Makalah Kode Etik Psikologi
Makalah Kode Etik Psikologi
Makalah Kode Etik Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hak dan
Kewajiban” ini dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang apa itu Hak
dan Kewajiban serta untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Kode Etik Psikologi.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bu Josetta M.R.T, M.Si.,
Psikolog, selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Kode Etik Psikologi dan seluruh
pihak yang telah memberikan dukungan terhadap pembuatan makalah ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan baik, kami menyadari
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat meningkatkan kualitas serta
menyempurnakan segala kekurangan yang ada di dalam penyusunan makalah sebagaimana
mestinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
Kelas B 2022
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
HAK...........................................................................................................................................1
1.1. Hakikat Hak...............................................................................................................1
1.2. Hak Legal...................................................................................................................1
1.3. Hak Moral..................................................................................................................3
1.4. Hak Khusus................................................................................................................3
1.5. Hak Umum.................................................................................................................4
1.6. Hak Positif..................................................................................................................4
1.7. Hak Negatif................................................................................................................4
1.8. Hak Individual...........................................................................................................5
1.9. Hak Sosial...................................................................................................................5
1.10. Adakah Hak yang Bersifat Absolut?...................................................................6
1.11. Teori tentang Hak dan Individualisme................................................................7
1.12. Siapa yang Memiliki Hak?..................................................................................10
BAB II.....................................................................................................................................12
HUBUNGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN...........................................................12
2.1. Pengeretian Kewajiban...............................................................................................12
2.2. Hubungan Antara Hak dan Kewajiban (dalam Sudut Pandang Kewajiban).......12
2.3. Hubungan Antara Hak dan Kewajiban (dalam Sudut Pandang Hak)..................13
2.4. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri.............................................................................14
BAB III....................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
ii
BAB I
HAK
Hak dalam bahasa latin ialah iur-iuris (yang di kemudian hari dipakai untuk
menunjukkan “hak”, dalam pemikiran Roma kuno kata ini hanya menunjukkan hukum dalam
arti objektif; Keseluruhan undang-undang, aturan-aturan, dan lembaga-lembaga yang
mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti law bukan
right). Pada abad pertengahan pertengahan mulai berkembang arti berkembang ius dalam arti
subjektif; bukan benda yang dimiliki seseorang, melainkan ciri yang dimiliki oleh seseorang
yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu dan melakukan sesuatu
(right, bukan law)
Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang
lain atau terhadap masyarakat. Hak adalah klaim yang sah atau klaim yang dapat dibenarkan.
sebab, mengatakan klaim begitu saja jelas tidak cukup. Ternyata sering ditemukan klaim
yang tidak bisa dibenarkan. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut orang lain untuk
menghormati hak itu.
Hak juga merupakan tentang segala hal yang harus kalian dapatkan dan juga kalian
peroleh. Hak juga bisa dalam bentuk kewenangan juga kekuasaan dalam melakukan sesuatu.
Hak yang diperoleh merupakan akibat dari dilaksanakannya kewajiban. Dengan kata lain, hak
dapat diperoleh apabila kewajiban sudah dilakukan. Hak ini selalu melekat pada diri manusia,
sejak dia dalam kandungan ibunya.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang bebas untuk menikah dengan orang lain,
sesuai dengan aturan perkawinan yang sah, baik secara agama maupun secara negara. Tidak
ada satu orang pun yang melarang orang untuk menikah di dalam kehidupan masyarakat.
1
2. Hak untuk memiliki anak.
Setiap orang juga punya hak di dalam bermasyarakat, untuk memiliki anak atau keturunan.
Kita wajib memberikan hak tersebut kepada orang lain, dan tidak bisa melarangnya.
3. Setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya.
Agama adalah salah satu hak asasi manusia yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain.
Tidak boleh ada paksaan dalam beragama, dan tidak boleh menghina serta menghalang-
halangi orang lain untuk beribadah.
7. Hak berpendapat
Dalam bermasyarakat, setiap anggotanya punya hak yang sama dalam memberikan pendapat
dan harus didengarkan. Tidak ada anggota yang punya hak spesial, mengalahkan hak
masyarakat lainnya. Kesempatan menyampaikan pendapat adalah sama.
