Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Sejarah Pelayaran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB I

SEJARAH PELAYARAN INDONESIA

Tahun 1890-1935

Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah
colonial Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart Maattscappi)
dan merupakn satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak mnopoli
di Bidang pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi pemerintahsampai
batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.

Tahun 1936-1942

Pada tahun 1936, dengan disahkannya undang-undang perkapalan (Indische Scheepvartet)


memberikan banyak fasilitas bagi perusahaan pelayaran KPM. Hal itu menyebabkan
perusahaan KPM berkembang pesat dan mampu menyelenggarakan pelayaran di seluru
wilayah perairan Indonesia.

Tahun 1942-1945

Pada tahun 1942, dengan adanya pendudukan Jepang di Indonesia, kapal-kapal niaga
digunakan untuk melayani keperluan tentara Jepang, sehingga hamper semua pelayaran niaga
terhenti operasinya.

Tahun 1945-1956

Pada tahun 1945-1956, setelah tentara jepang menyerah, pemerintah Belanda mencoba
menghidupkan kembali perusahaan pelayaran KPM dengan mendirikan perusahaan pelayaran
lain yang mendukung usaha KPM tersebut. sementara itu di wilayah kekuasaan republic
Indonesia telah beroperasi beberapa perusahaan pelayaran. Pada tahun 1951 pemerintah
Republik Indonesia mendirikan PN. PELNI, sehingga terjadi dualism penguasaan dalam
pelayaran KPM oleh Belanda dan PN.PELNI oleh Indonesia.

Tahun 1957-1960

Pada tahun 1957 perusahaan pelayaran KPM dinasionalisasikan dan seluruh kekayaannya
antara lain berupa 79 kapal berkapasitas kebih dari 135.000 DWT diserahkan kepada

1
PN.PELNI. disamping PN.PELNI pada waktu itu juga tumbuh beberapa perusahaan
pelayaran swasta nasional, tetapi pada tahun 1960 karena kelesuan ekonomi banyak
perusahaan pelayaran swasta nasional mengalami kepailitan.

Tahun 1960-1968

Pada periode ini keadaan ekonomi di Indonesia kurang menguntungkan dunia pelayarana
karenatingkat inflasi yang tinggi ( 300%). Hal ini menyebabkan banyak perusahaan pelayaran
yang kesulitan dana untuk memperbaharui armada disamping kondisi prasarana pelayaran
yang semakkin menurun, antara lain fasilitas pelayaran niaga dan navigasi semakin
menambah buruknya situasi pelayaran niaga saat itu.. pemerintah Indonesia pada saat itu
telah membantu pengadaan kapal dengan dana pinjaman lluar negeri dari negara-negara blok
timur. Jenis dan tipe kapal beserta peralatan yangn tidak sesuai dengan kondisi perairan
Indonesia, menyebabkan tambahan sarana pelayaran tersebut tidak banyak membantu
meningkatkan produktivitas pelayaran.

Tahun 1969-1980

Pembinaan pelayaran ditekankan pada pembinaan pelayaran dalam negeri (Pelayaran


Nusantara) yang dimaksudkan untuk menghidupkan kegiatan pelayaran yang tetap dan teratur
antara pelabuhan-pelabuhan utama di seluruh Indonesia. Pembinaan pelayaran ini antara lain
dituangkan dalam program pengembangan pelayaran yang disebut RLS (Regulas Liners
Service). Jaringan pelayaran dikelompokkan dalam golongan trayek yaitu:

 Trayek pelayaran di wilayah bara ,


 Trayek pelayaran di wailayah Timur
 Trayek kapal Penumpang dan trayek pelayanan Ke Singapura.

Trayek – trayek ini mencakup lebih dari 90 pelabuhan dengan tidak membedakan antara
trayek utama dan trayek local, sehingga dapat membuka pelayaran langsung di seluruh
wilayah Indonesia. Dalam prakteknya, tidak semua trayek dapa diisi. Masing-masing
perusahaan saling memperebutkan trayek pelayaran ke Singapura sedangkan trayek-trayek
tidak potensial terutama di wilayah timur ditinggalkan.

