Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Lapsus HIL - Gio

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS

Disusun Oleh:

dr. Ni Kadek Ratna Sari Agustini


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang biasa ditemukan dalam kasus

bedah. Kasus kegawatdaruratan dapat terjadi apabila hernia inguinalis bersifat inkarserasi

(ireponibel disertai gangguan pasase) dan strangulasi (ireponibel disertai gangguan

vaskularisasi). Inkarserasi merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu dan tindakan

operasi darurat nomor dua setelah apendisitis akut di Indonesia.1,2

Angka kejadian hernia inguinalis (medialis/direk dan lateralis/indirek) 10 kali

lebih banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase sekitar 75-

80% dari seluruh jenis hernia, dimana insidensi hernia insisional 10%, hernia ventralis

10%, hernia umbilikalis 3%, dan hernia lainnya sekitar 3%.3

Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah apendisitis.

Dari keseluruhan jumlah operasi di Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2% dan

24,1% di Amerika Serikat. Hernia inguinalis dapat di derita oleh semua umur, tetapi angka

kejadian hernia inguinalis meningkat dengan bertambahnya umur. Insidensi hernia

inguinalis diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa dan 1-2% pada anak. Pada

rentang usia 25-40 tahun insidensinya mencapai 5-8% dan mencapai 45% pada usia 75

tahun. Sedang menurut jenis kelamin insiden hernia inguinalis pada pria 25 kali lebih

banyak dijumpai dari pada wanita. Menurut laporan di Amerika Serikat, insidensi

kumulatif hernia inguinalis di rumah sakit adalah 13,9% untuk laki-laki dan 2,1% untuk

perempuan. Hernia inguinalis lebih sering terjadi di sebelah kanan 60%, sebelah kiri 20-

25%, dan bilateral 15%.2,3

Secara global, menurut Medical Service (Ministry Of Health/MOH) menyatakan

bahwa diantara sepuluh macam penyakit yang menempati ranking tertinggi hospitalisasi
pada tahun 2007 salah satu diantaranya adalah hernia dengan prevalensi 1,8%. Namun,

diantara penyakit sistem cerna yang dirawat inap menurut golongan sebab sakit di

Indonesia pada tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus

(83% nya pada pria), dengan 273 diantaranya meninggal dunia. Meskipun angka insidensi

ini dapat terbilang rendah tetapi masalah ini bisa menjadi besar dikarenakan hernia ini

dapat menjadi kondisi kegawatan yang mengancam nyawa apabila organ perut yang masuk

ke kantong hernia tidak dapat kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan

nyeri dan kerusakan organ tersebut. 4,5

Pekerjaan berat mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya hernia

inguinalis dengan odds ratio sebesar 3,73. Menurut Risk and prognosis of inguinal hernia

in relation to occupational mechanical exposures durasi pekerjaan juga dapat

meningkatkan faktor risiko terjadinya hernia inguinalis yaitu pada pekerjaan sedang dan

berat yang dilakukan selama lebih dari 1 tahun dengan peningkatan risiko sebesar 4 kali.6

Dalam diagnosis infeksi hernia perlu diketahui perjalanan penyakit, faktor risiko,

etiologi, dan cara pemeriksaan yang tepat guna memberikan tatalaksana yang tepat dan

cepat sehingga angka morbiditas, mortalitas, dan komplikasi dapat berkurang.

Berikut dilaporkan sebuah kasus hernia inguinalis pada seorang laki-laki berusia

63 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Bhakti Rahayu Denpasar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau

bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut

menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.

Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.1,7

2.2 Epidemiologi

Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul

disekitar lipatan paha, dengan perbandingan indirek dan direk sebesar 2:1. Hernia sisi

kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan pria:wanita pada hernia

indirek adalah 7:1. Hernia femoralis kejadiaanya kurang dari 10% dari semua hernia tetapi

40% dari itu muncul kasus emergensi dengan inkaserasi atau strangulasi. Hernia femoralis

lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani operasi hernia

inguinal.8,9

2.3 Anatomi Hernia Inguinalis


Gambar 2.1 Anatomi yang berhubungan dengan hernia inguinalis.

