Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Pengkajian Abcde

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENNDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk

menyelamatkan kehidupan penderita mencegah kerusakan sebelum tindakan atau

perawatan selanjutnya dan menyelamakan penderita pada kondisi yang berguna bagi

kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat darurat yang cepat dan tepat, maka sering

dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan

pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan

secara cepat. Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang

bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi

berbagai permasalahan kesehatan baik actual potensial mengancam kehidupan tanpa

atau terjadinya secara mendadak atau tidak diperkirakan tanpa atau disertai kondisi

lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek

keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang

berkompeten diruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi

biologis, psikologis, dan sosial klien baik actual yang timbul secara bertahap maupun

mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan

keperawatan gawat darurat, yaitu kondisi kegawatan yang sering kali tidak

terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang keruang gawat
darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling ketergantungan yang

sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat darurat

diberikan untuk semua usia dan sering dengan data dasar yang sangat mendasar,

tindakan yang diberikan harus tepat dan dengan ketepatan yang tinggi ( Maryuani,

2009).

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua yaitu pengkajian

primer dan sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan

terlebih dahulu melakukan survey primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah

yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survey sekunder.

Tahapan pengkajian meliputi: A Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan

menjaga jalan nafas disertai control servikal, B: Breathing, mengecek pernafasan

dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat, C: Circulation,

mengecek sistem sirkulasi disertai control perdarahan, D: Disability mengecek status

neurologis, E: Exposure, Environmental control, buka baju penderita tapi cegah

hipotermia (Holder,2002)

Pengkajian primer bertujuwn mengetahui dengan segera kondis yang

mengancam nyawa pasien, Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai

dengan prioritas tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo

waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing

Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab

kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan

ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien
dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat kedalam kondisi gawat darurat

sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8

menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan

menyebabkan kematian Oleh karena itu penting dilakukan secara efektif dan efesien (

Mancini,2011)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kegawatan Airway ( JalanNapas) ?

2. Bagaimana kegawatan Breathing (Pernapasan) ?

3. Bagaimana kegawatan Circulation (Sirkulasi) ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui kegawatan Airway ( JalanNapas) ?

2. Mengetahui kegawatan Breathing (Pernapasan) ?

3. Mengetahui kegawatan Circulation (Sirkulasi) ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegawatan Airway ( Jalan Napas )

Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah ke otak dan organ vital

lainnya merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat. Oleh sebab itu

pencegahan kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan jalan

nafas yang terjaga bebas dab stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang

normal (Tidak shock) menempati prioritas pertama dalam penanganan

kegawatdaruratan.

Sifat gangguan yang terjadi pada jalan nafas bisa mendadak oleh karena

sumbatan total, atau juga bisa perlahan karena sumbatan parsial (dengan berbagai

sebab). Sumbatan pada jalan nafas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien

dengan kesadaran menurun atau korban kecelakaan yang mengalami trauma daerah

wajah dan leher.

Penanganan airway mendapat prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan

mengakibatkan kematian yang cepat, dan penanganan segera perlu dilakukan.

Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (mnual)

maupun dengan alat bantu pembebasan jalan nafas yang digunaka n ada berbagai

macam disesuaikan dengan jenis sumabatn dan tingkat kesadaran pasien yang pada

intinya bertujuan mempertahankan jalan napas agar tetap bebas


a. Sumbatan Jalan Nafas

Ada beberapa keadaan dimana adanya sumbatan jalan nafas harus diwaspadai

yaitu, :

a. Trauma pada wajah

b. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan lidah jatuh

ke belakang dan gangguan jalan napas pada posisi terlentang

c. Perlukaan daerah leher mungkin menyebabkan gangguan jalan nafas karena

rusaknya laring atau trakea atau karena perdarahan dalam jaringan yang

lunak yang menekan jalan napas

d. Adanya cairan berupa muntahan, darah dapat menyebabkan aspirasi

e. Edema laring akut karena trauma, alergi atau infeksi

b) Pembebasan Jalan Napas

Pembebasan jalan napas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara

normal dengan cara membuka jalan napas sehingga pasien tidak jatuh dalam

kondisi hipoksia dan atau hiperkarbia. Prioritas utama dalam manajemen jalan

adalah membebsakan jalan napas dan mempertahankan agar jalan napas tetap

bebas untuk menjamin jalan masuknya secara normal sehingga menjamin

kecukupan oksigen tubuh. Pengelolaan jalan napas dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu dengan alat dan tanpa alat (cara manual). Cara manual dapat dilakukan

dimana saja, dan kapan saja, walaupun hasil lebih baik menggunakan alat namun

pertolongan cara manual yang cepat dan tepat dapat menhindarkan resiko

kematian atau kecacatan permanen.

Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolalaan jalan napas yaitu


a. Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu berarti

jalan napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi sumbatan

jalan napas sehingga memerlukan tindakan pemebebasan jalan napas.

Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umunya adalahjatuhnya pangkal

lidah ke belakang

b. Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka ( Simple

mask) atau masker dengan reseivor ( Reabrheathing/non) atau nasal

kateter atau nasal prong walaupun belum sepenuhnya jalan napas dpat

dikuasai dan dipertahankan bebas

c. Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan

napas lanjt maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan

napas sekaligus melakukan pemebebasan jalan napas yaitu secara manual

apabila pasien tidak sadar atau kesadaran menurun berat (coma). Cara

pemeriksaan Look-Listening-Feel (LLF) dilakukan secara simultan menilai

jalan napas sekaligus fungsi pernapasan.

Obstruksi jalan napas dibagi 2 macam yaitu : Obstruksi Parsial dan Obstruksi

Total

1) Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu

a. Mendengkur ( Snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang jatuh ke

posterior. Cara mengatasinya dengan head tilt, chin lif, jaw trust,

pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal,

Pemasangan masker laring


b. Suara berkumur ( gurgling), penyebabnya adalah adaanya cairan

didaerah hipofaring. Cara mengatasi finger sweep, Suction atau

pengisapan

c. Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis, biasanya

karena edema, Cara mengatasi : Cricotomi, Trakeostomi

2) Obstruksi total dapat dinilai dari adanya pernapasan ‘see saw’ pada menit

menit pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya paradoksal

breathing antara dada dan perut. Dan jika sudah lama akan terjadi henti

napas yang ketika diberi napas buatan tidak ada pengembangan dada

Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada dugaan trauma leher, yang

ditandai dengan adanya trauma wajah/maksilo-facial, ada jejas di atas

clavicula, trauma dengan adanya riwayat kejadian ngebut ( high velocity

trauma) trauma dengan defisit neurologis dan multiple trauma

1) Pembebasan jalan napas tanpa alat

Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika

didengarkan seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan

tertutupnya trakea sebagai jalan nafas. Untuk penangananannya ada 3

cara lazim yang digunakan untuk membuka jalan nafas yaitu head til,

chen lift, jaw trust

a. head-tilt

Pembebasan jalan nafas tanpa alat dapat dicapai dengan melakukan

manuver jalan napasseperti head tilt-chin lift, jaw thrust. Jika tidak
ada kelainan pada tulang servikal, head-tilt chin-lift harus dicoba

terlebih dahulu. Satu tangan (telapak tangan) diletakkan di dahi

pasien dan memberikan tekanan untuk mengadahkan kepala ke

belakang sambil mengangkat dagu dengan jari telunjuk dan jari

telunjuk tangan yang berlawanan.

b. chin-lift

Pada pasien dengan kemungkinan cedera tulang belakang

servikal, sudut rahang harus diangkat ke depan tanpa terjadinya

hiperekstensi leher, maka direkomendasikan untuk maneuver jaw

thrust. Manuver ini berfungsi untuk lebih langsung mengangkat

tulang hyoid dan lidah dari dinding faring yang dapat dilakukan

dengan cara mendorong sudut kedua sisi rahang ke arah depan

sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, atau

menggunakan ibu jari ke dalam mulut dan besama dengan jari-jari

lain menarik dagu ke depan.

c. Chin Lift

Pedoman saat ini dari The Resuscitation Council (UK)

menyatakan ketika ada risiko cedera tulang belakang servikal,

pembukaan jalan napas harus dicapai dengan dorongan rahang (jaw

thrust) atau pengangkatan dagu (chin lift) yang dikombinasikan

dengan stabilisasi kepala dan leher secara manua. Jika obstruksi

tetap ada, peningkatan kecil dalam memiringkan kepala dapat


ditambahkan sampai jalan napas terbuka. Menghilangkan obstruksi

jalan napas harus selalu diprioritaskan daripada potensi cedera c-

spine.

