Dilema Migrasi Dan Urbanisasi
Dilema Migrasi Dan Urbanisasi
Dilema Migrasi Dan Urbanisasi
Pada gambar diatas memperlihatkan urbanisasi versus GNP perkapita; negara negara
berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, juga termasuk diantara negara yang penduduknya
paling banyak tinggal dikota atau paling urban, sementara negara negara paling miskin, seperti
Rwanda, adalah negara yang sebagian besar penduduknya tidak tinggal dikota pada saat yang
sama, ketika banyak negara menjadi lebih urban (urbanized) seiring dengan kemajuan
pembangunannya, dewasa ini negara negara termiskin jauh lebih urban dari pada negara negara
maju dulu pada saat tingkat pembangunannya setara, sebagaimana diukur dengan pendapatan
perkapita; dan negara negara paling miskin mengalami urbanisasi pada tingkat yang lebih cepat.
Pada gambar diatas menunjukkan urbanisasi sepanjang waktu dan berbagai tingkat
pendapatan selama seperempat abad, yaitu dari tahun1970 hingga 1995. Gamar ini menyajikan
pendapatan perkapita rill ( dalam dolar AS pada tahun konstan 1987), tetapi belum disesuaikan
dengan paritas daya beli. Setiap segmen garis menggambarkan trajektori dari suatu negara,
dimulai dari titik hitam yang menggambarkan pendapatan tahun 1970 dan tingkat urbanisasi bagi
negara tertentu, dan berakhir pada ujing segmen garis (kotak bekah ketupat) yang mencerminkan
pendapatan tahun 1995 dan tinggakat urbanisasi dari negara yang sama. Gambar tersebut juga di
interpretasikan sebagai sesuatu yang menunjukkan bahwa urbanisasi terjadi dimana saja, di
negara berpendapatan tinggi maupun rendah, terlepas apakah pertumbuhannya positif atau
negatif. Ringkasnya urbanisasi dapat terjadi dimana saja diseluruh dunia, meskipun pada laju
yang berbeda.
Seiring dengan terus meluasnya urbanisasi dan bias urban (urban bias) dalam strategi
pembangunan, tumbuh subur pula kantung-kantung pemukiman kumuh (slum) dan kampung-
kampung di tengah kota yang serba menyesakkan dan liar (shantytoum). Akan semakin banyak
pemukiman yang sebenarnya tidak pantas dihuni oleh manusia. Pemukiman-pemukiman serba
jorok dan jauh dari standar kesehatan maupun kenyamanan hidup seperti Favella di kota Rio
Jenerio, Pueblos Jovenes di Lima dan Bustees di Kulkuta yang jumlahnya terus meningkat
menjadi dua kali lipat setiap lima hingga sepuluh tahun. Sekarang ini, dari seluruh penduduk
perkotaan diberbagai negara-negara Dunia Ketiga bahkan lebih dari 60 persen (lihat Tabel 8-3).
Meskipun pertumbuhan penduduk dan migrasi dari desa ke kota yang terus meningkat merupakan
penyebab utama semakin banyaknya pemukiman-pemukiman kumuh diperkotaan namun
sebagian juga disebabkan oleh pihak pemerintah di masing-masing negara paling miskin.
Keprihatinan pemerintahan negara-negara paling miskin terhadap jumlah dan proyeksi
pertumbuhan penduduk daerah perkotan, yang bahkan sudah di ambang bahaya, diungkapkan
pada laporan PBB mengenai kebijakan-kebijakan kependudukan di berbagai negara pada tahun
1988. Rasa prihatin dan cemas terhadap petumbuhan penduduk perkotaan yang terlalu cepat di
negara-negara berkembang mengungkapkan pokok masalah yang paling penting untuk di bahas,
yaitu seberapa jauh pemerintah suatu negara dapat merumuskan kebijakan pembangunan yang
memiliki dampak pasti terhadap pertumbuhan kota. Strategi pembangunan ortodoks yang
dijalankan paada beberapa dekade yang lalu, yang lebih mengutamakn modernisasi industry,
kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolis, jelas telah menciptakan ketimpangan
geografis dalam penyebrankesempatan atau peluang-peluang ekonomi, sekaligus menjadi
penyebab utama perpindahan secara besar-besaran penduduk desa ke kota-kota yang terus-
menerus,
2. PERANAN KOTA
Secara umum, sebuah kota terbentuk karena dapat memberikan keunggulan dari segi biaya
kepada produsen dan konsumen, melaluiapa yang dikenal sebagai ekonomi aglomerasi
(agglomeration economies). Seperti disebutkan oleh Walter Isard, seorang pionir ekonom regional,
ekonomi aglomerasi muncul dalam dua bentuk. Pertama, ekonomi urbanisasi (urbanization
economies), yaitu dampak-dampak yang berkaitan dengan pertumbuhan kawasan gografis yang
terpusat secara umum. Kedua, ekonomi lokalisasi (localization economies), yaitu dampak-dampak
yang ditimbulkan oleh sektor-sektor khusus dalam perekonomian, seperti sektor keuangan atau
perakitan kendaraan, setelah sektor-sektor itu berkembang dalam suatu daerah. Ketika biaya
transportasi menjadi signifikan, maka pengguna output industri akan mendapatkan keuntungan bila
memilih lokasi yang lebih dekat ke pasar untuk dapat menghemat biaya. Selain itu, perusahaan yang
bergerak dalam industri yang sama atau industry terkait juga dapat meraih keuntungan karena
memilih lokasi di kota yang sama, sehingga mereka dapat menarik sejumlah besar pekerja yang
memiliki keterampilan khusus yang diperlukan dalam sektor tersebut, atau karena infrastruktur yang
terspesialisasi. Pekerja dengan keterampilan khusus yang sesuai dengan industritersebut akan lebih
memilih untuk bertempat tinggal di lokasi yang sama, sehingga mereka dapat dengan mudah mencari
pekerjaan baru atau memiliki posisi yang lebih menguntungkan dalam memilih peluang-peluang yang
tersedia.
2.1. DISTRIK INDUSTRI
Di mana tepatnya lokasi distrik industri tidaklah menjadi masalah, karena bisa saja di
masa lampau. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, banyak perusahaan komputer yang sejenis
sudah lebih dulu beroperasi di sana. Contoh lainnya adalah para pemasok sepatu yang memilih
Sinos Valley di Brasil dan Guadalajara di Meksiko, karena kebanyakan perusahaan sepatu
berlokasi di daerah tersebut. Beberapa manfaat dapat diambil dari pemilihan lokasi ini-yang
disebut oleh Khalid Nadvi sebagai "efisiensi kolektif yang pasif"; tetapi manfaat lainnya dapat
diperoleh dengan tindakan kolektif, seperti pengembangan fasilitas pelatihan atau lobi kepada
pemerintah untuk mendapatkan infrastruktur yang dibutuhkan sebgai sebuah industri dan bukan
sebagai sebuah perusahaan tunggal (“efesiensi kolektif yang aktif)”.
Sekali lagi,tidak semua keuntungan efisiensi kolektif dari keberadaan distrik-distrik industri
didapatkan melalui lokasi yang pasif. Sebagian yang lain dibuat secara aktif melalui investasi
bersama dan berbagai aktivitas promosi dari banyak perusahaan dalam distrik tersebut. Faktor
yang menentukan dinamisme dari sebuah distrik adalah kemampuan perusahaan-perusahaan di
dalamnya untuk menemukan mekanisme dalam melakukan tindakan-tindakan kolektif tersebut.
Sementara pemerintah dapat menyediakan sokongan finansial dan berbagai layanan penting
lainnya dalam memfasilitasi pengembangan klaster,modal sosial (social capital) juga merupakan
hal yang penting, terutama kepercayaan terhadap kelompok dan sejarah bersama dari tindakan
kolektif yang sukses, yang tentunya membutuhkan waktu untuk berkembang. Pemerintah dapat
membantu proses ini dengan menyatukan pihak-pihak terkait untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan-tujuan yang kecil, sebelum berusaha mencapai tujuan yang lebih besar, tetapi modal sosial
biasanya tumbuh secara organik dalam komunitas ekonomi dan jelas tidak mungkin ditumbuhkan
secara paksa. Bahkan dengan tindakan kolektif untuk memicu keuntungan pasif dari ekonomi
aglomerasi, klaster tradisional mungkin tidak akan dapat bertahan dalam bentuknya semula agar
dapat memasuki tahapan industrilialisasi yang lebih maju.
5. PENGANGGURAN DI PERKOTAAN
Salah satu konsekuensi pokok atas melonjaknya arus urbanisasi adalah meledaknya
jumlah pencari kerja baik di sektor modern atau formal maupun di sektor informal dalam
perekonomian perkotaan. Di banyak negara berkembang tingkat penawaran tenaga kerja tersebut
jauh melebihi tingkat permintaan yang ada sehingga mengakibatkan tingginya angka
pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan.
Jangkauan masalah pengangguran yang sebenarnya jauh lebih serius daripada yang
ditunjukkan oleh data-data yang ada sayangnya informasi yang dapat dipercaya mengenai tingkat
pengangguran di Afrika dan di beberapa kota paling padat di Asia yang kemungkinannya sangat
tinggi tidak tersedia. Kita memfokuskan pada kelompok penduduk berusia 15 sampai 24 tahun
atau yang mayoritas saat ini merupakan migran maka tingkat pengangguran ini akan melebihi
50% atau misalnya sebagaimana yang terjadi di Kolombia Ethiopia Indonesia Meksiko Aljazair
dan Panama selama dekade 1990-an. Karena migrasi desa kota merupakan faktor penyebab utama
atas tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan dan lonjakan pengangguran maka kita perlu
membahas topik tersebut secara mendalam.