4C - Kelompok 9 - Kasus Gerd - Pengkajian Dengan Menggunakan 4 Aspek - Revisi
4C - Kelompok 9 - Kasus Gerd - Pengkajian Dengan Menggunakan 4 Aspek - Revisi
4C - Kelompok 9 - Kasus Gerd - Pengkajian Dengan Menggunakan 4 Aspek - Revisi
Disusun Oleh : 4C
Kelompok 9
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan Makalah “Kasus Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)” tepat pada
waktunya.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Keberhasilan kami dalam
menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami
menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
JUDUL/COVER
KATA PENGANTAR …i
DAFTAR ISI .ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Epidemiologi 2
3. Tujuan Penulisan 3
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
mengeluh mual, 8 pasien mengeluhkan muntah (14,0%), 3 pasien mengeluhkan perut
terasa kembung (5,3%), dan 4 pasien tidak memiliki kejelasan keluhan utama
(7,0%).
Masalah kesehatan dengan gangguan pencernaan GERD atau Gastro
Esophagel Reflux Disease merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum
kedalam esophagus. Hal ini adalah normal, baik pada orang dewasa dan anakanak,
refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter esophagus tidak kompeten, stenosis,
pilorik, atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai
penambahan usia (Mutaqqin & Sari 2013).
Gejala yang terjadi pada penderita GERD yaitu gejala seperti Heartburn
yaitu rasa terbakar di dada yang kadang disertai nyeri ulu hati yang menjalar ke dada
Pasien biasanya tidak tepat menunjukkan area nyeri, tetapi dengan telapak tangan
mengarahkan rasa nyeri pertama muncul pada area substernal (diproyeksikan sekitar
dada) rasa nyeri meradiasi atau menyebar pada seluruh dada. (Muttaqin & Sari,2013)
Selain itu gejala-gejala lain seperti rasa asam dan pahit di lidah, nyeri bagian
epigastrium, disfagia, dan odinofagia, pasien juga dapat mengalami gejala-gejala
lain seperti, kembung, mual, nyeri menelan, mudah kenyang dan merasakan nyeri
pada bagian ulu hati, dengan gejala refluks atau tanpa gejala refluks yang tipikal.
Selain gejala tersebut pada beberapa kasus dapat pula datang dengan gejala
tidak tipikal yang tidak berasal dari saluran cerna, tetapi juga dari saluran
pernafasan, seperti laryngitis kronik, bronkitis, dan juga asma bronkial. Penampilan
yang tidak tipikal ini diakui merupakan salah satu keluhan utama dari pasien GERD
Asia, di mana keluhan nyeri dada non kardiak merupakan manifestasi umum. (Syam,
dkk 2013)
Nyeri dada non kardiak didefinisikan sebagai nyeri dada berulang yang
hampir sama dari nyeri jantung iskemik. Namun meskipun nyeri dada non kardiak
sifatnya kronis, nyeri dada non kardiak tidak berdampak pada kematian pasien.
Penyebab utama dari nyeri dada non kardiak yaitu Gastro Eshopageal Reflux,
Dismolitas Esophagus, dan Hipersensivitas esophagus. Penyakit Gastro Esophageal
Refluks Disease adalah penyebab yang paling umum untuk nyeri dada non kardiak.
(Fass & Acem 2011)
1.2 EPIDEMIOLOGI
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat.
Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn
2
(rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di
Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil
pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan
dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya
kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam
komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001). Prevalensi PRG
bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di Negara Barat.
Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8%
(2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di
Indonesi, RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam
kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa
pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia
Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.
Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang begitu jelas,
kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux
disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi
faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering
terjadi pada laki-laki. Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum
gangguan yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang
terkait, esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma
esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini,
GERD juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan
oleh epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.
1.3 TUJUAN
TUJUAN UMUM
Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan dokumentasi asuhan
keperawatan pada kasus Gastroesophageal Refluks Diases (GERD).
TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu menerapkan dokumentasi keperawatan pada kasus
Gastroesophageal refluks diases (GERD).
2. Mahasiswa dapat mengetahui 4 aspek pengkajian keperawatan GERD
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis pada kasus Gastroesophageal
refluks diases (GERD).
3
4. Mahasiswa mampu memberikan pengobatan GERD
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer,
isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan
keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah
esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung,
seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).