2
Tahun 1980-1987

Periode tahun 1980-1987 merupakan program pemantapan pola angkutan laut nusantara di
seluruh Indonesia melalui program RLS. Program ini diadakan penyempurnaan trayek
pelayaran Nusantara, yaitu:

 Trayek Pelayaran Nusantara Barat


 Trayek Pelayaran Nusantara Timur
 Trayek Pelayaran Nusantara Timur Ke Nusantara Barat
 Trayek Pelayaran Nusantara Barat Ke Nusantara Timur

Tahun 1988-1994

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1988 yang lebih dikenal dengan PAKTO
1988 ( Pekan Oktober 1988), pemerintah melaksanakan deregulasi di bidang pelayaran yang
meliputi:

 Penyederhanaan di bidang perizinan, antara lain, berupa penyatuan izin usaha pelayaran
dan izin operasi.
 Pengelompokan jenis usaha pelayaran sesuai perizinannya menjadi
• Pelayara Luar Negeri
• Pelayaran dalam Negeri
• Pelayaran Rakyat
• Pelayaran Perintis

Tahun 1994 s/d sekarang

Penyederhanaan perizininan di bidang usaha pelayaran sesuai PAKTO ’88 tersebut


disamping memperlancar arsu barang dan penumpang juga menimbulkan pengaruh negative
bagi pertumbuhan pelayaran Nasional. Deregulasi tersebut memberikan keleluasan bagi
kapal-kapal berndera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak pangsa pasar
pelayaran nasional baik untuk pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri. Berikut
ini adalah prosentase perbandingn panfsa pasar angkutan laut menurut Direktorat Lalu Lintas
Angkutan Laut, Ditjen HUBLA

3
BAB II
TRANSPORTASI MARITIM DI INDONESIA

Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha menunjang, yaitu kegiatan usaha
yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti di uraikan di bawah ini:
1. Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan  barang dan atau
hewan dari dan ke kapal.
2. Usaha jasa pengurusa transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk
pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, dan udara.
3. Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan
pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut
melalui laut.
4. Usaha angkutan di perairan pelabuha, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang dan
atau barang atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di
perairan pelabuhan.
5. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha
menyediakan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung
untuk pelayanan kapal.
6. Usaha tally, yaitu kegiatan usaha perhitungan, pengukuran, penimbangan, dan pencatatan
muatan kepentingan pemilik muatan atau pengangkut.
7. Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan, pembersihan,
perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti kemas.

A. Kronologi Ringkas Kebijakan Transportasi Maritim Indonesia


Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden nomor 4 yang bertujuan
meningkatkan ekspor nonmigas menekan biaya pelayaran dan pelabuhan. Pelabuhan yang
melayani perdagangan luar negeri ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari hanya 4
menjadi 127. Untuk pertamakalinya pengusaha pelayaran Indonesia harus berhadapan
dengan pesaing seperti feeder operator yang mampu menyewakan biaya lebih rendah.
Liberasi berlanjut pada tahun 1988 ketika pemerintah melongarkan proteksi pasar
domestic. Sejak itu, pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal
berbendera Indonesia. Jenis ijin pelayaran dipangkas, dari lima hanya menjadi dua.

4
Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar dalam rute pelayaran dan
penggunaan kapal (bahka penggunaan kapal berbendera asing untuk pelayaran domestic).
Secara de facto , prinsip cabotage tidak lagi diberlakukan.
Pada tahun ini pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan
kapal dari galangan dalam negeri. Undang-undang pelayaran nomor 21 tahun 1992,
semakin memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan UU 21/92
perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional
untuk pelayaran domestic. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999,
pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang terlalu longgar, dengan menetapkan
kebijakan sebagai berikut:
1. Perusahanaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal
berbendera Indonesia, berukuran 175 GT.
2. Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestic hanya
dalam jangka waktu terbatas (3 bulan).
3. Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 5,000 GT.
4. Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu
kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat deregulasi
1988 yang 2,500). Pengusaha agen kapal asing memprotes keras, sehingga
pemberlakuan ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.
5. Jaringan pelayaran domestic dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main route),
pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran
dibagi menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan
kontener). Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor
terhadap kondisi dan masalah yang dihadapi sector transportasi maritim Indonesia, dari
waktu ke waktu.

