Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Permasalahan Ekologi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Paper by

May Sarah (8216174014)


Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

PERMASALAHAN EKOLOGI

Alam memiliki arti penting bagi kehidupan. Maka sudah selayaknya alam dijaga karena
keberadaan alam yang baik akan sejalan dengan kelangsungan hidup dari seluruh makhluk hidup
yang menempatinya. Namun, keadaan malah sebaliknya. Permasalahan alam makin hari semakin
rumit. Dalam ekologi, ada beberapa permasalahan yang dihadapi khususnya di Indonesia.
Diantaranya yaitu masuknya suatu spesies hewan ke dalam satu habitat baru yang disebut
introduksi.
Penebaran ikan merupakan satu langkah awal dalam pemacuan stok sumberdaya ikan di
suatu perairan. Penebaran ikan biasanya dilakukan dengan dua metode yaitu restocking dan
introduksi. Metode restocking adalah penebaran ikan asli di perairan dengan cara induk dari alam
di koleksi dan dikuasai teknologi budidayanya kemudian dilakukan pemijahan selanjutnya benih
yang dihasilkan di tebar ke perairan asalnya. Sementara metode introduksi adalah menebar ikan
dengan cara mendatangkan spesies baru dari luar ke habitat barunya (bukan ikan asli).
Introduksi ikan asing ke perairan Indonesia sudah banyak dilakukan, misalnya introduksi
grass carp atau bawal (Ctenopharyngodon idella) ke Danau Laut Tawar, introduksi ikan mujair
(Tilapia mossambica), nila, (Oreochromis sp.), dan ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis)
ke Danau Toba, introduksi ikan sapu kaca (Pterygoplichthys sp.) ke hampir semua sungai di
Indonesia, serta introduksi tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) ke berbagai peraian di
Indonesia.
Baker (1974) seperti dikutip Dina, dkk (2017) mengajukan kriteria spesies akuatik
menjadi invasif yaitu kemampuan menyebar tinggi melalui telur atau larva yang berenang,
kemampuan reproduksi secara seksual dan aseksual, fekunditas tinggi, berumur pendek dan
waktu perkembangan juvenil singkat, kemampuan adaptasi terhadap tekanan lingkungan tinggi,
toleransi terhadap keragaman lingkungan tinggi, permintaan untuk kebutuhan manusia tinggi,
omnivor, dan brood care dimana semakin banyak karakter yang dimiliki maka potensi untuk
menjadi spesies invasif semakin besar.
Muchlisin, dkk (2009) mengatakan introduksi ikan asing ke suatu perairan akan
membawa dampak negatif bagi ikan asli setempat (native) baik secara langsung maupun tidak
langsung yang pada akhirnya akan menyebabkan populasi ikan asli setempat turun dan bahkan
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

punah. Hal ini disebabkan karena terjadinya pemangsaan terhadap ikan lokal, kompetisi dalam
mendapatkan makanan dan pemanfaatan habitat, kegagalan untuk mendapatkan pasangan,
meningkatkan peluang penyebaran patogen penyebab penyakit pada ikan bahkan manusia,
terjadinya kawin silang yang tidak diharapkan dengan species lokal yang menyebabkan
hilangnya gen-gen pembawa sifat unggul, misalnya ketahanan terhadap penyakit.

Introduksi Ikan grass carp atau Bawal (Ctenopharyngodon idella) ke Danau Laut Tawar

Danau Laut Tawar memiliki arti penting bagi masyarakat Gayo. Salah satu sumberdaya
perikanan yang ada di Danau Laut Tawar adalah ikan depik (Rasbora tawarensis), ikan ini
bersifat endemic (penyebarannya sempit) dan tergolong ikan yang terancam punah (threatened
species). Namun sayangnya, produksi ikan dari Danau Laut Tawar terus menurun dari tahun ke
tahun.
Menurut Muchlisin (2009), berdasarkan data statistik yang ada, penurunan produksi ikan
dari Danau Laut Tawar mencapai 83,5% selama dua dekade terakhir. Penyebab turunkan
populasi ikan endemik di Danau Laut Tawar salah satunya yaitu introduksi ikan asing. Hasil
penelitian kami beberapa waktu lalu mendapati sekurang-kurang ada tujuh spesies ikan asing
yang diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak ke Danau Laut Tawar, yaitu Clarias
gariepinus (lele dumbo), Cyprinus carpio (ikan mas), Oreochromis mossambicus (mujair), O.
niloticus (nila), plati pedang atau buntok (Xiphophorus helleri)  dan, grass carp atau bawal
(Ctenopharyngodon idella), dan bahkan ikan sapu kaca (Hiposarcus pardalis) dilaporkan oleh
neyalan juga telah ada di danau ini.

