Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

4C - Kelompok 9 - Kasus Gerd - Pengkajian Dengan Menggunakan 4 Aspek - Revisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

MENGGUNAKAN PENGKAJIAN 4 ASPEK

Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: TIM

Disusun Oleh : 4C

Kelompok 9

Era Milania Karmadani 1811020163

Linda Alfianingsih 1911020171

Rere Pirda Tria Amanda 1911020175

Oki Triyono 1911020132

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan Makalah “Kasus Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)” tepat pada
waktunya.

Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Keberhasilan kami dalam
menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami
menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Purwokerto, 30 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

JUDUL/COVER
KATA PENGANTAR …i
DAFTAR ISI .ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Epidemiologi 2
3. Tujuan Penulisan 3

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN


1. Definisi 4
2. Anatomi 5
3. Etiologi 11
4. Tanda dan Gejala 11
5. Patofisiologi 13
6. Pathway 14
7. Genogram 15
8. Pemeriksaan penunjang 16
9. Penatalaksanaan 16
10. Diagnosa yang mungkin muncul 20
11. Perencanaan 20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian 31
2. Diagnosa Keperawatan 38
3. Intervensi 39
4. Implementasi 45
5. Evaluasi 51
6. Prognosis 59
7. Komplikasi 59
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebuah sistematik review yang disusun dari 16 studi epidemiologi mengenai


GERD dan dipublikasikan dalam British Medical Journal (BMJ) tahun 2013
memaparkan tentang prevelensi GERD yaitu sebesar 18,1%-27,8% di Amerika
Utara, 8,8%-25,9% di Eropa, 2,5%-7,8% di Asia Timur, 8,7%-33,1% di Timur
Tengah, 11,6% di Autralia dan 23% di Amerika Selatan. Tulisan ini juga
menyatakan adanya kecenderungan peningkatan kejadian GERD setiap tahunnya.
Lebih dari 60 juta jiwa di Amerika sebagian besar dewasa mengeluhkan gejala
Heartburn yang dirasakan sekali dalam sebulan, dan lebih dari 25 juta jiwa
keluhannya berupa mual. The Ambulatory Perawatan Medic Survey Nasional
(NAMCS) menemukan bahwa 38.530.000 kunjungan rawat jalan dewasa dalam satu
tahun yang terkait dengan GERD. Untuk pasien dengan gejala GERD, 40- 60% atau
lebih memiliki gejala refluks esofagitis. Dan 10% dari penderita menderita
Esofagitis Erosif pada pemeriksaan Endoskopi atas. Penderita GERD lebih banyak
pada wanita hamil dan tingkat komplikasi yang tinggi terjadi pada lansia. Gejala
nyeri dada non kardiak yang terkait dengan GERD terjadi pada 50% pasien, 78%
dari pasien dengan gejala suara serak yang kronis, dan 82% gejala disertai dengan
Asma. (Guidiline Team, 2012)
Di Asia Tenggara, data epidemiologi yang juga berasal dari systematic
review yang dipublikasikan oleh National Center Of Biotechnology Information
(NCBI) tahun 2011, prevelensi kejadian GERD di wilayah Asia Tenggara sebesar
6,3%-18,3%. (Tjandrawinata, 2014)
Prevalensi kasus GERD di Jawa Tengah dari data penelitian, didapatkan 57
pasien GERD yang menjalani pemeriksaan endoskopi di RSUD Banyumas pada
periode tahun 2019, dengan usia terbanyak yaitu lebih dari 40 tahun. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa secara epidemiologi, kasus GERD lebih
banyak terjadi pada usia yang lebih tua. Seperti yang dikemukakan oleh Heaney, dkk
bahwa GERD lebih mudah didapatkan pada pasien yang berusia lebih tua. Mayoritas
keluhan yang dirasakan pasien sehingga memeriksakan diri adalah nyeri ulu hati
yang didapatkan pada 19 pasien (33,3%) Sementara itu, sebanyak 14 (24,6%) pasien
GERD mengeluhkan sensasi rasa terbakar di dada (heartburn), 9 pasien (15,8%)

1
mengeluh mual, 8 pasien mengeluhkan muntah (14,0%), 3 pasien mengeluhkan perut
terasa kembung (5,3%), dan 4 pasien tidak memiliki kejelasan keluhan utama
(7,0%).
Masalah kesehatan dengan gangguan pencernaan GERD atau Gastro
Esophagel Reflux Disease merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum
kedalam esophagus. Hal ini adalah normal, baik pada orang dewasa dan anakanak,
refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter esophagus tidak kompeten, stenosis,
pilorik, atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai
penambahan usia (Mutaqqin & Sari 2013).
Gejala yang terjadi pada penderita GERD yaitu gejala seperti Heartburn
yaitu rasa terbakar di dada yang kadang disertai nyeri ulu hati yang menjalar ke dada
Pasien biasanya tidak tepat menunjukkan area nyeri, tetapi dengan telapak tangan
mengarahkan rasa nyeri pertama muncul pada area substernal (diproyeksikan sekitar
dada) rasa nyeri meradiasi atau menyebar pada seluruh dada. (Muttaqin & Sari,2013)
Selain itu gejala-gejala lain seperti rasa asam dan pahit di lidah, nyeri bagian
epigastrium, disfagia, dan odinofagia, pasien juga dapat mengalami gejala-gejala
lain seperti, kembung, mual, nyeri menelan, mudah kenyang dan merasakan nyeri
pada bagian ulu hati, dengan gejala refluks atau tanpa gejala refluks yang tipikal.
Selain gejala tersebut pada beberapa kasus dapat pula datang dengan gejala
tidak tipikal yang tidak berasal dari saluran cerna, tetapi juga dari saluran
pernafasan, seperti laryngitis kronik, bronkitis, dan juga asma bronkial. Penampilan
yang tidak tipikal ini diakui merupakan salah satu keluhan utama dari pasien GERD
Asia, di mana keluhan nyeri dada non kardiak merupakan manifestasi umum. (Syam,
dkk 2013)
Nyeri dada non kardiak didefinisikan sebagai nyeri dada berulang yang
hampir sama dari nyeri jantung iskemik. Namun meskipun nyeri dada non kardiak
sifatnya kronis, nyeri dada non kardiak tidak berdampak pada kematian pasien.
Penyebab utama dari nyeri dada non kardiak yaitu Gastro Eshopageal Reflux,
Dismolitas Esophagus, dan Hipersensivitas esophagus. Penyakit Gastro Esophageal
Refluks Disease adalah penyebab yang paling umum untuk nyeri dada non kardiak.
(Fass & Acem 2011)

1.2 EPIDEMIOLOGI
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat.
Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn

2
(rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di
Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil
pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan
dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya
kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam
komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001). Prevalensi PRG
bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di Negara Barat.
Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8%
(2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di
Indonesi, RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam
kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa
pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia
Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.
Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang begitu jelas,
kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux
disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi
faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering
terjadi pada laki-laki. Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum
gangguan yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang
terkait, esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma
esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini,
GERD juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan
oleh epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.

1.3 TUJUAN
 TUJUAN UMUM
Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan dokumentasi asuhan
keperawatan pada kasus Gastroesophageal Refluks Diases (GERD).

 TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu menerapkan dokumentasi keperawatan pada kasus
Gastroesophageal refluks diases (GERD).
2. Mahasiswa dapat mengetahui 4 aspek pengkajian keperawatan GERD
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis pada kasus Gastroesophageal
refluks diases (GERD).

3
4. Mahasiswa mampu memberikan pengobatan GERD

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang


terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan
yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks
gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi
secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer,
isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan
keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah
esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung,
seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).

Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada makanan dan


asam lambung menuju kerongkongan dan kadangkala menuju mulut. Reflux
terjadi ketika otot berbentuk cincin yang secara normal mencegah isi perut
mengalir kembali menuju kerongkongan (esophageal sphincter bagian bawah)
tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

GERD adalah suatu kondisi di mana cairan lambung mengalami refluks ke


esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada,
regurgitasi dan komplikasi. (Mutaqqin & Sari 2013)

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis


yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi
mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal
dan paparan yang berulang.