Secara letak anatomi, anterior dinding perut terdiri atas otot-otot multilaminar

yang terdiri dari aponeurosis, facia, lemak, dan kulit. Aponeurosis merupakan otot-otot

yang memiliki tendon. Terdapat tiga lapisan otot pada bagian lateral dengan fosa oblik

yang saling

berhubungan.10

Untuk mencegah terjadinya hernia inguinalis terdapat otot transversus

abdominalis merupakan otot internal lateral yang terdiri dari otot-otot dinding perut dan

lapisan dinding perut. Pada bagian kauda otot yang membentuk lengkungan aponeurotik

transversus abdominalis yang merupakan bagian tepi atas cincin inguinal internal dan

diatas dasar medial kanalis inguinalis. Yang menghubungkan tuberkulum pubikum dan

spina iliaka anterior superior adalah ligamentum inguinal. Pada bagian medial bawah,

diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus kanalis ingunalis eksternus,

bagian terbuka dari aponeurosis muskulus oblikus eksternus. Pada bagian atas terdapat

aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan bagian bawah terdapat ligamentum

inguinalis.10

Segitiga Hasselbach bagian medial dibatasi oleh lateral rektus abdominis, bagian

lateral dibatasi oleh pembuluh darah vena dan arteri epigastrika inferior, pada bagian basis

dibatasi oleh ligamentum inguinal.10


Gambar 2.2 Anatomi kanalis inguinalis.

Kanalis inguinalis adalah saluran yang melalui dinding perut bagian bawah

berbentuk tabung yang merupakan tempat turunnya testis ke dalam skrotum. Kanalis

inguinalis dibatasi oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari

fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominalis.10

2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya hernia adalah1,8:

a) Lemahnya dinding rongga perut. Dapat sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup

b) Akibat dari pembedahan sebelumnya

c) Kongenital

 Hernia kongenital sempurna

Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada tempat-tempat tertentu

(patensi dari prosesus vaginalis).

 Hernia kongenital tidak sempurna


Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi mempunyai defek pada

tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah lahir

akan terjadi melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan

intraabdominal (mengejan, batuk, menangis)

d) Akuisital adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi

disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia, antara lain:

 Tekanan intraabdominal yang tinggi, yaitu pada pasien yang sering mengejan

pada saat buang air besar atau buang air kecil dan yang sering mengangkat beban

berat atau melakukan aktivitas fisik berlebih.

 Konstitusi tubuh. Pada orang kurus terjadinya hernia karena jaringan ikatnya yang

sedikit, sedangkan pada orang gemuk disebabkan karena jaringan lemak yang

banyak sehingga menambah beban jaringan ikat penyokong.

 Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal

 Penyakit yang melemahkan dinding perut

 Kehamilan

 Merokok

 Diabetes mellitus

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan sifatnya hernia dibedakan menjadi8,9:

 Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau

mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan

nyeri atau gejala obstruksi usus.

 Hernia ireponibilis: bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga

perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong

hernia.
 Hernia inkarserata: bila isi hernia tidak dapat dikembalikan dan terjepit oleh cincin

hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga

perut, terdapat gangguan pasase usus.

 Hernia strangulata: hernia inkarserata ditambah dengan gangguan vaskularisasi yang

menyebabkan nyeri hebat. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk menghilangkan

bagian yang mungkin nekrosis.

Berdasarkan letaknya hernia dibedakan menjadi2,3:

i. Groin :

 Hernia Inguinalis : indirek (lateralis), direk (medialis), dan kombinasi

 Hernia Femoralis

ii. Anterior :

 Hernia Umbilikal

 Hernia Epigastrik

 Hernia Spigelian

iii. Pelvis :

 Hernia Obturator

 Hernia Sciatic

 Hernia Perineal

iv. Posterior :

 Hernia Lumbar (superior triangle, inferior triangle)


Gambar 2.3 Macam hernia berdasarkan letaknya.

