Makalah Tradisi Unjungan Buyut
Makalah Tradisi Unjungan Buyut
Makalah Tradisi Unjungan Buyut
Oleh :
NIM/NPM : …………..
KELAS : …………..
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak … (nama dosen pengampu mata
kuliah) sebagai dosen pengampu mata kuliah … (nama mata kuliah) yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
i
DAFTAR ISI
Hlm
COVER …………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 4
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana tradisi penghormatan leluhur Unjungan buyut dalam
perspektif Agama dan perspektif Sosiologi?…………………………… 5
2.2 Apa tujuan tradisi unjungan buyut?…………………………………….. 5
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………... 8
3.2 Saran ……………………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 9
i
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Gambar 1.1.1 ………………………………………………………………….. 2
i
BAB I
PENDAHULUAN
i
Proses penanaman aqidah dalam kegiatan dakwah selain dapat menguatkan keimanan
supaya tidak terpengaruh keyakinan-keyakinan lain, juga dapat dijadikan landasan yang kuat
bagi umat Islam untuk menjalinan dan membangun kehidupan sosial dalam bermasyarakat.
Masyarakat perlu dibimbing dan dibina melalui kegiatan dakwah ummat Islam seperti
pemberian pemahaman fungsi nilai-nilai islam yang terkandung dalam al-qur’an dan hadist
sebagai bentuk upaya melaksanakan pesan amar ma’ruf nahi munkar.
Tradisi Unjungan Buyut atau beberapa istilah seperti Ngunjung, Ngunjungan, dan
Khaul/Haul yang ada di wilayah 3 Ciayumajakuning khususnya di Indramayu merupakan
tradisi yang dilaksanakan rutin setiap tahun (setahun sekali) dan turun temurun sampai
sekarang. Ritual atau adat tradisi ini dilakukan masyarakat dengan berharap kepada Allah
SWT diberi kesejahteraan, keberkahan dan keselamatan dengan berdo’a di makam yang
dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat keramat atau orang yang pertama kali membabat
desa setempat dalam artian menghormati jasa leluhur/orang tua.
Rangkaian adat tradisi Unjungan buyut/khaul yang ada di Ciayumajakuning
khususnya di Kabupaten Indramayu dimulai dari para pemuda yang membentuk panitia
pelaksanaan acara Unjungan buyut/Khaul jauh sekitar 2-3 bulan sebelum acara berlangsung.
Di hari pelaksanaannya masyarakat baik pemuda ataupun orang dewasa bahkan orang tua
ikut berpartisipasi untuk pembacan tahlil (tahlilan) dan berdo’a di makam buyut/orang tua
yang masyarakat percaya adalam makam leluhur nya tersebut. Selain itu, berbagai persiapan
untuk memeriahkan acara tersebut seperti menyewa (memberi uang muka/DP) logistik acara
pengajian, kesenian seperti kesenian wayang kulit, wayang golek, organ musik dan
sandiwara.
i
Gambar 1.1.1 Hiburan seni sandiwara pada acara unjungan buyut (Foto: Facebook acara unjunga pemdes Sidamulya)
Dari berbagai rangkaian persiapan yang dilakukan masyarakat yang terlibat, mereka
saling berinteraksi satu dengan yang lain. Tentu, itu tidak terlepas dari proses komunikasi.
Proses komunikasi terjadi tidak hanya antar sesama manusia, melainkan komunikasi bisa
berlangsung dan terjadi antara manusia (sebagai makhluk) dengan Tuhan (penciptanya).
Komunikasi sebagai upaya atau cara manusia untuk menyampaikan pesan, gagasan, ide,
kemauan, hasrat dan lain sebaginya, dan upaya ini dilakukan manusia hanya agar manusia
bisa saling berhubungan. (Kustadi Suhandang, 2013) menjelaskan mengingat komunikasi
bukan hanya suatu proses penyampaian pesan saja, melainkan suatu ilmu yang bersifat
kemasyarakatan, maka tidak heran proses dakwah pun sangat boleh dilakukan. Karena
dakwah sendiri bisa jadi salah satu cabang dari akar ilmu komunikasi itu sendiri.
Kemudian dalam acara tradisi Unjungan buyut dilakukan masyarakat dengan
mengadakan acara seperti pembacaan tahlil, do’a bersama dan mengadakan acara pengajian
dengan mengundang ustadz atau kiyai yang mampu memberikan pemahaman tentang ajaran
Islam.