4
Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi
lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi pada
posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.

2. Anatomi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna
atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari
mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus.
1. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan
dan air. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Makanan dipotongpotong
oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah
dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Kelenjar air liur mengandung enzim
amilase (ptialin) yang berfungsi untuk mencerna polisakarida (amilum)
menjadi disakarida. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut
secara otomatis.
Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran
mukosa. Serabutserabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3
bidang, berkelompok dalam berkasberkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan
penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus,
sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-
tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-
tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya
berbeda.

5
2. Tenggorakan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
terdiri dari 3 bagian sebagai berikut.
a. Bagian superior
Bagian ini disebut dengan nasofaring. Pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga.
b. Bagian media
Bagian ini merupakan bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian
media disebut dengan orofaring.Bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah.
c. Bagian inferior
Bagian ini merupakan bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
inferior disebut dengan laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat
kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus. Pada
bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos,
pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada
ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.

6
4. Lambung

Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang


fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan
gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini.
Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi
mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia,
korpus, fundus, dan pylorus.
5. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.
Lapisan usus halus terdiri atas lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar (muskulus sirkuler), lapisan otot memanjang
(muskuluslongitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri

7
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum.Usus dua belas jari memiliki pH yang normal
berkisar sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan
ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal
dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”. Pada orang dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, di mana 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua
belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.

8
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia) illeum memiliki panjang sekitar 2-4
meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6. Usus Besar (Colon)
Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki
tambahan usus yang berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari
tiga bagian yaitu bagian naik (ascending), mendatar (tranverse), dan
menurun (descending). Pada usus besar tidak terjadi pencernaan. Semua sisa
makanan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E. coli dan diperoleh
vitamin K. Di bagian akhir usus besar terdapat rektum yang bermuara ke
anus untuk membuang sisa makanan. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Umbai cacing atau apendiks adalah
organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis
atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Pada orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda, bisa di retrocaecal atau di

9
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang
percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
7. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
3. Fisiologi
 Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan
kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung
distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian
tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal,
hanya sel-sel otot lurik.

10
 Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang
fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan
gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini.
Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi
mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia,
korpus, fundus, dan pylorus.

4. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam
 empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009)

5. Tanda Gejala/Manifestasi Klinis


 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)

11
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar
ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejalagejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.

Tanda dan Gejala GERD

Anak Dewasa
Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati
(heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive) Muntah berulang

12
Rewel terus menerus Kesulitan menelan (disfagia)
Tersedak/apnea (henti napas sesaat) Batuk kronik/mengi
berulang
Posisi opistotonus Suara serak

6. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.
GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi
ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi
atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat
asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,
tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan masuk
ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup
kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen,
menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan
demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan
tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup
lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk
kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah
esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter.
Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat
secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar,
kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong
sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara

13
esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga
dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel
penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada
di lambung. (Corwin, 2009: 600)

7. Pathway

Faktor defesinve dari Faktor opensif dari bahan


esofagus refluksat

GERD

Mual, Muntah Kerusakan Reguritasi Resiko


mukosa aspirasi
esofagus
Reflux ke air
Kehilangan Intake way
Cairan Peradangan
Rangsan Respon Inflamasi pita suara
medula peradangan saluran nafas
Hipovolemi oblongata lokal

Pola nafas Hambatan


tidak efektif komunikasi
hipersaliva
verbal

anoreksia Disfagia Nyeri epigastrik


odinofagia

r Rasa Terbakar
Ketidakseimbangan gangguan menelan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Nyeri Akut

14
8. Genogram

Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Klien

: Tinggal serumah

15
9. Pemeriksaan Penunjang
 Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini
disebut nonerosive reflux disease (NERD).
 Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
 Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah
4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
 Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu
kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam
pada pasienpasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan
rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl
tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang
negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
 Manometri esofagus : mengukur tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup
yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi
endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi
esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki
kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.

16
 Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi
yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini
bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum
tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta
mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga
secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi konsumsi lemak serta
mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan
distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta
menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan
menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik,
teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone.
 Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat
ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran
cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti
bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik
untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan
step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang
tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau
golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam
yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI).
Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik
atau bahkan antacid.

17
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval Statement
(1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah
disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down. Pada umumnya studi pengobatan
memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu.
Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance
therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian
obatobatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan
sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya).
Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi
gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan
dalam terapi medikamentosa GERD:
1. Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah
rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.
2. Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
3. Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.

18
4. Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan
dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5. Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES
serta mempercepat pengosongan lambung.
6. Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
7. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup
aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
8. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat
ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam
menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada
esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan golongan
antagonis reseptor H2. Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8
minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.

19
 Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan,
tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan apapun.
Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
 Terapi endoskopi

11. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien tampak nyeri klien memegangi bagian yang
nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks
laring dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi persarafan
yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks disease ditandai
dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi nadi meningkat.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan BB
10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan kemampuan
untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring ditandai dengan
suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.

12. Perencanaan
a) Penyusunan Prioritas
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien tampak nyeri, klien memegangi bagian
yang nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.

20
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi persarafan
yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks disease ditandai
dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi nadi meningkat.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan
BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan
kemampuan untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring
ditandai dengan suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.

b) Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien mengatakan skala nyeri (1- 10), klien
memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan klien
melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang dengan kriteria hasil:
 Nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau dapat
dikontrol
 Klien tampak rileks.
 TTV dalam rentang normal (RR pada orang dewasa =12-20 x/menit, nadi
60-100 x/menit, suhu 36-37 derajat celcius, tekanan darah pada orang
dewasa 100-120/70 mmHg
 Klien tampak tidak meringis kesakitan

Intervensi:

a) Kaji pengalaman nyeri klien. Tentukan konsep nyeri klien (bila


mungkin), tanyakan pada klien apa yang meredakan nyeri dan apa
yang membuatnya menjadi lebih buruk.

Rasional: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri klien.

21
b) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi

Rasional: Membantu mengurangi rasa nyeri.

c) Berikan aktivitas hiburan yang tepat.

Rasional: Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam


tingkat aktivitas individu.

d) Tingkatkan rasa aman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan


untuk memilih.
Rasional: Meningkatkan rasa aman dan nyaman klien dan membantu
klien dalam memanajemen nyeri yang dirasakannya. Kolaboratif:
e) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
reflex laring dan glotis terhadap cairan refluks.
Tujuan:
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
aspirasi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
 Tidak mengalami aspirasi
Intervensi:
a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang.
Rasional: Mencegah penyumbatan jalan nafas.
b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional: Membantu mencegah cairan refluks agak tidak teraspirasi
ke saluran pernapasan.
c. Kaji kembali adanya obstruksi benda-benda dalam mulut dan
tenggorokan.
Rasional: Benda-benda tersebut dapat teraspirasi dan menyumbat
jalan napas
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
Tujuan:

22
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan
gangguan menelan dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
 Tidak teramati adanya kesulitan saat menelan.
 Tidak terjadi statis makanan di rongga mulut klien.
 Klien tidak tersedak setelah makan/minum.
Intervensi:
a. Kaji apakah individu cukup sadar dan responsif, dapat mengontrol
mulut, dapat batuk refleks/muntah, posisi klien sudah nyaman, dan
dapat menelan salivanya sendiri.

Rasional: untuk mengetahui kemampuan menelan klien sehingga


dapat diberikan intervensi yang tepat dan mencegah terjadinya
aspirasi.

b. Berikan diet lunak pada klien.