2. Pembebasan Jalan Napas Dengan Alat

Cara ini dilakukan apabila pengelolaan tanpa alat yaitu secara

manual tidak berhasil sempurna atau pasien memerlukan bantuan untuk

mempertahankan jalan napas dalam jangka waktu lama bahkan ada

indikasi pasien memerlukan definitive airway. Alat yang digunakan

bermacam-macam sesuai dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran

pasien yang intinya bertujuan mempertahankan jalan napas agar tetap

terbuka

a. Orofaringeal Tube ( Pipa Orofaring)

Pipa orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap

terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang

yang dapat menutup jalan napas pada pasien tidak sadar. Yang perlu

diingat adalah bahwa pipa orofaring ini hanya boleh dipakai pada

pasien yang tidak sadar atau penurunan kesadaran yang berat.

b. Nasofaringeal tube ( Pipa nasofaring)

Untuk pipa nasofaring kontra indikasi relatifnya adalah adanya

fraktur basis crani yang ditandai dengan adanya brill hematon,

bloody rhinorea, bloondy otorea dan battle sign

c. Endotracheal Tube

Pipa Endotracheal berbagai ukuran intubasi endotrachea adalah gold


standard untuk pembebasan jalan napas. Sehingga intubasi

endotrachea disebut juga definitive airway. Intubasi endotrakhea.

adalah proses memasukan pipa endotrakeal ke dalam trachea, bila

melalui hidung disebut intubasi nasotrakea. Intubasi endotrakhea

hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan

berpengalaman

a. Peralatan Intubasi

a. Pipa oro/ Nasofaring

b. Suction

c. Sumber Oksigen

d. Kanula dan Masker Oksigen

e. BVM amubag

f. Pipa endotrakeal sesuai ukuran dan stylet

g. Pelumas ( Jely)

h. Forcep magil

i. Laringoscope ( handle dab blade sesuai ukuran, selalu baterai

dan lampu

j. Obat-obatan sedative

k. Sarung tangan

l. Plester dan gunting

m.Bantal kecil tebal 10 cm


2) Teknik Intubasi

a) Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal

dan pastikan jalan napas terbuka

b) Siapkan endotrakeal tube ( ETT), Periksa balon (cuf), siapkan

stylet, beri jelly

c) Siapkan laringoskopi ( Pasang blade pada hadlie), lampu harus

menyala terang

d) Pasang laringoskopi dengan tangan kiri, masukan ujung blade

kesisi kanan mulut pasien, geser lidah pasien ke kiri

e) Tekan tulang rawan krikoid ( untuk mencegah aspirasi = sellick

maneuver

f) Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskopi

g) Lihat adanya pita suara, Bila perlu isap lendir/cairan terlebih

dahulu

h) Masukan ETT Sampai batas masuknya di pita suara

i) Keluarkan stylet dan Laringoskop secara hati-hati

j) Kembangkan balon ETT

k) Pasang pipa orofaring

l) Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar ( auskultasi

suara pernapasan atau udara yang ditiupkan)

m) Hubungkan dengan pipa Oksigen

n) Amankan posisi ( Fiksasi ) ETT dengan plester


d) Laringeal Mask Airway (LMA)

LMA adalah alat pembebasan jalan napas yang non invasive yag

dipasang di supraglotis. Secara umum terdiri dari 3bagian : airway

tube, mask dan laflation line. LMA disebut juga sebagai alternative

airway, karena bagi tenaga yang belum berpengalaman melakukan

intubasi endotrachea maka LMA inilah yang menjadi alternative

pilihan yang paling baik untuk membebaskan jalan napas.

1. Indikasi Penggunaan LMA:

a. Keadaan di mana terjadi kesulitan menempatkan masker

(BMV) secara cepat

b. Dipergunakan sebagai back up apabila terjadi kegagalan dalam

intubasi endotraceal

c. Dapat dipergunakan sebagai “ second-last-ditch-airway”

apabila pilihan terakhir untuk secure airway adalah dengan

pembedahan

2. Kontraindikasi Pemasangan LMA

a. Usia kehamilan lebih dari 14-16 minggu

b. Pasien dengan trauma massif atau multiple

c. Cedera dada massif

d. Trauma maksilofasial yang massif

e. Pasien dengan resiko aspirasi lebih besar dibandingkan

keutungan pemasangan LMA


3. Efek Samping Pemasangan LMA:

a. Nyeri tenggorokan

b. Rasa kering pada tenggorokan ataupun mukosa sekitarnya

c. Efek samping lebih banyak berhubungan dengan penempatan

LMA yang tidak tepat

e) Membersihkan Jalan Nafas

Untuk memeriksa jalan napas terutama di daerah mulut, dapat

dilakukan teknik cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan

jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila

jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut

dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari/finger). Kegagalan

membuka napas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya

sumbatan jalan napas di daerah faring atau adanya henti napas.

