Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

LP CA Endometrioid

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

H DENGAN ADENO
CA ENDOMETRIOID DI RUANG PRABU SILIWANGI 2 RSD GUNUNG JATI
KOTA CIREBON

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Maternitas dengan


Dosen pembimbing : Rina Nuraeni, S.Kep.,Ners.,M.Kes

Disusun Oleh :
YUYUM YUMITA DEWI, S.Kep
NIM : 22149011090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA


TAHUN 2022/2023
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari
endometrium atau miometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma (90%).
Karsinoma endometrium terutama adalah penyakit pada wanita pascamenopause,
walaupun 25% kasus terdapat pada wanita yang berusia kurang dari 50 tahun dan 5%
kasus terdapat pada usia dibawah 40 tahun. Umur rata-rata penderita kanker endometrium
adalah 55-66 tahun. Insidensi kanker endometrium pada wanita premenopause 5 kali
lebih rendah daripada wanita yang telah mengalami menopause, insidensi ini meningkat
sesuai bertambahnya usia kemudian menetap setelah umur 70 tahun (Anderton,2012)
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh di
luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim. Kanker
endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju vagina. Kanker ini
bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah
tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang
sudah tua. Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan
oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari
lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim.
Kanker endometrium adalah yang terjadi pada organ endometrium atau pada
dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang berbentuk seperti buah pir sebagai
tempat tertanam dan berkembangnya janin. Kanker endometrium kadang-kadang disebut
kanker rahim, tetapi ada sel-sel lain dalam rahim yang bisa menjadi kanker seperti otot
atau sel miometrium. Kanker endometrium sering terdeteksi pada tahap awal karena
sering menghasilkan pendarahan vagina di antara periode menstruasi atau setelah
menopause (Whoellan 2009)
Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75 %), yang berasal
dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan
membentuk kelenjar endometrium. Ada banyak subtipe mikroskopis karsinoma
endometrium, termasuk jenis common endometrioid, di mana sel kanker menyerupai
gambaran endometrium normal, Papillary serous carcinoma yang agresif serta clear
cellcarcinoma. Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan
patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen
dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang
terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin dapat
membantu dalam menjelaskan sifat-sifat klinisnya.
1. Tipe I Estrogen Dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang
umumnya menyerang wanita pre dan pasca menopause. Pada anamnesis didapatkan
riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial hiperplasia. Tipe
ini berdiferensiasi baik minimal invasif, sehingga mempunyai prognosis yang baik.
Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit liver, hipertensi,
obesitas, infertilitas dan gangguan menstruasi. Pada kenyataannya, lesi tipe
I berpotensi dapat dicegah melalui pengenalan risiko pada pasien, diagnosis
lesi prekursor (hiperplasia endometrium atipikal) dan pengobatan yang sesuai.
(Anderton, 2012) 
2. Tipe II Estrogen Independen
Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita post menopause, kurus dan fertil
atau wanita dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih agresif dan
mempunyai prognosis lebih buruk daripada tipe I. Tipe II paling sering didapat pada
wanita Afro-Amerika. Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah :
a. high-grade endometrioid cancer
b. uterine papillary serous carcinoma
c. uterine clear cell carcinoma
Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu fundus,
tuba danisthmus. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada lapisan uterine di
lokasi tersebut. (Anderton,2012)
B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium,
tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang berlebihan dan
terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium.
Berikut ini beberapa faktor resiko yang bisa meningkatkan munculnya kanker
endometrium :
1. Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko tiga kali
lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa
infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium didukung penelitian-penelitian
yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang
tidak pernah menikah. (Schorge JO, et al. 2008)
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dikaitkan
dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi ( terpapar estrogen yang
lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenedion serum yang tinggi
(kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estron), tidak mengelupasnya lapisan
endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari
kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada nulipara. Salah satu fungsi
estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim.
Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan kepada hewan percobaan di laboratorium
menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker. (Schorge JO, et al. 2008) 
2. Usia menarche dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker
endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Benyak penelitian menunjukkan usia
saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap meningkatnya kanker ini.
Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pasca
menopause. Wanita yang menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4 kali lebih
beresiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun. (Schorge JO, et al. 2008)
3. Hormon
a. Hormone endogen
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan
dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti polycystic ovarian
disease yang memproduksi estrogen.
b. Hormone eksogen pasca menopause
Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium
meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko ini terjadi setelah
pemakaian 2-3 tahun. Risiko relatif tinggi setelah pemakaian selama 10 tahun.
4. Kontrasepsi oral
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi oral
yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin. Sebaliknya pengguna
kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan kadar progesterone tinggi
mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko kanker endometrium setelah 1-5
tahun pemakaian.
5. Tamoksifen
Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko
kanker endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi
tamoksifen. Tamoksifen merupakan anti estrogen yang berkompetisi dengan estrogen
untuk menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen malah bertindak sebagai
faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
6. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22 kg
BB ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 kali lipat. Sedangkan kelebihan di atas
23 kg akan meningkatkan risiko sampai 10 kali lipat. Obesitas adalah penyebab
paling umum dari kelebihan produksi estrogen endogen. Jaringan adiposa berlebihan
akan meningkatkan aromatisasi androstenedion perifer menjadi estrone. Pada
wanita premenopause, tingkat estrone memicu umpan balik peningkatan abnormal
pada aksis-hipofisis-ovarium hipotalamus. Hasil klinisnya adalah oligo-atau
anovulasi. Dengan tidak adanya ovulasi, endometrium terkena stimulasi estrogen
hampir terus - menerus tanpa efek progestasional berikutnya dan terjadi gangguan
menstruasi.
7. Faktor diet
Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh peran nutrisi,
terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi sereal, kacang-
kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein, menurunkan risiko
kanker yang memproteksi melalui fitoestrogen.
8. Kondisi medis
Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 kali lebih besar berisiko
terkena kanker endometrium jika disertai diabetes. Tingginya kadar estrone dan
lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi
menjadi faktor risiko pada wanita pasca menopause dengan obesitas.
9. Faktor genetic
Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan
risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu juga dengan riwayat
kanker endometrium dalam keluarga. 
10. Merokok
Wanita perokok mempunyai resiko setengah kali jika dibandingkan yang bukan
perokok (faktor proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2 tahun.
11. Ras
Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita kulit putih.
12. Faktor risiko lain
Pendidikan dan status sosial ekonomi diatas rata-rata meningkatkan risiko
terjadinya kanker endometrium akibat konsumsi terapi pengganti estrogen dan
rendahnya paritas. ( Baziad,Ali dkk.1993)
C. Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan pasca
menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien
yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling banyak
menyertai keluhan utama. Gejalanya bisa berupa:
1. Perdarahan rahim yang abnormal 
2. Siklus menstruasi yang abnormal
3. Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
4. Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause.
5. Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas
40tahun)
6. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
7. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
8. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
9. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual. (Schorge JO, et al. 2008)
D. Patofisiologi
Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase
yang berperan dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-12%
dari kanker endometrium identik dengan penemuan yang didapatkan dari kelainan
kraniofasial kongenital. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi masa depan
bagi penderita kanker endometrium. Beberapa peneliti menduga terdapat dua peran
FGFR2 dalam mempengaruhi endometrium, yaitu dengan menghambat proliferasi sel
endometrium pada siklus menstruasi dan sebagai onkogen pada karsinoma endometrial.
(Chiang W.2012)
Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat
menyebabkan peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat cukup
progesteron, salah satu hormon sex yang penting pada wanita. (Chiang W.2012)
Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari dan terdapat 2 fase. Pada 2
minggu pertama, estrogen adalah hormon seks yang dominan. Estrogen menyebabkan
lapisan sel uterus bertumbuh dan bertambah jumlahnya. Pada 14 hari selanjutnya,
hormon sex yang dominan adalah progesteron. Progesteron menyebabkan kematangan sel
sehingga lapisan uterus dapat menerima dan menutrisi ovum yang sudah difertilisasi.
(Chiang W.2012)
Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus (epitelium)
akan bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini disebut hiperplasia
simpleks. Apabila situasi ini terus berlanjut, akan terbentuk kelenjar baru pada lapisan
uterus. Hal ini disebut hiperplasia kompleks. Akhirnya, sel menjadi atipikal dan
menunjukkan perilaku yang menyimpang. (Koplajar M.2012)
E. Pathway

WOC Kanker Endometrium


Etiologi

Faktor perilaku : faktor biologis:


Gaya hidup tidak sehat infeksi virus, genetik, peningkatan kadar estrogen
Poliferasi sel abnormal pada endometrium