Rasional : makanan lunak lebih mudah ditelan sehingga tidak
menimbulkan nyeri di tenggorokan sehingga memudahkan dalam
memberikan asupan nutrisi.
c. Berikan makanan dengan pelan, pastikan makanan dikunyah sebelum
ditelan.
Rasional: makanan yang dikunyah menjadi lebih halus teksturnya
sehingga lebih mudah untuk ditelan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi
persarafan yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks
disease ditandai dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi
nadi meningkat.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan
ketidakefektifan pola napas teratasi dengan
kriteria hasil:
 Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
 RR dalam rentang normal (pada orang dewasa 12-20x/menit)
 Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan.
 Bunyi napas vaskuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada.
 Tidak ada sesak napas. Frekuensi nadi dalam rentang normal (60-100x/menit)

23
 Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan. Pernapasan cuping hidung tidak
ada
Intervensi:
a. Identifikasi faktor penyebab sesak napas
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat mengambil
tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Kolaboratif:
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2.
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis.
Rasional: Untuk mengatasi bronkospasme dan mengefektifkan
pernapasan.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu
makan, asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan,
penurunan BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka
tubuh.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
kriteria hasil:

24
 Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat badan ideal
untuk tinggi dan kerangka tubuh
 Tidak adanya mual-muntah.
 Tidak adanya penurunan nafsu makan
Intervensi:
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa
makanan dan menimbulkan mual.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi
perasaan tegang pada lambung.
Rasional: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi
beban saluran pencernaan.
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang
disajikan pada saat individu ingin makan.
Rasional: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.
Rasional: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah
berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum
mendapatkan nutrient.
Kolaborasi
Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian
yang realistis dan adekuat.
Rasional: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi
sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan
kemampuan untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring
ditandai dengan suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama…x24 jam, diharapkan gangguan komunikasi
klien berkurang.
Kriteria hasil:
 Pasien mampu memahami problem komunikasi
 Klien dapat menentukan metode komunikasi untuk berekspresi

25
 Klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi:
a. Sediakan metode komunikasi alternatif
Rasional: Metode alternatif dapat membantu klien dalam
mengkomunikasikan kebutuhan dasarnya
b. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi kebisingan.
Rasional: Lingkungan yang tenang membantu dalam meningkatan
komunikasi klien
c. Dengarkan dengan cermat, berbicara dengan pelan dan minta klien
mengulangi kata-kata yang tidak jelas diucapkan
Rasional: Meningkatkan pemahaman dalam proses komunikasi.

13. EVALUASI
1. Klien melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang, klien
mengatakan nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau
dapat dikontrol, klien tampak rileks, TTV dalam rentang normal normal
(RR 12-20 x/menit, nadi 60-100 x/menit, suhu 36-37 derajat celcius,
tekanan darah pada orang dewasa 100-120/70 mmHg, klien tampak tidak
meringis kesakitan.
2. Aspirasi tidak terjadi, klien tidak mengalami aspirasi.
3. Gangguan menelan dapat teratasi, tidak teramati adanya kesulitan saat
menelan, tidak terjadi statis makanan di rongga mulut klien, klien tidak
tersedak setelah makan/minum.
4. Ketidakefektifan pola napas teratasi, Irama, frekuensi dan kedalaman
pernafasan dalam batas normal, RR dalam rentang normal (RR pada
orang dewasa 12-20x/menit, pada pemeriksaan sinar X dada tidak
ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi napas vaskuler, ronchi tidak
ada, wheezing tidak ada, tidak ada sesak napas, Frekuensi nadi dalam
rentang normal (60-100x/menit, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan,
pernapasan cuping hidung tidak ada.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak
terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat badan ideal untuk
tinggi dan kerangka tubuh, tidak adanya mual-muntah, tidak adanya
penurunan nafsu makan.

26
6. Gangguan komunikasi klien berkurang, pasien mampu memahami
problem komunikasi, klien dapat menentukan metode komunikasi untuk
berekspresi, klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat.

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:
Seorang laki laki bernama Tn. A usia 45 tahun, beragama islam, pekerjaan
wiraswasta, suku jawa, status kawin masuk RS 8 April 2021. Data saat pengkajian
diperoleh, pasien mengatakan nyeri dada dan ulu hati sebelah kanan sudah 3 hari tak
kunjung sembuh, nyeri seperti terbakar dengan skala nyeri 7 (Skala 1-10) dan napas
terasa sesak. Pasien mengatakan nyeri pada saat banyak gerak dan sering hilang timbul.
Pasien tampak meringis kesakitan. Riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan ini
merupakan pengalaman pertama kali di rawat di Rumah Sakit, sebelumnya apabila sakit,
pasien hanya berobat ke puskesmas atau minum obat dari dokter. Pada saat dilakukan
pengkajian didapatkan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan, dimana
keluarga selalu memperhatikan masalah kesehatan dan apabila terdapat anggota keluarga
yang sakit segera memeriksanya ke dokter.
Sebelum sakit pasien melakukan aktivitas seperti biasa. Pola nutrisi pasien
mengatakan bahwa sebelum sakit makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, dan lauk
pauk. Pasien juga mengatakan sebelum sakit pasien sering meminum kopi dan merokok.
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada jenis makanan. Selama sakit, pasien
mengatakan mual, muntah sebanyak ±2x, pasien hanya menghabiskan makan 3-4 sendok
makan, pasien mengatakan tidak nafsu makan, sulit menelan, perut mual dan tidak mau
makan makanan selingan dan diit rumah sakit, pasien hanya sering minum air putih
sebanyak 2 liter dalam sehari sebelum sakit BB pasien 68 kg, saat sakit BB pasien 65 kg.
Sebelum sakit pasien BAK 6-7x/hari, warna kuning, bau khas dan tidak ada keluhan
BAK. Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi lunak, bau khas, dan pasien
dibantu oleh keluarga. Pada pemeriksaan fisik, pada pasien didapatkan data-data berupa
keadaan umum pasien lemah, pasien tampak pucat, dan tampak memegangi area nyeri,
tingkat kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital pada pasien didapat Tekanan Darah
125/70 mmHg, Nadi 82x/menit, Suhu 36°C, Respirasi 26x/menit. Pada pemeriksaan dada
didapatkan hasil 1). Inspeksi: perkembangan dada kanan dan kiri simetris 2). Palpasi:
fokal fremitus raba kanan dan kiri sama, tidak terdapat lesi dan benjolan 3). Perkusi:
Terdengar bunyi sonor, terdengar bunyi tambahan wheezing 4). Auskultasi: bunyi
jantung I dan II murni vesikuler. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan 1). Inspeksi:
dinding perut cekung dari dada, tidak ada lesi 2). Auskultasi: terdengar bising usus

28
hiperaktif 3). Perkusi: terdengar suara timpani 4). Palpasi: terdapat nyeri tekan pada
bagian ulu hati.
Pola keamanan dan kenyamanan, sebelum sakit pasien mengatakan nyaman saat
tidur dan saat beraktivitas, selama sakit pasien mengatakan nyeri, nafas sesak dan badan
terasa lemas. Personal hygiene, pasien mengatakan sebelum sakit mandi 3x sehari,
menggosok gigi setiap kali mandi dan membersihkan rambut 2 hari sekali. Pola istirahat
tidur, sebelum sakit pasien biasa tidur 6-8 jam pada malam hari, selama sakit pasien
mengatakan tidur 4-6 jam pada malam hari. Kadang-kadang tidak bisa tidur karena nyeri
dada dan ulu hati yang dirasa serta terbangun karena lingkungan sekitar yang berisik.
Pola aktivitas latihan, sebelum sakit pasien mengatakan melakukan semua aktivitasnya
secara mandiri, selama sakit aktivitas pasien dibantu oleh istri dan perawat karena pasien
merasa badannya lemas, pasien tampak sedih karena penyakit yang dialaminya sekarang,
karena tidak bisa mencari uang untuk anak istri selama sakit.
Pola hubungan peran, pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga dan
masyarakat dikarenakan keluarga yang menunggu selalu bergantian dan banyak pula
tetangga yang menjenguk pasien. Pasien mengatakan jika punya masalah selalu
menceritakan pada keluarganya.
Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan bahwa pasien beragama islam,
sebelum sakit pasien selalu menjalankan solat, tetapi selama sakit pasen hanya mampu
berdoa demi kesembuhannya. Pasien tidak melakukan ibadah seperti biasa di rumah
karena terpasang infus. Pasien haya bisa berdoa tanpa melakukan hal terbaik dalam
ibadahnya.

FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

I. Biodata Pasien

Identitas Diri Klien


Nama : Tn. A

Tempat/Tanggal Lahir : Purwokerto, 7 Juni 1976


Umur : 45 tahun

Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : SMA
Suku : Suku Jawa

29
Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk RS : 8 April 2021


Sumber Informasi : Klien

Status Perkawinan : Kawin


Lama Bekerja : 10 tahun

Alamat : Jl. Soepardjo Roestam, Dusun II, desa Prigantil


Sokaraja Kulon, Kec. Sokaraja, rt 01 / 10, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi (orang tua, wali, suami, istri dan lain-
lain):
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Soepardjo Roestam, Dusun II, desa Prigantil Sokaraja Kulon,
Kec. Sokaraja, rt 01 / 10, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

II. Riwayat Kesehatan


A. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dada dan ulu hati sebelah kanan sudah 3 hari tak
kunjung sembuh
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit 8 April 2021, pasien mengeluhkan nyeri dibagian
ulu hati sebelah kanan, nyeri seperti terbakar dan sering hilang timbul dan nafas
terasa sesak. Pasien mengatakan mual, muntah sebanyak ±2x, pasien hanya
menghabiskan makan 3-4 sendok makan, pasien tampak pucat dan meringis.
C. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan ini merupakan pengalaman pertama kali di rawat di Rumah


Sakit.

D. Riwayat penyakit keluarga


Dari riwayat penyakit dalam keluarga, klien mengatakan tidak ada keluarga yang
memiliki keluhan yang sama seperti klien.

30
III. Dokumentasi Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 8 April 2021
A. Aspek Biologis

Data Tanyakan pada pasien :


Subyektif  Apa yang dirasakan oleh pasien saat ini
 Pasien mengatakan nyeri ulu hati sebelah kanan,
nyeri seperti terbakar dan sering hilang timbul
 Pasien mengatakan sesak napas
 Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan
aktivitas secara mandiri
 Pasien mengatakan bahwa sebelum sakit makan
3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, dan lauk pauk
 Sebelum sakit pasien BAK 6-7x/hari, warna kuning,
bau khas dan tidak ada keluhan BAK
Data Perhatikan bagaimana :
Obyektif 1. Oksigen
 Nyeri ulu hati menimbulkan rasa nyeri dengan skala 7 (Skala
1-10), pasien tampak memegangi area nyeri
 Pemeriksaan ttv didapatkan Tekanan Darah 125/70 mmHg,
Nadi 82x/menit, Suhu 36°C, Respirasi 26x/menit
2. Cairan
 Selama sakit pasien mengkonsumsi air putih 2 liter/hari
3. Nutrisi
 Selama sakit, pasien tampak hanya menghabiskan makan 3-
4 sendok makan, pasien terlihat tidak nafsu makan, perut
mual dan tidak mau makan makanan selingan dan diit rumah
sakit
4. Temperature
 Selama sakit suhu tubuh pasien normal 36°C
5. Eliminasi
 Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi lunak,

31
bau khas, dan pasien dibantu oleh keluarga
6. Tempat tinggal : -
7. Istirahat
 Selama sakit pasien tidur 4-6 jam pada malam hari. Kadang
kadang tidak bisa tidur karena nyeri dada dan ulu hati yang
dirasa dan lingkungan sekitar yang berisik. Pasien tampak
sering terbangun dari tidurnya
8. Seksualitas
 Pasien berjenis kelamin laki laki, sudah menikah, dan
memiliki 2 orang anak
9. Aktivitas dan latihan
 Saat sakit aktivitas pasien dibantu keluarganya terutama istri

B. Aspek fisik (Head To Toe) dengan menggunakan teknik IP2A


Data  Pasien mengatakan nyeri pada bagian ulu hati, mual, muntah
Subyektif dan sulit menelan karena ada penyempitan pada
kerongkongan dari reflux
Data Pemeriksaan dada:
Obyektif Inspeksi : perkembangan dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fokal fremitus raba kanan dan kiri sama, tidak terdapat
lesi dan benjolan
Perkusi : Terdengar bunyi sonor, terdengar bunyi tambahan
wheezing
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni vesikuler.
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : dinding perut cekung dari dada, tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bising usus hiperaktif
Perkusi : terdengar suara timpani
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati

C. Aspek Psikologis (Nyeri, Hospitalisasi, Support Sistem, dll)

Data Tanyakan pada pasien :


subyektif  Nyeri : apakah merasakan nyeri. Dimana, seberapa
sering, skala nyeri (1-10)

32
 Pasien mengatakan nyeri ulu hati sebelah kanan,
nyeri seperti terbakar dan sering hilang timbul
dengan skala nyeri 7 (skala 1-10)
 Hospitalisasi : perasaan saat dilakukan hospitalisasi
 Pasien mengatakan ini merupakan pengalaman
pertama kali dirawat di rumah sakit, sebelumnya
apabila sakit pasien hanya berobat ke puskesmas
atau minum obat dari dokter
 Support system : dukungan keluarga
 Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan semua
aktivitasnya secara mandiri
 Pasien mengatakan jika pasien punya masalah selalu
menceritakan dengan keluarga
Data Perhatikan bagaimana Nyeri : apakah pasien menunjukan
Obyektif ekspresi kesakitan, atau memegang bagian tubuhnya yang sakit
 Pasien terlihat memegangi area nyeri
 Pasien tampak meringis menahan nyeri
Apakah pasien Nampak sedih
 Pasien tampak sedih
Apakah ada keluarga yang menemani pasien, membantu pasien
atau menjenguk
 Selama sakit aktivitas pasien terlihat dibantu oleh
istri dan perawat
 Terlihat keluarga yang menunggu selalu bergantian
 Tampak banyak tetangga yang menjenguk pasien

D. Aspek Sosial

Data Tanyakan pada pasien :


subyektif
Bagaimana hubungan dengan sosialnya, atau mungkin teman
yang dirawat bersama saat ini :

 Pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan keluarga


dan masyarakat

33
Data Perhatikan bagaimana :
Obyektif
Hubungan pasien dengan keluarganya, dengan teman yang
bersebalahan dirawat (pada pasien diruang ranap kelas 3)

 Tampak keluarga yang mendampingi pasien


 Pasien tampak berinteraksi atau berbincang dengan tetangga
 Pasien tampak nyaman dengan lingkungan sekitar

E. Aspek Spiritual
F (Faith / Beliefs) :
DS :
 Pasien mengatakan bahwa pasien beragama islam.
 Sebelum sakit, pasien mengatakan selalu menjalankan sholat, namun
selama sakit hanya mampu berdoa untuk kesembuhannya.
 Pasien mempercayai bahwa adanya Tuhan yang dapat menyembuhkan
sakitnya.
DO :
 Pasien tampak kesulitan ketika akan beribadah karena terhalang oleh infus.
 Pasien terlihat berdzikir dan berdoa setiap waktu.

I (Importance and Fluence) :


DS :
 Pasien mengatakan penting dalam melakukan ibadah untuk
kesembuhannya.
 Pasien mengatakan dengan berdoa dan berdzikir penyakit yang dideritanya
sekarang akan sembuh.
 Pasien mengatakan selalu berdoa sebelum makan dan sebelum minum obat.
DO :
 Pasien tampak selalu menyediakan al-qur’an dan tasbih agar dapat
membaca al-qur’an dan berdzikir sewaktu waktu.
 Pasien tampak selalu beristighfar ketika merasa nyeri.

34
C (Community):
DS :
 Pasien mengatakan selalu mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti
pengajian.
 Pasien mengatakan selalu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama
istri.
DO :
 Pasien tampak menonton pengajian di televisi.
 Pasien tampak dijenguk oleh keluarga dan masyarakat dekat tempat
tinggalnya.

A (Addres):
DS :
 Pasien memilih rumah sakit islam agar mendapatkan pelayanan spiritual
dari tenaga kesehatan.
 Pasien merasa sedih karena tidak dapat berjamaah di mushola.

DO :
 Pasien tampak merasa senang karena telah mendapat pelayanan kesehatan
spiritual dari tenaga kesehatan.