Berdasarkan data di atas, introduksi ikan grass carp ke Danau Laut Tawar berakibat buruk
terhadap kehidupan ikan depik (Rasbora tawarensis) padahal ikan ini merupakan mata
pencaharian bagi masyarakat disana.

Introduksi Ikan Mujair (tilapia mossambica), Nila, (oreochromis sp.), dan Ikan Pora-pora
(Mystacoleucus padangensis) ke Danau Toba

Danau toba adalah perairan yang banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti
pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga sumber air minum bagi masyarakat
kawasan Danau Toba. Di Danau Toba, introduksi ikan mujair telah dilakukan sejak penjajahan
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

Belanda. Meskipun telah berdampak terhadap peningkatan produksi ikan namun ikan mujair
disinyalir telah mendesak populasi ikan batak (Neolissochius thienemam) sebagai ikan asli
ekonomis penting dan ikan adat bagi masyarakat setempat dalam periode 1996-2001. Di samping
itu perkembanganbiakan ikan Batak yang relatif lambat juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan langkanya ikan Batak (Kartamihardja, 2006).
Menurut masyarakat setempat, menurunnya populasi ikan Batak disebabkan oleh adanya
introduksi ikan Mas dan Mujair (Kartamiharja, 2006). Jenis ikan yang hidup di perairan Danau
Toba selain ikan batak (Neolissochilus sp.) juga terdapat ikan hasil introduksi antara lain: ikan
Mas (Cyprinus caprio), Mujair (Tilapia mossambica), Nila (Oreochromis sp.), Porapora
(Mystacoleucus padangensis), Nilem/Paetan (Osteochillus sp.), Gabus/Haruting
(Ophaiocephallus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Sepat (Trichogaster sp.) dan ikan Buncit
(Rasbora sp.) (Siagian, 2009).
Berdasarkan data di atas, introduksi ikan asing seperti mujair, mas, dan pora-pora ke
Danau Toba menyebabkan populasi ikan asli yaitu Ikan Batak (Neolissochilus sp.) menjadi
menurun dan langka.

Introduksi Ikan Sapu Kaca (Pterygoplichthys sp.) ke Hampir Semua Sungai di Indonesia

Ikan Pterygoplichthys sp. atau kelompok sapu-sapu berasal dari Sungai Amazon di
Amerika Selatan, namun saat ini keberadaannya sudah tersebar di beberapa negara di dunia,
termasuk di Indonesia. Spesies sapu-sapu di Indonesia sudah tidak asing lagi, ikan ini sering
dimanfaatkan sebagai pembersih kaca akuarium oleh para hobis ikan. Namun ternyata ikan sapu-
sapu menjadi ancaman tersendiri bagi populasi spesies ikan-ikan lokal yang ada. Thalathiah dan
Palanisamy dalam Wahyudewantoro (2018) menginformasikan bahwa famili Cyprinidae lebih
terdampak negatif dengan kehadiran sapu-sapu. Hal ini dikarenakan populasi dan kemampuan
adaptasi sapu-sapu yang tinggi, sehingga dimungkinkan dapat menjadi hama di suatu perairan
umum.
Beberapa sebaran sapu-sapu yang telah berada di perairan umum, antara lain di Sungai
Ciliwung yang melewati DKI Jakarta populasi sapu-sapu diduga mendominasi, sehingga
beberapa spesies ikan yang dahulu mudah ditemukan diantaranya benteur (Barbodes binotatus),
tawes-tawesan (Barbonymus sp.) saat ini sudah sulit diperoleh. Kemudian di Sungai Cilutung
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