Neoplasma non-neoplasma

Maligna kanker benigna kista / tumor


MK : Nyeri
Kanker endometrium metastase stadium lanjut histerektomi pembedahan MK :Resiko
Ke organ-organ lainInfeksi
Penekanan kanker supremasi sum-sum kemoterapi rambut rontok MK : gangguan
Pada endometrium tulang belakang kulit kusam Citra tubuh
Penekanan pada trombositopenia mual muntah MK :
syaraf-syaraf Ansietas
endometrium
perdarahan abnormal dari
MK : Nutrisi Kurang
endometrium
Dari
MK : Nyeri
Kebutuhantubuh
MK : kekurangan volume Cairan
F. Komplikasi
1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat dengan
kolon atau ureter
2. Torsi ovarium atau rupture ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma
3. Calamenial seizure atau pnemotoraks karena eksisi endometriosis
4. Infertilitas, ditemukanpada 30% – 40% kasus. Endometriosis merupakan penyebab
infertilitas kedua terbanyak pada wanita. (Mansjoer, 2001)
G. Pemeriksaan Penunjang
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfa denektomi pelvis merupakan pilihan
terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar
getah bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua
tuba falopii dan ovarium juga diangkat ( salpingo-ooforektomi bilateral ) karena sel-
sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang
mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh
ovarium.
Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening disekitar tumor,
maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di
dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim),
maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya.
2. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker
didaerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran
dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium
menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan penyinaran.
Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran
tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa).
Stadium Idan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan
risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca
operasi. Radiasi adjuvan diberikan kepada :
a. Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi
melebihi setengah miometrium.
b. Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
c. Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri (Prawirohardjo,
2006)
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati
kanker endometrium:
a. Radiasi eksternal 
Digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan sinar ke daerah
tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali perminggu selama
beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi
eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh.
b. Radiasi internal (AFL)
Digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatuzat radioaktif, yang
dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama
menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.
3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain . Kemoterapi yang dipakai antara lain
Daxorubicin, golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid dan
paclitaxel. Hasil penelitian menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang
diikuti kemoterapi kombinasi memiliki angka survival lebih tinggi.
4. Terapi Hormonal
a. Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon terapi hormon.
Progestin digunakan sebagai terapi primer wanita yang mempunyai resiko tinggi
operasi. Namun terapi ini jarang dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-
satunya pilihan terapi paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang
lainnya, pada adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine
progestional dapat membantu. Namun terapi ini harus digunakan dengan hati-
hati.
b. Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada penderita dengan
stadium lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi dari progesteron reseptor dan  
meningkatkan efikasi progestin. Tamoksifen dan progestin sebagai terapi
adjuvan telah menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas
sangat rendah, kombinasi ini paling sering digunakan untuk penyakit rekuren.
c. Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab perkembangan
kanker endometrium, ada kekhawatiran bahwa penggunaan estrogen pada wanita
dengan kanker endometrium dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau
kematian. Namun, efek seperti itu belum ada penelitiannya.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan lingkungan
hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan
atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid,
yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal ataupun
jaringan endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang
endometriosis yang baru karena transport retrograde jaringan endometrium yang
lepas serta mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang
menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum. Prinsip kedua yaitu
menciptakan lingkungan tinggi androgen atau tinggi progesterone yang secara
langsung dapat menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)
b. Pembedahan
Adanya jaringan endometrium yang berfungsi merupakan syarat mutlak
tumbuhnya endometriosis. Oleh karena itu pada waktu pembedahan, harus dapat
menentukan apakah ovarium dipertahankan atau tidak. Pada andometriosis dini ,
pada wanita yang ingin mempunyai anak fungsi ovarium harus dipertahankan.
Sebaliknya pada endometriosis yang sudah menyebar luas pada pelvis,
khususnya pada wanita usia lanjut. Umumnya pada terapi pembedahan yang