IV. Analisa Data (bisa diperbanyak tersendiri, sesuai kebutuhan)


DATA SUBYEKTIF DAN ETIOLOGI PROBLEM
DATA OBYEKTIF
DS : Nyeri Ketidakefektifan pola
 Pasien mengatakan napas
sesak saat bernapas
 Pasien mengatakan
sesak napas terasa
ketika dadanya nyeri
DO :
 Pasien tampak sesak

35
 TTV didapatkan
TD : 125/70 mmHg
N : 82x/menit
Suhu : 36°C
RR : 26x/menit
DS : Asupan diet kurang Ketidakseimbangan nutrisi:
 Pasien mengatakan kurang dari kebutuhan
mual, muntah tubuh
sebanyak ±2x
 Pasien mengatakan
tidak nafsu makan,
perut terasa mual
dan tidak mau
makan makanan
selingan dan diit
rumah sakit
 Pasien mengatakan
hanya
menghabiskan
makan 3-4 sendok
makan
 Pasien mengalami
penurunan berat
badan, sebelum sakit
BB pasien 68 kg,
saat sakit BB pasien
65 kg
DO :
 Kongjungtiva
tampak anemis
 Keadaan umum
pasien tampak
lemah
 Pasien tampak pucat

36
DS : Agen cidera biologis Nyeri akut
P : Pasien mengatakan nyeri
saat banyak gerak
Q : Nyeri seperti terbakar
R : Nyeri dibagian dada
kanan dan ulu hati
S : Skala nyeri 7 (Skala 1-
10)
T : Nyeri hilang timbul

DO :
 Pasien tampak
memegangi area
nyeri
 Pasien tampak
meringis menahan
nyeri

DS : Kendala lingkungan Gangguan pola tidur


 Pasien mengatakan
tidur 4-5 jam pada
malam hari karena
lingkungan sekitar
yang berisik, kadang
kadang tidak bisa
tidur karena nyeri
dada dan ulu hati
yang dirasa
DO :
 Pasien tampak
sering terbangun
dari tidurnya
 TD : 125/70 mmHg

37
DS: Kondisi penyakit kronis Distres spiritual
 Pasien mengatakan
bahwa ia tidak
mampu melakukan
ibadah karena
terhambat
pemasangan infus
 Pasien merasa tidak
berdaya
 Pasien merasa takut
jika penyakitnya
tidak bisa
disembuhkan
DO:
 Pasien tidak
melakukan ibadah
seperti biasa, karena
terhambat oleh
pemasangan infus
 Pasien tampak tidak
berdaya
 Pasien tampak
murung

Prioritas Masalah Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d Nyeri


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d Asupan diet kurang
3. Nyeri akut b.d Agen cidera biologis
4. Gangguan pola tidur b.d kendala lingkungan
5. Distres spiritual b.d Kondisi penyakit kronis

38
V. Perencanaan

DX 1 Tujuan / Kriteria Hasil / Indikator Rencana Tindakan (NIC) Rasional


(NOC)
Ketidakefektifan pola napas Status Pernafasan Manajemen Jalan nafas O:
b.d Nyeri Definisi : fasilitasi kepatenan  Untuk
Definisi : Proses keluar masuknya
jalan nafas memonitor
DS : udara ke paru paru serta pertukaran
O: status
 Pasien mengatakan karbondioksida dan oksigen di alveoli
 Monitor status pernapasan
sesak saat bernapas Setelah dilakukan tindakan
pernapasan dan dan
 Pasien mengatakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan
oksigenasi, oksigenasi
sesak napas terasa pola nafas normal dan teratasi
sebagaimana mestinya N:
ketika dadanya Kriteria hasil :
N:  Memberikan
nyeri
Indikator Awal Target  Posisikan untuk posisi
DO :
Frekuensi 2 5 meringankan sesak nyaman
 Pasien tampak
pernapasan napas pasien untuk
sesak
 Auskultasi suara napas meringankan
 TTV didapatkan Irama 3 5
E: sesak napas
TD : 125/70 mmHg pernapasan
 Ajarkan pasien dan  Mengauskult
N : 82x/menit Suara auskultasi 3 5
keluarga teknik asi suara
Suhu : 36°C napas
relaksasi napas dalam napas pasien
RR : 26x/menit Keterangan
C: E:
1: Deviasi berat dari kisaran normal
 Kolaborasi dengan  Mengajarkan
2: Deviasi cukup berat dari kisaran
pemberian pengobatan pasien dan
normal
aerosol sebagaimana keluarga
3: Deviasi sedang dari kisaran normal
mestinya Teknik
4: Deviasi ringan dari kisaran normal
relaksasi
5: Tidak ada deviasi dari kisaran
napas dalam
normal
C:
Untuk meredakan
sesak yang dirasakan
pasien

39
DX 2 Tujuan / Kriteria Hasil / Indikator Rencana Tindakan (NIC) Rasional
(NOC)
Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi O:
nutrisi : kurang dari Definisi : Menyediakan dan  Untuk
Definisi : Sejauh mana nutrisi dicerna
kebutuhan tubuh meningkatkan asupan nutrisi mengetahui
dan diserap untuk memenuhi
berhubungan dengan yang seimbang jumlah kalori
kebutuhan metabolik
asupan diet kurang O: yang
Setelah dilakukan tindakan
DS :  Monitor jumlah kalori dibutuhkan
keperawatan 2x24 jam, diharapkan
 Pasien mengatakan yang dibutuhkan pasien
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
mual, muntah  Monitor asupan  Untuk
sebanyak ±2x Kriteria hasil : makanan mengkaji zat
 Pasien mengatakan Indikator Awal Target  Monitor berat badan gizi yang
tidak nafsu makan, Asupan gizi 3 5 dikonsumsi
perut terasa mual N: pasien
Asupan 2 5
dan tidak mau  Instruksikan pasien  Untuk
makanan
makan makanan mengenai kebutuhan mengetahui
Rasio berat 3 5
selingan dan diit nutrisi berat badan
badan/tinggi
rumah sakit  Tentukan status gizi pasien
badan
 Pasien mengatakan pasien dan N:
hanya Keterangan:  Untuk
kemampuan pasien
menghabiskan 1: Sangat menyimpang dari rentang untuk memenuhi mengetahui
makan 3-4 sendok normal kebutuhan gizi kecukupan
makan 2: banyak menyimpang dari rentang E: nutrisi pasien
 Pasien mengalami normal  Ajarkan diet yang  Untuk
penurunan berat diprogramkan menentukan
3: cukup menyimpang dari rentang
badan, sebelum status gizi
normal
sakit BB pasien 68 C: pasien dan
4: sedikit menyimpang dari rentang
kg, saat sakit BB  Beri obat obatan memenuhi
normal
pasien 65 kg sebelum makan status gizi
DO : 5: Tidak menyimpang dari rentang E:
(penghilang rasa sakit,
 Kongjungtiva normal
amtiemetik)  Agar pasien
tampak anemis  Berkolaborasi dengan patuh

40
 Keadaan umum ahli gizi untuk terhadap diet
pasien tampak menentukan jumlah yang
lemah kalori dan jenis nutrien diprogramka
 Pasien tampak yang dibutuhkan, jika n
pucat perlu C:
 Untuk
memberikan
rasa nyaman
pasien
 Untuk
mengetahui
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
pasien

DX 3 Tujuan / Kriteria Hasil / Indikator Rencana Tindakan (NIC) Rasional


(NOC)
Nyeri akut b.d Agen cidera Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri : Akut O:
biologis Definisi : Pengurangan atau  Untuk
Definisi : Keparahan dari nyeri yang
DS : reduksi nyeri sampai pada mengetahui
diamati atau dilaporkan
P : Pasien mengatakan tingkat kenyamanan yang nyeri yang
Setelah dilakukan tindakan
nyeri saat banyak gerak dapat diterima oleh pasien dirasa pada
keperawatan 2x24 jam, diharapkan
Q : Nyeri seperti ditusuk dalam periode penyembuhan pasien
nyeri berkurang atau hilang.
tusuk yang segera dari kerusakan N:
R : Nyeri dibagian dada Kriteria hasil : jaringan dari penyebab yang Untuk mengetahui
kanan dan ulu hati bisa diidentifikasi misalnya nyeri yang dirasakan
S : Skala nyeri 7 (Skala 1- trauma,pembedahan,atau pasien terkait lokasi,
10) cedera karakteristik,
T : Nyeri hilang timbul O: onset/durasi,
 Monitor nyeri frekuensi dan