2
Tiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan baik untuk diri pribadinya, untuk
keluarganya, kehormatan, martabat, harta benda, dan juga kelompok serta perkumpulannya.
Rasa aman harus didapatkan dari jaminan perlindungan.
Hak moral adalah hak yang hak yang menggunakan prinsip serta aturan etis sebagai
landasan yang digunakan untuk membentuk hak tersebut. Hak moral memiliki karakteristik
yang cenderung lebih bersifat individu atau solidaritas. Contoh hak moral adalah terjadinya
pemberian gaji yang tidak sama rata padahal keduanya memberikan performa kerja yang
sama baiknya. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa atasan ini melaksanakan
hak legal yang dimilikinya tapi gagal melaksanakan hak moral karena melanggar hak
tersebut.
Pada dasarnya, hak moral adalah hak untuk menentang segala bentuk perubahan
dalam karya hak cipta yang dapat mengganggu reputasi pencipta. Hak moral dapat
melindungi nilai pribadi dan reputasi tidak hanya permasalahan perekonomian semata,
melainkan nilai dari dari sebuah karya penciptanya. Disisi lain, hak moral akan lebih efektif
dan mempunyai kedudukan lebih kukuh dalam masyarakat, jika didukung dan dilindungi oleh
status hukum.
3
Contoh hak khusus: Hak yang dimiliki oleh anggota DPR sebagai perwakilan rakyat,
mereka memiliki hak khusus seperti hak untuk mengajukan usul RUU, hak menyampaikan
pendapat, dan hak memilih maupun dipilih.
1.5. Hak Umum
Hak umum dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu,melainkan
semata-mata karena ia manusia. Hak ini di miliki oleh semua manusia tanpa kecuali.
Dalam bahasa inggris hak umum ini di sebut natural right atau juga human right.
Dalam bahasa indonesia kita sudah biasa dengan istilah "hak asasi manusia".
Contoh hak umum:
● Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran
yang layak
● Setiap orang memiliki hak atas lapangan kerja dan penghidupan yang layak.
Hak negatif adalah suatu hak yang bersifat negatif, hak ini dapat dijabarkan dengan
permisalan seperti jika saya memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu atau memiliki
sesuatu, dan orang lain tidak bisa menghalangi saya untuk melakukan atau memiliki hal
tersebut.
4
Hak-hak negatif adalah:
Hak untuk hidup
Hak menyampaikan pendapat
Hak milik pribadi
Hak untuk tidak disiksa dan diperbudak
Hak kebebasan beragama
Hak atas Pendidikan
Hak negatif terbagi menjadi 2 yaitu hak negatif yang aktif dan pasif. Hak negatif aktif
adalah hak untuk berbuat atau tidak berbuat atas apa yang dikehendaki oleh orang lain,
contoh saya mempunyai hak untuk bisa pergi kemana saja yang saya mau atau saya bisa
mengatakan apa saja yang mau saya katakan tidak ada yang bisa menghalangi hal tersebut.
Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu.
Contoh saya mempunyai hak untuk orang lain tidak mencampuri urusan pribadi saya, hak
pasif ini bisa dinamakan hak keamanan.
5
● Pasal 28H ayat (3) Perubahan UUD 1945 menentukan :”Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.
● Pasal 28H ayat (1) Perubahan UUD 1945 menentukan: “Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
● Pasal 31 Perubahan UUD 1945 menetapkan tentang pendidikan dan kebudayaan
yaitu:
a. Ayat (1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
b. Ayat (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
c. Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
Undang-undang.
d. Ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20 % dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
e. Ayat (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Contoh hak sosial :
1. Hak mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang layak.
2. Hak memilih dan menentukan pendidikan.
3. Hak mendapatkan penghidupan yang layak.
4. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hak cipta.
5. Hak untuk berkomunikasi.
6. Hak untuk menolong sesama.
6
Contoh sederhananya adalah hak atas kehidupan yang sangat penting. Akan tetapi itu bukan
hak absolut. Hak akan dianggap absolut jika hak tersebut negatif atau pasif.