yang berada di sekitar TN. Gunung Ciremai bagian Barat, sapu-sapu dijumpai dalam berbagai
ukuran dengan kisaran 24,81 sampai 74,24 mm (Wahyudewantoro, 2016).
Berdasarkan data di atas, introduksi ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) ke hampir
semua sungai di Indonesia menyebabkan populasi ikan asli sungai tersebut menjadi berkurang.
Hal ini dikarenakan habitatnya yang sesuai dan kemampuan adaptasi dari ikan sapu-sapu yang
tinggi.

Introduksi Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) ke Berbagai Perairan di


Indonesia

Tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes) bukan merupakan tanaman asli Indonesia,
namun saat ini sebaran eceng gondok sudah menguasai hampir seluruh danau dan sungai di
Indonesia. Menurut Sembel dalam Pambudi (2021) peledakkan eceng gondok pada daerah
perairan akibat pupuk pertanian yang masuk kedalam perairan dan terakumulasi dalam dasar
sungai atau danau dan mengakibatkan eutrofikasi.
Eceng gondok dikategorikan ke dalam jenis tumbuhan invasif. Tumbuhan invasif sangat
toleran terhadap berbagai keadaan lingkungan. Penyebaran tumbuhan asing invasif dapat
mengancam ekosistem, menurunkan jumlah spesies asli, dan menimbulkan dampak negatif pada
aspek sosial ekonomi. Penurunan keanekaragaman hayati karena keberadaan spesies invasif
merupakan proses awal menuju kepunahan spesies tertentu. Mengurangi kadar oksigen, proses
evapotranspirasi akibat penguapan terjadi pada daun eceng gondok, mengakibatkan ketersediaan
oksigen di air menjadi berkurang. Menurunnya kandungan oksigen terlarut pada perairan
mengakibatkan kematian pada organisme seperti ikan (Pambudi, 2021)
Tanaman eceng gondok yang mati mengendap di dasar perairan menjadi sedimen atau
endapan. Akibat akumulasi dari endapan tanaman eceng gondok di dasar sungai secara terus
menerus mengakibatkan pendangkalan perairan. Tertutupnya permukaan air oleh tanaman eceng
gondok mengakibatkan aktivitas transportasi air seperti perahu nelayan dan penumpang
terganggu. Tanaman eceng gondok dapat tersangkut pada baling-baling kapal ataupun dayung.
Tanaman eceng gondok yang menutupi permukaan air sangat mengganggu pemandangan
suatu obyek wisata yang berbasis perairan. Pengunjung ataupun wisatawan tidak bisa menikmati
keindahan danau karena tertutup oleh eceng gondok. Secara tidak langsung mengurangi nilai
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

estetika atau keindahan sebuah objek wisata. Sebaran eceng gondok di permukaan perairan
menghalangi proses penetrasi cahaya matahari kedalam air, sehingga mengganggu proses
produksi ikan (Kompas dalam Pambudi, 2021).
Berdasarkan data di atas, introduksi tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) ke
berbagai perairan di Indonesia mengakibatkan berbagai masalah, diantaranya menurunkan
jumlah spesies asli di perairan karena sifat eceng gondok yang merupakan tumbuhan invasif dan
sangat toleran terhadap perubahan lingkungan. Selain itu, kehadiran eceng gondok di perairan
dapat menutupi permukaan air sehingga mengurangi kadar oksigen di dalam air yang dapat
menyebabkan tumbuhan maupun hewan di perairan kekurangan oksigen. Apabila tanaman eceng
gondok yang mati akan mengendap di dasar perairan sehingga menyebabkan pendangkalan pada
perairan.