4
Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi
lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi pada
posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
5
2. Tenggorakan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
terdiri dari 3 bagian sebagai berikut.
a. Bagian superior
Bagian ini disebut dengan nasofaring. Pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga.
b. Bagian media
Bagian ini merupakan bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian
media disebut dengan orofaring.Bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah.
c. Bagian inferior
Bagian ini merupakan bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
inferior disebut dengan laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat
kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus. Pada
bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos,
pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada
ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
6
4. Lambung
7
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum.Usus dua belas jari memiliki pH yang normal
berkisar sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan
ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal
dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”. Pada orang dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, di mana 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua
belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
8
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia) illeum memiliki panjang sekitar 2-4
meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6. Usus Besar (Colon)
Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki
tambahan usus yang berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari
tiga bagian yaitu bagian naik (ascending), mendatar (tranverse), dan
menurun (descending). Pada usus besar tidak terjadi pencernaan. Semua sisa
makanan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E. coli dan diperoleh
vitamin K. Di bagian akhir usus besar terdapat rektum yang bermuara ke
anus untuk membuang sisa makanan. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Umbai cacing atau apendiks adalah
organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis
atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Pada orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda, bisa di retrocaecal atau di
9
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang
percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
7. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
3. Fisiologi
Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan
kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung
distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian
tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal,
hanya sel-sel otot lurik.
10
Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang
fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan
gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini.
Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi
mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia,
korpus, fundus, dan pylorus.
4. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
Ketahanan epitel esofagus menurun
Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam
empedu, HCL
Kelainan pada lambung
Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009)
11
Muntah
Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar
ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
Suara parau
Ludah berlebihan (water brash)
Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejalagejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
Anak Dewasa
Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati
(heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive) Muntah berulang
12
Rewel terus menerus Kesulitan menelan (disfagia)
Tersedak/apnea (henti napas sesaat) Batuk kronik/mengi
berulang
Posisi opistotonus Suara serak
6. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.
GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi
ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi
atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat
asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,
tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan masuk
ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup
kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen,
menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan
demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan
tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup
lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk
kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah
esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter.
Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat
secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar,
kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong
sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara
13
esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga
dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel
penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada
di lambung. (Corwin, 2009: 600)
7. Pathway
GERD
r Rasa Terbakar
Ketidakseimbangan gangguan menelan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Nyeri Akut
14
8. Genogram
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Klien
: Tinggal serumah
15
9. Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini
disebut nonerosive reflux disease (NERD).
Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah
4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu
kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam
pada pasienpasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan
rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl
tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang
negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
Manometri esofagus : mengukur tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup
yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi
endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi
esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki
kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
16
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi
yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini
bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum
tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta
mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga
secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi konsumsi lemak serta
mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan
distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta
menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan
menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik,
teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone.
Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat
ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran
cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti
bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik
untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan
step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang
tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau
golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam
yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI).
Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik
atau bahkan antacid.
17
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval Statement
(1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah
disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down. Pada umumnya studi pengobatan
memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu.
Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance
therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian
obatobatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan
sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya).
Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi
gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan
dalam terapi medikamentosa GERD:
1. Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah
rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.
2. Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
3. Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
18
4. Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan
dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5. Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES
serta mempercepat pengosongan lambung.
6. Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
7. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup
aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
8. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat
ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam
menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada
esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan golongan
antagonis reseptor H2. Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8
minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
19
Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan,
tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan apapun.
Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
Terapi endoskopi
12. Perencanaan
a) Penyusunan Prioritas
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien tampak nyeri, klien memegangi bagian
yang nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
20
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi persarafan
yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks disease ditandai
dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi nadi meningkat.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan
BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan
kemampuan untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring
ditandai dengan suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.
b) Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien mengatakan skala nyeri (1- 10), klien
memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan klien
melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang dengan kriteria hasil:
Nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau dapat
dikontrol
Klien tampak rileks.
TTV dalam rentang normal (RR pada orang dewasa =12-20 x/menit, nadi
60-100 x/menit, suhu 36-37 derajat celcius, tekanan darah pada orang
dewasa 100-120/70 mmHg
Klien tampak tidak meringis kesakitan
Intervensi:
21
b) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
22
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan
gangguan menelan dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
Tidak teramati adanya kesulitan saat menelan.
Tidak terjadi statis makanan di rongga mulut klien.
Klien tidak tersedak setelah makan/minum.
Intervensi:
a. Kaji apakah individu cukup sadar dan responsif, dapat mengontrol
mulut, dapat batuk refleks/muntah, posisi klien sudah nyaman, dan
dapat menelan salivanya sendiri.