Contoh nya yang akan dibahas disini yaitu hak atas kebebasan. Ini tentu juga suatu
hak yang penting. Setiap manusia berhak untuk hidup bebas. Tidak seorang pun boleh
ditahan begitu saja atau dirampas kebebasannya. Tapi hak ini juga pasti tidak absolut, karena
dapat dikalahkan oleh hak lain. Seorang pasien psikiatris yang berbahaya bagi masyarakat
disekitarnya dapat saja dipaksa untuk dirawat inap dalam rumah sakit jiwa, sekalipun ia
sendiri tidak mau. Tentu saja, orang ini tidak bersalah dan mempunyai hak seperti semua
orang lain. Tapi haknya atas kebebasan dalam hal ini dapat dikalahkan, karena orang lain pun
mempunyai hak untuk dilindungi terhadap bahaya yang mengancam jiwa mereka.
Halangan utama yang mengakibatkan suatu hak tidak bisa absolut adalah terjadinya
konflik antara hak-hak. Hampir setiap hak bisa bentrok dengan hak lain. Seperti dalam
contoh terakhir tadi, konflik bisa terjadi antara hak satu orang dan hak orang lain. Pasien
psikiatris itu mempunyai hak atas kebebasan seperti setiap orang lain dan karena itu ia berhak
juga untuk menolak, bila ia dibujuk untuk masuk rumah sakit jiwa dengan suka rela. Di sisi
lain, masyarakat mempunyai hak untuk tidak diganggu oleh pasien psikiatris yang berbahaya
itu. Dan hak terakhir ini ternyata lebih kuat, hingga harus dimenangkan. Di sini kita lihat
adanya konflik antara hak negatif aktif (hak kebebasan) dan hak negatif pasif (hak
keamanan), di mana hak macam terakhir ini lebih-kuat. Hak-hak negatif aktif (hak
kebebasan) memang tidak pernah bisa absolut.
Jadi, yang mempunyai peluang lebih besar untuk dianggap absolut adalah hak-hak
negatif pasif atau setidak-tidaknya beberapa di antara hak-hak negatif pasif itu, karena tidak
perlu berkonflik dengan hak-hak lain.
Keberatan yang tidak jarang dikemukakan terhadap teori tentang hak adalah bahwa
teori itu mengandung suatu individualisme yang merugikan solidaritas dalam masyarakat.
Menggarisbawahi hak mereka tegaskan berarti menempatkan individu di atas masyarakat.
Padahal, manusia itu selalu menjadi anggota masyarakat dan tidak bisa dilepaskan dari akar-
akar sosialnya. Lalu, dalam lingkaran masyarakat, manusia menjadi manusia dalam arti
sepenuhnya.
7
Kritik atas hak ini antara lain dikemukakan oleh Karl Max (1818-1883). Dalam
karangan masa mudanya, Tentang Permasalahan Yahudi (1843), ia mengemukakan kritik ini
sebagai komentar atas Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia dan Warga Negara yang
dikeluarkan di Prancis waktu Revolusi Prancis (1789). Menurut Marx, hak-hak itu tidak lain
daripada hak-hak manusia yang egoistis. Dengan hak-hak ini egoisme manusia mendapat
legitimasinya. Hak manusia adalah hak untuk menyendiri. Dengan demikian manusia
dilepaskan dari sesama. Ia dijadikan sebuah atom yang berdiri sendiri dan tidak
membutuhkan orang lain. Kepentingan individu diutamakan di atas kepentingan masyarakat.
Mengakui hak manusia berarti melestarikan kepentingan diri si individu. Dalam hal ini Marx
berpendapat bahwa menurut pandangan Deklarasi dari Revolusi Prancis bahwa hak atas milik
dianggap sebagai hak yang paling penting. Dan memang benar, hak atas milik mendapat
tekanan besar dan dilukiskan sebagai “suci dan tidak bisa diganggu gugat” (pasal 17).
Apa yang bisa kita katakan tentang kritik marxisme ini? Bagaimana harus kita lihat
hubungan antara hak asasi manusia dan solidaritas dalam masyarakat? Kita akan
membahasnya dengan beberapa pertimbangan berdasarkan pernyataan berikut.