2.6 Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis merupakan hernia yang paling sering terjadi. Berdasarkan

patofisiologinya hernia inguinalis dibagi menjadi:

a. Hernia Inguinalis Lateralis (Indirek)

Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) adalah hernia yang melalui anulus

(cincin) inguinalis interna yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior,

menelusuri kanalis inguinalis, dan keluar di anulus eksternal di atas krista pubis

dengan diselubingi kantong korda.1,8

Kanalis inguinalis normal pada fetus karena pada bulan ke-8 kehamilan

terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis menarik

peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang

disebut prosesus vaginalis. Pada bayi yang sudah lahir, biasanya prosesus ini

mengalami obliterasi. Bila prosesus tetap ada dan terus terbuka maka akan

menjadi HIL kongenital. Pada orang dewasa, kanal telah menutup namun karena

merupakan daerah locus minors resistantiae, maka pada keadaan yang

meningkatkan tekanan intrabdominal, kanal tersebut dapat terbuka Kembali dan

timbul HIL akuisata. Jika isi dan kantong hernia lateralis turun hingga ke

skrotum disebut hernia skrotalis. 1,8

b. Hernia Ingunalis Medialis (Direk)

Hernia Inguinalis Medialis (HIM) adalah hernia yang melalui dinding

inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi

segitiga Hasselbach. Hernia jenis ini selalu didapat ketika dewasa. Faktor yang

berperan adalah peningkatan tekanan intraabdominal dan kelemahan relatif

dinding inguinal posterior. 1,8


Gambar 2.4 Direct dan Indirect Hernia

2.7 Diagnosis

a. Pemeriksaan fisik

 1 Finger Test  menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5, dimasukkan lewat skrotum

melalui anulus eksternus ke kanal inguinal, penderita disuruh batuk.

- Impuls diujung jari → hernia ingunalis lateralis

- Impuls disamping jari → hernia inguinalis medialis.11

Gambar 2.5 One Finger Test

 2 Fingers Test  menggunakan jari telunjuk kanan dan kiri, 1 jari di internal ring

(1/3 inguinal ligament) 1 jari di eksternal ring (pangkal skrotum). Pemeriksaan ini

serupa dengan 1 finger test namun lebih mudah dilakukan untuk pemula.

- Impuls di internal ring → hernia ingunalis lateralis

- Impuls di eksternal ring → hernia inguinalis medialis.


 Pemeriksaan Ziemen test (3 Fingers Test)  posisi berbaring, bila ada benjolan

masukkan dulu, hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan, penderita disuruh

batuk bila rangsangan pada jari ke-2 hernia ingunalis lateralis, jari ke-3 hernia

inguinalis medialis, jari ke-4 hernia femoralis.11

Gambar 2.6 Ziemen Test (Three Fingers Test)

 Pemeriksaan Thumb test  anulus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh

mengejan, bila keluar benjolan berarti hernia inguinalis medialis, bila tidak keluar

benjolan berarti hernia inguinalis lateralis.11

Gambar 2.7 Thumb Test

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis kurang berguna dibandingkan pemeriksaan fisik

langsung. Namun ada beberapa yang dapat membantu8

 X-ray  tidak terlalu berguna


 Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia incaserata

dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang

teraba di inguinal.

 CT scan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia

obturator.

2.8 Diagnosis Banding

Berikut adalah diagnosis banding untuk hernia:8

a. Keganasan : limfoma, retroperitoneal sarcoma, metastasis, tumor testis

b. Penyakit testis primer: varicocele, epididimitis, torsio testis, hidrokel, testis ectopic,

undescenden testis

c. Aneurisma artery femoralis

d. Nodus limfatikus

e. Kista limfatikus

f. Kista sebasea

g. Psoas abses

h. Hematoma

i. Ascites

2.9 Penatalaksanaan

Operasi elektif dilakukan untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi

seperti inkeserasi dan strangulasi. Pengobatan non operatif direkomendasikan hanya pada

hernia yang asimptomatik. Prinsip utama operasi hernia adalah herniotomy: membuka dan

memotong kantong hernia. Selain itu hernioplasti (memperbaiki dinding posterior

abdomen kanalis ingunalis) juga dapat dilakukan. Jika melakukan Tindakan herniotomy

dengan hernioplasti maka disebut hernioraphy.1,8


Herniotomy

Insisi 1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis obliqus eksterna dibuka

sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia dipisahkan dari m.creamester secara

hati-hati sampai ke kanalis inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat isinya dan

kembalikan ke kavum abdomen kemudian hernia dipotong. Pada anak-anak cukup hanya

melakukan herniotomy dan tidak memerlukan herniorrhapy.1,8

Herniorrhapy

Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan atau non-absorbable

mesh dengan tekhnik yang berbeda-beda. Meskipun tekhnik operasi dapat bermacam-

macam tekhnik bassini dan shouldice paling banyak digunakan. Teknik operasi

liechtenstein dengan menggunakan mesh diatas defek mempunyai angka rekurensi yang

rendah.1,8

2.10 Prognosis

Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong

hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit pasca

bedah seperti nyeri pasca herniorraphy, atrofi testis dan rekurensi hernia umumnya dapat

diatasi.8
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. SR

Nomor Rekam Medik : 20.74.61

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 63 tahun

Alamat : BR Denjalan Desa Batubulan Sukawati

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

MRS : 5 April 2020

Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2020

Metode Anamnesis : Autoanamnesa

3.2 Anamnesis

3.2
3.2.1 Keluhan Utama

Benjolan hilang timbul pada lipatan paha sejak 2 tahun yang lalu.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada lipatan paha kanan sejak 2 tahun

yang lalu. Benjolan diakui pasien hilang timbul. Sejak 1 tahun yang lalu muncul

benjolan juga pada lipatan paha sebelah kiri pasien. Benjokan dikatakan awalnya
berukuran kecil namun lama kelamaan menjadi semakin besar. Benjolan timbul

saat pasien mengejan dan mengangkat benda berat, kemudian hilang saat

istirahat/berbaring. Pasien mengaku memang sering mengangkat beban berat

untuk keperluan barang dagangannya. Pasien mengaku benjolan tidak nyeri dan

dapat dimasukkan sendiri oleh pasien menggunakan jari. Benjolan berbentuk

lonjong dan tidak nyeri jika ditekan. Tidak ada keluhan demam, mual, muntah,

maupun kembung. Pasien masih bisa kentut dan tidak ada penurunan berat badan.

Pasien sering mengejan saat BAB, karena konsistensi yang keras, namun riwayat

ambeien disangkal. Pasien BAK tidak ada perubahan pola. Keluhan batuk, pilek,

sesak, berdebar, nyeri dada atau lemas disangkal pasien.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengeluh seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki

riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, minum amlodipine 1x10mg namun

hanya saat ada kekuhan saja. Pasien mengaku sering mengangkat beban berat dan

mengejan lama saat BAB. Pasien menyangkal adanya riwayat sakit hemoroid,

kencing manis, sakit paru/ batuk lama, penyakit jantung, asma dan penyakit

ginjal.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyatakan bahwa tidak ada yang memiliki keluhan serupa pada

keluarganya. Ibu pasien juga memiliki riwayat hipertensi.

3.2.5 Riwayat Operasi dan Tindakan Medis

Tidak ada

3.2.6 Riwayat Pengobatan

Amlodipine 1x10mg tablet, malam hari, terakhir 1 hari yang lalu.


3.2.7 Riwayat Alergi Obat atau Makanan

Pasien menyangkal adanya alergi obat ataupun makanan.

3.2.8 Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki – laki dengan status gizi cukup. Pasien ada

riwayat merokok namun telah berhenti sejak 4 bulan yang lalu. Riwayat faktor

resiko yaitu pekerjaan pasien sebagai pedagang dan riwayat sering mengejan saat

BAB.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : BB: 50 kg TB: 155 cm BMI: 20,8 kg/m2 (normal)

Tanda-tanda Vital :

 Nadi : 80x/menit reguler, kuat angkat

 Tekanan darah : 145/95 mmHg

 Pernafasan : 20x/menit

 Suhu : 36,1 ºC

 Saturasi O2 : 99%

3.3.1 Status Generalis

 Kepala : normosefali, tidak tampak adanya deformitas

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya

langsung

(+/+), pupil isokor  3 mm/3 mm


 Telinga : normotia (+/+), liang telinga lapang, membrana timpani intak,

nyeri

tekan mastoid (-/-), otorea (-/-), serumen (-/-)

 Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), hiperemi mukosa hidung (-/-),

cavum

nasi tidak ada tanda perdarahan

 Mulut & Tenggorokan: bibir kering (-), sianosis (-), dinding faring

hiperemis

(-), tonsil T1-T1 non-hiperemis

 Leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak teraba

membesar,

trakea di tengah.

 Thorax : Pulmo

Thorax Kanan Kiri

Anterior

Gerak dinding dada simetris saat Gerak dinding dada simetris saat

Inspeksi statis dan dinamis. Retraksi sela iga statis dan dinamis. Retraksi sela iga

(-), jejas (-) (-), jejas (-)

Vocal fremitus teraba normal, sama Vocal fremitus teraba normal, sama

Palpasi kuat pada paru kanan dan kiri, tidak kuat pada paru kanan dan kiri, tidak

ada hemithorax yang tertinggal ada hemithorax yang tertinggal

Sonor pada seluruh lapang paru


Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru kiri
kanan
Suara nafas vesikular (+) Suara nafas vesikular (+)

Auskultasi
Suara nafas tambahan : rhonki (-), Suara nafas tambahan : rhonki(-),

wheezing (-) wheezing (-)

 Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari lateral dari ICS V linea

midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea midclavicularis

sinistra

Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : datar, simetris

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) nyeri lepas (-) benjolan (-), hepar &

lien tidak teraba

Ekstremitas Superior Inferior

(kanan/kiri) (kanan/kiri)

Akral Hangat +/+ Hangat +/+

Scar (+/-) vertikal ukuran ±


15-20 cm

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary
< 2 detik < 2 detik
Refill Time

Motoris Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Sensoris Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

3.3.2 Status Lokalis

Inguinal Dextra

 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 9x5 cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat

tanda

tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di ujung jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Inguinal Sinistra

 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 6x3 cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat

tanda
tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di samping jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (05/04/20)

Nama Test Hasil Hasil Rujukan Unit

HEMATOLOGI

Masa Perdarahan/BT 1 m 30 d 1-6 menit

Masa Pembekuan/CT 10 m 5-15 menit

Hemoglobin 14.1 12-15 g/dl

Hematokrit 40.7 37-43 %

Lekosit 10.1 4-10 Ribu/mm3

Trombosit 306 150-450 Ribu/ul

Eritrosit 4.6 4.0-5.0 Juta/ul

PDW 15.6 9-13 fL

RDW-CV 12.4 11.5-14.5 %

MCV 87.5 80-100 fL

MCH 30.3 26-34 fL

MCHC 34.7 26-34 pg


Basofil 0.4 0-1 %

Limfosit 27.4 20-40 %

Monosit 7.0 2-8 %

Neutrofil 59.9 50-70 %

Eosinofil 5.3 1-5 %

Total Basofil 0.04 ribu/uL

Total Limfosit 2.76 ribu/uL

Total Monosit 0.70 ribu/uL

Total Neutrofil 6.03 ribu/uL

Total Eusinofil 0.53 ribu/uL

KIMIA KLINIK

Glukosa Sewaktu 107 75-125 mg/dL

Kreatinin 0.9 0.6-1.1 mg/dL

AST (SGOT) 19 0-37 U/L 37 OC

ALT (SGPT) 21 0-42 U/L 37 OC

FAAL GINJAL

BUN 20.3 mg/dL


4.7-23.4

Elektrokardiogram (05/04/2020)
Irama : sinus

Frekuensi : 71x/menit

Aksis : vertikal normal, horizontal normal

Posisi : normal

Gelombang P : normal

Interval P-R : normal

Interval QRS : normal

Interval Q-T : normal

Kompleks QRS : QS V1-V5

Segmen ST : normal

Gelombang T :-

Kesimpulan : Normal ECG

Chest X-Ray (05/04/2020)

Cor : Besar dan bentuk normal

Pulmo : Tak tampak infiltrat / nodul


Corakan bronkovesikular normal

Sinus phrenicocstalis kanan kiri tajam

Diafragma kanan kiri normal

Tulang-tulang tak tampak kelainan

Soft tissue yang tervisualisasi tak tampak kelainan

Kesan : Jantung dan Paru tak tampak kelainan

3.5 Resume Medis

Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluhkan adanya benjolan pada

lipatan paha kanan sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan diakui pasien hilang timbul.