konservatif sarang endometriosis diangkat dengan meninggalkan uterus dan
jaringan ovarium yang sehat, dan perlekatan sedapatnya dilepaskan. Pada
operasi konservatif, perlu pula dilakukan suspensi uterus dan pengangkatan
kelainan patologik pelvis. Hasil pembedahan untuk infertile sangat tergantung
pada tingkat endometriosis, maka pada penderita dengan penyakit berat, operasi
untuk keperluan infertile tidak dianjurkan. (Wiknjosastro, hanifa.2007)
c. Radiasi
Pengobatan ini bertujuan menghentikan fungsi ovarium, tapi sudah tidak
dilakukan lagi, kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.
(Wiknjosastro, hanifa.2007.)
2. Keperawatan
a. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri
dengan analgetik atau tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada
abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan
yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisiluka operasi.
b. Asuhan post operatif
Merupakan hal yang berat karena keadaan yang mencakup keputusan
untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan
untuk mengetahui tanda–tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi.
Terapi intravena, antibiotic dan analgesic biasanya diresepkan. Intervensi
mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi,
penurunan rasa sakitdan pemenuhan kebutuhan emosional ibu. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subjektif 
a. Biodata 
- Umur
- Suku/bangsa
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Alamat
b. Alasan Datang
c. Keluhan Utama
1) Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul 
2) Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
3) Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
4) Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
5) Siklus menstruasi yang abnormal
d. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Riwayat Perkawinan
g. Riwayat Menstruasi
h. Riwayat KB
2. Data Objektif 
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum
- Kesadaran
- Tanda- tanda Vital
b. Pemeriksaan Fisik 
1) Kepala : bersih atau kotor, warna, mudah rontoh atau tidak
2) Muka : pucat atau tidak
3) Mata : sklera putih atau tidak, konjungtiva merah atau pucat, ada
gangguan penglihatan atau tidak
4) Telinga : ada sekret atau tidak , ada gangguan pendengaran atau tidak
5) Hidung : ada sekret atau tidak , ada polip atau tidak.
6) Mulut : warna, integritas jaringan (lembab , kering atau pecah – pecah ),
kebersihan, caries.
7) Leher : apakah vena terbendung di leher (misalnya pada penyakit
jantung), apakah kelenjar gondok membesar , apakah kelenjar limfa
membengkak.
8) Abdomen: warna, bentuk, adanya massa atau tidak, adanya nyeri tekan atau
tidak.
9) Genitalia : warna, keputihan, oedem atau tidak, ada bekas episiotomi atau
tidak.
10) Ekstremitas : pergerakan bebas atau tidak, oedem atau tidak, ada kelainan
atau tidak, ada varises atau tidak.
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual efek sekunder kemoterapi
3. Ansietas b.d ancaman kematian yang ditandai dengan peningkatan ketegangan,
gemetar, ketakutan dan gelisah.
4. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan pervaginam
5. Harga diri rendah b.d perubahan penampilan tubuh sekunder terhadap efek
kemoterapi ditandai dengan pernyataan rasa malu dan alopesia.
6. Resiko tinggi infeksi b.d kurang sistim imun tubuh akibat kemoterapi.
7. Resiko tinggi konstipasi b.d masukan diet yang kurang akibat mual muntah sekunder
terhadap efek kemoterapi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen cidera biologis
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan
pencahayaan dan kebisingan.
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal
d. Ajarkan teknik non farmakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual efek sekunder dari
pengobatan atau therapy
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan Vitamin C
d. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Ansietas b.d ancaman kematian yang ditandai dengan peningkatan ketegangan,
gemetar, ketakutan dan gelisah.
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol
cemas
c. Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
c. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
d. Dengarkan dengan penuh perhatian
e. Identifikasi tingkat kecemasan
f. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
g. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
h. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
D. Implementasi Keperawatan
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan
terdapat 2 jenis tindakan, yaitu tindakan mandiri perawat dan tindakan kolaborasi.
E. Evaluasi Keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Baziad,Ali dkk.1993. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius
Cunningham, FG, dkk. 2005. Obstetric William Volume I. Jakarta : EGC
Jones. Derek Llewellyn.2001. Dasar-dasar Obstetric dan Ginekologi.Jakarta : Hipokrates
Johnson, M. Dochterman. Nurshing Intervensions Classification (NIC) edisi ke Enam
Koplajar M. Uterine Cancer for Laymen and Student. Jakarta : Widya Medica
Moore, Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates
Meion Johnson. Nurshing Outcomes Classification (NOC) edisi ke enam
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC Jilid 3. Jakarta : EGC
NANDA, 2015-2017.Diagnosa Keperawatan NANDA Defiisi & Klasifikasi.
Prawirohardjo. S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Rayburn, F. William.2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya medika
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Jakarta :Widya Medica
Winkjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai