Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget Aktif Dalam Perkembangan Karakter Anak Di Pekanbaru

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 89

YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (YLP) RIAU

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK


PENGGUNA GADGET AKTIF DALAM
PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK DI PEKANBARU
SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Pada Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Riau

M. REHSYA AMALA

NPM : 149110085
PROGRAM STUDI : ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI : MEDIA MASSA

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2020
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sampai pada waktu yang sudah lama
dinantikan, karya ini bisa Anggi
persembahkan untuk yang terkhusus,
tersayang, ciptaan Allah yang paling
sempurna yang Allah kasih untuk Anggi,
Ayah dan Ibu. Terima kasih atas kasih
sayang, doa, dan dukungan yang Ayah dan
Ibu kasih untuk Anggi Maafkan anakmu
sedikit terlambat menyelesaikan
perkuliahan ini. Jika Allah mengizinkan
nanti, semoga Ibu berkesempatan untuk
melihat Anggi wisuda. Dan untuk Ayah
semoga diberi kelapangan dikuburnya, dan
dipermudah segala urusan nya, doa anakmu
tak henti-henti nya untukmu Ayah. Semoga
ini semua bisa buat Ayah dan Ibu bangga
sama Anggi.

ii
Motto

Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii


amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani
yafqohu qoulii
(Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku)
Q.S Thoha: 25-28)

a lot of people said, im not good


enough. but still i believe to my self.
- Charice Pempengco-

if you are born poor it’s not your


mistake but if you die poor it’s your
mistakes.
- Bill Gates

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.,

Tiada kata dan ucapan yang bisa penulis ucapkan selain puji syukur

sedalam-dalamnya kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Mudah-

mudahan ilmu yang yang penulis dapatkan selama masa perkuliahan bermanfaat

bagi diri penulis, keluarga serta masyarakat dan semoga di Ridhoi oleh Allah SWT.

Sholawat dan salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan alam yakni nabi

Muhammad SAW dengan ucapan Allahumma Sholli’ala Sayyidina Muhammad

dan skripsi ini di aujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

Program Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Riau, yaitu “Pola Komunikasi Orang Tua dengan

Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak di

Pekanbaru”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi tata bahasa dan

lain sebagainya. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengharapkan berbagai kritik dan saran perbaikan demi kesempurnaannya.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak yang memungkinkan skripsi ini dapat terselesaikan untuk itu rasa

terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Abdul Aziz, S. Sos ., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Riau .

iv
2. Dr. Muhd.AR.Imam Riauan, M.I.Kom, selaku Kepala Program Studi

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau .

3. Yudi Daherman,M.I.Kom selaku Pembimbing Terima kasih atas ilmu,

pengalaman, dan bimbingannya selama ini

4. Seluruh dosen serta staf Tata usaha Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Riau, terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktunya

membantu penulis menyelesaikan seluruh persoalan di perkuliahan ini.

5. Abang-abang sahabat ku yang tidak bisa penulis ucapkan satu-satu , terima

kasih sudah membimbing penulis sejauh ini. Intinya klen heboh dah.

6. Dan semua rekan kerabat penulis yang sudah ikut andil membantu dan

mendukung penulis untuk menyelesaikan penelitian ini, sekali lagi terima

kasih.

Pekanbaru, Februari 2020


Penulis

M. REHSYA AMALA
149110085

v
DAFTAR ISI
Cover
Persetujuan Tim Pembimbing Skripsi
Lembaran Pernyataan
Halaman Persembahan ............................................................................. ii
Motto ......................................................................................................... iii
Kata Pengantar ......................................................................................... iv
Daftar Isi ................................................................................................... vi
Daftar Tabel ............................................................................................... viii
Daftar Lampiran ........................................................................................ ix
Abstrak ....................................................................................................... x
Abstract ....................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian .................................................... 9
C. Fokus Penelitian........................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kajian Literatur ............................................................................ 11
1. Komunikasi ........................................................................... 11
2. Pola Komunikasi Interpersonal ............................................. 16
3. Keluarga ............................................................................... 19
4. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak ............................ 23
5. Gadget .................................................................................. 29
B. Definisi Operasional .................................................................... 33
C. Penelitian Terdahulu ................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN


A. Pendekatan Penelitian .................................................................. 40
B. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................ 41
1. Subjek Penelitian ................................................................... 41
2. Objek Penelitian .................................................................... 42
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 42
1. Lokasi Penelitian ................................................................... 42
2. Waktu Penelitian .................................................................. 43
D. Sumber Data ................................................................................ 45
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 46
1. Wawancara ............................................................................ 46
2. Dokumentasi .......................................................................... 46
3. Observasi .............................................................................. 46
F. Teknik Analisis Data ................................................................... 47
G. Teknik Keabsahan Data ............................................................... 47

vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 48
1. Profil Kecamatan Kota Pekanbaru ......................................... 48
2. Letak Geografis ..................................................................... 48
B. Hasil Penelitian ............................................................................ 50
1. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget
Aktif Dalam Perkembangan Karakter Anak Di
Pekanbaru
..............................................................................................
50
C. Pembahasan ................................................................................. 61

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 69
B. Saran............................................................................................ 70

Daftar Pustaka

Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

vii
Daftar Tabel

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru…………………………… 7

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu………………………………................. 35

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian…………………….................. 45

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan yang Ada di Kota Pekanbaru……...49

viii
Daftar lampiran

Lampiran 1 : SK Pembimbing

Lampiran 2 : Daftar Wawancara Penelitian

Lampiran 3 : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 4 : Biodata Penulis


AN

ix
Abstrak

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget Aktif


Dalam Perkembangan Karakter Anak Di Pekanbaru

M. Rehsya Amala
NPM. 149110085

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dengan anak
pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di Pekanbaru.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Informan dalam penelitian ini adalah orang tua dan anak berusia 0-14 tahun yang
menjadi pengguna gadget aktif di Pekanbaru dengan rata-rata menggunakan
gadget minimal 5 jam dalam sehari. Data penelitian ini sumber data berupa data
primer dan data sekunder dalam mendapatkan data untuk mengetahui Pola
Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam
Perkembangan Karakter Anak di Pekanbaru. Data primer dalam penelitian ini
berupa melalui wawancara yang dilakukan kepada informan. Kemudian Data
sekunder penelitian ini adalah data yang telah tersedia atau data pendukung dalam
penelitian adalah dokumen, monografi, buku-buku dan hasil penelitian lainnya.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari wawancara dilakukan
kepada orang tua dan anak, dokumentasi foto lapangan, dokumentasi dari situs
web, undang-undang, artikel serta teori dan observasi secara langsung ke lapangan
untuk memperoleh data. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan. Berdasarkan olahan
data yang peneliti lakukan tentang Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak
Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak di Pekanbaru maka
penulis menyimpulkan bahwa pola komunikasi orang tua dengan anak pengguna
gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di Pekanbaru termasuk kepada
kategori pola komunikasi demokratis (Authoritative).

Kata Kunci : Pola Komunikasi, Pengguna Gadget Aktif

x
Abstract

Parenting Communication Patterns With Children Active Gadgets Users In


Developing Children's Character In Pekanbaru

M. Rehsya Amala
NPM 149110085

This research is to study the communication patterns of parents and children of


active gadget users in developing children's character in Pekanbaru. This
research uses a qualitative method using descriptive. The informants in this study
are parents and children who watch 0-14 years who are active gadget users in
Pekanbaru with an average of using a gadget for at least 5 hours a day. This
research data source consists of primary data and secondary data in getting data
to find out the Communication Patterns of Parents and Children Active Gadget
Users in the Character Development of Children in Pekanbaru. Primary data in
this study consisted of interviews conducted with informants. Then the secondary
data of this study is the data that has been available or supporting data in the
study are documents, monographs, books and other research results. Data
collection techniques in this study consisted of interviews conducted with parents
and children, field photo documentation, documentation from the website, laws,
articles and theories as well as direct observation in the field to obtain data. Data
analysis in this study consisted of data reduction, data presentation, and data
verification or approval. Based on the data processed by researchers regarding
the Communication Patterns of Parents with Children Active Gadget Users in the
Character Development of Children in Pekanbaru, the authors discuss the
patterns of communication between parents and children active gadget users in
developing children's characters in Pekanbaru included in the category of
communication patterns.

Keywords: Communication Pattern, Active Gadget Users

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa,

termasuk di Indonesia. Pengaruh globalisasi dirasakan diberbagai bidang kehidupan

seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan

dan lain-lain. Kehadiran globalisasi tentu tidak dipungkiri lagi berpengaruh pada

kemajuan teknologi yang berkembang sangat pesat. Kemajuan teknologi juga tidak

terlepas akan kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi dan mendapatkan

informasi. Teknologi dan komunikasi merupakan dua unsur yang saling

berpengaruh dan tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Dalam proses komunikasi

di zaman canggih ini membutuhkan sarana atau media untuk menyampaikan

informasi.

Secara garis besar, teknologi informasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu,

perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Kecanggihan dalam

teknologi pun dapat dirasakan dengan munculnya alat komunikasi yang terus

mengalami inovasi akan kecanggihannya. Salah satu perkembangan teknologi yang

saat ini muncul yaitu teknologi berbentuk gadget. Istilah gadget makin dikenal

seiring dengan perkembangan gaya hidup yang trendi, praktis dan canggih serta

perkembangannya dalam teknologi.

1
2

Pemanfaatan gadget sangat besar dirasakan oleh masyarakat di era digital

terutama masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Menurut Chusna (2017:

319) menyatakan bahwa sering kita temui orang tua membelikan gadget yang

canggih dengan model yang sesuai dengan keinginan anak. Orang tua yang

memiliki karir diluar rumah gadget digunakan untuk memantau aktifitas dan

berkomunikasi dengan anak yang ada dirumah. Sedangkan ibu yang standby

dirumah membelikan gadget bertujuan untuk mengalihkan perhatian si anak agar

tidak menganggu aktifitas ibu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Awalnya tujuan mereka berhasil, untuk komunikasi dan sebagai pengalih perhatian.

Namun lama-kelamaan anak akan bosen dan lebih aktif untuk mencoba fitur serta

aplikasi lain yang lebih menarik. Dimualai dari sinilah, anak akan lebih terfokus

pada gadgetnya dan mulai meninggalakan dunia bermain mereka. Anak akan lebih

individuali dan takpeka terhadapa lingkungan sekitarnya.

Gadget dapat menerima segala informasi baik berbentuk teks, audio, visual

atau pun ketiganya sekaligus. Segala informasi yang masuk ini dapat disimpan,

diproses atau dikirim dengan sangat mudah, cepat dan praktis. Selain itu, gadget

juga didesain dapat mengatasi kejenuhan atau sekedar mengisi waktu dengan fitur

game satau permainan yang ada di dalamnya. Gadget telah menjadi bagian dari

gaya hidup masyarakat Indonesia.

Menurut Sa’adah (2015: 3) siswa yang terbiasa menggunakan gadget hanya

untuk games atau online saja misalnya, di dalam diri mereka hanya akan tertanam

jiwa pemalas dan sulit untuk berkembang. Siswa yang seperti itu akan cenderung

untuk memilih game atau online daripada mengikuti kuliah dan akhirnya nilai
3

mereka tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Gadget akan sangat berpengaruh

karena gadget menjadi sarana yang sangat mudah untuk mengakses kecanduan

games atau online mereka yang kurang mendatangkan manfaat. Sikap pemalas juga

akan muncul pada siswa yang menggunakan kesenangan-kesenangan dari bentuk-

bentuk gadget lain seperti ipod, mp4, mp3 secara berlebihan. Gadget tersebut akan

dirasa bagi beberapa siswa dapat membantu menghilangkan rasa bosan dan dapat

menghibur mereka, namun terkadang siswa cenderung menggunakan barang-

barang tersebut secara berlebihan sehingga mereka menjadi malas untuk

melaksanakan kewajiban mereka karena memiliki anggapan bahwa fitur-fitur yang

diberikan gadget lebih menarik dan sayang untuk dilewatkan daripada mengerjakan

kewajiban mereka.

Sebagai teknologi informasi dan komunikasi, Gadget telah menjadi sebuah

kebutuhan pokok bagi komunikasi di masyarakat. Pengguna gadget di Indonesia

tidak mengenal usia dan status sosial, baik dari anak kecil sampai orang dewasa dan

dari golongan menengah ke bawah sampai golongan menengah ke atas. Salah satu

gadget yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Indonesia adalah smartphone.

