebut sampai tak hingga. Oleh karena itu, kita juga membu-
tuhkan suatu kriteria untuk menghentikan proses iterasi yang kita jalankan.

1
1.3 Metode Penentuan Akar Persamaan Tak Linear
1.3.1 Metode Bagi Dua
Misalkan f (x) adalah suatu fungsi kontinu dengan akar r. Untuk menerapkan Metode Bagi
Dua, mula-mula tentukan dua buah titik misalkan a0 dan b0 sebagai tebakan awal, dengan
a0 < b0 dan f (a0 )f (b0 ) < 0. Berdasarkan teorema nilai antara, maka interval [a0 , b0 ] akan
memuat akar f (x). Akar yang termuat dalam interval tersebut ada kemungkinan lebih dari
satu buah.

a0 + b0
Selanjutnya, tentukan titik tengah dari interval [a0 , b0 ], misalkan c0 . Dengan c0 = ,
2
akan ada tiga kemungkinan yang terjadi:

1. f (c0 ) = 0, artinya titik c0 adalah akar dari f (x).


2. f (a0 )f (c0 ) < 0, artinya akar berada pada interval [a0 , c0 ].
3. f (b0 )f (c0 ) < 0, artinya akar berada pada interval [c0 , b0 ].

Figure 1.1: Penerapan satu iterasi Bagi Dua pada fungsi f (x) dengan tebakan awal a dan b
untuk kasus (1) paling kiri, (2) tengah dan (3) paling kanan

Jika kasus (1) terjadi, maka proses selesai. Jika kasus (2) yang terjadi, titik a0 dan c0 akan
menjadi titik-titik pengapit yang baru untuk proses iterasi selanjutnya. Sedangkan pada
kasus (3), titik b0 dan c0 akan menjadi titik-titik pengapit yang baru untuk iterasi selanjut-
nya. Titik-titik pengapit yang baru tersebut kita namakan sebagai a1 dan b1 . Proses yang
sama akan diulangi, sehingga akan diperoleh titik tengah untuk interval yang baru yaitu
a1 + b1
c1 = . Interval yang baru memiliki panjang setengah dari panjang interval semula,
2
b0 − a0
yaitu b1 − a1 = .
2
Secara umum, pada iterasi ke k akan diperoleh
ak + bk
ck =
2
b0 − a0
dengan interval [ak , bk ]. Maka panjang intervalnya dapat dituliskan sebagai bk −ak = .
2k
Karena akar r dari fungsi f (x) berada pada interval [ak , bk ], maka
bk − ak b0 − a0
|ck − r| ≤ ≤ k+1
2 2
2
Proses iterasi tersebut nantinya akan menghasilkan barisan c0 , c1 , c2 , ... yang akan konvergen
ke akar r. Dalam implementasinya di komputer, diperlukan kriteria untuk menghentikan
proses iterasi tersebut. Pada Metode Bagi Dua ini, kriteria penghentian iterasi yang digu-
nakan adalah
bk − ak ≤ eps
dengan eps adalah batas galat yang ditentukan.

Algoritma Metode Bagi Dua

Untuk efisiensi memori di komputer, pada algoritma di atas tidak digunakan variabel vek-
tor dalam perhitungannya. Nilai lama yang tidak terpakai tidak perlu disimpan dan dapat
langsung digantikan oleh nilai baru dari hasil iterasi.

3
1.3.2 Metode Posisi Palsu
Sama seperti pada Metode Bagi Dua, kita berangkat dari fungsi kontinu f (x) dan tebakan
awal a0 dan b0 dengan f (a0 )f (b0 ) < 0. Pada Metode Posisi Palsu, kita buat garis lurus yang
mengubungkan titik (a0 , f (a0 )) dan (b0 , f (b0 )). Garis ini akan memotong sumbu-X dengan
titik potongnya kita misalkan sebagai c0 yang terletak di antara titik a0 dan b0 . Titik c0
dapat ditentukan dengan
b0 − a0
c0 = b0 − f (b0 )
f (b0 ) − f (a0 )

Figure 1.2: Penerapan satu iterasi Metode Posisi Palsu pada f (x) dengan tebakan awal a
dan b
Selanjutnya, akar fungsi akan terapit oleh salah satu dari interval [a0 , c0 ] atau [c0 , b0 ]. Untuk
iterasi selanjutnya, titik-titik yang mengapit akar akan kita namakan sebagai a1 dan b1 yang
baru. Kemudian proses yang sama akan diulangi lagi sehingga diperoleh titik c1 .

Untuk iterasi ke k, akan diperoleh rumus iterasi sebagai berikut.


bk − ak
ck = bk − f (bk ) , k = 0, 1, 2, ...
f (bk ) − f (ak )

Kriteria penghentian iterasi yang digunakan adalah

|ck+1 − ck |
≤ eps
|ck+1 |

dengan eps adalah batas galat.

4
Algoritma Metode Posisi Palsu

5
1.3.3 Metode Modifikasi Posisi Palsu

Figure 1.3: Iterasi Metode Modifikasi Posisi Palsu

Metode ini muncul untuk mempercepat kekonvergenan dari Metode Posisi Palsu. Modifikasi
yang dilakukan yaitu: Jika selama dua atau lebih iterasi yang berurutan salah satu ujung
interval pengapit akar tidak berubah, maka nilai fungsi pada titik tersebut dibuat menjadi
setengah dari nilai pada iterasi sebelumnya. Proses ini diilustrasikan pada gambar (1.3).

Pada iterasi ke 1 dan 2 titik ujung kiri tidak mengalami perubahan, maka pada iterasi ketiga,
nilai fungsi di titik ujung kiri dibuat menjadi setengah kali sebelumnya. Pada iterasi ketiga,
titik ujung kiri tetap tidak berubah, maka pada iterasi keempat, nilai fungsinya dibuat men-
jadi setengah kali sebelumnya. Jika dilanjutkan, maka pada iterasi keenam ujung kiri akan
mengalami perubahan.

6
Algoritma Metode Modifikasi Posisi Palsu

7
1.3.4 Metode Newton-Raphson
Metode Newton-Raphson ini hanya me-merlukan satu buah tebakan awal. Misalkan f (x)
adalah fungsi yang kontinu dan x0 adalah tebakan awal terhadap akar dari fungsi terse-
but. Prinsip dari Metode Newton-Raphson adalah dengan membuat garis singgung terhadap
fungsi f (x) di titik (x0 , f (x0 )). Bila f 0 (x) 6= 0 maka garis singgung tersebut akan memo-
tong sumbu-X. Kita namakan titik potong tersebut sebagai x1 . Maka x1 dapat ditentukan
melalui
f (x0
x1 = x0 − 0
f (x0 )

Figure 1.4: Iterasi Newton-Raphson untuk menentukan akar dari f (x) dengan tebakan awal
x0

Selanjutnya proses yang sama dilakukan kembali dengan tebakan awal yang baru yaitu x1 ,
sehingga akan diperoleh titik potong garis singgung yang baru yaitu x2 . Jika proses dilan-
jutkan, maka akan diperoleh barisan x0 , x1 , x2 , ..., xk , ... dengan

f (xk )
xk+1 = xk −
f 0 (xk )

Kriteria penghentian iterasi untuk Metode Newton-Raphson adalah

|xk+1 − xk |
≤ eps
|xk+1 |

dengan eps adalah batas galat. Perlu diperhatikan bahwa Mettode Newton-Raphson tidak
menjamin proses akan konvergen. Untuk mengatasi terjadinya looping karena proses yang
tidak konvergen, maka kita perlu menetapkan batas maksimum jumlah iterasinya.