B. Profil Armada Transportasi Maritim Di Indonesia


Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvesional dan tanker mendominasi
armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal di Indonesia 21 tahun, 2001,
dibandingkan dengan Malaysia yang 16 tahun, 2000, atau singapura yang 11 tahun,
2000).  Meskipun demikian, justru pada kapasitas muatan dry-bulk dan liquid bulk pangsa
pasar domestic armada  nasional paling kecil. Pada umunya, kapal Indonesia mengankut
kargo umum, tapi sekitar setengah muatan dry-bulk dan liquid-bulk diangkut oleh kapal

5
asing atau kapal sewa berbendera asing. Secara keseluruhan armada nasional meraup 50%
pangsa pasar domestic. Sekitar 80% liquid-bulk berasal dari PT Pertamina. Penumpang
angkutan laut bukan feri terutama dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal
(dalam lima tahun terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan swasta juga
membesarkan armada dari 430 (1997)  menjadi 521 unit (2001).
Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya jenis Pinisi,
seperti yang banyak berlabuh dipelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme
industry transportasi laut yang unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat
banyak) melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik karena alasa
financial (kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal). Industri Pelayaran
Rakyat berperan sangat penting dalam distribusi barang dan dari pelosok Indonesia.
Armada pelayaan rakyat mengangkut 1.6 juta penumpang(sekitar 8% penumpang bukan
feri) dan 7.3 juta Metric Ton barang (sekitar 16% kargo umum). Tapi kekuatan armada ini
cenderung melemah, terlihat dari kapasitas 397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi
306,000 GRT pada tahun 2001. (sumber data: Stramindo, berdasarkan statistic DitJen
HubLa).

C. Masalah Transportasi Maritim Di Indonesia


Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia
meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan rata-
rata 10.5% p.a). Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156
menjadi 9,195 unit (peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas daya
angkut hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti
kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang periode tersebut,
volume perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan naik dari 379,776,945 ton
(1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar 51,653,131 ton dalam
waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh kapasitas
perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan untuk pelayaran
domestic (antar pelabuhan Inonesia). Pada tahun 2000, jumlah kapal asing yang mencapai
1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton
atau sekitar 31%.
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan
pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena
kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di
6
bidang muatan internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya
sekitar 3% to 5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang
dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia
semakin terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi
hanya 50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari
sisi financial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar,
hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh
manfaat dari penerapan prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia
malah sangat bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia
menghadapi banyak masalah, seperti : banyak kapal, terutama jenis konvensional,
menganggur Karena waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan
kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup
banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan memuaskan;
tingkat produktivitas armada dry cargo  sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau
sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing
terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran
tak berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan   yang tidak kondusif.
Banyak perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh
pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari
sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan
kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu
melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal berharga murah,
tapi tua dan scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal
sewa asing dan pemrosotan produktivitas armada.

D. Masalah Investasi Transportasi Maritim


Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi maritim,
yaitu oleh pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta. Masing-masing kelompok terbagi
dua. Di pihak pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran yang menyelenggarakan
transportasi umum dan BUMN non pelayaran yang hanya menyelenggarakan pelayaran
khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak swasta terbagi menjadi perusahaan
besar dan perusahaan kecil (termasuk pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran

7
dana investasi pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-
masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan tersendiri.