Indonesia masuk ke dalam urutan lima besar pengguna smartphone terbesar di

dunia dengan data sebagai berikut :

“Posisi pertama jelas diduduki oleh China. Dengan populasi lebih dari 1
miliar penduduk, Negeri Tirai Bambu memiliki jumlah pengguna
smartphone terbesar, mencapai 422 juta. Di bawah China, ada Amerika
Serikat dengan jumlah pengguna mencapai 188 juta. Tepat di urutan ketiga
dan selanjutnya adalah India, Brazil dan Jepang. Dalam data tersebut
disebutkan pula Indonesia menduduki posisi 5 besar dengan pengguna aktif
sebanyak 47 juta, atau sekitar 14% dari seluruh total pengguna ponsel”. 1

1
https://inet.detik.com/consumer/d-2485920/indonesia-masuk-5-besar-negara-pengguna-
smartphone (dikses pada Jumat 31 Januari 2019 pukul 13.21 Wib)
4

Fenomena anak yang menggunakan gadget di Indonesia sudah sering kita

jumpai, khususnya mereka yang tinggal di kota-kota besar. Sebagian orangtua di

perkotaan seakan memiliki kewajiban memberikan gadget kepada anaknya,

misalnya saja memberikan handphone atau smartphone yang tentu dilengkapi

dengan fasilitas internet. Maka, tak mengherankan jika kini sudah jadi

pemandangan umum di Mall atau restoran, anak-anak asik bermain dengan

gadgetnya dari pada berinteraksi dengan keluarganya. Gambaran tentang gaya

hidup anak ini, bisa dilihat dari hasil survei Indonesia Hottest Insight (IHI) 2013

dari Kompas-Gramedia dan IPSOS pada 3.000 anak Indonesia, berusia di bawah

17, Ketika ditanya tentang hadiah apa yang diinginkan saat naik kelas, 35% anak

menjawab ingin smartphone atau handphone terbaru. Tak heran jika 40% anak

diketahui sudah memiliki handphone sendiri. Bahkan, 51% dari mereka memilih

sendiri produk handphone yang diinginkan. 2

Fenomena ini jauh berbeda jika melihat di era tahun 90an sampai tahun

2000an. Anak-anak di era tersebut lebih sering bersosialisasi dengan teman-teman

sebayanya. Mereka biasanya berada di area sekitar rumahnya untuk bermain,

bercanda dan bercerita. Permainan yang biasanya dilakukan yaitu permainan

tradisional yang memiliki manfaat dalam mengembangkan psikomotorik anak.

Sayangnya, seiring perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi, permainan

tradisional sudah luntur dimakan oleh waktu. Anak-anak di zaman modern ini lebih

menyukai permainan yang ada pada gadget ketimbang permainan tradisional yang

2
https://www.tribunnews.com/iptek/2013/05/06/waduh-35-persen-anak-menuntut orang
tua -belikan- smartphone-terbaru (dikses pada Jumat 31 Februari 2019 pukul 13.30 Wib)
5

semakin langka keberadaannya. Mereka juga semakin mahir dalam menggunakan

fasilitas internet yang ada pada gadget untuk mencari informasi apa yang mereka

suka dan mereka butuhkan, termasuk juga dalam menggunakan media sosial untuk

berkomunikasi secara online. Berdasarkan hasil survei melalui siaran pers pada

tanggal 18 Februari 2014 tentang riset Kominfo dan UNICEF mengenai perilaku

anak dan remaja dalam menggunakan internet usia 10-19 tahun, menemukan salah

satu fakta terbaru yaitu sebagaimana yang di uangkapkan oleh kominfo Penggunaan

media sosial dan media digital menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan

sehari-hari anak muda Indonesia. Studi ini menemukan bahwa 98 persen dari anak-

anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa 79,5 persen

diantaranya adalah pengguna internet3

Maraknya penggunaan gadget pada anak tidak terlepas dengan adanya

peran orangtua dalam berkomunikasi. Orangtua dituntut memiliki peran yang

sangat penting dalam membimbing, mengajarkan, menentukan perilaku dan cara

pandang anak, khusunya pada anak yang menggunakan gadget. Banyak orangtua

yang membebaskan anak-anaknya yang masih kecil untuk menggunakan gadget

seperti smartphone, laptop dan tablet milik orangtuanya sehari-hari. Banyak juga

orangtua yang telah memberikan gadget pada anaknya yang masih duduk di sekolah

dasar dikarenakan latar belakang, maksud dan tujuan tertentu. Orangtua harus

senantiasa mendampingi anak saat menggunakan gadget. Tentunya, gadget

3
https://kominfo.go.id/content/detail/3834/siaran-pers-no-17pihkominfo22014-tentang-
riset-kominfo-dan-unicef-mengenai-perilaku-anak-dan-remaja-dalam-menggunakan-
internet/0/siaran_pers (dikses pada Jumat 01 Februari 2019 pukul 11.45 Wib)
6

memiliki pengaruh positif sekaligus negatif terhadap perkembangan anak. Dengan

dampingan dan pengawasan dari orangtua, orangtua akan lebih mudah

mengarahkan mana penggunaan gadget yang baik dan bermanfaat, misalnya

dengan memberikan pengenalan pada aplikasi yang bermanfaat dan mendidik.

Selain itu, orangtua juga dapat mengontrol kecanduan gadget pada anak sehingga

diharapkan agar anak menjadi lebih terbatas dalam menggunakan gadget serta

mengetahui apa yang boleh diakses sesuai dengan usianya.

Di dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, komunikasi yang

sering dilakukan adalah komunikasi antarpribadi, dimana dalam komunikasi ini

setiap individu dapat berperan sebagai sumber maupun penerima secara bergantian.

Apabila komunikasi yang terjadi antar manusia tersebut dilakukan saling tatap

muka, maka terjadilah kontak pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.

Komunikasi yang dilakukan secara tatap muka dapat secara langsung dirasakan

komunikator akan umpan balik dari komunikan, baik secara verbal maupun non

verbal.

Di dalam komunikasi antarpribadi, orangtua pada hakikatnya

mempengaruhi pikiran dan tingkah laku anak agar sesuai dengan apa yang

diinginkan. Hal tersebut senada seperti yang diungkapkan oleh Liliweri (1991: 11),

yang mengatakan bahwa :

“Proses pengaruh mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat


psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis
antarmanusia yang memiliki suatu pribadi dan memberikan peluang bakal
terbentuknya suatu kebersamaan dalam kelompok yang tidak lain
merupakan tanda adanya proses sosial”.
Hubungan antara orangtua dan anak memang tidak dapat dipisahkan dalam

konteks keluarga yang sangat erat kaitannya dengan unsur komunikasi. Hubungan
7

yang baik disebabkan oleh komunikasi yang baik pula. Komunikasi dikatakan

berjalan efektif dan berhasil apabila orang lain atau komunikan menjalankan apa

yang diharapkan oleh komunikator, begitu juga orangtua terhadap anak.

Berdasarkan hasil survei yang telah diuraikan sebelumnya dan fenomena

yang terjadi dimasyarakat Indonesia, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai komunikasi antarpribadi orangtua dan anak dalam penggunaan

gadget.

Kota Pekanbaru adalah ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau,

Indonesia. Kota ini merupakan kota perdagangan dan jasa, termasuk sebagai kota

dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Pekanbaru

memiliki jumlah penduduk yang cukup padat di Provinsi Riau khususnya jumlah

anak pengguna gadget. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Pekanbaru

Jenis Kelamin
No Tingkatan Umur Total Jiwa
Laki-Laki Perempuan
1 0-14 (Anak) 153.084 141.277 294.361
2 15-19 (Remaja) 51.290 52.497 103.787
3 20-49 (Dewasa) 283.882 270.010 553.892
4 50-70 Keatas (Lansia) 71.061 67.387 138.448
Jumlah 1.090.488
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, 2018

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada Kota Pekanbaru memiliki

klasifikasi penduduk berdasarkan dengan rentang usia yaitu rentang usia 0 Tahun

hingga 14 tahun di kasifikasikan sebagai anak, rentang usia 15 Tahun hingga 19

tahun di kasifikasikan sebagai remaja, rentang usia 20 Tahun hingga 49 tahun di

kasifikasikan sebagai orang dewasa dan rentang usia 50 Tahun hingga 70 tahun

keatas di klasifikasikan sebagai lansia. Penelitian ini mengambil dengan rentang


8

usia 0 tahun hingga 14 tahun sebanyak 294.361. Dalam hal ini anak yang berusia

0-14 tahun di Pekanbaru telah memiliki gadget yang dalam hal ini mereka masih

dalam pengawasan orang tua karena masih tergolong usia sekolah menengah

pertama.

Berdasarkan observasi awal pada bulan januari 2019 di Pekanbaru,

diketahui bahwa :

1. Banyak waktu yang sia-sia dihabiskan oleh anak ketika hanya sibuk dengan

gadget yang dimiliki sehingga mereka kurang bermain dengan teman-teman

seumur anak.

2. Adanya kesempatan untuk mengakses konten-konten pornografi yang

sangat banyak jumlahnya di internet yang terkoneksi dengan gadget yang

digunakan oleh anak

3. Adanya kemungkinan anak menjadi tergantung terhadap penggunaan

gadget sehingga tidak mau lagi dengan mainan lainnya yang bisa digunakan

sesuai umur anak.

4. Pola komunikasi dari orang tua yang tidak efektif dalam memberikan

pemahaman tentang cara pemanfaatan gadget yang bijaksana bisa membuat

anak tidak memperdulikan bahaya dari gadget itu sendiri.

5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara pemanfaatan gadget yang

bijaksana, yang bisa meningkatkan kualitas pribadi anak kearah yang lebih

positif dan bermanfaat untuk anak.


9

Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pengguna

Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak di Pekanbaru.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Waktu yang dihabiskan oleh anak terbuat sia-siaketika hanya sibuk dengan

gadget.

2. Adanya kesempatan mengakses konten pornografi melalui internet yang

terkoneksi dengan gadget .

3. Adanya kemungkinan anak ketergantung terhadap gadget.

4. Pola komunikasi orang tua yang tidak efektif dalam memberikan

pemahaman dan pemanfaatan gadget yang baik.

5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemanfaatan gadget yang baik.

C. Fokus Penelitian

Untuk membatasi lingkup penelitian maka peneliti memfokuskan pada

penelitian ini untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dengan anak pengguna

gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di Pekanbaru dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.
10

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana pola komunikasi

orang tua dengan anak pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak

di Pekanbaru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dengan anak

pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di

Pekanbaru.

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang

Ilmu Komunikasi khususnya dalam pola komunikasi orang tua dengan

anak.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dan

sebagai tambahan informasi dalam hal pola komunikasi orang tua

dengan anak.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Literatur

1. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris, communication berasal

dari bahasa latin, communication, yang bersumber dari communis yang

berarti “sama”. Sama di sini dalam pengertian “sama makna”. Komunikasi

minimal harus mengandung “kesamaan makna” antara kedua belah pihak

yang terlibat. Dikatakan “minimal” karena kegiatan komunikasi tidak

bersifat “informatif”, yaitu agar orang mengerti dan mengetahui, tetapi juga

“persuasif”, yaitu agar orang bersedia menerima suatu paham atau

keyakinan, melakukan suatu kegiatan, dan lain-lain (Arifin, 2015: 208).

Komunikasi (communication) adalah proses sosial di mana individu-

individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan

menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West dan Turner,

2009: 5). Kemudian komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang

dilakukan oleh seorang (1) terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang (2)

lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan gerak-gerik, atau sikap,

perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang (1) membuat reaksi-

reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pada

pengalaman yang pernah dia (1) alami (Bungin, 2013: 57).

11
12

Sedangkan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995)

mendefinisikan komunikasi sebagai the process by which people attempt to

share meaning via the transmission of symbolic messages. Komunikasi

adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian atau

pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa dilakukan

secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan berbagai

media komunikasi yang tersedia. Komunikasi langsung berarti komunikasi

disampaikan tanpa penggunaan mediator atau perantara, sedangkan

komunikasi tidak langsung berarti sebaliknya.Senada dengan itu, Everest M.

Rogers menyatakan bahwa “komunikasi adalah proses dimana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud

mengubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Anwar Arifin

komunikasi berarti suatu upaya bersama-sama orang lain, atau membangun

kebersamaan dengan orang lain dengan membentuk perhubungan (Ernie,

2005: 295).

Disisi lain komunikasi adalah salah satu dari aktivitas manusia dan

suatu topik yang amat sering diperbincangkan sehingga kata komunikasi itu

sendiri memiliki arti beragam. Komunikasi memiliki variasi definisi dan

rujukan yang tidak terhingga seperti: saling berbicara satu sama lain, televisi,

penyebaran informasi, gaya rambut kita, kritik sastra, dan masih banyak lagi.

Hal ini adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pakar akademisi

terkait bidang keilmuan komunikasi, dapatkah kita secara layak menerapkan

istilah “sebuah subjek kajian ilmu” atas sesuatu yang sangat beragam dan
13

memiliki banyak memunculkan pandangan bahwa komunikasi bukan

merupakan subjek di dalam pengertian akademik normal, namun sebuah

bidang ilmu yang multidispliner (Ruliana, 2014: 1).

Secara sederhana, komunikasi dapat definisikan sebagai proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui/tanpa

media yang menimbulkan akibat tertentu. Kegiatan komunikasi pada

prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan secara sederhana.

Dengan demikian, kegiatan komunikasi dapat dipahami sebagai kegiatan

penyampaian ide atau pesan arti dari suatu pihak ke pihak ke pihak lain

dengan tujuan menghasilkan kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan

yang disampaikan tersebut (Arifin, 2015: 208).