8
Algoritma Metode Newton-Raphson

9
1.3.5 Metode Tali Busur/Sekan

Figure 1.5: Iterasi Metode Tali Busur terhadap fungsi f (x) dengan tebakan awal x0 dan x1

Metode Tali Busur dimulai dengan dua tebakan awal yaitu x0 dan x1 terhadap akar dari
fungsi kontinu f (x). Tidak seperti pada Metode Bagi Dua dan Metode Posisi Palsu, tebakan
awal untuk Metode Tali Busur tidak perlu mengapit akar. Selanjutnya kita melakukan proses
iterasi dengan menerapkan rumus yang sama dengan yang digunakan pada Metode Newton-
f (x1 ) − f (x0 )
Raphson, hanya saja nilai f 0 (x1 ) dihitung dengan . Jadi yang akan kita hitung
x1 − x0
adalah nilai dari x2 dengan
x1 − x0
x2 = x1 − f (x1 )
f (x1 ) − f (x0 )

Setelah diperoleh titik x2 , iterasi selanjutnya dilakukan dengan tebakan akar yang baru yaitu
x1 dan x2 . Rumus yang sama diterapkan untuk memperoleh titik x3 . Secara umum, rumus
iterasi untuk Metode Tali Busur adalah
xk − xk−1
xk+1 = xk − f (xk ) , k = 1, 2, ...
f (xk ) − f (xk−1 )

Kriteria penghentian untuk Metode Tali Busur adalah

|xk+1 − xk |
≤ eps
|xk+1 |

dengan eps adalah batas galat yang diizinkan. Selain itu, sama seperti Metode Newton-
Raphson, kita perlu menentukan maksimum jumlah iterasi karena ada kemungkinan barisan
nilai x0 , x1 , ... divergen.

10
Algoritma Metode Tali Busur

1.3.6 Metode Newton-Raphson untuk Polinom


Jika fungsi kontinu yang akan dicari akarnya merupakan suatu polinom, maka kita dapat
menyelesaikan persamaannya menggunakan Metode Newton-Raphson yang telah dimodi-
fikasi, sehingga perhitungan akan lebih singkat dan akurat.

Polinom berderajat n, p(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + ... + an xn , an 6= 0 dapat dituliskan ke dalam


bentuk
p(z) = a0 + a1 + (a2 + (...an−2 + (an−1 + an z)z...)z)z.
Dalam bentuk algoritma, polinom tersebut dapat dituliskan sebagai

Jika algoritma dijalankan, maka nilai p(z) akan tersimpan sebagai variabel b0 .

Sementara itu, turunan dari polinom tersebut dapat dituliskan sebagai p0 (z) = bn z n−1 +
bn−1 z n−2 + ... + b2 z + b1 . Dalam bentuk algoritma dapat dituliskan sebagai
Jika dijalankan, maka p0 (z) akan tersimpan dalam variabel c1 .

11
Algoritma Metode Newton-Raphson untuk Polinom

1.4 Tugas Pendahuluan


Gambarkan flowchart dari masing-masing metode penyelesaian persamaan tak linear yang
telah dijelaskan dalam modul ini!

1.5 Latihan
1. Gunakan Metode Bagi Dua untuk mencari akar setiap fungsi dalam selang yang diberikan
dengan akurasi 10−6 sebagai berikut.

(a) f (x) = x − e−x , [a, b] = [0, 1];


(b) f (x) = x6 − x − 1, [a, b] = [0, 2];
(c) f (x) = 5 − x− 1, [a, b] = [0.1, 0.25];
12
(d) f (x) = x2 − sin x, [a, b] = [0, π];

2. Gunakan Metode Bagi Dua dan Posisi Palsu untuk mencari akar setiap fungsi dalam
selang yang diberikan dan analisis hasilnya.
1
(a) f (x) = , [a, b] = [0, 5];
x2
+1
1
(b) f (x) = , [a, b] = [0, 3];
x−1
3. Cari akar dari f (x) = e−4x − 10
1
dalam interval [0, 5] dengan menggunakan Metode
Bagi Dua, Posisi Palsu, dan Modifikasi Posisi Palsu. Analisis hasilnya!

4. Gunakan metode Newton-Raphson untuk mencari akar dari f (x) = 4x − cos x dengan
akurasi 10−6 . Apakah akan metode Newton-Raphson selalu konvergen untuk semua x0
pada selang [−2, 2]??
Berapa banyak iterasi yang dibutuhkan untuk konvergen??
Bandingkan hasilnya dengan metode bagi dua!

5. Lakukan analisis yang sama seperti no 4 di atas dengan fungsi f (x) = 7x − cos(2πx)
pada selang [0, 1].

6. Gunakan Metode Tali Busur dan Newton Raphson untuk mencari akar dari f (x) =
2 − ex dengan x0 = 0 dan x1 = 1. Bandingkan dan analisis hasilnya!

7. Tentukan semua akar real dari polinom berderajat empat p4 (x) = x4 − 10x3 + 35x2 −
50x + 24 dengan Metode Newton-Raphson untuk Polinom.

8. Diketahui polinomial berderajat empat p4 (x) = x4 − x − 1. Tentukan akar real dari p4


dengan menggunakan Metode Newton-Raphson untuk Polinom dengan tebakan awal
x0 = 1 dan x0 = −1.

9. Modifikasi Metode Newton-Raphson untuk Polinom untuk mendapatkan semua akar


kompleks dari p4 pada soal no 7 dengan x0 = i dan x= − i.

10. Lakukan analisis yang sama pada soal no 8 dan 9 untuk p4 (x) = x4 + 5x3 + 9x2 + 8x + 4
dengan tebakan awal x0 = −3, 3, −3i, 3i.

13
Modul Praktikum Matematika Numerik 2:
Matriks dan Sistem Persamaan Linear

2.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:

1. Metode Penyulihan Maju dan Mundur


2. Metode Eliminasi Gauss
3. Metode Penumpuan Parsial pada Eliminasi Gauss
4. Metode Dekomposisi/Faktorisasi Segitiga
5. Metode Iterasi

untuk mendapatkan solusi dari suatu sistem persamaan linear, serta dapat menentukan de-
terminan dan invers dari suatu matriks.

