Makalah Ulumul Hadist
Makalah Ulumul Hadist
Makalah Ulumul Hadist
Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Penyusun:
1
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami langitkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga kami bisa belajar Ulumul Hadist serta dapat
menyusun makalah ini sampai selesai. Sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada manusia termulia yakni Rasulullah Muhammad SAW.
Kami sangat berharap semoga makalah yang bertema Ulumul Hadist ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pada kita semua. Dengan penuh kesadaran
kami mengakui bahwasanya wawasan dan pengetahuan masih terbatas sehingga
dengan segala hormat saya mengharapkan kritik dan sarannya karena tanpa itu
sebuah ilmu pengetahuan tentu tidak akan berkembang. Dan kami memohon maaf
sebesar-besarnya bila mana di dalam penulisan ada kata atau kalimat yang dirasa
tidak sopan begitu juga ketika ada kata atau kalimat yang baik sejatinya itu dari
Allah SWT.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits hasan adalah klasifikasi kualitas hadits yang berada di antara hadits
shahih dan hadits dhaif. Kemudian hadits hasan terbagi lagi menjadi dua bagian
yakni hasan lidzatihi dan hasan lighairihi. Dalam tulisan singkat ini akan
dijelaskan asal-muasal dan sejarah lahirnya istilah hadits hasan. Sebelum Imam
Tirmidzi (w. 279 H/892 M), kriteria kualitas hadits bernilai hasan tidak dikenal
dan belum ada. Baru semenjak Imam Tirmidzi yang bernama lengkap Abu Isa
Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi mengarang kitab al-Jami’ Sunan
Tirmidzi, kriteria hadits hasan dimunculkan, lalu dibakukan dalam kitab-kitab
hadits oleh ilmuwan hadits setelahnya.
Kemudian Imam Tirmidzi dalam kitab karangannya yang lain, kitab al-Ilal
al-Shagir menjelaskan tentang definisi hadits hasan. Sebuah ta’rif baru dalam
Ulum al-Hadits untuk istilah hadits hasan yang baru pertama kali dikenal dalam
ilmu musthalah al-hadits:
ويُروى من غير، وال يكون الحديث شاذًّا،كل حديث يُروى ال يكون في إسناده من يتَّهم بالكذب
وجه نحو ذلك فهو عندنا حسن
Artinya: “Setiap hadits yang diriwayatkan dan tidak terdapat pada sanadnya
perawi yang pendusta dan hadits tersebut tidak syadz, serta diriwayatkan pula
melalui jalan yang lain, maka menurut kami itu adalah hadits hasan.”
Jadi pada zaman Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai gurunya Imam
Tirmidzi, serta Imam madzhab yang empat, yakni Imam Hanafi, Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan Imam Hambali dengan magnum opusnya kitab hadits
Musnad Imam Ahmad belum dikenal istilah baku kriteria nilai hadits berkulitas
hasan. Klasifikasi kualitas hadits pada masa itu hanya dua: shahih dan dhaif.
Baru setelah zaman Imam Tirmidzi klasifikasi kualitas hadits dibakukan
menjadi tiga kategori: shahih, hasan dan dha’if.
Pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Taimiyah (w.728 H/1328 M) dalam
4
kitabnya Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah. Menurutnya, istilah hasan berasal dari
pecahan kualitas dha’if yang dipakai sebelum zaman Imam Tirmidzi. Namun,
pendapat Ibn Taimiyah ini telah dikritik ulama hadits. Alasannya, istilah hasan
sudah dikenal sebelum zaman Imam Tirmidzi. Kritik tersebut terbantahkan dan
tidak kuat, sebab yang dimaksud Ibn Taimiyah tampaknya bukanlah tentang
mulai dikenalnya istilah hasan itu, melainkan tentang digunakannya istilah
tersebut sebagai istilah yang baku bagi salah satu kualitas hadits. (Engkus
Kusnandar 2023)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hadist hasan itu?
2. Ada berapakah klasifikasi hadist hasan dan bagaimana penjelasannya?
3. Bagaimana hukum hadis hasan?
4. Bagaimana kehujjahan tentang hadist hasan?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita mampu mengetahui
tentang hadist hasan dan klasifikasi hadist hasan serta mempunyai pengetahuan
tentang hukum hadist hasan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan)
yang sepadan dengannya”.
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab
bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib,
sekalipun pada hakikatnya berstatus hasan. Tidak dapat dirumuskan dalam
definisi ini sebab dalam definisi tersebut disyariatkan tidak hanya melalui satu
jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan). Meskipun
demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud menyamakan hadits
hasan dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula
memunculkan istilah hadits hasan ini (Idri, dkk 2014).
3. Menurut At-Thibi
وال ا ذ شدو من وسلم وجه غير من هما كال وروي ثقة مرسل أو الثقة درجة من قرب من مسند
علة
“Hadits musnad ( muttasil dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati
derajat tsiqah. Atau hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada
keduanya ada perawi lain, dan hadits itu terhindar dari syadz (
kejanggalan) dan illat (kekacauan)”. Dengan kata lain hadis hasan adalah :
ّ والعلة ال
شذوذ من خال و ضبطه ق َّل الذى العدل بنقل سنده تصل ا ما هو
“Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh orang adil, kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan (syadz)
dan tidak ada illat” (Sahroni 2002). Dengan kata lain, syarat hadits hasan
dapat dirinci sebagai berikut.
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit tetapi ke-dhabit-annya dibawah kedhabitan perawi
hadits shohih
4. Tidak terdapat kejanggalan (syadz)
5. Tidak ada illat (cacat)
B. Klasifikasi Hadist Hasan
Para Ulama ahli hadist mengelompokkan Hadis Hasan sehingga terbagi
menjadi dua macam, yaitu Hasan lidzatih dan Hasan lighairih.