41
Keterangan: menggunakan alat kualitas, intensitas
DO : Indikator Awal Target pengukur yang valid serta apa yang
 Pasien tampak Nyeri yang 2 5 dan reliable sesuai usia mengurangi nyeri
memegangi area dilaporkan dan kemampuan dan faktor yang
nyeri berkomunikasi memicu
Mengerinyit 3 5
 Pasien tampak E:
meringis menahan N:  Agar pasien
nyeri Ekspresi nyeri 2 5  Kajian nyeri mengetahui

wajah komprehensif yang informasi


meliputi lokasii, terkait nyeri

1: Berat karakteristik, yang dialami

2: Cukup berat onset/durasi, frekuensi  Agar pasien


3; Sedang dan kualitas, intensitas mengetahui
4: Ringan serta apa yang strategi
5: Tidak ada mengurangi nyeri dan untuk
faktor yang memicu meredakan
nyeri
E: C:
 Sediakan informasi  Untuk
akurat pada keluarga mengurangi
dan pasien mengenai rasa nyeri
pengalaman nyeri yang dialami
pasien pasien
 Eksplorasi  Agar pasien
pengetahuan pasien dapat
terkait nyeri mengontrol
C: nyeri yang
 Beri terapi analgesik dirasa
sesuai indikasi
 Kolaborasi dengan
pasien, keluarga, dan
profesi kesehatan lain
untuk memilih dan
menimplementasikan
tindakan meengontrol

42
nyeri

DX 4 Tujuan / Kriteria Hasil / Indikator Rencana Tindakan (NIC) Rasional


(NOC)
Gangguan pola tidur b.d Tidur Peningkatan tidur O:
kendala lingkungan Definisi : memfasilitasi tidur  Untuk
Definisi : Periode alami
atau siklus bangun yang teratur mengetahui
DS : mengistirahatkan kesadaran dalam
O: pola tidur
 Pasien mengatakan memulihkan tubuh
 Monitor pola tidur pasien
tidur 4-5 jam pada Setelah dilakukan tindakan
pasien  Untuk
malam hari karena keperawatan 1x24 jam, diharapkan
 Monitor jumlah jam mengetahui
lingkungan sekitar pola tidur klien terpenuhi
tidur jumlah jam
yang berisik, Kriteria hasil :
 Identifikasi faktor tidur pasien
kadang kadang
Indikator Awal Target penganggu tidur (fisik selama sakit
tidak bisa tidur
Jam tidur 3 5 dan/atau psikologis)  Untuk
karena nyeri dada
N: mengidentifi
dan ulu hati yang Pola tidur 3 5
 Sesuaikan lingkungan kasi faktor
dirasa Kualitas tidur 2 5
(misal cahaya, penganggu
DO :
Keterangan: kebisingan, tempat tidur pasien
 Pasien tampak
1: Sangat terganggu tidur) untuk N:
sering terbangun
2: Banyak terganggu meningkatkan tidur Untuk memberikan
dari tidurnya
E: rasa nyaman pada
TD : 125/70 mmHg 3: Cukup terganggu
 Diskusi dengan pasien tidur pasien
4: Sedikit terganggu
dan keluarga tentang C:
5: Tidak terganggu teknik tidur pasien  Agar pasien
C: dan keluarga
 Kolaborasi pemberian mengetahui
obat tidur jika Teknik dan
diperlukan pola tidur
pasien
 Agar pola
tidur pasien
terpenuhi

43
Distress spiritual b.d Status Spiritual Dukungan Spiritual O:
Kondisi penyakit kronis Definisi: Definisi:  Untuk
DS: Keyakinan atau sistem nilai berupa Memfasilitasi peningkatan mengetahui
 Pasien mengatakan kemampuan merasakan makna dan perasaan seimbang dan tingkat
bahwa ia tidak tujuan melalui hubungan, diri, orang terhubung dengan kekuatan kekhawatiran
mampu melakukan lain, lingkungan atau Tuhan yang lebih besar , kesepian,
ibadah karena Setelah dilakukan tindakan O: dan
terhambat keperawatan 2x24 jam, diharapkan  Identifikasi perasaan ketidakberda
pemasangan infus keyakinan pasien membaik , dengan khawatir, kesepian, yaan
 Pasien merasa tidak kriteria hasil: dan ketidakberdayaan  Untuk
berdaya  Identifikasi pandangan mengetahui
 Pasien merasa takut Indikator Awal Target tentang hubungan pandangan
jika penyakitnya Perilaku 2 5 antara spiritual dan pasien
tidak bisa marah pada kesehatan tentang
disembuhkan tuhan  Identifikasi harapan hubungan
DO: Perasaan 2 5 dan kekuatan pasien antara
 Pasien tidak takut N: spiritual dan
melakukan ibadah Kemampuan 3 5  Sediakan privasi dan kesehatan
seperti biasa, ibadah waktu tenang untuk  Untuk
karena terhambat Keterangan: aktivitas spiritual mengetahui
oleh pemasangan 1: Memburuk  Fasilitasi melakukan harapan dan
infus 2: Cukup memburuk kegiatan ibadah kekuatan
 Pasien tampak 3: Sedang E: pasien
tidak berdaya 4: Cukup membaik  Ajarkan metode N:
 Pasien tampak 5: Membaik relaksasi, meditasi,  Menyediaka
murung dan imajinasi n waktu dan
terbimbing ruangan
C: sendiri agar
 Atur kunjungan pasien
dengan rohaniawan merasa
(mis.Ustadz) nyaman
 Agar pasien
mendapatkan
fasilitas
untuk

44
melakukan
ibadah

E:
 Agar pasien
merasa lebih
tenang
dengan
terapi non
farmakologis
C:
 Agar pasien
mendapatkan
dukungan
spiritual dari
rohaniawan
(Mis Ustad)

VI. Implementasi

IMPLEMENTASI HARI PERTAMA

No. Dx Hari, Tanggal dan Jam Implementasi Respon pasien


Pelaksanaan
1 Kamis, 8 April 2021 O: DS:
Pukul: 09.00-09.30 WIB  Memonitor status pernapasan dan  Pasien mengatakan sesak
oksigenasi, sebagaimana mestinya nafas sedikit berkurang
N:  Pasien mengatakan sesak
 Mengatur posisi pasien untuk napas terasa ketika
meringankan sesak napas dadanya nyeri
 Mengauskultasi suara napas DO:
E:  Pasien tampak sesak

45
 Mengajarkan kepada pasien dan  TTV didapatkan
keluarga Teknik relaksasi napas TD : 125/70 mmHg
dalam N : 82x/menit
C: Suhu : 36°C
 Berkolaborasi dengan tenaga RR : 26x/menit
kesehatan lain dengan  Pasien tampak sedikit
memberikan pengobatan aerosol nyaman ketika diajarkan
sebagaimana mestinya teknik relaksasi napas
dalam

2 Kamis, 8 April 2021 O: DS:


Pukul: 10.00-10.30 WIB  Memonitor jumlah kalori yang  Pasien mengatakan susah
dibutuhkan menelan
 Memonitor asupan makanan  Pasien mengatakan nafsu
 Memonitor berat badan makan sedikit meningkat
DO:
N:  Pasien terlihat
 Menginstruksikan pasien menghabiskan sedikit
mengenai kebutuhan nutrisi makanannya hanya 4-5
 Menentukan status gizi pasien dan sendok makan
kemampuan pasien untuk  Berat badan pasien
memenuhi kebutuhan gizi menurun dari sebelumnya
E:
 Mengajarkan diet yang
diprogramkan

C:
 Melakukan kolaborasi dengan
memberikan obat obatan sebelum
makan (penghilang rasa sakit,
amtiemetik)
 Melakukan kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien

46
yang dibutuhkan, jika perlu

3 Kamis, 8 April 2021 O: DS:


Pukul: 11.00-11.45 WIB  Memonitor nyeri menggunakan 1. Pasien mengatakan nyeri
alat pengukur yang valid dan seperti terbakar pada
reliable sesuai usia dan bagian ulu hati sedikit
kemampuan berkomunikasi berkurang
2. Pasien mengatakan nyeri
N: hilang timbul
 Mengkaji nyeri komprehensif DO:
yang meliputi lokasii, 1. Pasien tampak meringis
karakteristik, onset/durasi, menahan nyeri
frekuensi dan kualitas, intensitas 2. Pasien tampak sedikit
serta apa yang mengurangi nyeri nyaman ketika dilakukan
dan faktor yang memicu teknik relaksasi

E:
 Menyediakan informasi akurat
pada keluarga dan pasien
mengenai pengalaman nyeri
pasien
 Mengeksplorasi pengetahuan
pasien terkait nyeri
C:
 Memberi terapi analgesik sesuai
indikasi
 Berkolaborasi dengan pasien,
keluarga, dan profesi kesehatan
lain untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
mengontrol nyeri

4 Kamis, 8 April 2021 O: DS:


Pukul: 12.00-12.20 WIB  Memonitor pola tidur pasien  Pasien mengatakan sudah

47
 Memonitor jumlah jam tidur mulai bisa tidur dengan
 Mengidentifikasi faktor mengurangi kebisingan
penganggu tidur (fisik dan/atau  Pasien mengatakan pada
psikologis) saat tidur jarang
N: terbangun
 Menyesuaikan lingkungan (misal DO:
cahaya, kebisingan, tempat tidur)  Pasien terlihat sudah bisa
untuk meningkatkan tidur tidur dan jarang
E: terbangun
 Berdiskusi dengan pasien dan  TD : 125/70 mmHg
keluarga tentang teknik tidur
pasien
C:
 Berkolaborasi dengan tenaga
medis untuk pemberian obat tidur
jika diperlukan
 Berkolaborasi dengan keluarga
pasien untuk selalu menjaga
kondisi lingkungan tempat tidur
pasien
5 Kamis, 8 April 2021 O: DS:
Pukul: 13.10-13.45 WIB  Mengidentifikasi perasaan  Pasien mengatakan
khawatir, kesepian, dan bahwa ia tidak mampu
ketidakberdayaan melakukan ibadah
 Mengidentifikasi pandangan  Pasien mengatakan
tentang hubungan antara spiritual bahwa ia merasa dirinya
dan kesehatan tidak berdaya
N:  Pasien merasa takut jika
 Memberikan kesempatan penyakitnya tidak bisa
mengekspresikan dan meredakan disembuhkan
marah secara tepat DO:
 Menyediakan privasi dan waktu  Pasien tidak melakukan
tenang untuk aktivitas spiritual ibadah seperti biasa
 Pasien tampak murung

48
E:  Pasien tampak cemas dan
 Ajarkan metode relaksasi, gelisah
meditasi, dan imajinasi
terbimbing
C:
 Atur kunjungan dengan
rohaniawan (mis.Ustadz)

IMPLEMENTASI HARI KEDUA

No. Dx Hari, Tanggal dan Jam Implementasi Respon pasien


Pelaksanaan
1 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 09.00-09.30 WIB  Memonitor status respirasi dan  Pasien mengatakan sudah
kedalam napas pasien tidak sesak nafas
N: DO:
 Mempertahankan kepatenan jalan  TTV didapatkan
napas TD : 125/70 mmHg
 Memfasilitasi mengubah posisi N : 82x/menit
senyaman mungkin Suhu : 36°C
E: RR : 20x/menit
 Mengajarkan pasien untuk
mengubah posisi nyaman pasien
secara mandiri dan terapi
relaksasi napas dalam
C:
 Berkolaborasi dengan keluarga
untuk memantau dan
mempertahankan kepatenan jalan
napas
2 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 10.00-10.30 WIB  Memonitor asupan makanan  Pasien mengatakan sudah
 Memonitor berat badan mampu menelan
N:  Pasien mengatakan nafsu
 Memberikan makanan tinggi makan meningkat

49
kalori dan protein
 Menganjurkan pasien makan DO:
sedikit tapi sering  Pasien terlihat
E: menghabiskan
 Mengajarkan diet yang makanannya sesuai
diprogramkan rumah sakit untuk dengan diit rumah sakit
diterapkan di rumah  Berat badan pasien
C: meningkat dari
 Berkolaborasi dengan keluarga sebelumnya
untuk memantau asupan makan
pasien
3 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 11.00-11.45 WIB  Berikan posisi yang dapat  Pasien mengatakan sudah
meringankan nyeri pada pasien tidak merasakan nyeri
N: DO:
 Memberikan teknik  Pasien tampak lebih
nonfarmakologis untuk nyaman dari sebelumnya
mengurangi rasa nyeri
 Memfasilitasi istirahat tidur
E:
 Menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
C:
 Berkolaborasi dengan keluarga
untuk pemberian teknik
nonfarmakologis di rumah
5 Jumat, 9 April 2021 O: DS:
Pukul: 13.10-13.45 WIB  Mengidentifikasi harapan dan  Pasien mengatakan
kekuatan pasien bahwa ia sudah mampu
N: melakukan ibadah
 Memfasilitasi melakukan kegiatan dengan cara duduk
ibadah  Pasien sudah tidak
E: merasa takut dengan
 Mengajarkan pasien untuk penyakitnya
berinteraksi dengan keluarga,

50
teman, dan atau/orang lain DO:
C:  Pasien tampak sudah
 Melibatkan keluarga untuk melakukan ibadah
memberikan dukungan spiritual dengan cara duduk
kepada pasien  Pasien tampak lebih ceria
dari sebelumnya
 Pasien tampak lebih
tenang dengan
keadaannya

VII. EVALUASI

EVALUASI HARI PERTAMA

Diagnosa Hari, Tanggal dan Jam Evaluasi SOAP


Pelaksanaan
Ketidakefektifan pola napas Kamis, 8 April 2021 S:
b.d Nyeri Pukul: 09.00-09.30 WIB  Pasien mengatakan sesak nafas sedikit
berkurang
 Pasien mengatakan sesak napas terasa ketika
dadanya nyeri
O:

 Pasien tampak sesak


 TTV didapatkan
TD : 125/70 mmHg
N : 82x/menit
Suhu : 36°C
RR : 24x/menit
A:
Masalah belum teratasi

Indikator Awal Target Pencapaian

Frekuensi 2 5 3
pernapasan

Irama 3 5 4

51
pernapasan

Suara auskultasi 3 5 4
napas

P: Lanjutkan intervensi
O:
 Memonitor status respirasi dan kedalam napas
pasien
N:

 Mempertahankan kepatenan jalan napas


 Memfasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
E:

 Mengajarkan pasien untuk mengubah posisi


nyaman pasien secara mandiri dan terapi
relaksasi napas dalam
C:

 Berkolaborasi dengan keluarga untuk


memantau dan mempertahankan kepatenan
jalan napas

Ketidakseimbangan nutrisi: Kamis, 8 April 2021 S:


kurang dari kebutuhan tubuh Pukul: 10.00-10.30 WIB  Pasien mengatakan susah menelan makanan
b.d Asupan diet kurang mulai berkurang
 Pasien mengatakan nafsu makan sedikit
membaik
O:
 Pasien masih terlihat menghabiskan sedikit
makanannya hanya 4-5 sendok makan
A:
Masalah belum teratasi

Indikator Awal Target Pencapaian

Asupan gizi 3 5 3

52
Asupan 2 5 3
makanan

Rasio berat 3 5 4
badan/tinggi
badan

P: Lanjutkan intervensi
O:

 Memonitor asupan makanan


 Memonitor berat badan
N:

 Memberikan makanan tinggi kalori dan protein


 Menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering
E:

 Mengajarkan diet yang diprogramkan rumah


sakit untuk diterapkan di rumah
C:

 Berkolaborasi dengan keluarga untuk


memantau asupan makan pasien

Nyeri akut b.d Agen cidera Kamis, 8 April 2021 S:


biologis Pukul 11.00-11.45 WIB  Pasien mengatakan nyeri seperti terbakar pada
bagian ulu hati sudah mulai menurun dengan
skala 4
 Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
O:
 Pasien tampak sedikit meringis menahan nyeri
A:
Masalah belum teratasi

53
Indikator Awal Target Pencapaian

Nyeri yang 2 5 3
dilaporkan

Mengerinyit 3 5 4

Ekspresi nyeri 2 5 4
wajah

P: Lanjutkan intervensi
O:

 Memonitor nyeri menggunakan alat pengukur


yang valid dan reliable sesuai usia dan
kemampuan berkomunikasi

N:

 Mengkaji nyeri komprehensif yang meliputi


lokasii, karakteristik, onset/durasi, frekuensi
dan kualitas, intensitas serta apa yang
mengurangi nyeri dan faktor yang memicu

E:

 Menyediakan informasi akurat pada keluarga


dan pasien mengenai pengalaman nyeri pasien
 Mengeksplorasi pengetahuan pasien terkait
nyeri

C:

 Memberi terapi analgesik sesuai indikasi


 Berkolaborasi dengan keluarga untuk
pemberian teknik nonfarmakologis

Gangguan pola tidur b.d Kamis, 8 April 2021 S:


Pukul 12.00-12.30 WIB  Pasien mengatakan sudah mulai bisa tidur

54
kendala lingkungan dengan nyaman
 Pasien mengatakan pada saat tidur jarang
terbangun

O:

 Pasien terlihat sudah bisa tidur dan jarang


terbangun
 TD : 125/70 mmHg
A:

Masalah pola tidur teratasi

Indikator Awal Target Pencapaian

Jam tidur 3 5 5

Pola tidur 3 5 5

Kualitas tidur 2 5 5

P:

 Intervensi dilanjutkan di rumah dengan


melibatkan keluarga untuk menjaga
lingkungan tempat tidur pasien

Distres spiritual b.d kondisi Kamis, 8 April 2021 S:


penyakit kronis Pukul 14.00-14.30 WIB  Pasien mengatakan bahwa ia masih kesulitan
melakukan ibadah
 Pasien mengatakan perasaan takut jika
penyakitnya tidak bisa disembuhkan sudah
berkurang
O:
 Pasien tampak kesulitan saat melakukan
ibadah, pasien tampak murung
A:
Masalah belum teratasi
Indikator Awal Target Pencapaian
Perilaku marah 2 5 4

55
pada tuhan
Perasaan takut 2 5 4
Kemampuan 3 5 3
ibadah

P: Lanjutkan Intervensi
O:

 Mengidentifikasi harapan dan kekuatan pasien


N:

 Memfasilitasi melakukan kegiatan ibadah


E:

 Mengajarkan berinteraksi dengan keluarga,


teman, dan atau/orang lain
C:

 Melibatkan keluarga untuk memberikan


dukungan spiritual kepada pasien

EVALUASI HARI KEDUA

Diagnosa Hari, Tanggal dan Jam Evaluasi SOAP


Pelaksanaan
Ketidakefektifan pola napas Jumat, 9 April 2021 S:
b.d Nyeri Pukul: 09.00-09.30 WIB  Pasien mengatakan sudah tidak ada sesak
nafas
O:

 Pasien tampak lebih nyaman


 TTV didapatkan
TD : 125/70 mmHg
N : 82x/menit
Suhu : 36°C
RR : 20x/menit
A:

56
 Sesak nafas pasien teratasi

Indikator Awal Target Pencapaian

Frekuensi 2 5 5
pernapasan

Irama 3 5 5
pernapasan

Suara auskultasi 3 5 5
napas

P:
 Intervensi dilanjutkan dengan teknik
relaksasi nafas dalam dibantu oleh keluarga
di rumah
Ketidakseimbangan nutrisi: Jumat, 9 April 2021 S:
kurang dari kebutuhan tubuh Pukul: 10.00-10.30 WIB  Pasien mengatakan sudah mampu menelan
b.d Asupan diet kurang makanan
O:
 Pasien tampak menghabiskan makanannya
sesuai diit rumah sakit
A:
 Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Indikator Awal Target Pencapaian

Asupan gizi 3 5 5

Asupan 2 5 5
makanan

Rasio berat 3 5 5
badan/tinggi
badan

P:
 Intervensi dilanjutkan dengan tetap menjaga
pola makan pasien di rumah serrta pantau

57
kebutuhan kalori yang dikonsumsi
Nyeri akut b.d Agen cidera Jumat, 9 April 2021 S:
biologis Pukul 11.00-11.45 WIB  Pasien mengatakan sudah tidak merasakan
nyeri
O:
 Pasien tampak tidak memegangi area nyeri
 Pasien tampak lebih nyaman
A:
 Nyeri sudah teratasi

Indikator Awal Target Pencapaian

Nyeri yang 2 5 5
dilaporkan

Mengerinyit 3 5 5

Ekspresi 2 5 5
nyeri wajah

P:
 Intervensi dilanjutkan dengan pemberian
terapi non farmakologis di rumah
Distres spiritual b.d kondisi Jumat, 9 April 2021 S:
penyakit kronis Pukul 14.00-14.30 WIB  Pasien mengatakan bahwa ia sudah mampu
melakukan ibadah secara mandiri
O:
 Pasien tampak sudah melakukan ibadah
secara mandiri, pasien tampak lebih ceria
dari sebelumnya
A:
Masalah sudah teratasi
Awal Target Pencapaian
Perilaku marah 2 5 5
pada tuhan

58
Perasaan takut 2 5 5
Kemampuan 3 5 5
ibadah

P:

 Menganjurkan pasien untuk terapi spiritual di


rumah dengan melibatkan para ahli agama
seperti ustadz
 melibatkan keluarga dengan memberikan
dukungan spiritual

F. Prognosis

Prognosis pada pasien dengan GERD cukup baik. Sebagian besar kasus
GERD dapat ditangani dengan gaya hidup sehat dan terapi farmakologis. Pada
kasus, pasien mendapatkan beberapa intervensi seperti manajemen jalan napas,
manajemen nutrisi, manajemen nyeri, peningkatan tidur, dan dukuran spiritual,
untuk mengatasi keluhan pada pasien. Setelah dilakukan intervensi terdapat
perkembangan pada keadaan pasien, pasien tampak lebih tenang dan jauh lebih
baik dari keadaan sebelumnya.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit refluks


gastroesofageal dibagi menjadi komplikasi esofageal, ekstraesofageal, dan
komplikasi akibat tindakan operasi yang dilakukan.
1. Komplikasi Esofageal
a. Barrett esophagus
b. Esofagitis erosive
c. Striktur esophagus
d. Kanker esophagus

2. Komplikasi Ekstraesofageal

59
a. Aspirasi asam lam bung
b. Asma
c. Laryngitis posterior
d. Batuk kronis
e. Erosi enamel gigi
f. Sinusitis kronis
g. Kanker laring
h. Pneumonitis
i. Faringitis kronis
j. Stenosis laring dan trakea

3. Komplikasi Operasi
a. Fundoplikasi
b. Disfagia
c. Dilatasi esofagus

60
DAFTAR PUSTAKA

Guideline,T. (2013). Gastroesopageal Refluks Disease (GERD), Tubman Medical


Library: University of Michigan.
Mutaqqin,A.,Sari,K. (2013). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta : EGC
Nurjannah, Intansari,T.,Roxsana,D. (2008). Nursing Outcomes
Classification.Yogyakarta.Elsevier
Nurjannah, Intansari,T.,Roxsana,D. (2008). Nursing Interventions
Classification. Yogyakarta.Elsevier
Tjandrawinata, R., Raymond. (2014). Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical
And Medical ApplicationsVol. 27, No. 1 April 2014.
Ronnie, F., Sami, R. (2011). Noncardiac Chest Pain: Epidemiology,
Natural Course and Pathogenesis.Journal of Neurogastroenterology and
Motility: Vol. 17 No. 2 April, 2011
SyamAri, F., Aulia, C.,dkk. (2013). Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD).Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
Sylvia, A.,Price, L., dkk. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

61

Anda mungkin juga menyukai