2.2 Dasar Teori


Bentuk umum dari Sistem Persamaan Linear (SPL) yang terdiri dari n persamaan dengan
n variabel bebas adalah:


 a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 + · · · + a1n xn = b1
 21 x1 + a22 x2 + a23 x3 + · · · + a2n xn =
a b2



a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 + · · · + a3n xn = b3 (2.1)
 .. .. ..
. . .




an1 x1 + an2 x2 + an3 x3 + · · · + ann xn = bn

SPL tersebut dapat dituliskan dalam bentuk matriks, dengan matriks koefisien dan matriks
lengkapnya dituliskan secara berturut-turut sebagai berikut.
 
a11 a12 a13 · · · a1n
 a21 a22 a23 · · · a2n 
 
 a31 a32 a33 · · · a3n 
 
 .. .. 
 . . 
an1 an2 an3 · · · ann
 
a11 a12 a13 ··· a1n | b1

 a21 a22 a23 ··· a2n | b2  

 a31 a32 a33 ··· a3n | b3  
 .. .. .. 
 . . | . 
an1 an2 an3 · · · ann | bn
Untuk menentukan solusi dari suatu SPL secara analitik, dapat dilakukan dengan metode
Operasi Baris Elementer (OBE). OBE dilakukan dengan menyelesaikan matriks lengkap dari
SPL dengan cara:

1. Menukarkan dua buah baris


2. Mengalikan suatu baris dengan suatu konstanta tak nol
14
3. Menambahkan k kali baris ke-i pada baris ke-j.

OBE tidak akan mengubah penyelesaian SPL. Namun, secara analitik OBE hanya dapat
dilakukan untuk SPL yang sederhana, yaitu SPL yang memiliki matriks lengkap berukuran
relatif kecil. Untuk SPL yang lebih rumit dengan matriks lengkap berukuran relatif besar,
diperlukan metode penyelesaian secara numerik.

2.3 Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Linear


2.3.1 Metode Penyulihan Maju dan Mundur
Suatu SPL yang matriks koefisiennya berbentuk matriks segitiga atas atau bawah dapat dis-
elesaikan dengan metode penyulihan mundur atau maju. Matriks segitiga atas diselesaikan
dengan metode penyulihan mundur, sedangkan matriks segitiga bawah diselesaikan dengan
metode penyulihan maju.

Selanjutnya, tuliskan algoritma metode penyulihan maju dan mundur untuk menyelesaikan
SPL di bawah ini.


 3x1 + 2x2 + 5x3 + 7x4 = 41
7x2 + 10x3 + 2x4 = 37

(2.2)

 − 22x3 − 24x4 = −136
45x4 = 90



 2x1 = 3
x1 + 1.5x2 = 4, 5

(2.3)

 − 3x2 + 0.5x3 = −6, 6
2x1 − 2x2 + x3 + x4 = 0, 8

2.3.2 Metode Eliminasi Gauss


Metode ini terdiri dari dua langkah besar, yaitu:
1. Mengubah SPL semula menjadi SPL segitiga atas melalui serangkaian operasi baris
elementer (OBE).
2. Menyelesaikan SPL segitiga atas yang terbentuk dengan menggunakan penyulihan
mundur.

Latihan: Tuliskan SPL berikut ini dalam bentuk matriks lengkap, lalu terapkan Metode
Eliminasi Gauss untuk mencari penyelesaiannya:


 x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 13
2x1 + 4x3 + 3x4 = 28

(2.4)

 4x 1 + 2x 2 + 2x3 + x4 = 20
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 6

15
Algoritma Eliminasi Gauss

2.3.3 Metode Penumpuan pada Eliminasi Gauss


Teknik penumpuan yang akan dibahas dalam bagian ini adalah teknik penumpuan par-
sial. Teknik penumpuan parsia dilakukan dengan melakukan pertukaran baris pada matriks
lengkap SPL. Elemen penumpunya diambil dari max |ai,k |. Setelah elemen penumpu dipilih,
k≤i≤n
kita harus menempatkannya pada posisi (k,k) dari matriks lengkap SPL.

Latihan: Gunakan algoritma teknik penumpuan parsial pada eliminasi Gauss untuk menye-
lesaikan SPL (2.4).

16
Algoritma Eliminasi Gauss dengan Penumpuan Parsial

17
2.3.4 Beberapa SPL dengan matriks koefisien sama
Perhatikan dua SPL berikut ini:


 x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 13
2x1 + 4x3 + 3x4 = 28


 4x1 + 2x2 + 2x3 + x4 = 20
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 6



 x1 + 2x2 + x3 + 4x4 = 8
2x1 + 4x3 + 3x4 = 9


 4x1 + 2x2 + 2x3 + x4 = 9
−3x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 3

Latihan: Kedua SPL tersebut mempunyai matriks koefisien yang sama. Selesaikan kedua
SPL tersebut dengan metode yang telah diuraikan dalam modul ini sebelumnya.

2.3.5 Perhitungan Determinan


Untuk melakukan perhitungan determinan terhadap matriks sebarang, kita harus mengubah-
nya menjadi matriks segitiga atas. Beberapa hal perlu diperhatikan pada saat melakukan
proses OBE, yaitu:

1. Penukaran dua buah baris akan membuat nilai determinan matriks yang baru meru-
pakan negatif dari determinan matriks semula.

2. Bila suatu baris dikali dengan konstanta k maka nilai determinannya menjadi k kali
nilai determinan matriks semula.

3. Bila suatu baris ditambah dengan k kali baris yang lain, nilai determinannya tidak
berubah.

Latihan: Gunakan metode eliminasi Gauss dengan penumpuan parsial untuk menentukan
nilai determinan dari:
 
4, 000 −5, 000 −2, 500 −0, 500
 −2, 000 2, 000 −3, 000 1, 000 

 −2, 000 −4, 500
 (2.5)
2, 500 −5, 000 
4, 500 1, 000 −3, 500 3, 000

2.3.6 Perhitungan Invers Matriks


Latihan: Terapkan metode Gauss-Jordan dengan penumpuan Parsial untuk menentukan
matriks invers dari matriks (2.5)

18
Algoritma Gauss-Jordan Gauss dengan Penumpuan Parsial

19
2.3.7 Modifikasi Eliminasi Gauss untuk SPL Tridiagonal
Latihan: Terapkan algoritma modifikasi eliminasi Gauss untuk mencari penyelesaian SPL
berikut ini:



 4x1 + 6x2 = 14
 2x1 − 3x2 + x3 = 3


9x2 − 4x3 − x4 = 0
5x3 − x4 − 2x5 = 5




− 4x4 + 4x5 = 4

Algoritma Modifikasi Eliminasi Gauss untuk SPL Tridiagonal

2.3.8 Dekomposisi Doolitle


Metode dekomposisi matriks digunakan untuk memfaktorkan suatu matriks atas faktor ma-
triks segitiga atas dan segitiga bawah. Langkah untuk mencari penyelesaian SPL dengan
metode dekomposisi adalah sebagai berikut:

A~x = ~b

(LU ) ~x = ~b

L (U~x) = ~b
Misalkan ~y = U~x. Kita selesaikan SPL segitiga bawah L~y = ~b dengan penyulihan maju.
Setelah vektor ~y diperoleh selanjutnya vektor ~x dapat dicari dari persamaan U~x = ~y dengan

20
memakai penyulihan mundur. Pada dekomposisi Doolitle, elemen diagonal dari matriks se-
gitiga bawah dipilih bernilai 1.