Sejak 1 tahun yang lalu muncul benjolan juga pada lipatan paha sebelah kiri

pasien. Benjolan timbul saat pasien mengejan dan mengangkat benda berat,

kemudian hilang saat istirahat/berbaring. Pasien mengaku benjolan tidak nyeri dan

dapat dimasukkan sendiri oleh pasien menggunakan jari. Benjolan berbentuk

lonjong dan tidak nyeri jika ditekan. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5

tahun yang lalu, minum amlodipine 1x10mg namun hanya saat ada kekuhan saja.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan

dan kesadaran compos mentis. Berdasarkan hasil pengukuran tanda-tanda vital

didapatkan nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, tekanan darah 145/95 mmHg,

suhu 36.1oC dan saturasi O2 99%. Pada pemeriksaan status lokalis di regio

inguinal dextra didapatkan massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 6x3 cm,

warna sama dengan kulit sekitar, tidak terdapat tanda-tanda radang, permukaan

benjolan teraba rata, kenyal dan bisa dimasukkan secara manual menggunakan

jari. Finger tip test: teraba benjolan di ujung jari pada inguinal kanan dan pada

samping jari pada inguinal kiri. Pada auskultasi tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan

leukosit dan eosinophil.

3.6 Diagnosis Kerja

1. Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible

2. Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponible

3.7 Diagnosis Banding

1. Hernia Inguinalis Lateralis Bilateral

2. Limfadenopati Inguinal Bilateral

3.8 Tatalaksana

Rencana Operatif

 Herniotomi dextra & sinistra + MESH tanggal 06/04/2020 pk 12.00 oleh

dr.Pande Sp.B

Non Medikamentosa

 Rawat inap (kamar 227A)

 Skin test Cefoperazone

 Puasa 8 jam sebelum tindakan operasi

 Cek darah lengkap, BT, CT, GDP, kimia klinik darah

 Pemeriksaan rontgen thorax

 Konsul dr. Cilik Sp.PD

Medikamentosa

 Pemasangan infus RL 24 tetes per menit


 Injeksi Cefoperazone 2x1 gram IV

 Dr. Cilik Sp.PD : Amlodipine 1x5mg PO

3.9 Planning

1. Diagnosis Kerja : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra + Hernia Inguinalis

Medialis

Sinistra + HT grade I

2. Diagnosis Banding : (1) Hernia Ingunalis Medialis

(2) Limfadenopati Inguinal Dextra

3. Monitoring : Keluhan pasien, tanda-tanda vital, reaksi alergi pada skin

test,

luka post operasi

4. Edukasi : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang

penyakit, tindakan yang dilakukan, pengobatan dan

prognosis.

5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit

dalam

3.10 Saran

1. Mengedukasi pasien untuk berpuasa makan dan minum 8 jam sebelum tindakan

operasi, jika pasien lupa, pasien dan keluarga harus melapor kepada perawat atau

dokter jaga demi keamanan pasien.

2. Mengedukasi pasien dan keluarga tentang tindakan operasi yang akan dilakukan,

komplikasi yang dapat terjadi, prognosis dan kemungkinan adanya rekurensi.


3. Mengedukasi pasien dan keluarga tentang gejala yang mungkin dialami pasien

setelah operasi seperti nyeri dan ketidaknyamanan pada luka operasi atau mual

muntah yang bisa disebabkan efek anestesi. Pasien disarankan untuk istirahat

dan minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi.

4. Mengedukasi pasien dan keluarga untuk menjaga luka operasi tidak

basah/terkena air selama kurang lebih satu minggu untuk mencegah infeksi luka

serta kontrol ke dokter sesuai yang dijadwalkan.

5. Mengedukasi pasien untuk tidak melakukan aktivitas latihan perut atau angkat

benda berat dan mengejan keras yang bisa meningkatkan tekanan dalam perut.

Jika pasien sulit dalam BAB disarankan untuk memperbanyak makan buah dan

sayur.

3.11 Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

3.12 Follow up

Follow up hari perawatan ke-1 MRS 05/04/20

S = Pasien mengatakan keluhan benjolan di lipatan paha kanan hilang timbul sejak 2

tahun SMRS. Sejak 1 tahun yang lalu muncul juga benjolan di lipatan paha kiri.