Namun dalam melaksanakan acara tradisi unjungan buyut, tidak sedikit masyarakat
yang mempercayai acara tradisi unjungan buyut tersebut dengan kepercayaankepercayaan
yang mereka yakini. Seperti, harapan mereka bahwa acara unjungan buyut bisa memberi
keselamatan bagi pelakunya. Masyarakat berharap mendapat kesejahteraan dan keselamatan
dalam kehidupan sehari-hari nantinya dengan berharap kepada selain Allah disaat mereka
ikut melaksanakan acara unjungan buyut, dan masyarakat berharap dan meminta hal
demikian kepada si Buyut yang di peringati unjungan buyut tersebut. Dan itu sedikit jauh dari
nilai-nilai islam. Dan hal itu, bisa terlihat bahwa tidak banyak masyarakat yang memahami
nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam acara unjungan buyut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka menjadi sebuah alasan peneliti untuk
mengetahui bagaimana “Tradisi Unjungan Buyut”.
i
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana tradisi penghormatan leluhur Unjungan buyut dalam perspektif Agama dan
Perspektif Sosiologi?
b. Apa tujuan tradisi unjungan buyut?
i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana tradisi penghormatan leluhur Unjungan buyut dalam perspektif Agama
dan perspektif Sosiologi?
Agama merupakan suatu pondasi bagi manusia yang berperan dalam menjalankan
segala sesuatu dikehidupan manusia dan sebagai petunjuk arah kebaikan dalam setiap
kehidupan manusia. Agama berasal dari bahasa sansakerta yaitu A yang artinya ‘tidak’ dan
Gam yang artinya ‘pergi’ sehingga agama bisa di artikan dengan tidak pergi, tetap di tempat,
diwarisi turun temurun, kemudian ada pendapat mengenai agama itu merupakan teks atau
kitab suci. (UI-Press, 2016).
Kita sadari bahwa agama dapat menjadi sumber moral dan etika serta bersifat absolut,
tetapi pada sisi lain juga menjadi sistem kebudayaan, yakni ketika wahyu itu direspon oleh
manusia atau mengalami proses transformasi dalam kesadaran dan sistem kognisi manusia.
Dalam konteks ini agama disebut sebagai gejala kebudayaan. Sebagai sistem kebudayaan,
agama menjadi establishment dan kekuatan mobilisasi yang sering kali menimbulkan konflik.
Di sinilah ketika agama (sebagai kebudayaan) difungsikan dalam masyarakat secara nyata
maka akan melahirkan realitas yang serba paradoks. (Nur Achmad, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2001).
Dari faktor itulah, Islam dalam berbagai bentuk ajaran yang ada di dalamnya,
menganggap adat-istiadat atau ‘urf sebagai patner dan elemen yang harus diadopsi secara
selektif dan proporsional, sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat penunjang hukum-
hukum syara’, bukan sebagai landasan hukum yuridis yang berdiri sendiri dan akan
melahirkan produk hukum baru, akan tetapi ia hanya sebagai suatu ornament untuk
melegitimasi hukum-hukum syara’ sesuai dengan perspektifnya yang tidak bertentangan
dengan nash-nash syara’. Dengan demikian tercetuslah teori yang obyek pembahasannya
terfokus hanya kepada kasus-kasus adat kebiasaan atau tradisi, yaitu teori ‘urf sebagai
berikut: “Al urfu fissyari’I lahu I’tibaron al urfu syarii’atun muhkamatun” yang artinya: Urf
menurut syara itu memiliki suatu penghargaan (bernilai hujjah) dan kaidah ‘urf merupakan
dasar hukum yang telah dikokohkan”.
Maka dari itu, para ahli hukum Islam menggunakan dua istilah ‘urfadat. Nampak
adanya konsep ‘urf sebagai salah satu dalil dari segi prakteknya, yang di situ jelas ada yang
memberlakukannya sebagai salah satu patokan hukum. (Jombang: Darul Hikmah, 2010).
i
Dan agama dalam sudut pandang kebudayaan ialah agama diciptakan oleh manusia
yang berasal dari akal budi, kemajuan dan perkembangan budaya. Ada berbagai macam
persembahan umat kepada Tuhan-Nya salah satunya adalah Tradisi. (Ahmad Asir, 2014).
Dan dalam perspektif sosiologi tentang agama mendefinisikan bahwa agama adalah
suatu hal umum yang bisa dimiliki oleh manusia baik secara individu atau perkelompok, hal
itu juga membuktikan bahwasanya agama itu merupakan suatu aspek yang ada dalam setiap
kehidupan masyarakat untuk saling bersosialisasi sehingga bisa membentuk dan memecahkan
masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri atau membutuhkan bantuan dari orang lain.