Penebangan Mangrove untuk Pembuatan Tambak Udang

Secara fisik, vegetasi mangrove berperan dalam melindungi pantai tetap stabil karena
dapat memperkecil erosi atau abrasi pantai. Mangrove juga memiliki kemampuan mengikat
sedimen yang terlarut dari sungai dan merupakan perangkap zat-zat pencemar dan limbah.
Kajian yang berkaitan dengan polutan dilaporkan oleh Anwar dan Gunawan (2008) yang
menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri
(Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan ekosistem mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari
tambak yang masih bermangrove (minawana).
Kegiatan penebangan mangrove untuk diambil kayu bagi pembuatan arang atau
pembukaan untuk areal tambak dapat mengurangi atau bahkan akan merusak fungsi ekosistem
mangrove. Penebangan mangrove di tambak (modifikasi empang) bertujuan untuk memperluas
areal budidaya dan diharapkan produksi ikan meningkat. Akan tetapi yang terjadi adalah
semakin rusaknya ekosistem mangrove.
Namun, berdasarkan hasil penelitian Rangkuti (2013) didapatkan bahwa penutupan
mangrove memberikan kontribusi yang nyata terhadap hasil tangkapan udang harian (Selang
kepercayaan 99%). Selanjutnya Rangkuti dalam penelitiannya menyarankan adanya pengelolaan
minawana (tambak yang masih bermangrove) untuk tetap menjaga keseimbangan alam dan juga
tidak menghilangkan mata pecaharian masyarakat di sekitar.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mangrove memiliki peranan dan
manfaat kepada ekologi pantai. Jika saja tambak udang dapat dikelola dengan lebih ramah
lingkungan dan memperhatikan keberlangsungan ekosistem mangrove maka keseimbangan alam
tetap terjaga. Masyarakat yang hidup di sekitar pantai dapat memanfaatkan tambak udang
sebagai sumber ekonomi dan hasil tambak juga terhindar dari bahan pencemar oleh keberadaan
ekosistem mangrove sebagai perangkap zat-zat tercemar dan habitat dari udang itu sendiri.

Pembukaan Hutan untuk Kelapa Sawit

“Di Sumatera hutan hanya tinggal 30 persen. Itu pun hutan yang paling banyak berada di
Aceh. Di Jawa, hutan sudah tinggal 3 persen. Kerusakan hutan ini akibat pembukaan lahan untuk
kelapa sawit,” kata Tjut Sugandawaty dalam Apriando (2015). Menurut Tjut Suganda, kerusakan
hutan Indonesia sudah sangat massif dalam tiga puluh tahun terakhir. Salah satu sebabnya, makin
banyaknya daerah yang membuka izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Bahkan
termasuk kawasan hutan lindung dan hutan konservasi tidak luput dari dampak izin pembukaan
lahan kelapa sawit tersebut.
Oleh karena itu, deforestasi hutan menjadi lahan kelapa sawit menimbulkan banyak
dampak, yaitu melonjaknya gas emisi CO2 di udara, polusi air dan tanah, erosi tanah, perubahan
iklim. Jika hal ini lambat laun dibiarkan, maka efek buruk akan menyasar masyarakat.
Diantaranya hutan sebagai sumber utama kehidupan masyarakat terutama warga lokal yang
berdiam diri di sekitar lahan tersebut. Jika semakin banyak perkebunan kelapa sawit yang
dibangun, maka warga lokal akan semakin kesulitan untuk menggantungkan diri pada hutan
sebagai sumber makanan. Dampak lain yang bisa timbul ialah penggunaan pupuk dan pestisida
untuk proses perkembangan tumbuhan kelapa sawit. Penggunaan pupuk dan pestisida dapat
mengendap di dalam tanah atau terbawa air hujan menuju aliran sungai terdekat. Hal ini
menyebabkan terganggunya stabilitas ekosistem juga menyebabkan lingkungan sekitar menjadi
tercemar dan pada akhirnya mengalami kesulitan untuk menemukan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