23
Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan. Pernapasan cuping hidung tidak
ada
Intervensi:
a. Identifikasi faktor penyebab sesak napas
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat mengambil
tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Kolaboratif:
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2.
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis.
Rasional: Untuk mengatasi bronkospasme dan mengefektifkan
pernapasan.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu
makan, asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan,
penurunan BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka
tubuh.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
kriteria hasil:
24
Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat badan ideal
untuk tinggi dan kerangka tubuh
Tidak adanya mual-muntah.
Tidak adanya penurunan nafsu makan
Intervensi:
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa
makanan dan menimbulkan mual.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi
perasaan tegang pada lambung.
Rasional: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi
beban saluran pencernaan.
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang
disajikan pada saat individu ingin makan.
Rasional: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.
Rasional: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah
berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum
mendapatkan nutrient.
Kolaborasi
Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian
yang realistis dan adekuat.
Rasional: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi
sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan
kemampuan untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring
ditandai dengan suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama…x24 jam, diharapkan gangguan komunikasi
klien berkurang.
Kriteria hasil:
Pasien mampu memahami problem komunikasi
Klien dapat menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
25
Klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi:
a. Sediakan metode komunikasi alternatif
Rasional: Metode alternatif dapat membantu klien dalam
mengkomunikasikan kebutuhan dasarnya
b. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi kebisingan.
Rasional: Lingkungan yang tenang membantu dalam meningkatan
komunikasi klien
c. Dengarkan dengan cermat, berbicara dengan pelan dan minta klien
mengulangi kata-kata yang tidak jelas diucapkan
Rasional: Meningkatkan pemahaman dalam proses komunikasi.
13. EVALUASI
1. Klien melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang, klien
mengatakan nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau
dapat dikontrol, klien tampak rileks, TTV dalam rentang normal normal
(RR 12-20 x/menit, nadi 60-100 x/menit, suhu 36-37 derajat celcius,
tekanan darah pada orang dewasa 100-120/70 mmHg, klien tampak tidak
meringis kesakitan.
2. Aspirasi tidak terjadi, klien tidak mengalami aspirasi.
3. Gangguan menelan dapat teratasi, tidak teramati adanya kesulitan saat
menelan, tidak terjadi statis makanan di rongga mulut klien, klien tidak
tersedak setelah makan/minum.
4. Ketidakefektifan pola napas teratasi, Irama, frekuensi dan kedalaman
pernafasan dalam batas normal, RR dalam rentang normal (RR pada
orang dewasa 12-20x/menit, pada pemeriksaan sinar X dada tidak
ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi napas vaskuler, ronchi tidak
ada, wheezing tidak ada, tidak ada sesak napas, Frekuensi nadi dalam
rentang normal (60-100x/menit, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan,
pernapasan cuping hidung tidak ada.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak
terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat badan ideal untuk
tinggi dan kerangka tubuh, tidak adanya mual-muntah, tidak adanya
penurunan nafsu makan.
26
6. Gangguan komunikasi klien berkurang, pasien mampu memahami
problem komunikasi, klien dapat menentukan metode komunikasi untuk
berekspresi, klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat.
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
Seorang laki laki bernama Tn. A usia 45 tahun, beragama islam, pekerjaan
wiraswasta, suku jawa, status kawin masuk RS 8 April 2021. Data saat pengkajian
diperoleh, pasien mengatakan nyeri dada dan ulu hati sebelah kanan sudah 3 hari tak
kunjung sembuh, nyeri seperti terbakar dengan skala nyeri 7 (Skala 1-10) dan napas
terasa sesak. Pasien mengatakan nyeri pada saat banyak gerak dan sering hilang timbul.
Pasien tampak meringis kesakitan. Riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan ini
merupakan pengalaman pertama kali di rawat di Rumah Sakit, sebelumnya apabila sakit,
pasien hanya berobat ke puskesmas atau minum obat dari dokter. Pada saat dilakukan
pengkajian didapatkan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan, dimana
keluarga selalu memperhatikan masalah kesehatan dan apabila terdapat anggota keluarga
yang sakit segera memeriksanya ke dokter.
Sebelum sakit pasien melakukan aktivitas seperti biasa. Pola nutrisi pasien
mengatakan bahwa sebelum sakit makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, dan lauk
pauk. Pasien juga mengatakan sebelum sakit pasien sering meminum kopi dan merokok.
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada jenis makanan. Selama sakit, pasien
mengatakan mual, muntah sebanyak ±2x, pasien hanya menghabiskan makan 3-4 sendok
makan, pasien mengatakan tidak nafsu makan, sulit menelan, perut mual dan tidak mau
makan makanan selingan dan diit rumah sakit, pasien hanya sering minum air putih
sebanyak 2 liter dalam sehari sebelum sakit BB pasien 68 kg, saat sakit BB pasien 65 kg.
Sebelum sakit pasien BAK 6-7x/hari, warna kuning, bau khas dan tidak ada keluhan
BAK. Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi lunak, bau khas, dan pasien
dibantu oleh keluarga. Pada pemeriksaan fisik, pada pasien didapatkan data-data berupa
keadaan umum pasien lemah, pasien tampak pucat, dan tampak memegangi area nyeri,
tingkat kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital pada pasien didapat Tekanan Darah
125/70 mmHg, Nadi 82x/menit, Suhu 36°C, Respirasi 26x/menit. Pada pemeriksaan dada
didapatkan hasil 1). Inspeksi: perkembangan dada kanan dan kiri simetris 2). Palpasi:
fokal fremitus raba kanan dan kiri sama, tidak terdapat lesi dan benjolan 3). Perkusi:
Terdengar bunyi sonor, terdengar bunyi tambahan wheezing 4). Auskultasi: bunyi
jantung I dan II murni vesikuler. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan 1). Inspeksi:
dinding perut cekung dari dada, tidak ada lesi 2). Auskultasi: terdengar bising usus
28
hiperaktif 3). Perkusi: terdengar suara timpani 4). Palpasi: terdapat nyeri tekan pada
bagian ulu hati.
Pola keamanan dan kenyamanan, sebelum sakit pasien mengatakan nyaman saat
tidur dan saat beraktivitas, selama sakit pasien mengatakan nyeri, nafas sesak dan badan
terasa lemas. Personal hygiene, pasien mengatakan sebelum sakit mandi 3x sehari,
menggosok gigi setiap kali mandi dan membersihkan rambut 2 hari sekali. Pola istirahat
tidur, sebelum sakit pasien biasa tidur 6-8 jam pada malam hari, selama sakit pasien
mengatakan tidur 4-6 jam pada malam hari. Kadang-kadang tidak bisa tidur karena nyeri
dada dan ulu hati yang dirasa serta terbangun karena lingkungan sekitar yang berisik.
Pola aktivitas latihan, sebelum sakit pasien mengatakan melakukan semua aktivitasnya
secara mandiri, selama sakit aktivitas pasien dibantu oleh istri dan perawat karena pasien
merasa badannya lemas, pasien tampak sedih karena penyakit yang dialaminya sekarang,
karena tidak bisa mencari uang untuk anak istri selama sakit.
Pola hubungan peran, pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga dan
masyarakat dikarenakan keluarga yang menunggu selalu bergantian dan banyak pula
tetangga yang menjenguk pasien. Pasien mengatakan jika punya masalah selalu
menceritakan pada keluarganya.
Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan bahwa pasien beragama islam,
sebelum sakit pasien selalu menjalankan solat, tetapi selama sakit pasen hanya mampu
berdoa demi kesembuhannya. Pasien tidak melakukan ibadah seperti biasa di rumah
karena terpasang infus. Pasien haya bisa berdoa tanpa melakukan hal terbaik dalam
ibadahnya.
I. Biodata Pasien
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMA
Suku : Suku Jawa
29
Pekerjaan : Wiraswasta
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri dan lain-
lain):
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Soepardjo Roestam, Dusun II, desa Prigantil Sokaraja Kulon,
Kec. Sokaraja, rt 01 / 10, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
30
III. Dokumentasi Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 8 April 2021
A. Aspek Biologis
31
bau khas, dan pasien dibantu oleh keluarga
6. Tempat tinggal : -
7. Istirahat
Selama sakit pasien tidur 4-6 jam pada malam hari. Kadang
kadang tidak bisa tidur karena nyeri dada dan ulu hati yang
dirasa dan lingkungan sekitar yang berisik. Pasien tampak
sering terbangun dari tidurnya
8. Seksualitas
Pasien berjenis kelamin laki laki, sudah menikah, dan
memiliki 2 orang anak
9. Aktivitas dan latihan
Saat sakit aktivitas pasien dibantu keluarganya terutama istri
32
Pasien mengatakan nyeri ulu hati sebelah kanan,
nyeri seperti terbakar dan sering hilang timbul
dengan skala nyeri 7 (skala 1-10)
Hospitalisasi : perasaan saat dilakukan hospitalisasi
Pasien mengatakan ini merupakan pengalaman
pertama kali dirawat di rumah sakit, sebelumnya
apabila sakit pasien hanya berobat ke puskesmas
atau minum obat dari dokter
Support system : dukungan keluarga
Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan semua
aktivitasnya secara mandiri
Pasien mengatakan jika pasien punya masalah selalu
menceritakan dengan keluarga
Data Perhatikan bagaimana Nyeri : apakah pasien menunjukan
Obyektif ekspresi kesakitan, atau memegang bagian tubuhnya yang sakit
Pasien terlihat memegangi area nyeri
Pasien tampak meringis menahan nyeri
Apakah pasien Nampak sedih
Pasien tampak sedih
Apakah ada keluarga yang menemani pasien, membantu pasien
atau menjenguk
Selama sakit aktivitas pasien terlihat dibantu oleh
istri dan perawat
Terlihat keluarga yang menunggu selalu bergantian
Tampak banyak tetangga yang menjenguk pasien
D. Aspek Sosial
33
Data Perhatikan bagaimana :
Obyektif
Hubungan pasien dengan keluarganya, dengan teman yang
bersebalahan dirawat (pada pasien diruang ranap kelas 3)
E. Aspek Spiritual
F (Faith / Beliefs) :
DS :
Pasien mengatakan bahwa pasien beragama islam.
Sebelum sakit, pasien mengatakan selalu menjalankan sholat, namun
selama sakit hanya mampu berdoa untuk kesembuhannya.
Pasien mempercayai bahwa adanya Tuhan yang dapat menyembuhkan
sakitnya.
DO :
Pasien tampak kesulitan ketika akan beribadah karena terhalang oleh infus.
Pasien terlihat berdzikir dan berdoa setiap waktu.
34
C (Community):
DS :
Pasien mengatakan selalu mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti
pengajian.
Pasien mengatakan selalu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama
istri.
DO :
Pasien tampak menonton pengajian di televisi.
Pasien tampak dijenguk oleh keluarga dan masyarakat dekat tempat
tinggalnya.
A (Addres):
DS :
Pasien memilih rumah sakit islam agar mendapatkan pelayanan spiritual
dari tenaga kesehatan.
Pasien merasa sedih karena tidak dapat berjamaah di mushola.
DO :
Pasien tampak merasa senang karena telah mendapat pelayanan kesehatan
spiritual dari tenaga kesehatan.
35
TTV didapatkan
TD : 125/70 mmHg
N : 82x/menit
Suhu : 36°C
RR : 26x/menit
DS : Asupan diet kurang Ketidakseimbangan nutrisi:
Pasien mengatakan kurang dari kebutuhan
mual, muntah tubuh
sebanyak ±2x
Pasien mengatakan
tidak nafsu makan,
perut terasa mual
dan tidak mau
makan makanan
selingan dan diit
rumah sakit
Pasien mengatakan
hanya
menghabiskan
makan 3-4 sendok
makan
Pasien mengalami
penurunan berat
badan, sebelum sakit
BB pasien 68 kg,
saat sakit BB pasien
65 kg
DO :
Kongjungtiva
tampak anemis
Keadaan umum
pasien tampak
lemah
Pasien tampak pucat
36
DS : Agen cidera biologis Nyeri akut
P : Pasien mengatakan nyeri
saat banyak gerak
Q : Nyeri seperti terbakar
R : Nyeri dibagian dada
kanan dan ulu hati
S : Skala nyeri 7 (Skala 1-
10)
T : Nyeri hilang timbul
DO :
Pasien tampak
memegangi area
nyeri
Pasien tampak
meringis menahan
nyeri
37
DS: Kondisi penyakit kronis Distres spiritual
Pasien mengatakan
bahwa ia tidak
mampu melakukan
ibadah karena
terhambat
pemasangan infus
Pasien merasa tidak
berdaya
Pasien merasa takut
jika penyakitnya
tidak bisa
disembuhkan
DO:
Pasien tidak
melakukan ibadah
seperti biasa, karena
terhambat oleh
pemasangan infus
Pasien tampak tidak
berdaya
Pasien tampak
murung
38
V. Perencanaan
39
DX 2 Tujuan / Kriteria Hasil / Indikator Rencana Tindakan (NIC) Rasional
(NOC)
Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi O:
nutrisi : kurang dari Definisi : Menyediakan dan Untuk
Definisi : Sejauh mana nutrisi dicerna
kebutuhan tubuh meningkatkan asupan nutrisi mengetahui
dan diserap untuk memenuhi
berhubungan dengan yang seimbang jumlah kalori
kebutuhan metabolik
asupan diet kurang O: yang
Setelah dilakukan tindakan
DS : Monitor jumlah kalori dibutuhkan
keperawatan 2x24 jam, diharapkan
Pasien mengatakan yang dibutuhkan pasien
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
mual, muntah Monitor asupan Untuk
sebanyak ±2x Kriteria hasil : makanan mengkaji zat
Pasien mengatakan Indikator Awal Target Monitor berat badan gizi yang
tidak nafsu makan, Asupan gizi 3 5 dikonsumsi
perut terasa mual N: pasien
Asupan 2 5
dan tidak mau Instruksikan pasien Untuk
makanan
makan makanan mengenai kebutuhan mengetahui
Rasio berat 3 5
selingan dan diit nutrisi berat badan
badan/tinggi
rumah sakit Tentukan status gizi pasien
badan
Pasien mengatakan pasien dan N:
hanya Keterangan: Untuk
kemampuan pasien
menghabiskan 1: Sangat menyimpang dari rentang untuk memenuhi mengetahui
makan 3-4 sendok normal kebutuhan gizi kecukupan
makan 2: banyak menyimpang dari rentang E: nutrisi pasien
Pasien mengalami normal Ajarkan diet yang Untuk
penurunan berat diprogramkan menentukan
3: cukup menyimpang dari rentang
badan, sebelum status gizi
normal
sakit BB pasien 68 C: pasien dan
4: sedikit menyimpang dari rentang
kg, saat sakit BB Beri obat obatan memenuhi
normal
pasien 65 kg sebelum makan status gizi
DO : 5: Tidak menyimpang dari rentang E:
(penghilang rasa sakit,
Kongjungtiva normal
amtiemetik) Agar pasien
tampak anemis Berkolaborasi dengan patuh
40
Keadaan umum ahli gizi untuk terhadap diet
pasien tampak menentukan jumlah yang
lemah kalori dan jenis nutrien diprogramka
Pasien tampak yang dibutuhkan, jika n
pucat perlu C:
Untuk
memberikan
rasa nyaman
pasien
Untuk
mengetahui
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
pasien
41
Keterangan: menggunakan alat kualitas, intensitas
DO : Indikator Awal Target pengukur yang valid serta apa yang
Pasien tampak Nyeri yang 2 5 dan reliable sesuai usia mengurangi nyeri
memegangi area dilaporkan dan kemampuan dan faktor yang
nyeri berkomunikasi memicu
Mengerinyit 3 5
Pasien tampak E:
meringis menahan N: Agar pasien
nyeri Ekspresi nyeri 2 5 Kajian nyeri mengetahui
42
nyeri
43
Distress spiritual b.d Status Spiritual Dukungan Spiritual O:
Kondisi penyakit kronis Definisi: Definisi: Untuk
DS: Keyakinan atau sistem nilai berupa Memfasilitasi peningkatan mengetahui
Pasien mengatakan kemampuan merasakan makna dan perasaan seimbang dan tingkat
bahwa ia tidak tujuan melalui hubungan, diri, orang terhubung dengan kekuatan kekhawatiran
mampu melakukan lain, lingkungan atau Tuhan yang lebih besar , kesepian,
ibadah karena Setelah dilakukan tindakan O: dan
terhambat keperawatan 2x24 jam, diharapkan Identifikasi perasaan ketidakberda
pemasangan infus keyakinan pasien membaik , dengan khawatir, kesepian, yaan
Pasien merasa tidak kriteria hasil: dan ketidakberdayaan Untuk
berdaya Identifikasi pandangan mengetahui
Pasien merasa takut Indikator Awal Target tentang hubungan pandangan
jika penyakitnya Perilaku 2 5 antara spiritual dan pasien
tidak bisa marah pada kesehatan tentang
disembuhkan tuhan Identifikasi harapan hubungan
DO: Perasaan 2 5 dan kekuatan pasien antara
Pasien tidak takut N: spiritual dan
melakukan ibadah Kemampuan 3 5 Sediakan privasi dan kesehatan
seperti biasa, ibadah waktu tenang untuk Untuk
karena terhambat Keterangan: aktivitas spiritual mengetahui
oleh pemasangan 1: Memburuk Fasilitasi melakukan harapan dan
infus 2: Cukup memburuk kegiatan ibadah kekuatan
Pasien tampak 3: Sedang E: pasien
tidak berdaya 4: Cukup membaik Ajarkan metode N:
Pasien tampak 5: Membaik relaksasi, meditasi, Menyediaka
murung dan imajinasi n waktu dan
terbimbing ruangan
C: sendiri agar
Atur kunjungan pasien
dengan rohaniawan merasa
(mis.Ustadz) nyaman
Agar pasien
mendapatkan
fasilitas
untuk
44
melakukan
ibadah
E:
Agar pasien
merasa lebih
tenang
dengan
terapi non
farmakologis
C:
Agar pasien
mendapatkan
dukungan
spiritual dari
rohaniawan
(Mis Ustad)
VI. Implementasi
45
Mengajarkan kepada pasien dan TTV didapatkan