7
1. Hadist Hasan lidzatih
Hadist Hasan lidzatihi menurut bahasa merupakan sifat musyabbahat dari
kata “hasuna” artinya bagus. Pada pengertian lain Hadits hasan lidzatih
adalah Hadits dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria dan
persyaratan yang ditentukan. Syarat untuk hadits hasan adalah sebagaimana
syarat untuk hadits shahih, kecuali bahwa perawinya hanya termasuk
kelompok keempat ( shaduq ) atau istilah lain yang setaraf atau sama dengan
tingkatan tersebut. Sebuah hadits dikategorikan sebagai hasan lidzatih
karena jalur periwayatannya, hanya melalui satu jalur periwayatan saja.
Sementara hadits hasan pada umumnya, ada kemungkinan melalui jalur
riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung dengan riwayat yang lainnya.
Bila hadits hasan ini jumlah jalur riwayatnya hanya satu, maka hadits hasan
itu disebut dengan Hadits Hasan lidzatih. Tetapi jika jumlahnya banyak,
maka ia akan saling menguatkan dan akan naik derajatnya menjadi hadits
shahih lighairih.
a. Contoh Hadits Hasan Lidzatih
ي الجو عمران ابي عن الضبعي ن سليما بن جعفر حدثنا قتيبة حدثنا
ّ موسى ابي بن بكر ابي عن ن
ى اال ّ ابواب
ّ إن وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال يقول ّو العد ة بحضر أبي سمعت قال شعر
السيوف ظالل تحت الجنّة
“Dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar
ayahku ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang”
(HR.At-Tirmidzi)
Menurut Mahmud al-Thalan, Hadits diatas berkualitas hasan, karena para
rawinya terpercaya (tsiqah), kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dhuba’iy.
Karena itulah, Hadits tersebut tidak mencapai hadits shahih. Terkait rawi
yang satu ini, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkomentar: ( حسن الحديثhadits
yang disampaikannya baik). Penilaian Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa
hadits itu berkualitas hasan.
b. Hukum Hadits Hasan Lidzatih
8
Hukum mengamalkan dan berhujjah dengan hadits hasan lidzatihi sama
halnya dengan hukum mengamalkan dan berhujjah dengan hadits shahih
yaitu wajib walaupun kekuatan hadits hasan berada dibawah hadits shahih.
Oleh karena itu hadits hasan dijadikan hujjah oleh seluruh kalangan ulama
(ahli hadits, fiqih dan ahli ushul) kecuali oleh orang-orang yang
menganggap remeh hadits hasan seperti Ibn Hibban dan Ibn Huzaimah (al-
Syuyuti, t.t., I: 160)
2. Hadits Hasan Lighairih
Hadits hasan lighairih adalah hadits-hadits dhaif yang tidak terlalu parah
(kedhaifannya) dan diriwayatkan dengan melalui beberapa jalur. Beberapa
periwayatan hadits yang dhaif ini kemudian saling menguatkan, dan
akhirnya naik menjadi hasan. Sementara bila beberapa riwayat hadits itu
termasuk kategori dha’if yang berat, seperti hadits matruk, munkar, maudhu
dan sebagainya, maka hadits itu tidak bisa naik menjadi hasan lighairih
(Zuhdi Rifai 2008). Hadits dha’if bisa naik menjadi hadits hasan lighairih
dengan dua syarat, yaitu:
1. Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang saling seimbang dan lebih
kuat.
2. Sebab kedha’ifan hadits tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan
sepert hapalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui
dengan jelas (majhul) identiras perawi.
Derajat Hadits Hasan Lighairihi berada dibawah derajat hadits hasan
lidzatihi, oleh karena itu jika terjadi ta’arudh (pertentangan) antara hadits
hasan lidzatihi dengan hadits hasan lihgairihi maka hadits hasan lidzatihi
harus didahulukan untuk diamalkan (Tajul Arifin 2014).
a. Contoh Hadits Hasan Lighairih
“Dari Syu’bah dari ‘Ashim Ubaidillah dari Abdillah ibn Amir ibn Rubai’ah
dari dari bapaknya sesungguhnya seorang perempuan dari bani Fazarah
menikah dengan masyarakat kawin dua sandal kemudian Rasul berkata
padanya: “ Apakah engkau ridha atas dirimu dan hartamu diganti dengan
9
dua sandal? Perempuan itu menjawab “ya“ kemudian Rasul
memperbolehkannya”.
Ashim merupakan orang yang dha’if karena jelek hafalannya tetapi Al-
tirmidzi menganggap hadits ini hasan karena ada riwayat lain yang serupa
(Mahmud al-Thuhan, t.t.: 43).(Abdul Majid Khon 2009)
10
shahih, sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits
hasan.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah
disebut hadits maqbul, dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima disebut hadits mardud. Adapun Hadist yang termasuk
maqbul adalah:
1. Hadits shahih, baik shahih li dzatihi maupun shahih li ghairih
2. Hadits hasan, baik hasan li dzatih maupun hasan li ghairih.
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dha’if. Hadits
mardud tidak dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela
pada rawi-rawinya atau pada sanadnya(Solahudin Agus & Agus Suyadi
2009).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata hadis atau al-hadist menurut bahasa, berarti al-jadi (sesuatu yang
baru). Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Pada
Definisi yang lain hadis dipahami dengan sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad yang berhubungan dengan hukum syara’ baik berupa ucapan,
perbuatan maupun ketetapan sebagai penetap hukum. Sedangkan Secara
bahasa, hasan bermakna al-jamal, yaitu bagus atau indah dan pengertian hadist
hasan secara istilah didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits.
12
DAFATAR PUSTAKA
13