Lolosnya berbagai Jenis Tumbuhan dan Hewan Bandara dan Pelabuhan

Karantina adalah suatu tindakan untuk mencegah pemasukan, kemapanan, atau


penyebaran hama dan patogen. Hama dan patogen dapat terbawa masuk ke suatu wilayah
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

melalui manusia, binatang, produk-produk yang berasal dari binatang dan tumbuhan, dan tanah.
Keberadaan karantina di suatu negara dapat meminimalkan resiko masuknya hama dan patogen
berbahaya dari wilayah lain. Namun, faktanya di Indonesia masih banyak terjadi lolosnya
berbagai jenis tumbuhan dan hewan penyebab patogen.
Adapun patogen tersebut yaitu Kutu Loncat Lamtoro (Heteropsylla cubana) yang
menghancurkan tanaman lamtoro pada sentra pertanaman kopi. Masuknya kutu loncat ke
wilayah Indonesia diduga melalui jalur laut bersama dengan awak kapal yang membawa
tumbuhan. Lalu ada Pengorok Daun Kentang (Liriomyza huidobrensis) yang menyebar ke
sentra-sentra tanaman kentang. Masuknya pengorok daun kentang diduga terbawa bunga krisan
karena telurnya berada di dalam jaringan daun sehingga tidak terlihat dan krisan ini juga
merupakan salah satu inang hama tersebut. Lalu ada Nematoda Sista Kuning (Globodera
rostochiensis) yang merusak hasil pertanian dataran tinggi (Suputa, 2008).
Lolosnya berbagai jenis hewan dan tumbuhan di bandara dan pelabuhan disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu fasilitas karantina yang kurang memadai dan tidak lengkap, sumber daya
manusia yang kompeten masih kurang sehingga upaya karantina tidak optimal, administrasi
karantina yang terlalu menyulitkan dan kurang sederhana, penerapan persyaratan karantina
masih memberikan kelonggaran bagi keluarnya media pembawa karantina, serta sistem karantina
yang memiliki kewenangan penuh dalam melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan.

Pencemaran Berbagai Badan Air oleh Pabrik Pengolah Kelapa Sawit

Fitolankton mempunyai peran yang sangat besar dalam ekosistem perairan, selain sebagai
produsen primer, keberadaan plankton juga dapat dijadikan sebagai indikator perairan. Hal ini
disebabkan karena sifat hidupnya yang relatif menetap, jangka hidup yang relatif panjang dan
mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan (Muchlisin dalam Muliari, 2016).
Menurut jurnal penelitian oleh Muliari (2016), beliau melakukan penelitian “Dampak
limbah cair kelapa sawit terhadap komunitas ftoplankton di Sungai Krueng Mane Kabupaten
Aceh Utara” didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan keanekaragaman dan keseragaman
komunitas fitoplankton pada perairan yang sudah tercemar oleh limbah kelapa sawit, rendahnya
koefisien saprobik pada perairan.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

Jika hal ini terus berlanjut, maka akan menyebabkan menurunnya tingkat
keanekaragaman komunitas fitoplankton di perairan. Selain itu, tingginya jumlah salah satu jenis
fitoplankton dibandingkan jenis lainnya juga merupakan toksik dan berdampak negative
terhadap organisme perairan lainnya.
Berdasarkan data kualitas air limbah di Sungai Rokan oleh Badrum (2019),
memperlihatkan secara rata-rata bahwa pabrik sawit belum melakukan pengelolaan air limbah
dengan baik. Gambaran data-data kualitas air limbah telah menimbulkan dugaan adanya
sumbangan konsentrasi air limbah pabrik kelapa sawit terhadap kualitas air Sungai Rokan.
Terlihat dari air limbah pabrik yang masuk ke sungai Rokan melalui aliran Sungai Mas beserta
sumber-sumber pencemaran lainnya dari hulu Sungai Rokan telah meningkatkan konsentrasi
beberapa parameter kualitas air di Sungai Rokan tersebut hingga melebihi Baku Mutu kualitas
air sungai kelas 2.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