Langkah-langkah Perhitungan Dekomposisi Doolitle

• Kalikan baris satu dari matriks L dengan matriks U ,


diperoleh nilai-nilai u11 , u12 , u13 , · · · , u1n .

• Kalikan matriks L dengan kolom satu dari matriks U ,


diperoleh nilai-nilai l21 , l31 , l41 , · · · , ln1 .

• Kalikan baris dua dari matriks L dengan matriks U ,


diperoleh nilai-nilai u22 , u23 , u24 , · · · , u2n .

• Kalikan matriks L dengan kolom dua dari matriks U ,


diperoleh nilai-nilai l32 , l42 , l52 , · · · , ln2 .

• Proses yang serupa dilakukan sampai elemen-elemen matriks L dan U semuanya ter-
hitung.

Latihan: Tuliskan algoritma metode dekomposisi doolitle, kemudian gunakan untuk menye-
lesaikan SPL (2.4).

2.3.9 Metode Iterasi untuk menyelesaikan SPL


Metode Jacobi
Secara umum, rumus iterasi metode jacobi adalah
 
Xn
xk+1 := bi − aij xkj  /aii
 
i
j=1
j6=i

dengan kriteria penghentian iterasi yaitu:

ak+1
i − aki
max | | < eps
1≤i≤n ak+1
i
Catatan: indeks k pada rumus iterasi di atas bukan menyatakan pangkat, tetapi merupakan
nomor iterasi.

Latihan: Dengan menggunakan tebakan awal X 0 = (2, 2, 6, 3) dan kriteria galat eps = 1E-6,
terapkan iterasi Jacobi pada SPL berikut ini:


 8, 00x1 + 3, 00x2 + −2, 00x3 + 1, 00x4 = 2, 00
4, 00x1 + 12, 00x2 + 4, 00x3 + 3, 00x4 = −7, 00


 2, 00x 1 + −2, 00x 2 + 9, 00x3 + 3, 00x4 = 10, 00
1, 00x1 + 2, 00x2 + 4, 00x3 + 8, 00x4 = −5, 00

21
Algoritma Jacobi

22
Metode Gauss Seidel
Secara umum, rumus iterasi metode Gauss Seidel adalah
 
i−1
X n
X
xk+1
i := bi − aij xk+1
j + aij xkj  /aii
j=1 j=i+1

dengan kriteria penghentian iterasi:

ak+1
i − aki
max | | < eps
1≤i≤n ak+1
i

Algoritma Gauss Seidel

Latihan: Dengan menggunakan tebakan awal X 0 = (2, 2, 6, 3) dan kriteria galat eps = 1E-6,
terapkan iterasi Gauss Siedel pada SPL (2.3.9).

Catatan: Untuk penjelasan lebih jauh mengenai masing-masing metode, silahkan baca di
slide atau diktat perkuliahan.

23
2.4 Latihan
1. Diketahui SPL Ax = b dimana
   
14 14 −9 3 −5 −15
 14
 52 −15 2 −32 


 −100 

A =  −9 −15
 36 −5 16 
 dan b = 
 106 .

 3 2 −5 47 49   329 
−5 −32 16 49 79 463

Cari solusi SPL di atas dengan metode numerik yang anda pilih.

2. Diketahui sebuah SPL berikut


x1 + 2x2 − 12x3 + 8x4 = 27
5x1 + 4x2 + 7x3 − 2x4 = 4
−3x1 + 7x2 + 9x3 + 5x4 = 11
6x1 − 12x2 − 8x3 + 3x4 = 49.

Cari solusi SPL di atas dengan menggunakan Metode Dekomposisi Doolittle dan Cholesky,
kemudian analsis hasilnya.

3. Tuliskan sebuah program dekomposisi LU dan kemudian metode penyulihan untuk


menyelesaikan SPL Ax = b, dimana
   
9 3 2 0 7 35
 7 6 9 6 4   58 
   
A=  2 7 7 8 2 dan b =  53
 .
  
 0 9 7 2 2   37 
7 3 6 4 3 39

4. Tuliskan sebuah program untuk menentukan determinan dari matriks A pada soal 1
dan 3 di atas.

5. Tuliskan sebuah program untuk menentukan invers dari matriks A pada soal 1 dan 3
di atas.

24
Modul Praktikum Matematika Numerik 3:
Interpolasi

3.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:

1. Metode Polinom Interpolasi Lagrange


2. Metode Polinom Interpolasi (Beda Terbagi) Newton

untuk membangun kurva berbentuk polinom berdasarkan data yang diberikan.

3.2 Dasar Teori


Interpolasi/ekstrapolasi bertujuan membangun sebuah kurva yang melalui semua titik-titik
data yang dipergunakan. Bila kurva yang dibentuk tersebut dipakai untuk menaksir nilai
f (x) dengan x berada diantara titik-titik data yang diberikan, maka disebut interpolasi.
Bila x berada diluar titik-titik data yang diberikan, maka porsesnya disebut extrapolasi.
Pada pasal ini kita hanya akan membahas interpolasi berbentuk polinom.

Sifat: Diberikan n+1 buah titik yang absisnya berbeda, maka terdapat secara tunggal poli-
nom derajat ≤ n yang melalui semua titik data tersebut.