● Tidak bisa disangkal bahwa hak-hak manusia mempunyai ciri-ciri individual. Hal itu
disebabkan karena hak-hak itu didasarkan atas harkat individu sebagai manusia. Perlu
diakui juga bahwa pemikiran tentang hak-hak asasi manusia baru bisa muncul di
zaman modern, ketika kebebasan individual manusia diterima dan dengan itu juga
terjadinya persamaan semua manusia. Kaitan historis ini tidak bisa disangkal. Karena
sifat individualistis dari hak-hak manusia itu filsuf Amerika, Ronald Dworkin,
mengatakan bahwa hak-hak manusia seolah-olah merupakan “kartu truf” yang
dimenangkan di atas kebijaksanaan yang ditentukan suatu negara. Hal itu jelas sekali
dalam kasus conscientious objector, orang yang mempunyai keberatan untuk
melaksanakan suatu ketentuan negara berdasarkan hati nurani.
Contoh : Orang yang menolak memenuhi wajib militer, semua laki-laki sekitar umur 18 tahun
harus memenuhi panggilan negara untuk masuk tentara. Tapi orang yang menurut hati
nuraninya yakin ia tidak bisa masuk tentara, boleh menggunakan haknya (hak mengikuti hati
nurani) untuk membatalkan bagi dirinya kebijaksanaan negara itu. Dalam “permainan” ini ia
seolah-olah menggunakan haknya sebagai “kartu truf” terhadap lawan mainnya, yaitu negara.
Yang dikatakan Dworkin ini sering kali memang tepat, karena hak-hak manusia didasarkan
8
atas dasar martabat individu itu. Akan tetapi, ini hanya berlaku pada satu aspek saja dari hak-
hak manusia dan tidak memberi gambaran tentang hak-hak itu sebagai keseluruhan.
● Mengakui hak-hak manusia tidak sama dengan menolak masyarakat atau mengganti
masyarakat itu dengan suatu kumpulan individu-individu tanpa hubungan satu sama
lain. Yang ditolak dengan menerima hak-hak manusia adalah totaliterisme, artinya,
pandangan bahwa negara mempunyai kuasa absolut terhadap para warganya. Hak-hak
manusia menjamin agar negara tidak sampai menggilas individu-individu. Oleh
karena adanya hak-hak ini negarapun harus tunduk pada norma-norma etis.
Contoh : Komunisme menghasilkan orang seperti Stalin dan Ceaucescu yang tidak kalah
kejamnya dengan diktator-diktator sebelumnya. Komunisme dimulai dengan aspirasi etis
yang luhur dengan tujuan mengakhiri penindasan manusia oleh manusia dan mendirikan
suatu masyarakat di mana manusia satu tidak diistimewakan di atas yang lain. Tapi ternyata
di sini pun tidak tercipta persamaan. Sastrawan Inggris, George Orwell (1903-1950), dengan
tepat sekali menyindir masyarakat komunis dalam novelnya Animal Farm : “all animals are
equal but some animals are more equal than others”. Para fungsionaris partai dan pejabat
negara lainnya menganggap diri lebih tinggi daripada warga negara lain. Dari sejarah dapat
kita petik pelajaran bahwa umat manusia sendiri rugi sekali, kalau hak-hak manusia tidak
dihormati.
● Hak atas milik bukan merupakan hak manusia yang paling dasariah dan prototipe bagi
semua hak lain. Dalam hal ini interpretasi Marx tentang hak asasi manusia dapat
dibenarkan. Sekarang ini setiap orang akan menyetujui Marx bila ia menolak
ketentuan dari Undang-Undang Dasar Perancis tahun 1793 yang mengatakan bahwa
setiap warga negara berhak untuk menikmati dan menggunakan barang miliknya
dengan sewenang-sewenang. Hak atas milik barangkali merupakan hak dimana paling
jelas melekat suatu hipotek sosial tetapi kita tidak bebas berbuat apa saja dengan harta
benda yang kita miliki.
Contoh : Jika ada orang yang hidup berfoya-foya dan main judi besar-besaran sedangkan
banyak orang di sekitarnya menderita kemiskinan, kita akan mudah menyetujui bahwa orang
itu bertingkah laku tidak bermoral. Kalau kita bicara tentang hak-hak manusia, kita pertama-
tama tidak menyamakan dengan hak atas milik, melainkan hak atas kebebasan dengan segala
9
implikasinya (hak mengikuti hati nurani, kebebasan agama, hak mempunyai pendapat sendiri,
hak berkumpul, dan sebagainya). Hak-hak seperti itu paling dekat dengan martabat manusia.