E. Hambatan dalam Pendanaan Kapal


Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan structural dan
sistematis di bidang financial, seperti di paparka di bawah ini:
1. Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana : Official Development Assistance
(ODA), terkonsentrasi untuk investasi public di berbagai sector pembangunan, kecuali
pelayaran. Other Official Finance (OOF), kredit ekspor dari Jepang sedang terjadwal
ulang. Foreign Direct Investment (FDI), sejauh ini tidak ada anggaran pemerintah
hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank asing
tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthby) pinjaman Bank
swasta nasional hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil.
2. Tingkat suku bunga  pinjaman domestic 15-17% p.a untuk jangka waktu pinjaman 5
tahun.
3. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran.
4. Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali
pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
6. Tidak ada kebijakan pendukung.
7. Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas.

F. Masa Depan Transportasi Maritim


Stramindo memprediksi bahwa dalam  20 tahun ke depan (2004-2024), volume
dry cargo akan berlipat 2.8 kali, volume liquid cargo berlipat 1.4 kali, dan secara
keseluruhan volume angkutan domesik akan berlipat 2 kali. Jenis muatan yang paling
pesat pertumbuhannya adalah kargo container. Volumenya akan berlipat 5.2 kali, dari 11
juta ton (2004)menjadi 59 juta ton (2024). Pertumbuhan dry cargo sejalan dengan
kecenderungan pertumbuhan ekonomi , dan tidak tergantung pada ketersediaan sumber
daya alam. Tingkat produksi minyak saat ini akan terhenti pada tahun 2006, seperti yang
akan diperkirakan pemerintah. Di masa 20 tahun kedepan, volume angkutan minyak akan
menurun, sekalipun konsumsi bertambah. Struktur logistic minyak akan berubah,
sebagian volume domestic minyak mentah akan diganti dengan impor minyak.

8
Sebagai akibatnya pertumbuhan volume angkutan liquid kargo (yang didominasi
minyak) tidak sepesat dry cargo. Pertumbuhan volume penumpang (transportasi maritime
maupun udara) akan sejalan dengan pertumbuhan GDP. Tapi GDP yang semakin tinggi
hanya berpengaruh positif pada transportasi udara, dan berpengaruh negative pada
transportasi laut. Karena itu diprediksi proporsi laut-udara akan berubah 60-40 (2001)
menjadi 51-49 (2024) dengan tingkat pertumbuhan rendah 1.5 kali lipat. Proyeksi
pertumbuhan volume muatan barang dan penumpang domestic yang menggunakan
transportasi maritim.

G. Tugas & Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran Utama, Kedudukan, Tugas, Fungsi
dan Susunan OrganisasiKantor Kesyahbandaran Utama Belawan.

Tugas :  Melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan


keamanan pelayaran, serta koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan.

Fungsi :

1. Pelaksanaan pengawasan dan pemenuhan kelaiklautan kapal, keselamatan,


keamanan dan ketertiban di pelabuhan serta penerbitan Surat Persetujuan
Berlayar;
2. Pelaksanaan pengawasan tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur
pelayaran;
3. Pelaksanaan pengawasan kegiatan alih muat di perairan pelabuhan, kegiatan
salvage dan pekerjaan bawah air, pemanduan dan penundaan kapal;
4. Pelaksanaan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran terkait dengan
kegiatan bongkar muat barang berbahaya, barang khusus, limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3), pengisian bahan bakar, ketertiban embarkasi dan debarkasi
penumpang, pembangunan fasilitas pelabuhan, pengereukan dan reklamasi;
5. Pelaksanaan bantuan pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue/SAR),
pengendalian dan koordinasi penanggulangan pencemaran dan pemadaman
kebakaran di pelabuhan serta pengawasan pelaksanaan perlindungan maritim;
6. Pelaksanaan pemeriksaan kecelakaan kapal;

9
7. Penegakan hukum dibidang keselamatan dan keamanan pelayaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
8. Pelaksanaan koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan yang terkait dengan
pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan
keamanan pelayaran;
9. Pengelolaan urusan tata usaha,kepegawaian, keuangan, hukum dan hubungan
masyarakat.