3.3 Metode Polinom Interpolasi


3.3.1 Metode Polinom Interpolasi Lagrange
Untuk titik-titik (x0 , f (x0 )), (x1 , f (x1 )), · · · , (xn , f (xn )), bentuk umum polinom Lagrange
derajat ≤ n adalah:

(x − x1 )(x − x2 ) · · · (x − xn )
pn (x) = f (x0 ) +
(x0 − x1 )(x0 − x2 ) · · · (x0 − xn )
(x − x0 )(x − x2 ) · · · (x − xn )
f (x1 ) +
(x1 − x0 )(x1 − x2 ) · · · (x1 − xn )
..
.
(x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 )(x − xi+1 ) · · · (x − xn )
f (xi ) +
(xi − x0 )(xi − x1 ) · · · (xi − xi−1 )(xi − xi+1 ) · · · (xi − xn ) (3.1)
..
.
(x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xn−1 )
f (x1 )
(xn − x0 )(xn − x1 ) · · · (xn − xn−1 )

n
X (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 )(x − xi+1 ) · · · (x − xn )
= f (xi )
(xi − x0 )(xi − x1 ) · · · (xi − xi−1 )(xi − xi+1 ) · · · (xi − xn )
i=1
25
Untuk menyingkat penulisan, kita notasikan:

(x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 )(x − xi+1 ) · · · (x − xn )


fi = f (xi ) dan Li (x) =
(xi − x0 )(xi − x1 ) · · · (xi − xi−1 )(xi − xi+1 ) · · · (xi − xn )

Dengan notasi ini maka polinom interpolasi Lagrange dapat ditulis sebagai:

n
X
pn (x) = f0 L0 (x) + f1 L1 (x) + · · · + fi Li (x) + · · · + fn Ln (x) = fi Li (x) (3.2)
i=1

Tuliskan algoritma polinom interpolasi Lagrange derajat ≤ n untuk menaksir fungsi f di


titik z.

3.3.2 Metode Polinom Interpolasi (Beda Terbagi) Newton


Untuk perhitungan polinom Newton secara umum kita memerlukan konsep beda terbagi
berikut:

f [xk ] = f (xk )
f [xk+1 ] − f [xk ]
f [xk , xk+1 ] =
xk+1 − xk
f [xk+1 , xk+2 ] − f [xk , xk+1 ] (3.3)
f [xk , xk+1 , xk+2 ] =
xk+2 − xk
..
.
f [xk+1 , · · · , xk+j ] − f [xk , · · · , xk+j−1 ]
f [xk , xk+1 , · · · , xk+j ] =
xk+j − xk
Ekspresi di atas, secara berturutan dinamakan beda terbagi ke nol, ke satu, ke dua sampai
beda terbagi ke j. Untuk memudahkan perhitungan beda terbagi dilakukan menggunakan
tabel seperti ilustrasi berikut ini:

xk f [xk ] f[ , ] f[ , , ] f[ , , , ] f[ , , , , ]

x0 f [x0 ]
x1 f [x1 ] f [x0 , x1 ]
x2 f [x2 ] f [x1 , x2 ] f [x0 , x1 , x2 ]
x3 f [x3 ] f [x2 , x3 ] f [x1 , x2 , x3 ] f [x0 , x1 , x2 , x3 ]
x4 f [x4 ] f [x3 , x4 ] f [x2 , x3 , x4 ] f [x1 , x2 , x3 , x4 ] f [x0 , x1 , x2 , x3 , x4 ]

Tabel perhitungan beda terbagi Newton

Bentuk umum polinom Newton derajat ≤ n yang melalui titik-titik data


(xi , f (xi )), i = 1, 2, · · · , n. adalah sebagai berikut:

26
pn (x) = f [x0 ] +
f [x0 , x1 ] (x − x0 ) +
f [x0 , x1 , x2 ] (x − x0 )(x − x1 )(x − x2 ) +
..
.
f [x0 , x1 , · · · , xi ] (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xi−1 ) +
..
.
f [x0 , x1 , · · · , xn ] (x − x0 )(x − x1 ) · · · (x − xn−1 )

Kriteria untuk menghentikan iterasi pada hampiran polinom interpolasi Newton adalah:

pk+1 (x) − pk (x)


pk+1 (x)

Tuliskan algoritma polinom interpolasi Newton untuk menghampiri nilai f (z) dengan galat
≤ eps.

3.4 Latihan
1. Untuk setiap fungsi berikut, aproksimasi menggunakan interpolasi polinomial Lagrange
dan Newton untuk titik-titik yang diberikan. Gambarkan fungsinya, polinomial La-
grangenya dan galatnya pada selang yang memuat titik-titik yang diberikan.
3
(a) f (x) = ln x, xi = 1, , 2;
2

(b) f (x) = x, xi = 0, 1, 4;
(c) f (x) = log2 x, xi = 1, 2, 4;
(d) f (x) = sin(πx), xi = −1, 0, 1;

2. Gunakan polinom interpolasi Newton untuk menghampiri nilai y(3, 25) dari data berikut
(Gunakan batas galat eps = 0, 00001):

x 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
y 0,9500 0,8001 0,5517 0,2128 -0,1890 -0,5813 -0,8066 -0,5616 0,6867 3,8125

27
Modul Praktikum Matematika Numerik 4:
Pengintegralan Numerik

4.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:
1. Rumus-Rumus Newton Cotes
2. Metode Trapesium Rekursif
3. Metode Simpson Rekursif
4. Metode Romberg
5. Pengintegralan Gauss-Legendre
untuk menentukan hampiran dari nilai integral tentu.

4.2 Dasar Teori


Rb
Dalam permasalahan menghitung integral tentu (integral dengan batas) a f (x) dx, umum-
nya ada tiga bentuk integran (fungsi yang dintegralkan, f (x)) yang biasa ditemui, yaitu:
a. Fungsi kontinu sederhana, misalnya polinom, eksponen, atau trigonometri.
b. Fungsi kontinu yang rumit di mana anti turunannya sukar/mustahil dicari. Misalnya
x3
f (x) = x .
e −1
c. Fungsi yang hanya diketahui nilainya pada beberapa titik simpul saja. Fungsi seperti
ini biasanya ditemui dari tabel (seperti tabel logaritma) atau dari hasil percobaaan.
Masalah (a.) dapat diselesaikan secara analitik dan diperoleh hasil eksak. Metode numerik
umumnya diterapkan pada masalah (b.) dan (c.) dan hasilnya berupa hampiran terhadap
nilai integral tentu tersebut.

4.3 Metode Pengintegralan Numerik


4.3.1 Rumus-Rumus Newton Cotes
Metode Trapesium
h := b − a, xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1.
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + f1 )
a 2

1
Metode Simpson
3
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2.
2
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + 4f1 + f2 )
a 3
28
3
Metode Simpson
8
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2, 3.
3
Z b
3h
f (x) dx ≈ (f0 + 3f1 + 3f2 + f3 )
a 8

Metode Boole
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj ), j = 0, 1, 2, 3, 4.
4
Z b
2h
f (x) dx ≈ (7f0 + 32f1 + 12f2 + 32f3 + 7f4 )
a 45

Metode Trapesium Komposit


b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj )
n
dengan n = banyak partisi, j = 0, 1, ..., n.
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + 2f1 + 2f2 + · · · + 2fn−1 + fn )
a 2
(b − a)3 00
Galat metode Trapesium: E = − f (c) dengan c diantara a dan b.
12n2

1
Metode Simpson Komposit
3
b−a
h := , xj := a + jh, fj := f (xj )
n
dengan n = banyak partisi, j = 0, 1, ..., n.
Z b
h
f (x) dx ≈ (f0 + 4f1 + 2f2 + 4f3 + 2f4 + · · · + 2fn−2 + 4fn−1 + fn )
a 3
1 (b − a)5 (4)
Galat metode Simpson : E=− f (c) dengan c diantara a dan b.
3 180n4

4.3.2 Metode Trapesium Rekursif


Rumus iterasi metode ini adalah:

Tk−1 
Tk := + hk f1 + f3 + f5 + · · · + f2k −1
2

b−a Tk − Tk−1
≤ eps. Proses
dengan hk := . kriteria pemberhentian iterasi adalah

2k Tk
hitungan ini tidak dijamin konvergen sehingga dalam algoritmanya kita harus membatasi
banyaknya iterasi.

Buatlah algoritma Metode Trapesium Rekursif!

29
4.3.3 Metode Simpson Rekursif
Rumus untuk perhitungan dengan metode in adalah:
4Tk − Tk−1
Sk :=
3

Tk adalah hampiran integral dengan Metode Trapesium menggunakan 2k interval dan Tk−1
adalah hampiran integral dengan Metode Trapesium menggunakan 2k−1 interval. Proses
hitungan ini tidak dijamin konvergen sehingga dalam algoritmanya kita harus membatasi
banyaknya iterasi.

Buatlah algoritma Metode Simpson Rekursif!

4.3.4 Metode Romberg


Untuk kemudahan algoritma, penulisan akan menggunakan matriks sebagai berikut:

R0,0

R1,0 R1,1

R2,0 R2,1 R2,2

R3,0 R3,1 R3,2 R3,3

R4,0 R4,1 R4,2 R4,3 R4,4

R5,0 R5,1 R5,2 R5,3 R5,4 R5,5

Notasi Rj,k menunjukkan perhitungan metode menggunakan 2j interval dan memakai poli-
nom derajat 2k . Proses kekonvergenan akan maksimal bila kita menelusuri perhitungan pada
arah diagonal, yaitu R1,1 , R2,2 , R3,3 , · · · .

Rumus iterasi perhitungan Metode Romberg:

b−a
R0,0 := (f (a) + f (b)) metode Trapesium 1 interval
2
n
Rj−1,0 2
X
Rj,0 := + hj f (x2i−1 ) metode Trapesium 2j interval
2
i=1

4k Rj,k−1 − Rj−1,k−1
Rj,k := k = 1, 2, · · · , j
4k − 1

Rj,j − Rj − 1, j − 1
Kriteria penghentian iterasi : | | < .
Rj,j

30
Algoritma Metode Romberg

Masukan : f (x) fungsi yang diintegralkan


a, b batas integrasi
eps batas galat
M aks Iter batas maksimum iterasi
Keluaran : Rmbrg hasil aproksimasi dengan metode Romberg
Langkah-Langkah :
h
1. R0,0 := (f (a) + f (b))
2
2. j := 1
3. n := 2j
b−a
4. h :=
n
5. s := 0, x := a
n/2
n X
6. Untuk i := 1, 2, · · · , Menghitung f (x2i−1 )
2
i=1

x := a + (2 ∗ i − 1)h
s := s + f (x)

Rj−1,0
7. Rj,0 := + hs metode Trapesium n interval
2
8. Untuk k := 1, 2, · · · , j

4k Rj,k−1 − Rj−1,k−1
Rj,k :=
4k − 1

Rj,j − Rj−1,j−1
9. galat :=

Rj,j

10. Jika galat ≤ eps maka Rmbrg := Rj,j . Stop.


11. j := j + 1
12. Jika j ≤ M aks Iter ulangi langkah 3
13. ”Proses belum konvergen”, Stop.

4.3.5 Pengintegralan Gauss-Legendre


Bentuk umum dari hampiran Gauss-Legendre dengan partisi sebanyak n titik adalah:
Z 1 n
X
f (x) dx ≈ wn,k f (xn,k )
−1 k=1

Dengan Metode Koefisien Tak Tentu, diperoleh nilai-nilai wn,k dan xn,k untuk nilai n yang
berbeda sebagai berikut.

31
n xn,k wn,k
2 -0,5773502692 1,0000000000
0,5773502692 1,0000000000
3 ±0,7745966692 0,5555555559
0,0000000000 0,8888888888
4 ±0,8611363116 0,3478548451
±0,3399810436 0,6521451549
5 ±0,9061798459 0,2369268851
±0,5384693101 0,4786286705
0,0000000000 0,5688888888

Lebih jauh, dengan translasi t ∈ [a, b] −→ x ∈ [−1, 1], diperoleh rumus hampiran Gauss-
Legendre yang lebih umum, yaitu:

b n  
b−aX a+b b−a
Z
f (t) dt ≈ wn,k f + xn,k
a 2 2 2
k=1

4.4 Latihan
Z1

1. Nilai eksak dari x = 2/3 = 0, 6666666666 · · · .
0

a. Gunakan metode Trapesium untuk mengaproksimasi nilai integral tersebut. Gu-


nakan n=8, 32, 64, 128, dan 256. Amatilah bahwa pertambahan nilai n akan
membuat hampiran menjadi lebih teliti.

b. Gunakan metode Simpson 1/3 untuk mengaproksimasi nilai integral tersebut.


Gunakan n=8, 32, 64, 128, dan 256. Amatilah bahwa pertambahan nilai n akan
membuat hampiran menjadi lebih teliti.

Perhatikan, untuk nilai n yang sama apakah benar metode Simpson hasilnya lebih baik
dari metode Trapesium (bandingkan dengan solusi eksaknya).
Z2
2
2. Gunakan metode Romberg untuk mengaproksimasi ex dx menggunakan batas galat
−1
eps = 0, 000001 dan batas maksimum iterasi 30. Hasil hitungan Rj,k , j = 0, 1, · · · ,
k = 0, 1, · · · , j ditampilkan pada layar dalam bentuk matriks segitiga bawah sebagai
berikut:

32
R0,0

R1,0 R1,1

R2,0 R2,1 R2,2

R3,0 R3,1 R3,2 R3,3

R4,0 R4,1 R4,2 R4,3 R4,4

R5,0 R5,1 R5,2 R5,3 R5,4 R5,5


.. .. ..
. . .