Contoh : Bidang ilmu pengetahuan tidak akan berkembang baik kalau seluruhnya diatur oleh
negara. F. de Watcher melihat hasil positif dari hak-hak manusia bahwa semua taraf
sosialisasi dalam masyarakat bisa berkembang sendiri-sendiri, tanpa merintangi satu sama
lain (bidang ilmu pengetahuan, agama, kesenian, ekonomi, politik, dan lain-lain). Hak-hak
manusia tidak mengganggu masyarakat untuk berfungsi dengan baik, justru memperlancar
komunikasi dan kebersamaan sosial.
Banyak perdebatan di seluruh belahan dunia ini mengenai siapa yang dibenarkan
memiliki hak. Ada yang berpendapat bahwa semua makhluk bumi sah memiliki hak, seperti
hewan, bayi yang masih dalam kandungan, bahkan generasi mendatang yang bahkan belum
lahir.namun banyak juga yang tidak setuju dengan hal tersebut. Perdebatan tentang hak
10
manusia mana yang harus lebih ditinggikan daripada manusia yang lain juga sering
diperdebatkan. Seperti baru baru ini, tragedi Kanjuruhan menimbulkan perdebatan tentang
hak. Masyarakat menuntut hak dari pemerintah terhadap tindakan kejam yang dilakukan
polisi kepada mereka. Namun di sisi lain timbul juga penuntutan hak bagi polisi karena
mereka juga harus menertibkan kerusuhan para suporter yang terlalu berlebihan, yang dapat
memicu kerusakan karena perbuatan anarki yang mereka lakukan.
Namun walaupun begitu, mau kita menyetujui atau menolak hak hak mereka, para
manusia yang belum “ada” dan hewan hewan di seluruh dunia. Bukan berarti kita berlepas
dari kewajiban kita terhadap mereka, di balik hak selalu ada kewajiban yang pasti. Contoh
nya seperti dokter yang tetap berkewajiban menjaga privasi pasien nya setelah pasien nya
wafat, mayat memang sudah tidak memiliki hak, namun melindungi privasi nya merupakan
kewajiban yang ditanggung oleh seorang dokter.
Contoh lainya adalah seperti kewajiban seorang ibu untuk menjaga dirinya agar tetap
sehat untuk melindungi anak yang dikandung nya. Janin bukanlah subyek hak, namun
kewajiban seorang ibu secara moral adalah wajib untuk melindungi anaknya dari penyakit
yang dapat timbul dari gaya hidup ibu yang mengandung.
Dengan begitu, hak adalah hal yang pantas diklaim seluruh manusia yang berakal.
Karena hak melindungi mereka antar sesama dan juga membantu mereka antar sesama.
11
BAB II
Kewajiban adalah tindakan yang sungguh-sungguh atau suatu hal yang dimiliki
manusia untuk menanggung apa yang ia lakukan atau yang ia perbuat dengan penuh rasa
tanggungjawab dan siap dengan konsekuensi yang ada. Ada filsuf yang berpendapat bahwa
selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban yang disebut dengan teori
korelasi. Teori ini dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut mereka, setiap kewajiban
seseorang pasti berkaitan dengan hak orang lain, begitupun sebaliknya. Bahkan mereka
menganggap hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut
“hak”.
2.2. Hubungan Antara Hak dan Kewajiban (dalam Sudut Pandang Kewajiban)
Dilihat dari sudut pandang kewajiban, tidak selalu kewajiban satu orang sepadan
dengan hak orang lain. Bahkan dalam konteks kewajiban legal pun, kewajiban yang
didasarkan pada suatu peraturan resmi tidak selalu ada hak yang sesuai dengannya. Misalnya,
pengemudi mobil wajib berhenti, bila lampu lalu lintas merah menyala, tapi tidak bisa
dikatakan bahwa orang lain berhak agar pengemudi tertentu berhenti. Berbicara tentang hak
di sini rasanya agak janggal. Meski dibidang legal pun, dimana korelasi antara hak dan
kewajiban umumnya sangat erat dan tidak selalu ada korelasi, apalagi di bidang moral. Sering
kali ada kewajiban moral tanpa ada hak yang sepadan dengannya. Setiap orang memiliki
kewajiban moral untuk bersikap murah hati, umpamanya jika seseorang kebetulan kaya raya,
12
ia tidak menyatakan sikap etis yang benar, kalau ia tidak bersedia membagi kelebihannya
dengan orang yang membutuhkan.