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi

adalah proses penyampaian informasi dan pengertian dari seorang kepada

orang lain, baik verbal maupun non verbal melalui simbol-simbol ataupun

isyarat-isyarat asalkan komunikasi itu dapat dipahami dan dimengerti oleh

kedua belah pihak. Dalamkeadaan seperti inilah baru dapat dikatakan

komunikasi telah berhasil baik (komunikatif). Jadi, komunikasi adalah

pernyataan manusia, sedangkan pernyataan itu dapat dilakukan dengan kata-

kata tertulis ataupun lisan, disamping itu dapat dilakukan juga dengan

isyarat-isyarat atau simbol-simbol.

b. Tujuan Komunikasi

Menurut Widjaya dalam Puji (2007: 12) pada umumnya komunikasi

memiliki beberapa tujuan, antara lain :


14

1) Supaya pesan yang disampaikan dapat dimengerti, maka komunikator

harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-

baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa

yang kita maksudkan.

2) Memahami orang lain, komunikator harus mengerti benar aspirasi

masyarakat tentang apa yang diinginkan mereka.

3) Supaya gagasan dapat diterima orang lain, maka komunikator harus

berusaha agar gagasan kita dapat diterima orang lain dengan

pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak.

4) Untuk dapat menggerakkan orang lain dalam melakukan sesuatu.

Komunikasi yang dilakukan dalam berorganisasi tentunya memiliki

tujuan yang ingin dicapai. Krizan menyatakan bahwa setidak-tidaknya

terdapat empat tujuan komunikasi yaitu:

1) Penerima pesan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh

pengirim. Agar diperoleh pemahaman atas pesan yang disampaikan,

pesan tersebut haruslah jelas dan baik. Pengirim maupun penerima

harus memiliki makna yang sama terhadap pesan yang disampaikan.

2) Penerima pesan memberikan tanggapan terhadap pesan yang

disampaikan (respon penerima). Tujuan selanjutnya dari komunikasi

yang dilakukan oleh menajer adalah agar pihak yang diajak

berkomunikasi memberikan tanggapan atas pesan yang disampaikan.

Tanggapan itu bisa berupa tanggapan positif, negatif, maupun netral.


15

3) Membangun hubungan saling menguntungkan (favorable relationship).

Tujuan ini dimaksudkan agar terciptanya hubungan saling

menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.

4) Membangun nama baik organisasi (organizational Goodwill). Dengan

komunikasi yang baik kepada internal stakeholders maupun external

holders,organisasi dapat membangun nama baik organisasi itu (Ismail,

2009: 171)

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa komunikasi itu bertujuan

memperoleh pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan. Setiap kali kita

bermaksud mengadakan komunikasi maka kita perlu meneliti apa yang

menjadi tujuan kita. Selain dari pada itu, komunikasi juga menyertakan

bahasa yang komunikatif (Santosa, 2007: 1).

c. Fungsi Komunikasi

1) Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan

Tidak ada aktivitas yang dilakukan tanpa komunikasi

2) Komunikasi merupakan suatu aktivitas kompleks

Aktivitas komunikasi bukanlah aktivitas yang mudah. Untuk

mencapai kompetensi komunikasi diperlukan pemahaman dan

keterampilan sehingga komunikasi yang dilakukan menjadi efektif.

3) Komunikasikan memegang peran penting dalam kedudukan posisi

yang efektif

Karier dalam bisnis, pemerintah, atau pendidikan memerlukan

kemampuan dalam memahami situasi komunikasi, mengembangkan


16

strategi komunikasi efektif, memerlukan kerja sama antara satu

dengan yang lain, dan dapat menerima atas kehadiran ide-ide yang

efektif melalui saluran komunikasi (Arifin, 2015: 209).

2. Pola Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal biasanya didefinisikan sebagai komunikasi

utama dan menggambarkan peserta yang saling bergantungan satu sama lain

dan memiliki sejarah bersama. Hal ini dapat melibatkan suatu percakapan atau

individu berinteraksi dengan banyak orang dalam masyarakat. Ini membantu

memahami bagaimana dan mengapa orang berperilaku dan berkomunikasi

dengan cara yang berbeda untuk membangun dan menegosiasikan realitas

sosial. Sementara komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai area

studi sendiri, itu juga terjadi dalam konteks lain seperti kelompok dan

organisasi.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek

besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini

disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu

secara langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya

sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan

komunikan (face to face). Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-

masing pihak dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta

mengurangi tingkat ketidakjujuran ketika sedang terjadi komunikasi. (Suranto

Aw, 2011: 71)


17

Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono (2001: 205) juga memaparkan

bahwa komunikasi interpersonal adalah komuniksi yang berbentuk tatap muka,

interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal, serta saling berbagai

informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di

dalam kelompok kecil.

Komunikasi interpersonal secara umum adalah komunikasi antara orang-

orang secara tatap muka, masing-masing orang yang terlibat dalam komuniasi

tersebut saling mempengaruhi persepsi lawan komunikasinya. Bentuk khusus

komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi diadik. DeVito berpendapat

bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua

orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan

beberapa cara. Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi

antara ibu dengan anak, dokter dengan pasien, dua orang dalam suatu

wawancara, dsb. Deddy Mulyana (2005) menyatakan: “komunikasi

antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-

orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap

reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.”

(Sapril, 2011)

Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi antarpribadi

atau antarindividu. Untuk menjaga agar proses komunikasi tersebut berjalan

baik, agar tujuan komunikasi dapat tercapai tanpa menimbulkan kerenggangan

hubungan antarindividu, maka diperlukan etika berkomunikasi. Cara paling

mudah menerapkan etika komunikasi interpersonal ialah pihak-pihak yang


18

terlibat dalam proses komunikasi, bahkan kita semuanya sebagai anggota

masyarakat, perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

a. Nilai-nilai dan norma-norma social budaya setempat

b. Segala aturan, ketentuan, tata tertib yang sudah disepakati

c. Adat istiadat, kebiasaan yang dijaga kelestariannya

d. Tata krama pergaulan yang baik

e. Norma kesusilaan dan budi pekerti

f. Norma sopan-santun dsalam segala tindakan

Arifin (2015:215) menjelaskan komunikasi antar pribadi (interpersonal

communication) adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan

orang lain dengan corak komunikasi yang lebih bersifat pribadi. Dalam

komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya dapat lebih dari dua

orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi. Adapun

beberapa factor yang mempengaruhi hubungan interpersonal adalah sebagai

berikut:

a. Komunikasi yang efektif: hubungan interpersonal dinyatakan efektif


apabila pertemuan antara pihak yang berkepentingan terbangu dalam
situasi yang komikatif, interaktif, dan menyenangkan.
b. Ekspresi wajah akan menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat
menentukan penerimaan individu atau kelompok.
c. Kepribadian mengekspresikan pengalaman subjektif, seperti
kebiasaan, karakter, dan perilaku.
d. Stereotyping, individu atau kelompok akan merespons pengalaman
dan lingkungan dengan cara memperlakukan anggota masyarakat
secara berbeda atau cerderung melakukan pengelompokan menurut
jenis kelamin, cerdas, bodoh, rajin atau malas.
e. Kesamaan karakter personal: orang-orang yang memiliki kesamaan
dalam nilai-nilai, norma, aturan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tingkat
social ekonomi, budaya, agama, ideologis, cenderung saling
menyukai dan menerima keberadaan masing-masing.
19

f. Daya tarik : cara pandang orang lain terhadap diri individu dibentuk
melalui cara berfikir, bahasa, dan perilaku yang khas. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik seseorang, baik fisik
maupun karakter mempengaruhi tanggapan dan penerimaan personal.
g. Ganjaran atau pujian: pergaulan dengan orang-orang disekitar yang
sangat menyenangkan akan sangat menguntungkan ditinjau dari
keberhasilan program, menuntungkan secara ekonomis, psikologis
dan socsal.
h. Kompetensi: masyarakat cenderung menanggapi informasi dan pesan
dari orang berpengalaman, ahli, dan professional, serta mampu
memberikan kontribusi..

Ciri-ciri komunikasi interpersonal ini adalah pihak-pihak yang memberi

dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun

non verbal. Komunikasi interpersonal yang efektif diawali hubungan yang baik.

Waltzlawick berpendapat komunikasi tidak hanya berisi pesan tetapi juga

menekankan kepada aspek hubungan yang disebut dengan metakomunikasi.

Umumnya hubungan interpersonal suami istri atau dengan yang lainnya adalah

baik sehingga menjadi modal bagi terbangunnya sebuah komunikasi

interpersonal yang efektif. (Sapril, 2011).

3. Keluarga

Keluarga merupaka kelompok primer yang paling penting di dalam

masyarakat. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial

yang terdiri atas suami istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini

mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama dalam satuan masyarakat manusia

(Arifin, 2015: 227).

Sementara itu Lestari (2016: 6) menyatakan bahwa keluarga adalah

rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau


20

menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan

fungsi-fungsi ekspresi keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu

jaringan.

Lestari (2012: 3) mengatakan bahwa keluarga merupakan kelompok

sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama

ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Koerner dan Fizpatrick (Lestari, 2012:

4) mengatakan bahwa defenisi keluarga setidaknya dapat ditinjau berdasarkan

tiga sudut pandang, yaitu:

a. Defenisi struktural

Keluarga didefenisikan berdaskan kehadiran atau ketidakhadiran anggota

keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya.

b. Defenisi fungsional

Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas

dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup

perawatan, sosialisasi pada anak,dukungan emosi dan materi, dan

pemenuhan peran-peran tertentu.

c. Defenisi transaksional

Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan

keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas

sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman

historis, maupun cita-cita masa depan.

Berdasarkan pengertian keluarga menurut para ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga merupakan suatu kelompok social yang tinggal


21

bersama, memiliki hubungan yang kuat baik secara emosi maupun materi antara

setiap indivudu. Dengan kata lain setiap orang dalam kelompok memiliki

keterikatan dan terhubung baik secara emosi maupun materi.

Menurut Arifin (2015: 228) terdapat beberapa faktor yang sangat

berpengaruh terhadap keluarga adalah:

a. Status sosial ekonomi keluarga;

b. Faktor keutuhan keluarga;

c. Sikap dan kebiasaan orang tua.

Arifin (2015: 230) menyatakan bahwa ada beberapa fungsi keluarga, yaitu

sebagai berikut:

a. Fungsi pendidikan

Secara informal, fungsi keluarga tetap penting, tetapi secara formal fungsi

pendidikan itu telah diambil oleh sekolah.

b. Fungsi rekreasi

Keluarga sebagai tempat berkumpul untuk istirahat selesas aktivitas

sehari-hari.

c. Fungsi keagamaan

Agama dan segalanya berpusat pada keluarga

d. Fungsi perlindungan

Keluarga menjadi tempat yang nyaman untuk melindungi anggota

keluarganya, baik fisik maupun sosial.


22

e. Fungsi biologis

Keluarga adalah institusi untuk lahirnya generasi manusia. Pada sisi lain,

fungsi biologis mengalami pergeseran dilihat dari sisi jumlahnya.

Kecendrungan keluarga modren hanya menghendaki anak sedikit.

f. Fungsi sosialisasi

Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari tingkah laku,

sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai masyarakat dalam rangka

perkembangan kepribadian.

g. Fungsi afeksi

Afeksi muncul sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar

perkawinan

Arifin (2015: 232) menyatakan bahwa jika dilihat dari segi sifatnya,

keluarga dibagi menjadi berikut ini:

a. Keluarga terbuka

Peran keluarga terbuka adalah mendorong anggota keluarganya untuk

selalu bergaul dengan teman-temannya, kenalan ayah dan ibunya,

keluarga terbuka bagi tamu, anggota keluarga mempunyai perhatian pada

masalah-masalah sosial.

b. Keluarga tertutup

Peran keluarga tertutup, yaitu menutup diri terhadap hubungan dunia luar.
23

4. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak

Lestari (2012: 61), hasil-hasil penelitian mengatakan bahwa komunikasi

orang tua-anak dapat mempengaruhi fungsi keluarga secara keseluruhan dan

kesejahteraan psikososial pada diri anak. Clark dan Shileds (Lestari, 2012: 61)

menemukan bukti bahwa komunikasi yang baik antara orang tua-anak

berkolerasi dengan rendahnya keterlibatan anak dalan perilaku delinkuen.

Ginott (Mufidah, 2008: 28), cara baru berkomunikasi dengan anak harus

berdasarkan sikap menghormati dan keterampilan. Hal ini menjelaskan bahwa

tindakan menghormati dan keterampilan tersebut berupa kegiatan tegur-sapa

yang tidak boleh melukai harga diri anak, begitupun sebaliknya.

Orang tua dalam hal ini bertindak sebagai pendidik yang pertama harus

memberikan contoh dan sikap pengertian kepada anak, baru kemudian member

nasehat. Komunikasi orang tua-anak sangat penting bagi orang tua dalam upaya

melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada anak. Tindakan orang tua

untuk mengontrol, memantau dan memberikan dukungan dapat dipersepsi

positif atau negatif oleh anak, diantaranya dipengaruhi oleh cara orang tua

berkomunikasi. Pola komunikasi adalah hubungan antara dua orang atau lebih

dalam penerimaan dan pengiriman pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan

dapat dipahami (Bahri, 2004 : 1).

Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas pola komunikasi adalah

suatu penghubung antara anak dan orang tua atau orang lain baik secara verbal

dan non verbal melalui tulisan, lisan, media, tatap muka, perilaku, dan sikap

yang dilakukan secara rutin.


24

Menurut Yusuf Syamsu yang dikutip dari Djamarah (Bahri, 2004: 51),

adapun macam-macam pola komunikasi orang tua pada anak yaitu:

a. Pola Komunikasi Membebaskan (Permissive)

Pola komunikasi permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas

kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.

Pola komunikasi permisif atau dikenal pula dengan Pola komunikasi serba

membiarkan adalah orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua

keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau

memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.

Pola Komuniasi Permissif (cenderung membebaskan) adalah salah satu

pola komunikasi dalam hubungan komunikasi orang tua bersikap tidak

perduli dengan apa yang akan terjadi kepada anaknya. Orang tua

cenderung tidak merespon ataupuntidak menanggapi, jika anak berbicara

atau mengutarakan masalahnya. Dalam banyak hal juga anak tidak merasa

di perdulikan oleh orang tuanya, bahkan ketika anak melakukan suatu

kesalahan orang tua tidak menanggapi sehingga anak tidak mengetahui

dimana letak kesalahan yang telah ia perbuat atau hal-hal yang semestinya

tidak terjadi dapat terulang berkali-kali. Maka anak tersebut akan merasa

bahwa masih banyak yang kurang atau anak tersebut masih merasa dirinya

tidak mampu, maka anak pun menjadi kehilangan rasa percaya diri. Bukan

hanya itu, anak akan memiliki sifat suka mendominasi, tidak jelas arah

hidupnya, prestasinya yang rendah dan terkadang anak tidak menghargai


25

orang lain selalu mementingkan dirinya, anak tersebut tidak memiliki rasa

empati terhadap orang lain.

Adapun ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola komunikasi permisif

yaitu sebagai berikut:

1) Kontrol orag tua terhadap anak sangat lemah.

2) Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau

keinginannya.

3) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar oleh

anak.

4) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang mengikat.

5) Kurang membimbing.

6) Anak lebih berperan dari pada orang tua.

7) Kurang tegas dan kurang komunikasi.

b. Pola Komunikasi Otoriter (Authoritarian)

Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang melarang

anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter

mempunyai aturan–aturan yang kaku dari orangtua. Dalam pola

komunikasi ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka

menghukum, bersikap mengkomando, mengharuskan anak untuk

melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku atau keran,

cendenrung emosinal dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa

mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah


26

terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta

tidak bersahabat.

Tipe pola komunikasi otoriter adalah tipe pola komunikasi yang

memaksakan kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai

pengendali atau pengawas (controller), terhadap pendapat naka, sangat

sulit menerima saran dan cenderung memaksakan kehendak dalam

perbedaan, terlalu percaya pada diri sendiri sehingga menutup katup

musyawarah. Dalam upaya mempengaruhi anak sering mempergunakan

pendekatan (approach) yang mengandung unsur paksaan atau ancaman,

kata-kata yang diucapkan orang tua adalah hukum atau peraturan dan

tidak dapat di ubah, memonopoli tidak komunikasi dan seringkali

meniadakan umpan balik dari anak. Hubungan antar pribadi diantara

orang tua dan anak cenderung renggang dan berpotensi antaginistik

(berlawanan). Pola komunikasi ini sangat cocok untuk anak PAUD dan

TK dan masih bias digunakan untuk anak SD dalam kasus tertentu.

Adapun ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola komunikasi otoriter

yaitu sebagai berikut :

1) Orang tua menentukan apa yang perlu diperbuat anak, tanpa

memberikan penjelasan tentang alasannya.

2) Apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan, anak tidak

diberi kesempatan untuk memberikan alasan atau penjelasan

sebelum hukuman diterima oleh anak.

3) Pada umumnya, hukuman berupa hukuman badan (corporal).


27

4) Orang tua tidak atau jarang memberikan hadiah, baik yang berupa

kata-kata maupun bentuk yang lain apabila anak berbuat sesuai

dengan harapan.

c. Pola Komunikasi Demokratis (Authoritative)

Pola komunikasi orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai

dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat

semacam aturan –aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang

demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba menghargai kemampuan

anak secara langsung.

Tipe pola komunikasi demokratis adalah tipe pola komunikasi yang

terbaik dari semua tipe pola komunikasi yang ada. Hal ini disebabkan tipe

demokratis ini selalu mendahulukan kepentingan bersama diatas

kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang

tidak banyak menggunakn control terhadap anak. Pola ini dapat digunakan

untuk anak SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

Adapun ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola komunikasi yang

demokratis adalah sebagai berikut:

1) Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari

pendapatan manusia itu adalah bertitik tolak dari pendapatan bahwa

manusia itu adalah yang termulia didunia.

2) Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan

pribadi dengan kepentingan anak.


28

3) Orang tua senang menerima sasaran, pendapat, dan bahkan kritik

dari anak.

4) Mentolerie ketika anak membuat kesalahan dan memberikan

pendiikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak

mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak.

5) Lebih menitik beratkan kerja sama dalam mencapai tujuan.

6) Orang tua selalu berusaha untuk menjadi anak lebih sukses dirinya.

Dari ketiga macam pola asuh tersebut, pola asuh demokratis yang baik,

tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip nilai yang universal dan absolut

terutama yang berkaitan dengan agama Islam. Pola otoriter layak dilakukan jika

terkait dengan persoalan aqidah dan ibadah serta hal-hal yang dianggap

membahayakan bagi si anak. Pola asuh permisif ini sebaiknya diterapkan oleh

orang tua ketika anak telah dewasa, di mana anak dapat memikirkan untuk

dirinya sendiri, mampu bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya.

Peran orang tua dalam mendampingi dan mendidik anak tidak terbatas

sebagai orang tua. Sesekali orang tua perlu berperan sebagai polisi yang selalu

siap menegakkan keadilan dan kebenaran, dan sesekali pula orang tua berperan

sebagai guru yang dapat mendidik dengan baik. Sewaktu-waktu berperan

sebagai teman, orang tua perlu menciptakan dialog yang sehat, tempat untuk

mencurahkan isi hati (Amin, 2007:47). Orang tua dituntut juga memilik

wawasan dan pengetahuan yang luas. Orang tua harus memberikan suritauladan

yang baik, karena anak akan mudah mentransfer ucapan dan tindakan orang tua.

Dengan demikian, pola asuh orang tua harus bisa menciptakan suasana yang
29

memadahi, guna melatih pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok, sesuai

dengan perkembangan anak. Karena hanya dengan pembiasaan dan latihan akan

membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah

jelas dan kuat yang tak tergoyahkan.

5. Gadget

a. Pengertian Gadget

Perkembangan teknologi secara cepat telah membawa dunia memasuki

era globalisasi yang serba maju dan modern. Pada zaman yang serba modern

seperti ini, manusia dituntut mengikuti perkembangan zaman di mana

kehidupan menjadi serba praktis, efektif, dan efisien. Hal ini dikarenakan oleh

kebutuhan hidup yang semakin banyak dan kompleks. Oleh karena itu

diciptakan alat-alat yang dapat membantu kelancaran dan meringankan beban

pekerjaan manusia, salah satunya adalah gadget.Gadget adalah sebuah benda

(benda atau barang elektronik) teknologi kecil yang memiliki fungsi khusus,

tetapi sering diasosiasikan sebagai sebuah inovasi atau barang baru. Jenis

gadget sangat beraneka ragam tergantung dari fungsinya, contohnya seperti

handphone, laptop, kamera digital, music player, (Mp3, Mp4, ipod), tablet, PSP

(Play Station Portable), jam digital canggih dan lain-lain (Nadhila, 2013: 13).

b. Manfaat dan Kerugian Gadget

1) Dampak positif

a) Menambah pengetahuan dan kreativitas


30

Josef (2017) mengatakan bahwa “Tech-devices and gaming may

have positive effects on investigating skills, strategic thinking

and creativity potential of the individuals” dengan kata lain,

bahwa perangkat teknologi dan gaming dapat meningkatkan

kemampuan investigasi individu, meningkatkan kemampuan

berpikir dalam hal menentukan strategi dan kreativitas individu.

Ia juga mengatakan bahwa “These tech devices and services are

better sources for learning for the youth and these are the

sources of fun and entertainment which help them distract from

daily stresses of life” (Muduli (2014: 8), dengan kata lain

perangkat teknologi merupakan media yang baik untuk

pembelajaran anak, serta merupakan media yang menyenangkan

untuk anak dalam menghindari stress karena rutinitas harian

anak.

Mempermudah anak dalam belajar Samson Maduli, 2014: 9)

mengatakan bahwa “When students use laptops and other tech-

devices by the instructor’s advice they are connected to course

learning objectives. The classroom learning and engagement of

the young students can be impacted positively by the use of these

digital devices” dengan kata lain penggunaan perangkat

teknologi seperti laptop dapat meningkatkan keterlibatan siswa

dalam pembelajaran.
31

b) Memperluas jaringan persahabatan

Tsitsika dan Jandikian (Josef, 2017) mengatakan bahwa “about

32.7% of the world’s population has access to the social

networking sites like Face book, Twitter, Linked-In, YouTube,

Flicker, blogs, wikis, and many more which let people of all ages

rapidly share their interests of the moment with others

everywhere”. Berdasarkan pernyataan pernyataan tersebut

diketahui bahwa sekitar 32,7% populasi dunia menggunakan

social media seperti facebook, Twitter, youtube, blog dan

berbagai social media lain untuk membagikan momen menarik

mereka dengan orang lain. Oleh karena itu ia mengatakan “So

the interconnectedness throughout the world is growing rapidly

due to internet use” (Tsitsika dan Jandikian (Josef, 2017). Hal

ini menjelaskan bahwa orang-orang dihubungkan oleh sosial

media melalui internet, yang mana internet sendiri merupakan

bagian dari teknologi dan gadget.

2) Dampak Negatif

a) Membuat anak menjadi lemah dalam hal practical skill

Josef (2017) mengatakan bahwa “The digital activities make the

youth strong in technical skills but make them weak in real life

practical skills” hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya

aktivitas digital yang dilakukan oleh anak, membuat mereka

bagus dalam hal teknik dibandingkan dengankemampuan


32

prakateknya. Josef (2017) juga menambahkan “It takes the

young mass away from the reality helping them to live in their

imaginary world. Due to the time spent on the devices the youth

are refrained from some outdoor activities with friends and

family” hal ini menyebabkan anak untuk menjadi apatis dan

lebih memilih tinggal dalam dunia imajinasinya dibandingkan

dengan aktivitas dengan teman dan keluarga di dunia nyata.

b) Rawan terhadap tindakan kekerasan

Pada kenyataannya gadget seperti smartphonebiasanya

memfasilitasi penggunanya untuk bermain game. Josef (2017)

mengatakan bahwa “The indulgence in violent games may create

more violence in their mind” jelas dikatakan bahwa kesukaan

anak dalam bermain game yang berbau kekerasan, dapat

mempengaruhi pikiran anak dan membuat anak menanamkan

tentang perilaku kekerasan dalam pikirannya.

c) Membuat anak malas belajar

Josef (2017) mengatakan “The more they use the gadgets, the

more they are crazy about it which may distract them from

study” dengan kata lain bahwa semakin sering anak

menggunakan gadget, anak semakin asik dengan aktivitasnya

tersebut sehingga anak bisa melupakan tugas pokoknya yaitu

belajar.
33

d) Mempengaruhi kesehatan

Josef (2017) mengatakan bahwa “During the time of playing

games when they can’t achieve the set target, it may raise their

anxious level higher. After all addiction to the devices may

develop unhealthy lifestyle, poor time management and poor

eating habits among the youth” dikatakan bahwa ketika anak

tidak dapat mencapai target tertentu dalam suatu game

kecemasan yang dialami anak anak meningkat. Ketika anak

menjadi kecanduan terhadap game, hal ini akan mengakibatkan

kebiasaan hidup yang tidak sehat, buruk dalam manajemen

waktu, dan pola makan yang buruk.

B. Definisi Operasional

Untuk mempermudah proses penganalisaan data serta untuk menghindari

kesalahan dalam pelaksanaan penelitian ini, maka penulis perlu untuk memberikan

konsep operasionalnya :

1. Pola Komunikasi

Pola komunikasi adalah hubungan antara dua orang atau lebih dalam

penerimaan dan pengiriman pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan

dapat dipahami.

2. Orang Tua

Orang tua dalam hal ini bertindak sebagai pendidik yang pertama harus

memberikan contoh dan sikap pengertian kepada anak, baru kemudian


34

member nasehat. Komunikasi orang tua-anak sangat penting bagi orang tua

dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada anak.