3. Tuliskan program dengan menggunakan Integral Romberg dan Gauss-Legendre 2 sam-


pai 5 titik untuk menghitung nilai integral tentu dari fungsi berikut dengan maksimum
10 iterasi. Analisis hasil dengan membandingkan galat dari pengintegralan numerik
yang telah dilakukan dengan hasi eksaknya.
Z 3
(a) ln x dx = 3 ln 3 − 2
1
Z 2
(b) x2 e−x dx = 2 − 10e−2
0
Z 1 p
(c) 1 − x2 dx = π/2
−1
Z5
dx
(d) = 2 arctan(5)
−5 1 + x2
Z π
4
ex sin(4x) dx = 1 − e−π

(e)
0 17

33
Modul Praktikum Matematika Numerik 5:
Penyelesaian Persamaan Diferensial

5.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:
1. Metode Euler
2. Metode Heun
3. Metode Deret Taylor
4. Metode Runge-Kutta
5. Metode Adan-Bashfort-Moulton
6. Metode Milne-Simpson
7. Metode Hamming
8. Metode Tebakan Linear
9. Metode Beda Hingga
untuk menyelesaikan persamaan diferensial dengan masalah nilai awal (MNA) dan masalah
nilai batas (MNB), baik dalam bentuk persamaan tunggal atau sistem persamaan diferensial.

5.2 Dasar Teori


Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunan dari sebuah fungsi.
Orde persamaan diferensial ditentukan oleh orde turunan tertinggi yang muncul dalam per-
samaan tersebut. Terdapat dua jenis persamaan diferensial, yaitu:
1. Persamaan Diferensial dengan Masalah Nilai Awal (MNA), yaitu persamaan
diferensial yang dilengkapi dengan satu atau beberapa kondisi di titik awal interval.
Contohnya yaitu:

y 0 = f (t, y) pada [a, b] dengan y(a) = α.

2. Persamaan Diferensial dengan Masalah Nilai Batas (MNB), yaitu persamaan


diferensial yang dilengkapi dengan satu atau beberapa kondisi di titik-titik batas in-
terval. Contohnya yaitu:

y” = f (t, y) pada [a, b] dengan y(a) = α, y 0 (b) = β.

5.3 Metode Penyelesaian Persamaan Diferensial dengan Masalah


Nilai Awal
Bentuk umum persamaan diferensial dengan masalah nilai awal:

y 0 = f (t, y) pada [a, b] dengan y(a) = y0 .


b−a
Partisi interval [a, b] atas n bagian dengan lebar h = , tk = a + kh, dengan k =
n
0, 1, 2, ..., n.
34
5.3.1 Metode ”Langkah Tunggal”
Metode Euler
Langkah umum Metode Euler adalah:

tk+1 = tk + h
yk+1 = yk + hf (tk , yk ), k = 0, 1, 2, ..., n.

Buatlah Algoritma Metode Euler untuk menyelesaikan contoh di bawah ini!

Contoh 1.
t−y
y0 = , pada [a, b], dengan
2
y(0) = 1 dan h = 0.5

Metode Heun
Langkah umum Metode Heun adalah:

Pk+1 = yk + hf (tk , yk )
tk+1 = a + (k + 1)h
h
yk+1 = yk + [f (tk , yk ) + f (tk+1 , Pk+1 )]
2
Buatlah Algoritma Metode Heun untuk menyelesaikan Contoh 1!

Metode Deret Taylor


Langkah umum Metode Deret Taylor adalah:

yk+1 = yk + hTN (tk , yk ), dengan


N
X y j (tk )
TN (tk , yk ) = hj−1 , dan
j!
j=1

y j (tk ) : turunan ke j di titik tk .

Buatlah Algoritma Metode Deret Taylor untuk menyelesaikan Contoh 1!

Metode Runge-Kutta Orde 2 (RK 2)


Rumus umum Metode Runge-Kutta orde 2 adalah:
h
yk+1 = yk + [f (tk , yk ) + f (tk+1 , yk + f (tk , yk ))].
2

Metode Runge-Kutta Orde 4 (RK 4)


Rumus umum Metode Runge-Kutta orde 4 adalah:

35
1
yk+1 = yk + (K1 + 2K2 + 2K3 + K4 ), dengan
6
K1 = hf (tk , yk )
h K1
K2 = hf (tk + , yk + )
2 2
h K2
K3 = hf (tk + , yk + )
2 2
K4 = hf (tk + h, yk + K3 )

Buatlah Algoritma Metode Runge-Kutta orde 4!

5.3.2 Metode ”Langkah Banyak” (Prediktor-Korektor)


Dalam metode ”Langkah Banyak”, beberapa titik awal dihitung menggunakan metode ”Langkah
Tunggal” terlebih dahulu.

Metode Adam-Bashfort-Moulton (ABM)


Langkah umum Metode ABM adalah:

h
Pk+1 = yk + [−9fk−3 + 37fk−2 − 59fk−1 + 55fk ], dengan fk = f (tk , yk )
24
h
yk+1 = yk + [fk−2 − 5fk−1 + 19fk + 9fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
24
Buatlah Algoritma Metode ABM untuk menyelesaikan Contoh 1!

Metode Milne-Simpson
Langkah umum Metode Milne-Simpson adalah:

4h
Pk+1 = yk−3 + [2fk−2 − fk−1 + 2fk ], dengan fk = f (tk , yk )
3
h
yk+1 = yk−1 + [fk−1 + 4fk + fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
3
Buatlah Algoritma Metode Milne-Simpson untuk menyelesaikan Contoh 1!

Metode Hamming
Langkah umum Metode Hamming adalah:

4h
Pk+1 = yk−3 + [2fk−2 − fk−1 + 2fk ], dengan fk = f (tk , yk )
3
−yk−2 + 9yk 3h
yk+1 = + [−fk−1 + 2fk + fk+1 ], dengan fk+1 = f (tk+1 , Pk+1 ).
8 8
Buatlah Algoritma Metode Hamming untuk menyelesaikan Contoh 1!

36
5.4 Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Diferensial den-
gan Masalah Nilai Awal
Bentuk umum sistem persamaan diferensial dengan masalah nilai awal orde satu adalah:

x0 (t) = f (t, x, y), x(t0 ) = x0


0
y (t) = g(t, x, y), y(t0 ) = y0

5.4.1 Metode Euler


Rumus umum Metode Euler adalah:

xk+1 = xk + hf (tk , xk , yk )
yk+1 = yk + hg(tk , xk , yk )

5.4.2 Metode Runge-Kutta Orde 4 (RK 4)


Rumus umum Metode Runge-Kutta orde 4 adalah:

1
xk+1 = xk + (K1 + 2K2 + 2K3 + K4 )
6
1
yk+1 = yk + (L1 + 2L2 + 2L3 + L4 )
6
dengan langkah penentuan nilai-nilai K dan L adalah:

K1 = hf (tk , xk , yk )
L1 = hg(tk , xk , yk )
h K1 L1
K2 = hf (tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K1 L1
L2 = hg(tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K2 L2
K3 = hf (tk + , xk + , yk + )
2 2 2
h K2 L2
L3 = hg(tk + , xk + , yk + )
2 2 2
K4 = hf (tk + h, xk + K3 , yk + L3 )
L4 = hg(tk + h, xk + K3 , yk + L3 )

Catatan: Penyelesaian persamaan diferensial dengan orde yang lebih tinggi dapat dilakukan
dengan mengubah persamaan diferensial tersebut ke dalam bentuk sistem persamaan difer-
ensial orde satu. Prosedur umum pengubahan PD orde tinggi ke sistem PD orde satu yaitu
dengan cara memisalkan x0 (t) = y(t).