keluarga Teknik relaksasi napas TD : 125/70 mmHg
dalam N : 82x/menit
C: Suhu : 36°C
Berkolaborasi dengan tenaga RR : 26x/menit
kesehatan lain dengan Pasien tampak sedikit
memberikan pengobatan aerosol nyaman ketika diajarkan
sebagaimana mestinya teknik relaksasi napas
dalam
C:
Melakukan kolaborasi dengan
memberikan obat obatan sebelum
makan (penghilang rasa sakit,
amtiemetik)
Melakukan kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien
46
yang dibutuhkan, jika perlu
E:
Menyediakan informasi akurat
pada keluarga dan pasien
mengenai pengalaman nyeri
pasien
Mengeksplorasi pengetahuan
pasien terkait nyeri
C:
Memberi terapi analgesik sesuai
indikasi
Berkolaborasi dengan pasien,
keluarga, dan profesi kesehatan
lain untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
mengontrol nyeri
47
Memonitor jumlah jam tidur mulai bisa tidur dengan
Mengidentifikasi faktor mengurangi kebisingan
penganggu tidur (fisik dan/atau Pasien mengatakan pada
psikologis) saat tidur jarang
N: terbangun
Menyesuaikan lingkungan (misal DO:
cahaya, kebisingan, tempat tidur) Pasien terlihat sudah bisa
untuk meningkatkan tidur tidur dan jarang
E: terbangun
Berdiskusi dengan pasien dan TD : 125/70 mmHg
keluarga tentang teknik tidur
pasien
C:
Berkolaborasi dengan tenaga
medis untuk pemberian obat tidur
jika diperlukan
Berkolaborasi dengan keluarga
pasien untuk selalu menjaga
kondisi lingkungan tempat tidur
pasien
5 Kamis, 8 April 2021 O: DS:
Pukul: 13.10-13.45 WIB Mengidentifikasi perasaan Pasien mengatakan
khawatir, kesepian, dan bahwa ia tidak mampu
ketidakberdayaan melakukan ibadah
Mengidentifikasi pandangan Pasien mengatakan
tentang hubungan antara spiritual bahwa ia merasa dirinya
dan kesehatan tidak berdaya
N: Pasien merasa takut jika
Memberikan kesempatan penyakitnya tidak bisa
mengekspresikan dan meredakan disembuhkan
marah secara tepat DO:
Menyediakan privasi dan waktu Pasien tidak melakukan
tenang untuk aktivitas spiritual ibadah seperti biasa
Pasien tampak murung
48
E: Pasien tampak cemas dan
Ajarkan metode relaksasi, gelisah
meditasi, dan imajinasi
terbimbing
C:
Atur kunjungan dengan
rohaniawan (mis.Ustadz)
49
kalori dan protein
Menganjurkan pasien makan DO:
sedikit tapi sering Pasien terlihat
E: menghabiskan
Mengajarkan diet yang makanannya sesuai
diprogramkan rumah sakit untuk dengan diit rumah sakit
diterapkan di rumah Berat badan pasien
C: meningkat dari
Berkolaborasi dengan keluarga sebelumnya
untuk memantau asupan makan
pasien
3 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 11.00-11.45 WIB Berikan posisi yang dapat Pasien mengatakan sudah
meringankan nyeri pada pasien tidak merasakan nyeri
N: DO:
Memberikan teknik Pasien tampak lebih
nonfarmakologis untuk nyaman dari sebelumnya
mengurangi rasa nyeri
Memfasilitasi istirahat tidur
E:
Menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
C:
Berkolaborasi dengan keluarga
untuk pemberian teknik
nonfarmakologis di rumah
5 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 13.10-13.45 WIB Mengidentifikasi harapan dan Pasien mengatakan
kekuatan pasien bahwa ia sudah mampu
N: melakukan ibadah
Memfasilitasi melakukan kegiatan dengan cara duduk
ibadah Pasien sudah tidak
E: merasa takut dengan
Mengajarkan pasien untuk penyakitnya