(Mawardi, 2016).
Secara khusus tradisi oleh C.A. van Peursen diterjemahkan sebagai proses pewarisan
atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tradisi dapat
dirubah diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia (C.A. Van
Peursen,1988).
Tradisi berasal dari kata tradisi yang berarti sesuatu yang turun temurun (adat,
kepercayaan, kebiasaan , ajaran) dari nenek moyang dengan kata lain tradisi adalah
kebiasaan yang diwariskan dari satu generasi ke genarasi berikutnya secara tururn temurun.
(Esten, Mursal.1993).
Menurut arti yang lebih lengkap bahwa tradisi mencakup kelangsungan masa lalu
dimasa kini ketimbang sekedar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari
merupakan dibuang atau dilupakan. Maka di sini tradisi hanya berarti warisan, apa
yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Shils.
keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-
benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, “Tradisi berarti segala sesuatu yang
disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini”. (Hasanuddin University Press,
1997).
i
Kegiatan tahunan ini pada intinya bersedekah makanan dan uang untuk warga
desa yang kurang mampu juga sebagai cermin diri agar selalu bersyukur atas hasil bumi
yang berlimpah. Acara ini selain mengenang dan memberikan penghormatan kepada
leluhur kita, yaitu Buyut, juga warga berziarah ke makam orang tua atau keluarganya
yang sudah meninggal dunia. (Tosupedia.com, 2020).
Selain tujuan yang di sebutkan diatas, unjungan juga bertujuan untuk ajang
silaturhami saudara kerabat yang dekat ataupun yang jauh untuk menjalin ikatan
keluarga agar tidak terputus dan berdoa bersama mendoakan orang tua/buyut leluhur
yang telah berjasa bagi kehidupan masyarakat dengan cara tahlil bersama atau
tawassulan dan semua itu adalah tercantum dalam ajaran ajaran Agama.
(Firdaus.bloghspot.com, 2024).
Gambar 2.2.1 Doa bersama tradisi unjungan buyut Gambar 2.2.2 Silaturahmi Tradisi unjungan buyut
(Foto: Facebook pemdes Sidamulya) (Foto:Facebook pemdes Sidamulya)
i
i
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tradisi “Ujungan Buyut” di Indonesia merupakan praktik budaya yang mengakar
kuat di masyarakat, namun penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai dan ajaran Islam
dipahami dan diikuti. selama pelaksanaan tradisi ini.
Berkaitan dengan Bagaimana tradisi penghormatan leluhur Unjungan buyut
dalam perspektif Agama dan Perspektif Sosiologi juga tujuan adanya tradisi tersebut
adalah Agama Islam memandang adat istiadat sebagai mitra untuk mendukung hukum
Syariah. Agama merupakan ciptaan budaya yang bersumber dari intelektualitas dan
kemajuan manusia. Dari sudut pandang sosiologi, agama memfasilitasi sosialisasi dan
pemecahan masalah. Tradisi adalah norma-norma yang diwariskan yang dapat diubah
atau ditolak. Mereka mewakili sisa-sisa masa lalu yang diwariskan hingga saat ini.
Unjungan atau Mermule merupakan tradisi tahunan dimana masyarakat
menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan, mendoakan leluhur, dan menjamin keamanan
desa. Hal ini melibatkan donasi kepada mereka yang kurang beruntung, mengingatkan
semua orang untuk bersyukur atas hasil panen. Unjungan juga mempererat ikatan
kekeluargaan dan menghormati leluhur melalui doa dan ritual bersama.
3.2 Saran
Dari hasil penulisan yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang
dijadikan untuk masukan, diantaranya :
3.2.1 Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan untuk mempertahankan tradisi Unjungan Buyut sebagai
bentuk penghormatan kepada leluhur dan dijadikan sebagai bentuk syukur kepada Allah
SWT serta dijadikan untuk menjalin silaturahmi.
3.2.2 Bagi Penulis
Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan mahasiswa
lain untuk mengembangkan penelitian ini yang berkaitan dengan tradisi dan adat istiadat
tentang penghormatan kepada leluhur dalam perspektif agama dan sosiologi, karna disetiap
penghormatan dalam berbagai agama tentu mempunyai keunikan masing-masing.
i
i
DAFTAR PUSTAKA
Mattulada. (1997). Kebudayaan Kemanusiaan Dan Lingkungan Hidup. Hasanuddin University Press,
Hal. 1.
Mawardi. (2016). Batasa dan Aspek-Aspek Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal Substantia
vol.18, 221.
Peursen, C. V. (1988).