1.4 Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan
1.4 Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan
1.4 Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan
a. Kriteria 1.4.1
Disusun dan diterapkan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) yang meliputi
manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas, manajemen bahan berbahaya beracun (B3)
dan limbah B3, manajemen kedaruratan dan bencana, manajemen pengamanan kebakaran,
manajemen alat kesehatan, manajemen sistem utilitas, dan pendidikan MFK.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan dan menyediakan lingkungan yang aman
bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat termasuk pasien dengan
keterbatasan fisik diberikan akses untuk memperoleh pelayanan.
b) Pemenuhan kemudahan dan keamanan akses bagi orang dengan keterbatasan fisik,
misalnya penyediaan ramp, kursi roda, hand rail, dan lain-lain harus dilakukan.
c) Puskesmas perlu menyusun dan menerapkan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung,
petugas dan masyarakat.
d) Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan. Program MFK meliputi hal-hal
sebagai berikut:
(1) Manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas. Keselamatan fasilitas adalah suatu
keadaan tertentu pada bangunan, halaman, prasarana, peralatan yang tidak menimbulkan
bahaya atau risiko bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat. Keamanan
fasilitas adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau
penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang.
Bahan berbahaya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya harus dibuang secara
aman. Manajemen B3 dan limbah B3 meliputi:
(a) Penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 harus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(b) Pengelolaan, penyimpanan, dan penggunaan B3 harus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(d) Sistem pendokumentasian dan perizinan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
(e) Penanganan tumpahan dan paparan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
(f) Sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan/atau paparan harus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(g) Pembuangan limbah B3 yang memadai harus sesuai peraturan perundang-undangan; dan
(h) Penggunaan alat pelindung diri (APD) harus sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3) Manajemen kedaruratan dan bencana. Manajemen kedaruratan dan bencana adalah
tanggap terhadap wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana.
Manajemen kedaruratan dan bencana direncanakan dan efektif.
Manajemen kedaruratan dan bencana perlu disusun dalam upaya menanggapi kejadian
bencana, baik internal maupun eksternal yang meliputi:
(a) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang mungkin terjadi menggunakan
Hazard Vulnerability
Assessment (HVA),
(f) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap pegawai serta manajemen konflik yang mungkin
terjadi pada saat bencana, dan
(g) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu kesiapan menghadapi bencana
yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi huruf b) sampai dengan f) dari manajemen
kedaruratan dan bencana.
(4) Manajemen pengamanan kebakaran.
Manajemen pengamanan kebakaran berarti Puskesmas wajib melindungi properti dan penghuni
dari kebakaran dan asap.
(a) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran secara periodik sesuai peraturan yang berlaku,
(b) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan,
(c) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan selama kurun
waktu 12 bulan, dan
(d) edukasi kepada staf terkait sistem proteksi dan cara evakuasi pengguna layanan yang
efektif pada situasi kebakaran.
Manajemen alat kesehatan ini berguna untuk mengurangi risiko ketidaktersediaan dan
kegagalan fungsi alat kesehatan. Alat kesehatan harus dipilih, dipelihara, dan digunakan sesuai
dengan ketentuan.
Manajemen sistem utilitas meliputi sistem listrik, sistem air, sistem gas medik, dan sistem
pendukung lainnya, seperti generator (genset), serta perpipaan air. Sistem utilitas dipelihara
untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian dan harus dipastikan tersedia selama 7
hari 24 jam.
e) Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas
dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko.
f) Pengkajian dan penanganan risiko secara proaktif terkait keamanan dan keselamatan
fasilitas, B3 dan limbah B3, kedaruratan dan bencana, kebakaran, alat kesehatan, sistem
utilitas, dan pendidikan MFK dituangkan dalam daftar risiko (risk register) yang terintegrasi
dengan daftar risiko (risk register) dalam program manajemen risiko.
h) Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan/atau penanggung jawab yang
ditunjuk oleh kepala Puskesmas.
i) Program MFK perlu dievaluasi minimal per triwulan untuk memastikan bahwa Puskesmas
telah melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan,
pengunjung, petugas, dan masyarakat sesuai dengan rencana.
2) Elemen Penilaian:
a) Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia program MFK yang
ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko (R).
b) Puskesmas menyediakan akses yang mudah dan aman bagi pengguna layanan dengan
keterbatasan fisik (O, W).
W).
d) Disusun daftar risiko (risk register) yang mencakup seluruh lingkup program MFK (D).
e) Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per triwulan terhadap pelaksanaan program MFK (D).
b. Kriteria 1.4.2
1) Pokok Pikiran:
b) Manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas dengan menyediakan lingkungan fisik yang
aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung, perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya
kejadian kekerasan fisik maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti
penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
c) Agar dapat berjalan dengan baik, maka manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas
tersebut juga didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung
keamanan fasilitas seperti penyediaan closed circuit television (CCTV), alarm, alat pemadam
api ringan (APAR), jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda-
tanda pintu darurat.
d) Area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diindentifikasi dan dibuatkan peta
untuk pemantauan dan meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik pada pengguna
layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat.
e) Pemberian tanda pengenal untuk pengunjung, petugas serta pekerja alih daya merupakan
upaya untuk menyediakan lingkungan yang aman.
h) Apabila terdapat renovasi maka dipastikan tidak mengganggu pelayanan dan mencegah
penyebaran infeksi.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas dan pekerja alih daya (outsourcing) (R,
O, W).
b) Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala yang meliputi bangunan, prasarana dan peralatan
(R, D, O, W).
c. Kriteria 1.4.3
1) Pokok Pikiran:
a) Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara
aman.
b) World Health Organization (WHO) telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun
serta limbahnya dengan kategori sebagai berikut: infeksius, patologis dan anatomi, farmasi,
bahan kimia, logam berat, kontainer bertekanan, benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan
radioaktif.
c) Puskesmas perlu menginventarisasi B3 yang meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta
limbahnya yang disimpan. Daftar inventaris ini selalu dimutakhirkan sesuai dengan perubahan
yang terjadi di tempat penyimpanan.
f) Tersedia instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Elemen Penilaian:
W).
d. Kriteria 1.4.4
1) Pokok Pikiran:
a) Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda, yaitu antara daerah yang satu dan yang lain.
b) Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut berperan aktif dalam
upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana, baik internal maupun eksternal.
c) Strategi untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang
mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (HVA).
d) kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan setiap tahun secara internal atau
melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan system pada
huruf (b) sampai dengan huruf (f) yang telah diuraikan dalam Pokok Pikiran d) bagian
3) Kriteria 1.4.1.
f) Debriefing adalah sebuah reviu yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta simulasi
dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi.
a) Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan letak
geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan (D).
(D, W).
c) Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana
yang telah disusun, dan dilanjutkan dengan debriefing setiap selesai simulasi. (D, W).
d) Dilakukan perbaikan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana sesuai hasil simulasi
dan evaluasi tahunan. (D).
e. Kriteria 1.4.5
1) Pokok Pikiran:
b) Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik secara
aktif maupun pasif. Proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor
panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur
evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat titik kumpul aman.
W).
b) Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini, alarm, jalur
evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api (D, O).
c) Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen pengamanan kebakaran (D,
W, S).
d) Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung di
area Puskesmas (R, O, W).
f. Kriteria 1.4.6
1) Pokok Pikiran:
(1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan dilakukan kegiatan pemeliharaan
dan kalibrasi secara berkala agar semua alat kesehatan berfungsi dengan baik;
(2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan alat kesehatan memiliki kualifikasi
yang sesuai dan kompeten; dan
(3) memastikan operator yang mengoperasikan alat kesehatan tertentu telah terlatih sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan.
b) Penggunaan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas
dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap Standar sarana, prasarana, dan alat
kesehatan.
c) Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan
divalidasi oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota untuk menjamin kebenarannya.
d) Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan, alat kesehatan harus
tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan saat diperlukan. Manajemen alat
kesehatan yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai
dengan panduan produk tiap alat kesehatan.
e) Pemeriksaan alat kesehatan yang dilakukan petugas meliputi: kondisi alat, ada tidaknya
kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat.
f) Pelaksanaan kalibrasi dilakukan oleh pihak yang kompeten sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Elemen Penilaian:
b) Dilakukan pemenuhan kompetensi bagi staf dalam mengoperasikan alat kesehatan tertentu
(D, W).
c) Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (R, D, O, W).
g. Kriteria 1.4.7
Puskesmas menyusun dan melaksanakan pengelolaan untuk memastikan semua sistem utilitas
berfungsi dan mencegah terjadinya ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi sistem utilitas.
1) Pokok Pikiran:
a) Sistem utilitas meliputi air, listrik, gas medik, dan sistem penunjang lainnya seperti genset,
panel listrik, perpipaan air, dan lainnya.
d) Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air
dan/atau listrik.
e) Penggunaan gas medik dan vakum medik di fasiltas pelayanan kesehatan dilakukan melalui:
f) Puskesmas harus menyediakan sumber air, listrik dan gas medik beserta cadangannya
selama 7 hari 24 jam.
g) Sistem air, listrik, gas medik, dan sistem penunjang lainnya, seperti genset, perpipaan air,
panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya dalam mendukung
kegiatan pelayanan.
h) Air bersih perlu dilakukan pemeriksaan seperti, uji kualitas air secara periodik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Elemen Penilaian:
b) Dilaksanakan manajemen sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya (R, D).
c) Sumber air, listrik, dan gas medik beserta cadangannya tersedia selama 7 hari 24 jam untuk
pelayanan di Puskesmas (O).
h. Kriteria 1.4.8
(1) Pokok Pikiran:
(2) Elemen Penilaian:
a) Ada rencana pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas (R).
b) Dilakukan pemenuhan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas sesuai
rencana (D, W).