JARING-JARING MAKANAN DI EKOSISTEM SAWAH

Keterangan :
: Produsen

: Konsumen I

: Konsumen II

: Konsumen II
sekaligus
konsumen
puncak

Peristiwa di atas merupakan contoh jaring-jaring makanan yang menggambarkan interaksi


antar spesies. Pada peristiwa ini terjadi aliran energi. Beberapa hal dapat disimpulkan dari
peristiwa jaring-jaring makanan di atas, yaitu:
1. Pohon dan padi-padian menempati tropik I dalam rantai makanan sekaligus sebagai
organisme autotrof. Pada tropik ini, energi cahaya diubah menjadi energi potensial dalam
bentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis.
2. Ulat, belalang, dan tikus sawah menempati tropik II dalam rantai makanan sekaligus
sebagai organisme heterotrof yaitu konsumen tingkat I. Organisme ini termasuk dalam
jenis hewan herbivora atau omnivora. Pada tropik ini, herbivora mendapatkan energi dari
memakan tanaman. Energi yang berasal dari produsen akan diubah menjadi energi panas
dan gerak sehingga herbivora dapat menjalankan metabolisme tubuhnya.
3. Ayam, katak, dan ular menempati tropik III dalam rantai makanan sekaligus sebagai
konsumen tingkat II. Organisme ini termasuk dalam jenis hewan karnivora. Tropik ini
selanjutnya mendapatkan energi dari memakan organisme pada tropik sebelumnya.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

4. Ular dan elang menempati tropik IV dalam rantai makanan sekaligus sebagai konsumen
puncak. Pada tropik ini, energi berasal organisme di tropik sebelumnya.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

DAFTAR PUSTAKA

Apriando, T. 2015. Peneliti UGM : Pembukaan Hutan Untuk Lahan Sawit Harus Dihentikan.
Mongabay (https://www.mongabay.co.id/2015/01/03/peneliti-ugm-pembukaan-hutan-
untuk-lahan-sawit-harus-dihentikan/ , diakses 11 September 2021 Pukul 12.00 WIB)
Badrum, Y., dkk. 2019 Analisis Pencemaran Sungai Rokan Akibat Kegiatan Pabrik Kelapa
Sawit. Prosiding SainsTeKes Semna MIPAKes UMRI. Vol. 1: 24-36
Dina, R., dkk. 2017. Kondisi Terkini Perikanan Tangkap di Danau Toba, Sumatra Utara.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Masyarakat Limnologi Indonesia Tahun 2017: 130-135
Gunawan H, Anwar C. 2008. Kualitas Perairan Dan Kandungan Merkuri (Hg) Dalam Ikan Pada
Tambak Empang Parit Di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciasem-Pamanukan,
Kesatuan Pemangkuan Hutan Purwakarta, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam; Vol. V No. 1 : 1-10, 2008
Kartamihardja, E. S., dkk. 2006. Keberhasilan Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis) ke Habitatnya yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Prosiding
Seminar Nasional Ikan IV Jatiluhur: 1-9.
Muchlisin, Z.A., dkk. 2009. Danau Laut Tawar dan Beberapa Permasalahannya. Workshop
Selamatkan Danau Laut Tawar
Muliari, dkk. 2016. Dampak Limbah Cair Kelapa Sawit terhadap Komunitas Fitoplankton di
Sungai Krueng Mane Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(2) :
137-146
Pambudi, D.T., 2021. Eceng Gondok: Masalah Perairan dan Manfaat. Tekno dan Sains
Kumparan (diakses 11 September 2021 Pukul 09.00 WIB)
Rangkuti, A.M., 2013. Pengelolaan Ekosistem Mangrove berbasis Minawana (Studi Kasus:
Kawasan Mangrove RPH Tegal-Tangkil KPH Purwakarta, Blanakan, Subang, Jawa
Barat). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Siagian, C. 2009. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas
Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara. Tesis Universitas Sumatera Utara
Suputa. 2008. Karantina Tumbuhan. Handout. Program Studi Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Gajah Mada.
Paper by
May Sarah (8216174014)
Program Studi Pendidikan Biologi
PPS Unimed Tahun 2021

Wahyudewantoro, G. 2018. Sapu-sapu (Pterygoplichthys spp.), Ikan Pembersih Kaca yang


Bersifat Invasif di Indonesia. Warta Iktiologi: 2(2) 22-28

Anda mungkin juga menyukai