H. Struktur Organisasi

10
BAB III
APLIKASI “KAPAL MASUK DAN KELUAR
Form 1 (Design & Syntax)

Public Class Form1

Private Sub Button1_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button1.Click
If TextBox1.Text = "Kelompok6" And TextBox2.Text = "123456"
Then
Form2.Show()
Else
MessageBox.Show("Password Anda Salah", "Pemberitahuan",
MessageBoxButtons.OK, MessageBoxIcon.Information)
End If
End Sub

Private Sub Button2_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button2.Click
End
End Sub

Private Sub Form1_Load(ByVal sender As System.Object, ByVal e As


System.EventArgs) Handles MyBase.Load

End Sub
End Class

11
Buatlah Database SQL

Create Database enam


use enam

Create table enam (


kodekapal char (100) Primary key,
namakapal varchar (100),
jeniskapal varchar (100),
tipekapal varchar (100),
muatan varchar (100),
kodeperusahaan varchar (100))

insert into enam values


('10001','feri','Barang','G00B1','1000kg','Persero')

select *from enam

Form 2 (Design & Syntax)

Public Class Form2


Dim tabel As OleDb.OleDbDataAdapter
Dim data As DataSet
Dim record As New BindingSource
Sub bersih()
TextBox1.Enabled = False
TextBox2.Enabled = False
TextBox3.Enabled = False
TextBox4.Enabled = False

12
TextBox5.Enabled = False
TextBox6.Enabled = False
Call enam()
End Sub
Private Sub Button1_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e
As System.EventArgs) Handles Button1.Click
TextBox1.Enabled = True
TextBox2.Enabled = True
TextBox3.Enabled = True
TextBox4.Enabled = True
TextBox5.Enabled = True
TextBox6.Enabled = True

TextBox1.Text = ""
TextBox2.Text = ""
TextBox3.Text = ""
TextBox4.Text = ""
TextBox5.Text = ""
TextBox6.Text = ""
TextBox1.Focus()
End Sub
Sub enam()
Call koneksi()
tabel = New Data.OleDb.OleDbDataAdapter("select *from enam",
database)
data = New DataSet
tabel.Fill(data)
record.DataSource = data
record.DataMember = data.Tables(0).ToString()
DataGridView1.DataSource = record
End Sub

Private Sub Form2_Load(ByVal sender As System.Object, ByVal e As


System.EventArgs) Handles MyBase.Load
TextBox1.Enabled = False
TextBox2.Enabled = False
TextBox3.Enabled = False
TextBox4.Enabled = False
TextBox5.Enabled = False
TextBox6.Enabled = False
Call enam()
End Sub

Private Sub Button2_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button2.Click
Try
Call koneksi()
Dim sqlquery As New OleDb.OleDbCommand
sqlquery.Connection = database

13
sqlquery.CommandType = CommandType.Text
sqlquery.CommandText = "Update enam set kodekapal = '" &
TextBox1.Text & "',namakapal = '" & TextBox2.Text & "',jeniskapal =
'" & TextBox3.Text & "',muatan = '" & TextBox5.Text & "'where
kodeperusahaan = '" & TextBox6.Text & "'"
sqlquery.ExecuteNonQuery()
MessageBox.Show("Data berhasil diubah", "Pesan",
MessageBoxButtons.OK, MessageBoxIcon.Information)
Call bersih()

TextBox1.Enabled = False
TextBox2.Enabled = False
TextBox3.Enabled = False
TextBox5.Enabled = False
TextBox6.Enabled = False
Catch ex As Exception
MsgBox(ex.ToString())
End Try
End Sub