Tindakan orang tua untuk mengontrol, memantau dan memberikan dukungan

dapat dipersepsi positif atau negatif oleh anak, diantaranya dipengaruhi oleh

cara orang tua berkomunikasi.

3. Gadget

Gadget adalah sebuah benda (benda atau barang elektronik) teknologi kecil

yang memiliki fungsi khusus, tetapi sering diasosiasikan sebagai sebuah

inovasi atau barang baru.

4. Pengguna Gadget Aktif

Adalah Penggunaan gadget yang berlebihan akan berdampak buruk bagi

anak. Anak yang menghabiskan waktunya dengan gadgetakan lebih

emosional, pemberontak karena merasa sedang diganggu saat asyik bermain

game. Malas mengerjakan rutinitas sehari-hari. Bahkan untuk makanpun

harus disuap, karena sedang asyik menggunakan gadgetnya.

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang pernah

ada. Diantaranya adalah:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
1 Mila Pola Berdasarkan Secara garis besar hasil
Fajarwati Komunikasi analisa data dan pembahasan penelitian ini adalah
(2011) Orang Tua hasil penelitian, maka dapat menunjukkan bahwa
Dengan Anak dikemukakan bahwa terdapat tigaorangtua terhadap
Remaja 3 jenis pola komunikasi pada anaknya menganut pola
35

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
Dalam orangtua dengan anak, yaitu komuniksi pemissive,
Berinternet Authoritarian, Permissive, sedangkan satu
Sehat Di dan Authoritativ keluarga lainnya
Surabaya menganut pola
(Studi komunikasi otoriter dan
Kualitatif satu keluarga sisanya
Tentang Pola menganut pola
Komunikasi komunikasi demokratis.
Orang Tua Pola komunikasi yang
Dengan Anak harus digunakan
Remaja orangtua pada anak
Dalam remaja adalah pola
Berinternet komunikasi
Sehat Di authoritative atau pola
Surabaya) komunikasi demokratis.
Sehingga komunikasi
interpersonal antara
orangtua dengan anak
dapat terjalin dengan
baik sebagai
komunikator maupun
sebagai komunikan.
Orangtua harusnya
mampu memelihara
hubungan yang
harmonis antar anggota
keluarga. Hubungan
yang harmonis penuh
pengertian, dan kasih
sayang akan
membuahkan
perkembangan perilaku
anak yang baik.
2 Yosep Komunikasi Hasil penelitian 1. Pemahaman Orang
Kaprino Orang Tua menunjukkan pengetahuan Tua terhadap
Parto Kepada Anak keluarga khususnya orang Pemanfaatan
(2017) dalam tua tentang pemanfaatan Gadget yang Tepat
Mencegah gadget dalam keluarga. pada Anak. Secara
Terjadinya Pemanfaatan gadget dalam umum orang tua
Dampak hal ini meliputi dampak yang sudah mengetahui
Negatif ditimbulkan dari gadget bagi beberapa hal
Gadget keluarga khususnya anak, tentang gadget
bagaimana orang tua 2. Cara
berkomunikasi dengan anak Berkomunikasi,
berkaitan mencegah dampak Memberikan
gadget yang negative, Pemahaman
hambatan yang dirasakan tentang
orang tua dalam mencegah Penggunaan
36

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
dampah gadget yang Gadget yang Tepat
negative, dan usaha-usaha oleh Orang Tua
yang dilakukan oleh orang pada Anak. Orang
tua sebagai upaya mengatasi tua dalam
dan mencegah dampak memberikan
negative gadget khususnya pemahaman
pada anak tentang
penggunaan gadget
yang tepat pada
anak yaitu dengan
memberikan
contoh komunikasi
yang baik.
3. Hambatan yang
Dirasakan Orang
Tua dalam
Berkomunikasi
kepada anak
Terkait Upaya
Mencegah Dampak
Negatif Gadget.
Ada beberapa
hambatan yang
terdapat dalam
proses komunikasi.
4. Usaha yang
Dilakukan untuk
Mencegah Dampak
Negatif Gadget
Terhadap Anak.
Usaha yang
seharusnya
dilakukan oleh
anggota dalam
mencegah dampak
negative gadget
yaitu tidak hanya
menetapkan aturan
terkait penggunaan
gadget pada anak
3 Ayu Pola 1. Hasil penelitian ini 1. Pola komunikasi
Rahayu Komunikasi menunjukkan bahwa ada orang tua dengan
Andirah Orang Tua 2 pola komunikasi yang anak remaja dalam
(2018) Dengan Anak digunakan orang tua ketergantungan
Remaja dalam ketergantungan media internet
Terhadap internet di BTN Gowa ditunjukkan dengan
Ketergantunga Lestari Batangkaluku beragam pola
n Media yaitu pola komunkasi komunikasi yaitu
37

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
Internet Di Btn permissive yang permissive, dan
Gowa Lestari membebaskan anak authoritative. Satu
Batangkaluku untuk melakukan apapun orang tua terhadap
dan pola komunikasi anaknya menganut
authoritative dimana pola komuniksi
orang tua dan anak pemissive,
mendiskusikan segala sedangkan dua
aturan dalam rumah. keluarga lainnya
Dalam berkomuniksi menganut pola
dengan anak remaja tentu komunikasi
terdapat hambatan- demoktaris. Pola
hambatan yang dialami komunikasi
orang tua. membebaskan
2. Hambatan komunikasi (permissive) sikap
antara orang tua dan anak orang tua untuk
remaja yaitu kurangnya menerima tinggi
waktu untuk bertemu namun kontrolnya
dengan anak, kesibukan rendah, memberikan
dengan pekerjaan, kebebasan pada
kurangnya pengetahuan anak untuk
tentang internet, mudah menyatakan
marah karena capek keinginannya. Pola
setelah bekerja, dan komunikasi
kegoisan anak maupun demokratis
orang tua. Orang tua (authoritative) sikap
menjadi tidak fokus orangtua untuk
dalam merawat dan menerima dan
mengawasi anak kontrolnya tinggi.
Orangtua
memberikan
penjelasan tentang
dampak perbuatan
yang baik dan
buruk. Sedangkan
anak bersikap
bersahabat,
memiliki rasa
percaya diri, mampu
mengendalikan diri,
bersikap sopan,
memiliki tujuan atau
arah hidup yang
jelas dan
berorientasi
terhadap prestasi.
2. Hambatan
komunikasi antara
orang tua dan anak
38

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
remaja karena
kurangnya waktu
untuk bertemu
dengan anak,
kesibukan orang tua
dengan
pekerjaannya
membuat orang tua
mudah marah
karena capek setelah
bekerja. Hal ini
biasa terjadi
saatanak tidak mau
mendengarkan
perkataan orang tua.
Sifat ego antara
orang tua dan anak
atau terkesan cuek
dengan sesama
anggota keluarga
juga merupakan
hambatan yang
terjadi dalam
berkomunikasi.
akibatnya orang tua
menjadi tidak fokus
dalam merawat dan
mengawasi anak.
4 Magwa Dampak Teknologi modern Rekomendasi dibuat
Simuforosa teknologi mengubah pengalaman untuk orang tua,
/ 2013 modern pada tumbuh dewasa remaja. Ini pendidik, media, dan
pencapaian membawa yang baik dan pembuat kebijakan
pendidikan yang buruk bagi remaja. Pada antara lain, untuk cara-
remaja kondisi terbaiknya seperti cara untuk
dinyatakan secara meningkatkan manfaat
meyakinkan, teknologi dapat dan mengurangi bahaya
memfasilitasi eksplorasi dan yang dapat dimiliki
integrasi informasi yang teknologi bagi remaja.
mendalam, pemikiran tingkat
tinggi dan keterlibatan
mendalam dengan
memungkinkan siswa untuk
merancang, mengeksplorasi,
bereksperimen, mengakses
informasi, dan memodelkan
fenomena yang kompleks.
Keterlibatan tingkat tinggi
dalam jejaring sosial
39

Nama / Judul
No Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun Penelitian
menyebabkan siswa
kehilangan fokus pada tugas
akademik dan secara negatif
mempengaruhi hasil
akademik mereka.
Menggunakan media sebagai
sumber informasi dan sarana
komunikasi adalah bagian
integral dari kurikulum di
banyak negara berkembang.
Karenanya, kompetensi
dalam penggunaan teknologi
adalah kunci pencapaian
akademik remaja di sekolah.
Dengan teknologi yang terus
berkembang, ada kebutuhan
yang belum pernah terjadi
sebelumnya untuk
memahami resep untuk
sukses, yang melibatkan
pelajar, guru, konten dan
lingkungan di mana
teknologi digunakan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

Penelitian kualitatif menunjukan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat,

sejarah, tingkah-laku, atau hubungan kekerabatan (Arifin, 2006: 30). Sedangkan

menurut Moleong (2007: 5) manyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi

dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Selanjutnya Sugiyono (2008: 51) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu

gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai

responden penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum.

Informasi yang disampaikan oleh partisipan kemudian dikumpulkan. Informasi

tersebut biasanya berupa kata atau teks yang kemudian dianalisis. Hasil analisis itu

dapat berupa deskripsi atau dapat pula dalam bentuk tema-tema. Dari data tersebut

dibuat interpretasi untuk menangkap arti yang terdalam.

Dalam penelitian ini, penulis menggukan metode deskriptif yang berusaha

mendeskripsikan atau menggambarkan pola komunikasi orang tua dengan anak

pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di Pekanbaru. Metode

deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat

deskriptif (penggambaran) berupa fakta-fakta yang tertulis maupun lisan dari

40
41

perilaku yang dicermati, dalam keadaan yang berlangsung secara wajar dan

ilmiah dan bukan dalam kondisi yang terkendali (Sanafiah, 2005: 18).

B. Subjek dan Objek Penelian

1. Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif sangat tepat jika didasarkan pada tujuan atau

masalah penelitian, yang menggunakan pertimbangkan-pertimbangan dari

peneliti, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang

dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah yang dikaji. Sehingga,

penarikan informan yang tepat adalah penarikan informan berdasarkan tujuan

penelitian.

Menurut Ruslan (2010: 147) secara wajar untuk menentukan besar

ukuran informan yang paling baik yaitu sebesar-besar peneliti dapat

memperolehnya dengan pengorbanan waktu dan energi yang wajar. Artinya,

mengingat adanya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, lain sebagainya.

Sedangkan, menurut Gay dan Diehl semakin besar informannya maka

kecenderungan lebih representatif dan hasilnya lebih digeneralisir, maka

ukuran sampel dapat diterima tergantung pada jenis penelitiannya.

Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi informan dalam

penelitian (Alwasilah, 2002: 115). Sedangkan menurut Moleong (2007: 158),

menjelaskan bahwa Subjek penelitian adalah manusia sebagai instrumen

pendukung dari penelitian yang akan dilakukan, berdasarkan dengan fokus


42

penelusuran data dan bukti-bukti secara faktual, dapat berupa data

wawancara, reaksi, dan tanggapan atau keterangan.

Adapun yang menjadi informan diteliti dengan menggunakan metode

Purposive Sampling, yaitu pengambilan informan dengan menggunakan

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sesuai dengan ciri-ciri spesifik

yang dimilikinya dari peneliti (Nasution, 2005: 98). Adapun kriteria informan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Informan adalah masyarakat di Pekanbaru

b. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua dan anak berusia 0-14

tahun yang menjadi pengguna gadget aktif di Pekanbaru dengan rata-

rata menggunakan gadget minimal 5 jam dalam sehari.

c. Anak berusia 0-14 tahun yang memiliki gadget berupa smartphone.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah segala sesuatu permasalahan yang hendak

diteliti (Bungin, 2009: 127). Objek penelitian ini adalah Pola Komunikasi

Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan

Karakter Anak di Pekanbaru.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Untuk memenuhi kebutuhan penulis maka, penulis mengambil

penelitian ini dilakukan di Pekanbaru.


43

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai saat surat SK Pembimbing diterima pada bulan

Februari tahun 2019. Persiapan penelitian di mulai pada tabel berikut ini:
44

Tabel 3.1 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis 2019 2020


Bulan Dan Minggu Ke
No
Kegiatan Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan dan
1 x x x
Penyusunan UP
2 Seminar UP x
3 Riset x x x x x
4 Penelitian lapangan x x x x
Pengolahan dan
5 x x x
Analisis Data

Konsultasi Bimbingan
6 x x x x x x x x x x x
Skripsi

7 Ujian Skripsi x
Revisi dan Pengesahan
8 x x x x x x x x
Skripsi
Pengadaan Serta
9 x x x x
Penyerahan Skripsi
45

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh

(Arikunto, 2010: 172). Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data

berupa data primer dan data sekunder dalam mendapatkan data untuk mengetahui

Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam

Perkembangan Karakter Anak di Pekanbaru.

1. Data primer merupakan data yang dihimpun dari sumbernya dan diolah

sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk dimanfaatkan dalam hal ini untuk

mengetahui Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget

Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak di Pekanbaru melalui wawancara

yang dilakukan kepada informan.

2. Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung atau melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya berupa

bukti, catatan atau laporan historis yang sudah ada baik di publikasikan dan

yang tidak dipublikasikan. Manfaat dari data sekunder adalah lebih

meminimalkan biaya dan waktu, mengklasifikasikan permasalahan-

permasalahan, menciptakan tolak ukur untuk mengevaluasi data primer dan

memenuhi kesenjangan-kesenjangan informasi. Manfaat lain dari data

sekunder adalah bahwa seorang peneliti mampu memperoleh lain selain

informasi utama. Data sekunder penelitian ini adalah data yang telah tersedia

atau data pendukung dalam penelitian adalah dokumen, monografi, buku-

buku dan hasil penelitian lainnya. Sumber tersebut dapat berupa literatur-

literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini.


46

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai

(Bungin, 2011: 136). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada

orang tua dan anak untuk mengetahui Pola Komunikasi Orang Tua dengan

Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak di

Pekanbaru.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Dalam penelitian ini

penulis menggunakan foto lapangan, dokumentasi dari situs web, undang-

undang, artikel serta teori yang berkaitan dengan Pola Komunikasi Orang Tua

dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter Anak

di Pekanbaru.

3. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain

pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit (Bungin,

2011: 143). Pada penelitian ini penulis melakukan pengamatan secara

langsung ke lapangan untuk memperoleh data tentang Pola Komunikasi


47

Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan

Karakter Anak di Pekanbaru.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dimaksud yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi

data atau penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah mengelola dengan bentuk

analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang

tidak diperlukan serta mengorganisir data tersebut. Dengan mengorganisir data

maka dapat dengan mudah menyajikan atau memaparkan data-data yang diperlukan

yang disimpulkan dengan cara induktif pada penelitian, dengan demikian dapat

ditarik kesimpulan atau verifikasi dalam menganasis data penelitian (Bungin, 2009:

69)

G. Teknik Keabsahan Data

Perpanjangan keikutsertaan mengharuskan peneliti lebih lama di lapangan

dan bertemu serta berkomunikasi dengan lebih banyaak orang. Perpanjangan

keikutsertaan menuntut peneliti untuk ikut langsung kedalam lokasi dan dalam

waktu yang cukup panjang guna menmendeteksi dan memperhitungkan distorsi

yang mungkin mengotori data. Selain itu perpanjangan keikut sertaan juga

dimaksudkana untuk membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan

juga kepercayaan diri peneliti sendiri (Moleong, 2007: 329).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru adalah ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau,

Indonesia. Kota ini merupakan kota perdagangan dan jasa, termasuk sebagai kota

dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Pekanbaru

mempunyai satu bandar udara internasional yaitu Bandar Udara Sultan Syarif

Kasim II. Dan juga mempunyai terminal bus terminal antar kota dan antar provinsi

Bandar Raya Payung Sekaki, serta dua pelabuhan di Sungai Siak, yaitu Pelita Pantai

dan Sungai Duku. Saat ini Kota Pekanbaru sedang berkembang pesat menjadi kota

dagang yang multietnik, keberagaman ini telah menjadi kepentingan bersama untuk

dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Kota Pekanbaru memang tengah

tumbuh dengan baik. Berbagai pembangunannya makin bergeliat.

Hal ini dapat kita lihat pada Sasana Purna MTQ yang sangat artistik dan

indah dari segi arsitekturnya. Saat ini gedung ini sering diapakai sebagai pusat

pameran kesenian dan bisnis.

2. Letak Geografis

Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur

Lintas Timur Sumatera, terhubung dengan beberapa kota seperti Medan, Padang

dan Jambi, dengan wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak pada bagian

48
49

utara dan timur, sementara bagian barat dan selatan oleh Kabupaten

Kampar. Kota ini dibelah Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur danberada

pada ketinggian berkisar 5-50 meter diatas permukaan laut. Kota ini termasuk

beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,1⁰C hingga 35,6⁰C

dan suhu minimum antara 20,2⁰C hingga 23,0⁰C.

Kota Pekanbaru terletak antara 101⁰C 14’–101⁰C 34’ Bujur Timur dan

0⁰25’-00⁰45’ Lintang Utara. Kota Pekanbaru terdiri dari 12 Kecamatan dan 58

Kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan yang Ada di Kota Pekanbaru

No Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)


1 Pekanbaru Kota 2.26 0.36
2 Sail 3.26 0.52
3 Sukajadi 3.76 0.59
4 Lima Puluh 4.04 0.64
5 Senapelan 6.65 1.05
6 Bukit Raya 22.05 3.49
7 Marpoyan Damai 29.74 4.70
8 Payung Sekaki 43.24 6.84
9 Tampan 59.81 9.46
10 Rumbai 128.85 20.38
11 Rumbai Pesisir 157.33 24.88
12 Tenayan Raya 171.27 27.09
Jumlah 632.26 100
Sumber: Pekanbaru Dalam Angka, 2018

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas bahwa Kecamatan Tenayan Raya adalah

kecamatan yang terluas yaitu 171,27 km2 dengan persentase 27,09% dari luas Kota

Pekanbaru. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu

2,26 km2 dengan persentase 0,36% dari luas Kota Pekanbaru.


50

B. Hasil Penelitian

Pada bagian ini, penulis akan memaparkan analisis terhadap hasil-hasil

penelitian tentang Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget

Aktif Dalam Perkembangan Karakter Anak Di Pekanbaru. Hasil penelitian didapat

dari hasil wawancara dengan orang tua yang memiliki anak pengguna gadget aktif

dan anak yang menggunakan gadget aktif di kota Pekanbaru.

Dalam pelaksanaan penelitian yang mengangkat tentang Pola Komunikasi

Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget Aktif Dalam Perkembangan Karakter

Anak Di Pekanbaru, peneliti mengambil data yang dibutuhkan dalam hal

mengambil kesimpulan. Adapun data dan hasil informasi yang dilakukan dalam

penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pengguna Gadget Aktif Dalam
Perkembangan Karakter Anak Di Pekanbaru

Berdasarkan hasil wawancara kepada orang tua yang memiliki anak yang

menggunakan gadget aktif diketahui bahwa sebagian orang tua membebaskan

anaknya menggunakan gadget sebagaimana hasil wawancara berikut:

“Kadang ya dikontrol kadang nggak, tergantung waktu ada atau tidak dan

saya juga percaya dengan anak saya” (Wawancara dengan ibu Nurhayati

selaku orang tua yang memiliki anak pengguna gadget tanggal 28

September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa orang tua yang

memiliki anak yang menggunakan gadget aktif memberikan kepercayaan dengan

tidak melakukan kontrol terhadap anak yang menggunakan gadget. Hal ini sejalan
51

dengan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis diketahui bahwa tidak ketatnya

kontrol yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak yang anak yang menggunakan

gadget dapat mengindikasikan anak akan menyalahgunakan gadgetnya maupun

dapat membuat lalai anak karena anak cenderung fokus pada gadgetnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh anak yang menggunakan gadget sebagaimana

hasil wawancara berikut:

“Nggak, mama nggak pernah periksa hp aku, hp aku juga aku kasih

password jadi nggak ada yang bisa buka hp aku selain aku, itu kan privasi

aku” (Wawancara Putra selaku anak pengguna gadget tanggal 29 September

2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa anak yang

menggunakan gadget mengaku tidak adanya kontrol yang ketat oleh orang tua serta

adanya penggunaan password pada gadget mereka untuk menghindari diketahuinya

isi dari gadget mereka. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti

diketahui bahwa sebagian remaja kini cenderung menggunakan pasword pada

gadget mereka untuk memberi privasi pada gadget mereka.

Selain kurangnya kontrol dari orang tua terhadap anaknya yang

menggunakan gadget, diketahui pula bahwa adanya pemberian hukuman terhadap

anak yang terlalu sering bermain gadget. Sebagaimana hasil wawancara berikut ini:

“Hukuman tidak cenderung saya berikan omelan saja dan saya tunda

membelikan paket internetnya” (Wawancara dengan Melinda orang tua

yang memiliki anak pengguna gadget tanggal 28 September 2019)


52

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa adanya pemberian

hukuman terhadap anak yang melakukan kesalahan seperti terlalu sering

menggunakan gadget. Hukuman yang diberikan berupa luapan kekesalan,

kemarahan orang tua terhadap anaknya yang terlalu sering bermain gadget. Selain

itu bentuk hukuman yang diberikan juga berupa penahanan terhadap gadget yang

digunakan oleh anak. Pemberian hukuman dalam hal ini berfungsi untuk

memberikan efek jera terhadap anak yang terlalu sering bermain gadget pada anak.

Berdasarkan hasil observasi penulis, penulis melihat anak yang

menggunakan gadget oleh orang tuanya tidak mendapatkan pengawasan maupun

arahan dan terkesan terjadi pembiaran atas apa yang dilakukan anak mereka dengan

gadget yang pegang.

Senada dengan hasil wawancara di atas juga di ungkapkan oleh anak yang

menggunakan gadget aktif sebagaimana hasil wawancara berikut:

“Di marahin aja tapi pernah juga hp saya nggak dibelikan paket seminggu

karena saya sibuk sama hp jadi sekolah nilai turun” (Wawancara dengan

Ade selaku anak pengguna gadget tanggal 29 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa bentuk hukuman

yang pernah dirasakan oleh anak yang menggunakan gadget aktif seperti adanya

luapan kemarahan orangtua terhadap anak yang terlalu sering menggunakan gadget

sehingga lupa waktu. Bentuk lainnya yang pernah dirasakan oleh anak adalah

adanya penundaaan pembelian paket internet. Sehingga anak tidak dapat

menggunakan gadgetnya secara maksimal karena paket internetnya tidak ada.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan terlihat bahwa adanya pemberikan


53

hukuman atas penggunaan gadet yang disalah gunakan oleh anak yang biasanya

berupa penghentian subsidi paket dari orang tua yang bertujuan untuk memberikan

efek jera kepada anak mereka.

Disisi lain bimbingan dalam menggunakan gadget adalah sesuatu yang

penting namun berdasarkan wawancara adalah kurangnya pemberian bimbingan

terhadap anak. Sebagaimana hasil wawancara berikut:

“Nggak ada, saya beri kebebasan karena anak saya lebih sering main game

di hp androidnya” (Wawancara dengan Andra selaku anak pengguna gadget

tanggal 29 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa adanya kekebasan

terhadap anak yang menggunakan gadget sehingga kurangnya bimbingan dengan

alasan telah memiliki anak yang cukup dewasa untuk mengetahui tentang baik

buruk. Berdasarkan observasi terlihat bahwa tidak semua orang tua yang

memberikan hukuman kepada anak mereka karena penggunaan gadget yang lalai

karena menganggap bahwa anak mereka bisa bertanggung jawab atas kesalahan

mereka.

Secara keseluruhan pada indikator Pola Komunikasi Membebaskan

(Permissive) diketahui bahwa orang tua cenderung membebaskan anaknya dalam

menggunakan gadget dengan di iringi kurangnya kontrol, bimbingan terhadap anak

yang menggunakan gadget.

Menurut Yusuf Syamsu yang dikutip dari Djamarah (Bahri, 2004: 51) Pola

Komuniasi Permissif (cenderung membebaskan) adalah salah satu pola komunikasi

dalam hubungan komunikasi orang tua bersikap tidak perduli dengan apa yang akan
54

terjadi kepada anaknya. Orang tua cenderung tidak merespon ataupuntidak

menanggapi, jika anak berbicara atau mengutarakan masalahnya. Dalam banyak hal

juga anak tidak merasa di perdulikan oleh orang tuanya, bahkan ketika anak

melakukan suatu kesalahan orang tua tidak menanggapi sehingga anak tidak

mengetahui dimana letak kesalahan yang telah ia perbuat atau hal-hal yang

semestinya tidak terjadi dapat terulang berkali-kali. Maka anak tersebut akan

merasa bahwa masih banyak yang kurang atau anak tersebut masih merasa dirinya

tidak mampu, maka anak pun menjadi kehilangan rasa percaya diri. Bukan hanya

itu, anak akan memiliki sifat suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya,

prestasinya yang rendah dan terkadang anak tidak menghargai orang lain selalu

mementingkan dirinya, anak tersebut tidak memiliki rasa empati terhadap orang

lain.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa orang tua tidak bersifat

otoriter. Sebagaimana hasil wawancara berikut:

“Saya membebaskan yang penting tetap harus sesuai dengan jalur dan tetap

saya awasi dari jauh” (Wawancara dengan Rismatwati selaku orang tua

yang memiliki anak pengguna gadget tanggal 28 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa orang tua yang

memiliki anak yang menggunakan gadget membebaskan anaknya untuk memilih

kegiatan yang ingin diikuti oleh anaknya meskipun dengan catatan bahwa si anak

harus tetap berada di jalurnya yakni terkait dengan usianya. Berdasarkan hasil

observasi diketahui bahwa kelonggaran orang tua terhadap anak mereka karena
55

mereka menganggap bahwa anak mereka bisa bertanggung jawab atas kesalahan

mereka.

Hal yang senada juga di utarakan oleh anak yang menggunakan gadget yang

menyatakan bahwa tidak ada pelarangan atas pilihan kegiatannya. Sebagaimana

hasil wawancara berikut:

“Mama kasih kebebasan tapi aku tetap izin sama mama” (Wawancara

dengan Andra selaku anak pengguna gadget tanggal 29 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa anak yang

menggunakan gadget diberikan di bebaskan oleh orang tuanya jika ingin mengikuti

kegiatan apapun dengan catatanya adanya izin oleh orang tuanya. Jika dilihat pada

observasi diketahui bahwa kebebasan anak-anak dalam menggunakan gadget

karena izin dari orang tua mereka dan kelonggaran dalam penggunaan gadget pada

anak mereka.

Disisi lain di ketahui juga bahwa orang tua yang memiliki anak yang

menggunakan gadget kurang memberikan kesempatan anaknya untuk memberikan

alasan jika melakukan kesalahan. Sebagaimana hasil wawancara berikut ini:

“Tidak, karena biasanya malah dijadikan untuk mencari alasan untuk

membela diri” (Wawancara dengan Melida selaku orang tua yang memiliki

anak pengguna gadget tanggal 28 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa orang tua tidak

memberikan kesempatan anak untuk memberikan alasan atas kesalahan yang

dilakukan oleh anak. Orang tua beranggapan bahwa jika memberikan kesempatan

kepada anak untuk memberikan alasan atas kesalahan yang ia buat akan dibuat
56

sebagai cara untuk berbohong dan menghindari hukuman yang mungkin akan ia

terima atas kesalahan yang ia buat. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa

banyaknya alasan yang diberikan oleh anak-anak untuk membela diri dan

menghindari hukuman dari orang tua mereka.

Hal di atas juga di ungkapkan oleh anak yang menggunakan gadget berikut

ini:

“Nggak padahal saya mau kasih alasan malah dibilang bohong cari-cari

alasan” (Wawancara dengan Ade selaku anak pengguna gadget tanggal 29

September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa tidak diberikannya kesempatan

kepada anak untuk menjelskan tentang kesalahan yang dilakukan oleh anak. Dalam

hal ini terkait dengan adanya indikasi berbohong untuk menghindari hukuman.

Disisi anak, hal tersebut merasa terganggu karena ia dituduh mencari-cari alasan

atas kesalahan yang ia lakukan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa

adanya indikasi anak berbohong pada orang tua mereka dalam rangka membela diri

dan menghindari hukuman dari orang tua mereka.

Masih terkait dengan pola Komunikasi Otoriter (Authoritarian) adalah

pemberian hukuman dalam bentuk hukuman badan (corporal). Pemberian hukuman

dalam bentuk fisik sebenarnya bukanlah tindak yang benar karena dapat

memberikan efek trauma terhadap anak baik psikis maupun fisik yang dapat di ingat

oleh lama dalam waktu lama. Pemberian hukuman badan ini dilakukan oleh orang

tua yang memiliki anak yang menggunakan gadget berikut ini:


57

“Iya kadang saya pukul dia, geram saya kalau dia nakal” (Wawancara

dengan Nurhayati selaku orang tua yang memiliki anak pengguna gadget

tanggal 28 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa adanya indikasi pemberian

hukuman berupa pukulan maupun cubitan yang dalam hal ini termasuk bentuk

hukuman badan (corporal). Jika dilihat dari observasi diketahui bahwa adanya

tindakan hukuman fisik kepada anak-anak yang melakukan kesalahan yang dalam

hal ini berupa pukulan maupun cubitan kepada anak-anak yang melakukan

kesalahan dengan tujuan memberikan efek jera kepada anak mereka atas kesalahan

yang mereka buat.

Hal ini dibenarkan oleh anak yang menggunakan gadget berikut ini:

“Pernah, aku pernah di cubit mama, tiga hari biru tangan aku di cubit mama,

kata mama, mama geram sama aku” (Wawancara dengan Putra selaku anak

pengguna gadget tanggal 29 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa ada indikasi hukuman

fisik meskipun itu tidak terlalu sering dilakukan orang tua kepada anaknya yang

melakukan kesalahan. Jika kesalahan dilakukan dan membuat orang tua tidak sabar

maka hukuman yang diberikan berupa luapan kemarahan diiringi oleh cubitan

kepada anak dengan tujuan memuaskan luapan kemaran dan adanya efek jera pada

anak. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa hukuman fisik yang biasa

diberikan kepada anak-anak yang menggunakan gadget jika melakukan kesalahan


58

adalah dengan memberikan cubitan kepada anak mereka untuk melampiaskan

kemarahan mereka.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa adanya

unsur demokratis pada orang tua kepada anak sebagaimana hasil wawancara berikut

ini:

“Kalau saya beri pengertian bahwa tidak semua yang ada di gadget itu untuk

anak-anak, kalau game bolehlah untuk anak asal ingat waktu apalagi

belajar” (Wawancara dengan Rismawati selaku orang tua yang memiliki

anak pengguna gadget tanggal 28 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa kurangnya pemberian

pengertian tentang penggunaan gadget bagi anak-anak. Hal tersebut berasalan

bahwa anak mereka telah dewasa tentang penggunaan gadget. Bagi orang tua anak

mereka tau batasan penggunaan gadget dengan usia mereka. Berdasarkah hasil

observasi diketahui bahwa dibebaskannya anak mereka dalam menggunakan

gadget dan bahkan dalam bermain game online melalui gadget merekapun

dibebaskan oleh orang tua mereka.

Hal tersebut juga di ungkapkan oleh anak mereka sebagaimana hasil

wawancara berikut:

“Cuma dibilang ingat waktu aja, karena kalau sering main hp bisa lupa

makan sama sholat” (Wawancara dengan Andra selaku anak pengguna

gadget tanggal 29 September 2019)


59

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa pengertian yang

diberikan kepada anak yang menggunakan gadget adalah pengingat waktu untuk

makan dan sholat. Menggunakan gadget berlebih hingga lupa waktu juga penulis

lihat saat observasi yang dilakukan oleh penulis yang melihat bahwa anak-anak

yang menggunakan gadget secara umum lupa waktu seperti lupa makan, belajar

hingga lupa sholat khususnya sholat Magrib dan Isya. Jika ini terjadi berlangsung

lama maka akan berdampak buruk bagi masa depan anak-anak penggunga gadget

dengan cara yang salah.

Pemberian gadget oleh orang tua kepada anak mereka secara umum untuk

mengkondisikan anak mereka untuk tetap di rumah serta menghindari anak mereka

terjadi hal yang tidak diinginkan jika diluar rumah sebagaimana hasil wawancara

berikut:

“Untuk hiburan dan saya dan suami kan kerja jadi sebagai teman

bermainnya saat kami tidak dirumah dan supaya anak saya tidak keluyuran

tidak jelas” (Wawancara dengan Nurhayati selaku orang tua yang memiliki

anak pengguna gadget tanggal 28 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa tujuan orang tua

memberikan gadget kepada anak mereka untuk menghindari anak mereka berbain

diluar rumah yang dikhawatirkan oleh pergaulan tidak jelas sehingga dapat terjadi

hal-hal yang tidak di inginkan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa salah

satu alasan orang tua dalam membebaskan dalam penggunaan gadget adalah karena

orang tua bagi anak-anak yang menggunakan gadget adalah orang tua pekerja yang
60

kurang memiliki waktu banyak bersama anak mereka namun tak ingin anak mereka

terlalu lama bermainn diluar rumah.

Hal tersebut di benarkan oleh anak mereka diantaranya sebagaimana hasil

wawancara berikut:

“Supaya anaknya senang dan nggak kemana-mana kan kalau ada hp saya

jadi dirumah saja” (Wawancara denganPutra selaku anak pengguna gadget

tanggal 29 September 2019)

Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa tujuan pemberian

gadget kepada anak mereka adalah untuk menghindari anak-anak mereka bermain

keluar rumah sertanya menyenangkan hati anak-anak mereka. Berdasarkan hasil

observasi diketahui bahwa dalam menghindari anak-anak ikut dalam pergaulan

bebas diluar yang tidak dapat terkontrol oleh orang tua maka pemberian gadget

adalah salah satu solusi orang tua untuk anak mereka.

C. Pembahasan

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan maka dapat diketahui bahwa

pola komunikasi orang tua dengan anak pengguna gadget aktif dalam

perkembangan karakter anak di Pekanbaru diketahui pola komunikasi yang

cenderung didalam pola komunikasi orang tua dengan anak pengguna gadget aktif

dalam perkembangan karakter anak di Pekanbaru sebagai berikut:

Berdasarkan hasil wawancara kepada orang tua yang memiliki anak yang

menggunakan gadget aktif diketahui bahwa sebagian orang tua membebaskan


61

anaknya menggunakan gadget. Orang tua yang memiliki anak yang menggunakan

gadget aktif memberikan kepercayaan dengan tidak melakukan kontrol terhadap

anak yang menggunakan gadget. Hal tersebut dibenarkan oleh anak yang

menggunakan gadget. Diketahui bahwa anak yang menggunakan gadget mengaku

tidak adanya kontrol yang ketat oleh orang tua serta adanya penggunaan password

pada gadget mereka untuk menghindari diketahuinya isi dari gadget mereka.

Selain kurangnya kontrol dari orang tua terhadap anaknya yang

menggunakan gadget, diketahui pula bahwa adanya pemberian hukuman terhadap

anak yang terlalu sering bermain gadget. Diketahui bahwa adanya pemberian

hukuman terhadao anak yang melakukan kesalahan seperti terlalu sering

menggunakan gadget. Hukuman yang diberikan berupa luapan kekesalan,

kemarahan orang tua terhadap anaknya yang terlalu sering bermain gadget. Selain

itu bentuk hukuman yang diberikan juga berupa penahanan terhadap gadget yang

digunakan oleh anak. Pemberian hukuman dalam hal ini berfungsi untuk

memberikan efek jera terhadap anak yang terlalu sering bermain gadget pada anak.

Senada dengan hasil wawancara di atas juga di ungkapkan oleh anak yang

menggunakan gadget aktif diketahui bahwa bentuk hukuman yang pernah

dirasakan oleh anak yang menggunakan gadget aktif seperti adanya luapan

kemarahan orangtua terhadap anak yang terlalu sering menggunakan gadget

sehingga lupa waktu. Bentuk lainnya yang pernah dirasakan oleh anak adalah

adanya penundaaan pembelian paket internet. Sehingga anak tidak dapat

menggunakan gadgetnya secara maksimal karena paket internetnya tidak ada.


62

Disisi lain bimbingan dalam menggunakan gadget adalah sesuatu yang

penting namun berdasarkan wawancara adalah kurangnya pemberian bimbingan

terhadap anak. Adanya kekebasan terhadap anak yang menggunakan gadget

sehingga kurangnya bimbingan dengan alasan telah memiliki anak yang cukup

dewasa untuk mengetahui tentang baik buruk.

Secara keseluruhan pada indikator Pola Komunikasi Membebaskan

(Permissive) diketahui bahwa orang tua cenderung membebaskan anaknya dalam

menggunakan gadget dengan di iringi kurangnya kontrol, bimbingan terhadap anak

yang menggunakan gadget.

Menurut Yusuf Syamsu yang dikutip dari Djamarah (Bahri, 2004: 51) Pola

Komuniasi Permissif (cenderung membebaskan) adalah salah satu pola komunikasi

dalam hubungan komunikasi orang tua bersikap tidak perduli dengan apa yang akan

terjadi kepada anaknya. Orang tua cenderung tidak merespon ataupuntidak

menanggapi, jika anak berbicara atau mengutarakan masalahnya. Dalam banyak hal

juga anak tidak merasa di perdulikan oleh orang tuanya, bahkan ketika anak

melakukan suatu kesalahan orang tua tidak menanggapi sehingga anak tidak

mengetahui dimana letak kesalahan yang telah ia perbuat atau hal-hal yang

semestinya tidak terjadi dapat terulang berkali-kali. Maka anak tersebut akan

merasa bahwa masih banyak yang kurang atau anak tersebut masih merasa dirinya

tidak mampu, maka anak pun menjadi kehilangan rasa percaya diri. Bukan hanya

itu, anak akan memiliki sifat suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya,

prestasinya yang rendah dan terkadang anak tidak menghargai orang lain selalu
63

mementingkan dirinya, anak tersebut tidak memiliki rasa empati terhadap orang

lain.

Menurut Yusuf Syamsu yang dikutip dari Djamarah (Bahri, 2004: 51) pola

komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang melarang anaknya dengan

mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan–aturan

yang kaku dari orangtua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah,

namun kontrolnya tinggi, suka menghukum, bersikap mengkomando,

mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku atau

keran, cendenrung emosinal dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa

mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah

terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak

bersahabat.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa orang tua tidak bersifat

otoriter. Orang tua yang memiliki anak yang menggunakan gadget membebaskan

anaknya untuk memilih kegiatan yang ingin diikuti oleh anaknya meskipun dengan

catatan bahwa si anak harus tetap berada di jalurnya yakni terkiat dengan usianya.

Hal yang senada juga di utarakan oleh anak yang menggunakan gadget yang

menyatakan bahwa tidak ada pelarangan atas pilihan kegiatannya.