Hal itu adalah kewajibannya. Tapi itu tidak berarti bahwa orang tertentu berhak untuk
dibantu oleh orang kaya itu. Di sini filsuf Inggris abad ke-19, John Stuart Mill (1806-1873),
mengemukakan perbedaan yang pantas diperhatikan, ia membedakan antara duties of perfect
obligation dan duties of imperfect obligation: "kewajiban sempurna" dan "kewajiban tidak
sempurna". Kewajiban sempurna selalu terkait dengan hak orang lain, sedangkan kewajiban
tidak sempurna tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna didasarkan atas
keadilan, orang mempunyai kewajiban ini jika orang lain boleh menuntut agar sesuatu
diberikan kepadanya atau dilakukan baginya. Hal itu paling jelas dalam kasus hak-hak
khusus, jika seandainya saya meminjam uang dari seorang teman dan saya berjanji akan
mengembalikannya pada akhir bulan, maka saya mempunyai kewajiban terhadapnya dan
teman saya mempunyai hak supaya uangnya diberikan kepadanya pada waktu yang
disepakati itu. Kewajiban tidak sempurna tidak didasarkan atas keadilan, tapi mempunyai
alasan moral lain, misalnya, berbuat baik atau kemurahan hati. Pengemis tertentu tidak
berhak atas bantuan saya, meskipun saya berkewajiban untuk berbuat baik. John Stuart Mill
dengan demikian mengemukakan pembedaan yang menarik, tapi ia terlalu optimistis dengan
pendapatnya bahwa pembedaan ini selalu bisa diterapkan. Pada kenyataannya tidak selalu
mungkin membedakan dengan tajam antara kewajiban sempurna dengan kewajiban tidak
sempurna.
2.3. Hubungan Antara Hak dan Kewajiban (dalam Sudut Pandang Hak)
Jika kita mendekati masalah hubungan hak dan kewajiban dari sudut pandang hak,
maka harus dikatakan juga bahwa korelasi hak dengan kewajiban paling jelas dalam kasus
hak-hak khusus. Setiap kali kita mempunyai hak terhadap seseorang maka orang itu
mempunyai kewajiban terhadap kita. Di luar kasus hak-hak khusus ini sering juga ada
hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, tapi tidak selalu ada.
Hak-hak negatif hampir selalu sesuai dengan kewajiban pada orang lain untuk tidak
mengganggu atau campur tangan bila kita menjalankan hak-hak kita. Kalau kita memandang
hak-hak positif selain hak-hak khusus yang Tentu juga termasuk kelompok ini maka
situasinya lebih rumit. Kesulitan ini menyangkut terutama hak yang disebut sosial, yaitu hak
atas pekerjaan, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Jika setiap orang mempunyai
13
hak atas pekerjaan, itu tidak berarti bahwa kita sebagai pengusaha mempunyai kewajiban
memberikan pekerjaan kepada orang yang tertentu. apalagi, lowongan kerja yang mungkin
ada dalam perusahaan yang kita Pimpin, hanya dapat kita berikan kepada satu orang saja dan
bukan kepada semua orang yang berhak atas pekerjaan. Dari kenyataan ini beberapa filsuf
menarik kesimpulan bahwa hak-hak sosial seperti ini hanya memutuskan cita-cita atau ideal
yang berlaku dalam masyarakat dan tidak merupakan hak dalam arti yang sesungguhnya. Dan
memang benar, hak-hak ini tidak sesuai dengan kewajiban orang tertentu. Namun, tidak bisa
dikatakan juga bahwa tidak ada kewajiban apapun yang sesuai dengan hak-hak sosial. Hak-
hak ini sesuai dengan kewajiban masyarakat atau lebih konkret kewajiban negara untuk
mengatur kehidupan sosial sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat memperoleh apa
yang menjadi haknya. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menciptakan tatanan sosial di
mana hak-hak sosial para warga negara dapat dipenuhi.
Hak-hak sosial adalah ekuivalen dengan keadilan sosial. Masalah ini dapat
diilustrasikan lagi dengan contoh yang khusus menyangkut situasi kita di Indonesia dalam
undang-undang Dasar 1945 Dapat dibaca: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara
oleh negara" (pasal 34). Dalam penjelasannya malah ditandaskan: "Telah Cukup jelas"
Apakah orang miskin dan anak seperti yatim piatu dengan itu tidak diberi hak? tentu mereka
diberi hak, tapi bukan dalam arti bahwa hak itu memenuhi harapan setiap orang miskin atau
yatim piatu yang minta bantuan kepadanya. Namun demikian, pun dalam hal ini orang miskin
tidak bisa menuntut haknya, ada kewajiban berat dari pemerintah untuk memberi perhatian
khusus kepada masalah kaum miskin dan anak terlantar di tanah air kita. Hak yang akan
dirumuskan dalam UUD kita menjadi omongan hampa belaka, Jika pemerintah tidak
berusaha keras untuk memperbaiki nasib mereka.
Pengertian “hak” selalu mengandung hubungan dengan orang lain, entah orang yang
tertentu entah masyarakat luas pada umumnya. Mustahillah berbicara tentang yang saya
punya terhadap diri saya sendiri. Tinggal pertanyaan apakah saya mempunyai kewajiban
terhadap diri saya sendiri. Ada cukup banyak filsafat yang menganggap cara berbicara ini pun
mustahil saja. Menurut mereka, dalam kewajiban juga selalu terlibat dua pihak. Tapi kami
tidak menolak kemungkinan adanya kewajiban terhadap diri kita sendiri. Kita wajib untuk
mempertahankan kehidupan kita, umpamanya, atau memperkembangkan bakat kita. Orang
14
yang membunuh diri, melanggar kewajiban terhadap dirinya sendiri. Demikian juga orang
yang menyia-nyiakan bakat yang dimilikinya, karena lebih suka hidup bermalas-malas.
Di sini patut ditambah lagi dua catatan. Yang pertama ialah bahwa kewajiban
terhadap diri sendiri kita tidak boleh dimengerti sebagai kewajiban semata-mata terhadap diri
kita sendiri. Di sini pula berlaku ungkapan Inggis no man is an island. Kita sebagai individu
dengan banyak cara terjalin dengan orang lain. Kewajiban yang kita miliki terhadap diri kita
sendiri tidak terlepas dari hubungan kita dengan orang lain itu. Saya mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan kehidupan saya, memang, tapi kewajiban itu tidak terlepas dari
tanggung jawab saya terhadap keluarga, teman-teman, serta lingkungan di mana saya hidup
dan bekerja. Orang yang membunuh diri tidak saja melanggar kewajiban terhadap dirinya
sendiri, tapi juga terhadap orang tua, sanak saudara, dan tanah airnya.
Catatan kedua adalah bahwa para filsuf yang meminta kewajiban terhadap diri kita
sendiri sebagai kemungkinan, kerap kali secara implisit mengandaikan suatu dimensi religius.
Mereka mengandalkan begitu saja bahwa Tuhan telah menciptakan kita dan dengan demikian
memberikan kewajiban kepada kita. Kalau begitu, yang mereka sebut kewajiban terhadap
dirinya sendiri sebenarnya dimengerti sebeagai kewajiban terhadap Tuhan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hak merupakan bagian penting dari etika. Tetapi teori tentang hak tidak boleh
disamakan dengan seluruh etika karena akan menutup pandangan bagi tema-tema etika yang
lain yang tidak kalah penting dan membuat makna dari etika sangat sempit. Orang yang
menghormati hak-hak sesama manusia dan tidak pernah melanggar hak-hak itu belum tentu
ia merupakan orang yang baik secara moral karena menghormati hak-hak orang lain adalah
sebuah tuntutan. Mutu moral seseorang akan hancur berantakan, kalan tuntutan tersebut tidak
terpenuhi. Jika kita menyamakan etika dengan teori hak begitu saja, kita mematoki etika
sampai suatu tahap minimalistis. Etika yang sebenarnya jauh lebih luas. Orang yang sungguh-
sungguh baik secara etis tidak akan membatasi diri pada pengakuan hak saja.
3.2 Saran
Melalui Makalah Kode Etik Psikologi ini kami memahami banyaknya kesalahan dan
kekeliuran dalam mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami meminta saran untuk
membangun kesempurnaan makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
17