37
5.5 Metode Penyelesaian Persamaan Diferensial dengan Masalah
Nilai Batas (Linear)
Bentuk umum persamaan diferensial dengan masalah nilai batas:

x” = p(t)x0 + q(t)x + r(t), pada a ≤ t ≤ b, dengan x(a) = α, x(b) = β

5.5.1 Metode Tebakan Linear


Prosedur umum penyelesaian masalah nilai batas dengan Metode Tebakan Linear adalah
dengan mengubah persamaan diferensial dengan masalah nilai batas ke dalam bentuk sistem
persamaan diferensial dengan masalah nilai awal.

5.5.2 Metode Beda Hingga


Dengan Metode Beda Hingga, penyelesaian persamaan diferensial dengan masalah nilai batas
dilakukan dengan menyelesaikan matriks SPL berukuran (n-1)x(n-1), yaitu:

h
 
2 + h2 q1 p1 − 1

 h 2 
− p2 − 1 2 + h2 q2 h p2 − 1


 2 2 
 .. .. .. 
 . . . 
h h
 
− pj − 1 2 + h2 qj pj − 1
 
 
2 2
.. .. ..
 
. . .
 
 
 h h 
 − pn−2 − 1 2 + h2 qn−2 pn−2 − 1 
 2 2 
 h 
− pn−1 − 1 2 + h2 qn−1
2

5.6 Latihan
1. Untuk setiap persoalan nilai awal berikut, aproksimasi solusinya dengan menggunakan
metode Heun dengan h = 12 , 41 , dan 81 . Bandingkan hasilnya dengan solusi eksaknya
dalam interval [0, 1].

(a) y 0 + sin(y) = 0, y(0) = 1


(b) y0 + 4y = 1, y(0) = 1
1
(c) y 0 + y = sin(4πt), y(0) =
2
(d) y 0 = −y ln y, y(0) = 3

2. Ulangi soal no 1 di atas dengan menggunakan Metode Runge-Kutta berderajat empat.

3. Diberikan sistem persoalan nilai awal:


 0
x = x − y, x(0) = 3
y 0 = cos(t) − 5x − 4y, y(0) = −5

Gunakan metode Runge-Kutta orde 4 memakai ukuran langkah h = 0.1 untuk men-
gaproksimasi nilai-nilai xi dan yi , i := 1, 2, · · · , 10.
Catatan: t0 = 0, ti = t0 + i · h, xi = x(ti ), yi = y(ti ).

38
Modul Praktikum Matematika Numerik 6:
Nilai dan Vektor Karakteristik

6.1 Tujuan Pembelajaran


Memahami dan mampu menerapkan:

1. Metode Pangkat
2. Metode Kuasa Invers

untuk menentukan nilai dan vektor karakteristik dari suatu matriks.

6.2 Dasar Teori


Teorema:
Misalkan λ nilai karakteristik dari matriks An×n , maka |A−λI| = 0 dengan I adalah matriks
identitas.

Teorema:
Dalam sistem bilangan kompleks, matriks An×n mempunyai tepat n buah nilai karakteristik.

Teorema:
Misalkan V vektor karakteristik dari matriks An×n , maka αV̇ juga vektor karakteristik dari
An×n .

Teorema:
Misalkan An×n matriks simetri, maka semua nilai karakteristiknya berupa bilangan real.

6.3 Metode untuk Menentukan Nilai dan Vektor Karakteris-


tik
6.3.1 Metode Pangkat (”Power”)
Langkah-langkah Metode Pangkat:

1. Tentukan tebakan awal, yaitu vektor X0 .


2. Bangun barisan {Xk } dan {ck } secara rekursif:

Yk = AXk
1
Xk+1 = Yk
ck+1
dengan ck+1 adalah komponen Yk yang nilai mutlaknya terbesar.
3. Barisan {Xk } dan {ck } masing-masing akan konvergen ke V dan λ, yaitu

lim Xk = V lim ck = λ.
k→∞ k→∞

39
ck+1 − ck
4. Kriteria penghentian iterasi yaitu | | < eps.
ck+1
Teorema:
Misalkan matriks An×n mempunyai n buah nilai karakteristik yang berbeda λ1 , λ2 , ..., λn ,
dengan vektor-vektor karakteristik V̄1 , V̄2 , ..., V̄n . Maka himpunan vektor V̄1 , V̄2 , ..., V̄n bbe-
bas linear.

Teorema:
Misalkan matriks An×n mempunyai n buah nilai karakteristik yang berbeda dan kita susun
|λ1 | > |λ2 | > ... > |λn |. Misalkan X̄0 6= 0̄ suatu tebakan awal, maka vektor {X̄k =
(k) (k) (k)
(x1 , x2 , ..., xn )} dan skalar {ck } yang dihasilkan dari rumus rekursif
Ȳk = AX̄k
ck+1 komponen Ȳkyang nilai mutlaknya terbesar
1
X̄k+1 = Ȳk
ck+1
akan konvergen ke pasangan karakteristik yang dominan.

6.3.2 Metode Kuasa Invers


Teorema:
1
Misalkan (λ, V̄ ) merupakan pasangan karakteristik dari matriks A. Jika λ 6= 0 maka ( , V̄ )
λ
adalah pasangan karakteristik dari A−1 .

Pada metode Kuasa invers, akan ditentukan pasangan karakteristik dari matriks A−1 . Perlu
diperhatikan bahwa saat menghitung Ȳk = A−1 X̄k , kita tikda melakukan perhitungan A−1 ,
tapi dilakukan dengan cara menyelesaikan SPL
AȲk = X̄k .

6.4 Latihan
1. Diberikan matriks sebagai berikut:
 
7 5 3 2 1

 −2 4 1 1 2 

A=
 10 8 3 1 2 

 4 3 2 6 7 
2 2 3 8 3
Gunakan metode kuasa untuk menentukan pasangan karakteristik dominan dari ma-
~ 0 = (1, 1, 1, 1, 1)T , batas galat eps = 10−5 dan batas
triks A. Gunakan tebakan awal X
maksimum iterasi 100.
2. Gunakan metode kuasa untuk menghitung semua nilai eigen dari matriks A berikut.
   
9 3 2 0 7 14 14 −9 3 −5
 7
 6 9 6 4  
 14
 52 −15 2 −32  
 −9 −15 −5
A=  2 7 7 8 2   , dan A =  36 16 

 0 9 7 2 2   3 2 −5 47 49 
7 3 6 4 3 −5 −32 16 49 79

40

Anda mungkin juga menyukai