Anak yang menggunakan gadget diberikan di bebaskan oleh orang tuanya

jika ingin mengikuti kegiatan apapun dengan catatanya adanya izin oleh orang

tuanya.

Disisi lain di ketahui juga bahwa orang tua yang memiliki anak yang

menggunakan gadget kurang memberikan kesempatan anaknya untuk memberikan


64

alasan jika melakukan kesalahan. Orang tua tidak memberikan kesempatan anak

untuk memberikan alasan atas kesalahan yang dilakukan oleh anak. Orang tua

beranggapan bahwa jika memberikan kesempatan kepada anak untuk memberikan

alasan atas kesalahan yang ia buat akan dibuat sebagai cara untuk berbohong dan

menghindari hukuman yang mungkin akan ia terima atas kesalahan yang ia buat.

Hal di atas juga di ungkapkan oleh anak yang menggunakan gadget tidak

diberikannya kesempatan kepada anak untuk menjelskan tentang kesalahan yang

dilakukan oleh anak. Dalam hal ini terkait dengan adanya indikasi berbohong untuk

menghindari hukuman. Disisi anak, hal tersebut merasa terganggu karena ia dituduh

mencari-cari alasan atas kesalahan yang ia lakukan.

Masih terkait dengan pola Komunikasi Otoriter (Authoritarian) adalah

pemberian hukuman dalam bentuk hukuman badan (corporal). Pemberian hukuman

dalam bentuk fisik sebenarnya bukanlah tindak yang benar karena dapat

memberikan efek trauma terhadap anak baik psikis maupun fisik yang dapat di ingat

oleh lama dalam waktu lama. Pemberian hukuman badan ini dilakukan oleh orang

tua yang memiliki anak yang menggunakan gadget adanya indikasi pemberian

hukuman berupa pukulan maupun cubitan yang dalam hal ini termasuk bentuk

hukuman badan (corporal). Hal ini dibenarkan oleh anak yang menggunakan gadget

terindikasi indikasi hukuman fisik meskipun itu tidak terlalu sering dilakukan orang

tua kepada anaknya yang melakukan kesalahan. Jika kesalahan dilakukan dan

membuat orang tua tidak sabar maka hukuman yang diberikan berupa luapan

kemarahan diiringi oleh cubitan kepada anak dengan tujuan memuaskan luapan

kemaran dan adanya efek jera pada anak.


65

Pola komunikasi orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan

adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan

–aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orangtua

yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa adanya

unsur demokratis pada orang tua kepada anak. Kurangnya pemberian pengertian

tentang penggunaan gadget bagi anak-anak. Hal tersebut berasalan bahwa anak

mereka telah dewasa tentang penggunaan gadget. Bagi orang tua anak mereka tau

batasan penggunaan gadget dengan usia mereka. Hal tersebut juga di ungkapkan

oleh anak mereka. Pengertian yang diberikan kepada anak yang menggunakan

gadget adalah pengingat waktu untuk makan dan sholat.

Pemberian gadget oleh orang tua kepada anak mereka secara umum untuk

mengkondisikan anak mereka untuk tetap di rumah serta menghindari anak mereka

terjadi hal yang tidak diinginkan jika diluar rumah. Orang tua memberikan gadget

kepada anak mereka untuk menghindari anak mereka berbain diluar rumah yang

dikhawatirkan oleh pergaulan tidak jelas sehingga dapat terjadi hal-hal yang tidak

di inginkan. Hal tersebut di benarkan oleh anak mereka diantaranya. Diketahui

bahwa tujuan pemberian gadget kepada anak mereka adalah untuk menghindari

anak-anak mereka bermain keluar rumah sertanya menyenangkan hati anak-anak

mereka.

Secara keseluruhan diketahui bahwa pada pola komunikasi orang tua

dengan anak pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di


66

Pekanbaru termasuk kepada kategori pola komunikasi demokratis (Authoritative)

hal ini ditandai dengan sebagai berikut:

1) Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapatan

manusia itu adalah bertitik tolak dari pendapatan bahwa manusia itu adalah

yang termulia didunia.

2) Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi

dengan kepentingan anak.

3) Orang tua senang menerima sasaran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak.

4) Mentolerie ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendiikan

kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya

kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak.

5) Lebih menitik beratkan kerja sama dalam mencapai tujuan.

6) Orang tua selalu berusaha untuk menjadi anak lebih sukses drinya.

Hal tersebut terlihat pada hasil orang tua yang memberikan gadget kepada

anak mereka yaitu berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa

adanya unsur demokratis pada orang tua kepada anak. Kurangnya pemberian

pengertian tentang penggunaan gadget bagi anak-anak. Hal tersebut berasalan

bahwa anak mereka telah dewasa tentang penggunaan gadget. Bagi orang tua anak

mereka tau batasan penggunaan gadget dengan usia mereka. Hal tersebut juga di

ungkapkan oleh anak mereka. Pengertian yang diberikan kepada anak yang

menggunakan gadget adalah pengingat waktu untuk makan dan sholat.

Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis diketahui bahwa tidak ketatnya

kontrol yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak yang anak yang menggunakan
67

gadget dapat mengindikasikan anak akan menyalahgunakan gadgetnya maupun

dapat membuat lalai anak karena anak cenderung fokus pada gadgetnya. sebagian

remaja kini cenderung menggunakan pasword pada gadget mereka untuk memberi

privasi pada gadget mereka. Anak yang menggunakan gadget oleh orang tuanya

tidak mendapatkan pengawasan maupun arahan dan terkesan terjadi pembiaran atas

apa yang dilakukan anak mereka dengan gadget yang pegang. adanya pemberikan

hukuman atas penggunaan gadet yang disalah gunakan oleh anak yang biasanya

berupa penghentian subsidi paket dari orang tua yang bertujuan untuk memberikan

efek jera kepada anak mereka. Tidak semua orang tua yang memberikan hukuman

kepada anak mereka karena penggunaan gadget yang lalai karena menganggap

bahwa anak mereka bisa bertanggung jawab atas kesalahan mereka.

Selain itu berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa kelonggaran orang

tua terhadap anak mereka karena mereka menganggap bahwa anak mereka bisa

bertanggung jawab atas kesalahan mereka. Kebebasan anak-anak dalam

menggunakan gadget karena izin dari orang tua mereka dan kelonggaran dalam

penggunaan gadget pada anak mereka. Banyaknya alasan yang diberikan oleh anak-

anak untuk membela diri dan menghindari hukuman dari orang tua mereka. Adanya

indikasi anak berbohong pada orang tua mereka dalam rangka membela diri dan

menghindari hukuman dari orang tua mereka. Hukuman fisik yang biasa diberikan

kepada anak-anak yang menggunakan gadget jika melakukan kesalahan adalah

dengan memberikan cubitan kepada anak mereka untuk melampiaskan kemarahan

mereka. Dibebaskannya anak mereka dalam menggunakan gadget dan bahkan


68

dalam bermain game online melalui gadget merekapun dibebaskan oleh orang tua

mereka.

Disisi lain berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa salah satu alasan

orang tua dalam membebaskan dalam penggunaan gadget adalah karena orang tua

bagi anak-anak yang menggunakan gadget adalah orang tua pekerja yang kurang

memiliki waktu banyak bersama anak mereka namun tak ingin anak mereka terlalu

lama bermainn diluar rumah. Dalam menghindari anak-anak ikut dalam pergaulan

bebas diluar yang tidak dapat terkontrol oleh orang tua maka pemberian gadget

adalah salah satu solusi orang tua untuk anak mereka.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan olahan data yang peneliti lakukan tentang Pola Komunikasi

Orang Tua dengan Anak Pengguna Gadget Aktif dalam Perkembangan Karakter

Anak di Pekanbaru maka penulis menyimpulkan bahwa pola komunikasi orang tua

dengan anak pengguna gadget aktif dalam perkembangan karakter anak di

Pekanbaru termasuk kepada kategori pola komunikasi demokratis (Authoritative).

hal ini ditandai dengan sebagai berikut:

1. Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapatan

manusia itu adalah bertitik tolak dari pendapatan bahwa manusia itu adalah

yang termulia didunia.

2. Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi

dengan kepentingan anak.

3. Orang tua senang menerima sasaran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak.

4. Mentolerie ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendiikan

kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya

kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak.

5. Lebih menitik beratkan kerja sama dalam mencapai tujuan.

6. Orang tua selalu berusaha untuk menjadi anak lebih sukses drinya.

69
70

B. SARAN

Adapun saran yang bias diberikan penulis sebagai berikut:

1. Kepada orang tua yang memiliki anak menggunakan gadget untuk

mengontrol dan memberi bimbingan tentang penggunaan gadget pada anak

2. Kepada anak yang menggunakan gadget agar mengkondisikan gadget sebagai

media kaitannya dengan pembelajaran serta tidak terlalu fokus pada gadget

sehingga dapat membuat lalai akan kegiatan lainnya.


Daftar Pustaka

Buku:

Alwasilah, Chaedar A. 2002. Pokok Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan.


Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka

Arifin, Anwar. 2006. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakasrta. PT.
Raja Grafindo Persada

Arifin, Bambang Syamsul. 2015. Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia


Bandung

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

AW Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bahri, Syaiful Djamarah. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga, Jakarta: PT. Reneka Cipta

Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup.

. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi,


dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana.

____________. 2013. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana

Ernie Tisnawati. 2005. Kurniwan Saefullah, Pengantar Manajemen.


Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Gitosudarmo, Indriyo dan Agus Mulyono. 2001. Prinsip Dasar Manajemen. Edisi
3. Yogyakarta: BPFE.

Ismail solihin. 2009. Pengantar Manajemen. Jakarta:Erlangga

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana.

. 2016. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana

Liliweri, Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat.


Bandung: Citra Aditya Bakti.

Moleong, Lexy, J, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Mufidah. 2008. Psikologi Kekuarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN
Malang Press

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Nadhila Isna. 2013. Mempermudah Hidup Manusia dengan Teknologi Modren.


Jakarta: Penamadani

Nasution, S., 2005, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,
Jakarta: Bumi Aksara

Puji Santosa. 2007. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta:


Universitas Terbuka

Ruslan, 2010, Rosady. Metode penelitian Public Relacions dan Komunikasi.


Jakarta: RajaGrafindo Persada

Samsul Munir Amin. 2007. Menyiapkan Masa Depan Anak. Jakarta: Amzah Amin

Sanafiah, Faisal, 2005, Format-Format Penelitian Sosial, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

Yusuf, Syamsu L. N., M. Pd. 2001. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja.
Bandung. Remaja Rosdakarya.

Jurnal:

Chusna, Puji Asmaul. 2017. Pengaruh Gadget pada Perkembangan Karakter Anak.
Jurnal. Vol. 17, No. 2, November 2017

Mila Fajarwati. 2011. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Remaja Dalam
Berinternet Sehat Di Surabaya (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi
Orang Tua Dengan Anak Remaja Dalam Berinternet Sehat Di Surabaya).
Jurnal. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Sapril. 2011. Komunikasi Interpersonal Pustakawan. Jurnal Iqra’ Volume 05


No.01, Pustakawan Muda Pustakawan IAIN-SU.

Simuforosa, Magwa. 2017. The impact of modern technology on the educational


attainment of adolescents. Jurnal. ISSN: 2201-6333 (Print) ISSN: 2201-
6740 (Online).
Skripsi:
Ayu Rahayu Andirah. 2018. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Remaja
Terhadap Ketergantungan Media Internet Di Btn Gowa Lestari
Batangkaluku. Skripsi.Universitas Islam Negeri Alauddin.

Parto, Josef Kaprino. 2017. Komunikasi Orang Tua Kepada Anak Dalam
Mencegah Terjadinya Dampak Negatif Gadget. Skripsi. Program Studi
Bimbingan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Sa’adah. 2015. Dampak Penggunaan Gadget Terhadap Perilaku Sosial Siswa Di


Man Cirebon 1 Kabupaten Cirebon. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri
(Iain) Syekh Nurjati.

Yosep Kaprino Parto. 2017. Komunikasi Orang Tua Kepada Anak dalam
Mencegah Terjadinya Dampak Negatif Gadget. Skripsi. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta

Internet:

https://www.tribunnews.com/iptek/2013/05/06/waduh-35-persen-anak-menuntut
orang tua -belikan- smartphone-terbaru (dikses pada Jumat 31 Februari
2019 pukul 13.30 Wib)

https://kominfo.go.id/content/detail/3834/siaran-pers-no-17pihkominfo22014-
tentang-riset-kominfo-dan-unicef-mengenai-perilaku-anak-dan-remaja-
dalam-menggunakan-internet/0/siaran_pers (dikses pada Jumat 01 Februari
2019 pukul 11.45 Wib)

https://kominfo.go.id/content/detail/3834/siaran-pers-no-17pihkominfo22014-
tentang-riset-kominfo-dan-unicef-mengenai-perilaku-anak-dan-remaja-
dalam-menggunakan-internet/0/siaran_pers (dikses pada Jumat 01 Februari
2019 pukul 11.45 Wib)

Anda mungkin juga menyukai