berinteraksi dengan keluarga,
50
teman, dan atau/orang lain DO:
C: Pasien tampak sudah
Melibatkan keluarga untuk melakukan ibadah
memberikan dukungan spiritual dengan cara duduk
kepada pasien Pasien tampak lebih ceria
dari sebelumnya
Pasien tampak lebih
tenang dengan
keadaannya
VII. EVALUASI
Frekuensi 2 5 3
pernapasan
Irama 3 5 4
51
pernapasan
Suara auskultasi 3 5 4
napas
P: Lanjutkan intervensi
O:
Memonitor status respirasi dan kedalam napas
pasien
N:
Asupan gizi 3 5 3
52
Asupan 2 5 3
makanan
Rasio berat 3 5 4
badan/tinggi
badan
P: Lanjutkan intervensi
O:
53
Indikator Awal Target Pencapaian
Nyeri yang 2 5 3
dilaporkan
Mengerinyit 3 5 4
Ekspresi nyeri 2 5 4
wajah
P: Lanjutkan intervensi
O:
N:
E:
C:
54
kendala lingkungan dengan nyaman
Pasien mengatakan pada saat tidur jarang
terbangun
O:
Jam tidur 3 5 5
Pola tidur 3 5 5
Kualitas tidur 2 5 5
P:
55
pada tuhan
Perasaan takut 2 5 4
Kemampuan 3 5 3
ibadah
P: Lanjutkan Intervensi
O:
56
Sesak nafas pasien teratasi
Frekuensi 2 5 5
pernapasan
Irama 3 5 5
pernapasan
Suara auskultasi 3 5 5
napas
P:
Intervensi dilanjutkan dengan teknik
relaksasi nafas dalam dibantu oleh keluarga
di rumah
Ketidakseimbangan nutrisi: Jumat, 9 April 2021 S:
kurang dari kebutuhan tubuh Pukul: 10.00-10.30 WIB Pasien mengatakan sudah mampu menelan
b.d Asupan diet kurang makanan
O:
Pasien tampak menghabiskan makanannya
sesuai diit rumah sakit
A:
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Asupan gizi 3 5 5
Asupan 2 5 5
makanan
Rasio berat 3 5 5
badan/tinggi
badan
P:
Intervensi dilanjutkan dengan tetap menjaga
pola makan pasien di rumah serrta pantau
57
kebutuhan kalori yang dikonsumsi
Nyeri akut b.d Agen cidera Jumat, 9 April 2021 S:
biologis Pukul 11.00-11.45 WIB Pasien mengatakan sudah tidak merasakan
nyeri
O:
Pasien tampak tidak memegangi area nyeri
Pasien tampak lebih nyaman
A:
Nyeri sudah teratasi
Nyeri yang 2 5 5
dilaporkan
Mengerinyit 3 5 5
Ekspresi 2 5 5
nyeri wajah
P:
Intervensi dilanjutkan dengan pemberian
terapi non farmakologis di rumah
Distres spiritual b.d kondisi Jumat, 9 April 2021 S:
penyakit kronis Pukul 14.00-14.30 WIB Pasien mengatakan bahwa ia sudah mampu
melakukan ibadah secara mandiri
O:
Pasien tampak sudah melakukan ibadah
secara mandiri, pasien tampak lebih ceria
dari sebelumnya
A:
Masalah sudah teratasi
Awal Target Pencapaian
Perilaku marah 2 5 5
pada tuhan
58
Perasaan takut 2 5 5
Kemampuan 3 5 5
ibadah
P:
F. Prognosis
Prognosis pada pasien dengan GERD cukup baik. Sebagian besar kasus
GERD dapat ditangani dengan gaya hidup sehat dan terapi farmakologis. Pada
kasus, pasien mendapatkan beberapa intervensi seperti manajemen jalan napas,
manajemen nutrisi, manajemen nyeri, peningkatan tidur, dan dukuran spiritual,
untuk mengatasi keluhan pada pasien. Setelah dilakukan intervensi terdapat
perkembangan pada keadaan pasien, pasien tampak lebih tenang dan jauh lebih
baik dari keadaan sebelumnya.
G. Komplikasi
2. Komplikasi Ekstraesofageal
59
a. Aspirasi asam lam bung
b. Asma
c. Laryngitis posterior
d. Batuk kronis
e. Erosi enamel gigi
f. Sinusitis kronis
g. Kanker laring
h. Pneumonitis
i. Faringitis kronis
j. Stenosis laring dan trakea
3. Komplikasi Operasi
a. Fundoplikasi
b. Disfagia
c. Dilatasi esofagus
60
DAFTAR PUSTAKA
61