Private Sub Button5_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button5.Click
Dim sqlquery As New OleDb.OleDbCommand
sqlquery.Connection = database
sqlquery.CommandType = CommandType.Text
sqlquery.CommandText = "Insert Into enam Values ('" &
TextBox1.Text & "','" & TextBox2.Text & "','" & TextBox3.Text &
"','" & TextBox4.Text & "','" & TextBox5.Text & "','" &
TextBox6.Text & "')"
sqlquery.ExecuteNonQuery()
MessageBox.Show("Data telah tersimpan", "Pesan",
MessageBoxButtons.OK, MessageBoxIcon.Information)
Call bersih()

TextBox1.Enabled = False
TextBox2.Enabled = False
TextBox3.Enabled = False
TextBox4.Enabled = False
TextBox5.Enabled = False
TextBox6.Enabled = False
End Sub

Private Sub Button3_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button3.Click
Dim hapus As String

hapus = MessageBox.Show("Apakah Anda yakin ingin menghapus


data ini ?", "Pesan", MessageBoxButtons.YesNo,
MessageBoxIcon.Question)

14
If hapus = MsgBoxResult.Yes Then
Dim sqlquery As New OleDb.OleDbCommand
sqlquery.Connection = database
sqlquery.CommandType = CommandType.Text
sqlquery.CommandText = "Delete from enam where kodekapal
= '" & TextBox1.Text & "'"
sqlquery.ExecuteNonQuery()
MessageBox.Show("Data berhasil dihapus ", "Pesan",
MessageBoxButtons.OK, MessageBoxIcon.Information)
Call bersih()

TextBox1.Enabled = False

End If
End Sub

Private Sub Button4_Click(ByVal sender As System.Object, ByVal e


As System.EventArgs) Handles Button4.Click
Dim Keluar As String
Keluar = MessageBox.Show("Apakah anda yakin ingin keluar ?",
"Pesan", MessageBoxButtons.YesNo, MessageBoxIcon.Question)
If Keluar = MsgBoxResult.Yes Then
Me.Close()
End If
End Sub
End Class

Syntax Module1.vb
Imports System.Data.Sql
Module Module1
Public database As OleDb.OleDbConnection
Public Sub koneksi()
Try
database = New
OleDb.OleDbConnection("Provider=SQLOledB.1;Integrated
Security=SSPI;Persist Security Info=False;Initial catalog=enam;data
source=LAPTOP-VHGUOBJI")
database.Open()
Catch ex As Exception
MsgBox(ex.ToString)
End Try
End Sub
End Module

15
BAB IV
KESIMPULAN

A. UMUM
Industri pelayaran, bahkan transportasi maritim yang merupakan salah satu bagiannya
memiliki banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan daya saing
pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan tersebut meliputi
: Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut, termasuk keselamatan
dan keamanan maritim serta perlindungan laut.

B. Finansial
Industri transportasi laut menghadapai situasi pelik, yaitu timbulnya masalah
ketergantungan pada kapal sewa asing dan kelebihan kapasitas armada secara bersamaan.
Pangkal pelik situasi tersebut berasala dari lingkungan investasi perkapalan yang tidak
kondusif. Perusahaan pelayaran yang ingin meremajakan armadanya , sulit memperoleh
dukungan dana. Jika dibiarkan, kepelikan tersebut akan seperti spiral yang menyeret
perusahaan pelayaran kearah keterpurukan yang semakin dalam. Hanya ada satu
persyaratan yang dibutuhkan, agar perusahaan pelayaran nasional dapat keluar dari
keterpurukan tersebut, yaitu iklim investasi yang kondusif. Kondusivitas tersebut
diperlukan untuk memberdayakan perusahaan pelayaran, sehingga perusahaan pelayaran
tersebut memiliki beberapa karakteristik kemampuan dalam hal: mengakses sumber dana
keuangan untuk pengadaan kapal yang dibutuhkan menikmati laba bisnis yang stabil
menghindari kemrosotan asset kapal dalam jangka menengah dan panjang melakukan
reinvestasi pada armada yang lebih berdaya saing.

16

Anda mungkin juga menyukai