2.2 Kegawatan Breathing ( Pernapasan )

Gangguan fungsi pernapasan ( gangguan ventilasi ) dapat berupa

hipoventilasi sampai henti nafas yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor.

Apapun penyebabnya bila tidak dilakukan penanganan dengan baik akan

menyebabkan hipoksia dan hiperkarbia. Jalan napas yang tersumbat akan

menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah pertama yang harus dilakukan

pada pasien dengan gangguan adalah meyakinkan bahwa jalan nafas bebas dan

pertahankan agar tetap bebas. Setelah jalan napas tetapi tetap ada gangguan ventilasi

maka harus dicari penyebab lain


Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang bermakna. Sebagian

besar pasien trauma thorax meninggal saat datang kerumah sakit, disamping itu

banyak kematian yang dapat dicegah dengan upaya diagnosis dan tatalaksana yang

akurata. Kurang dari 10% kasus trauma tumpul trauma thorax dan sekitar 15-30%

trauma tembus thorak memerlukan tindakan torakostomi. Sebagian besar pasien

trauma toraks memerlukan tindakan torakostomi penilaian dan tatalaksana awal

pasien dengan trauma toraks terdiri dari primary survey, resusitasi fungsi vital,

secondary survey yang teliti dan penanganan definitive trauma toraks dapat

menyebabkan gangguan pernapasan dan dan harus dikenali dan ditangani saaat

Primary survey termasuk adanya tetnsion pneumothorax, open pneumothorax

( Sucking ches wound ), Flail chest, kontusio paru dan hemotorax massif gangguan

pernapasan juga dapat disebabkan oleh keadaan yang non trauma seperti acute lung

oedem ( ALO), Acute Respiratory disstres Syndrome (ARDS)

2.3 Kegawatan Circulation ( Sirkulasi)

1. Syok

A. Defenisi dan Patofisiologi

Syok adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan perfusi

jaringan, yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi

kebutuhannya. Gangguan perfusi tersebut mengakibatkan jaringan kekurangan

oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan energy. Bila tidak

diterapi dengan segera, metabolisme sel secara anaerobic akan menyebabkan

terjadinya asidosis asam laktat yang akan menggangu fungsi sel dan sel

tersebut akan mati. Demikian, Syok dapat pula diartikan sebagai gangguan
oksigenasi sel/ jaringan.

Mekanisme kompensasi tubuh bila terjadi syok adalah vasokontriksi

untuk mempertahankan tekanan darah, terutama untuk syok jenis hipovolemi.

Pada syok septic atau cardiogenic dapat terjadi vasodilatasi. Selain

vasokontriksi, dapat pula terjadi rangsangan pada baroreceptor yang berakibat

pada meningkatnya sekresi katekolamin. Kompensasi lain adalah terjadinya

shift cairan dari interstitial kedalam intravaskuler. Pada tahap dekompensasi,

akan peningkatan permeabilitas membrane kapiler, pengelompokan leukosit

dan mikrovaskuler, dan jika proses berlanjut akan menyebabkan gangguan

fungsi organ

B. Macam-macam Penyebab Syok

Terdapat banyak pembagian penyebab syok misalnya :

1. Syok hipovolemi

2. Syok cardiogenic

3. Syok septic

4. Syok Neurogenik

5. Syok Hipovolemik

6. Syok Cardiogenic

7. Syok obstruktif

8. Syok distributif

9. Syok hemoragic

10. Syok non hemorhagie


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk

menyelamatkan kehidupan penderita mencegah kerusakan sebelum tindakan/

perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penederita pada kondisi yang berguna

bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat darurat yang cepat dan tepat, maka

sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan

pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan

secara cepat. Oleh karean itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang

bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi

berbagai permasalahn kesehatan baik actual atau potensial mengancam kehidupan

tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak diperkirakan tanpa atau diserta

kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan

3.2 Saran

Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahua bagi semua

mahasiswa dan mahasiswi dan memahami tentang pengkajian pada pasien dengan

menggunakan Metode tentang keperawatan gawat darurat perlongan pertama

berdasarkan : Airway, Breathing, Circulation

Anda mungkin juga menyukai