Benjolan tidak nyeri dan dapat dimasukkan secara manual oleh pasien. Pasien memiliki

riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, minum amlodipine 1x10mg namun tidak

rutin, terakhir minum kemarin malam. Riwayat kencing manis, asma, penyakit jantung,

penyakit ginjal disangkal. Alergi obat atau makanan disangkal.


O = KU : baik, kesadaran : compos mentis

Nadi 80x/menit reguler, kuat angkat; RR 20x/menit; BB 50 kg; TB:155 cm

TD 145/95 mmHg; S 36,1ºc; SpO2 99%

Kepala : normosefali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah

Thorax :

Pulmo : I = gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, P = vocal fremitus kanan dan

kiri sama kuat, P = sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, A = suara nafas

vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1-S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : A = Bising normal, P = timpani di keempat kuadran abdomen, P = supel,

nyeri tekan (-)

Ekstremitas superior & inferior : akral hangat (+/+), edema (-), CRT < 2 detik

Status Lokalis

Inguinal Dextra

 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 9x5

cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat


tanda

tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di ujung jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Inguinal Sinistra

 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 6x3

cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat

tanda

tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di samping jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Pemeriksaan Penunjang

- Darah Lengkap : Leukositosis (10.1) dan Eosinofilia (5,3)

- BT, CT : normal; GDS : 107

- CXR : Jantung dan Paru tak tampak kelainan

- EKG : Normal

A = Hernia Inguinalis Lateralis Dextra + Hernia Inguinalis Medialis Sinistra + HT grade


I

P=

Advis dr.Pande Sp.B

- Pro Herniotomy duplex-mesh tanggal 05/04/2020 pk 12.00

- IVFD RL 24 tpm

- Cefoperazone 2x1gr IV (pre-op)

- Konsul dr.Cilik Sp.PD

Konsul dr.Cilik Sp.PD

- Amlodipine 1x5mg PO

- Acc tindakan operasi dengan risiko ringan

Puasa 8 jam mulai (06/05/20) 04.00 WITA

Skin test Cefoperazone (+); Reaksi Alergi (-)

Injeksi Cefoperazone 2x1 gram IV

Follow up hari perawatan ke-2 PRE OP 06/04/20

S = Pasien mengatakan saat ini tidak ada keluhan. Nyeri pada benjolan disangkal. Mual

(-) Muntah (-) Kembung (-) Kentut (+) BAB dan BAK biasa.

O = KU : baik Kesadaran : compos mentis

Nadi 84x/menit reguler, kuat angkat; RR 20x/menit;

TD 160/100 mmHg; S 36,0ºc; SpO2 99%

Kepala : normosefali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : pembesaran KGB (-) trakea di tengah


Thorax :

Pulmo : I = gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, P = vocal fremitus kanan dan

kiri sama kuat, P = sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, A = suara nafas

vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1-S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : A = Bising usus normal, P = timpani di keempat kuadran abdomen, P =

supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas superior & inferior : akral hangat (+/+), edema (-), CRT < 2 detik

Inguinal Dextra

 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 9x5

cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat

tanda

tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di ujung jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Inguinal Sinistra
 Inspeksi : Tampak massa berbentuk lonjong dengan ukuran ± 6x3

cm,

warnanya sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat

tanda

tanda radang.

 Palpasi : Teraba massa dengan permukaan rata, kenyal dan bisa

dimasukkan secara manual menggunakan jari. Finger tip

test:

teraba benjolan di samping jari. Transluminasi (-)

 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

A = Hernia Inguinalis Lateralis Dextra + Hernia Inguinalis Medialis Sinistra + HT grade

P=

Infus RL 24 tetes per menit

Puasa 8 jam

Injeksi Cefoperazone 2x1 gram IV

Konsul dokter anestesi: Acc tindakan Herniotomy + mesh dengan BSA (Block Spinal

Anesthesia)

Follow Up hari perawatan ke-3 POST OP 07/04/20

S = Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi. Nyeri hilang timbul, memberat ketika

digerakkan. Mual (-) Muntah (-)


O = KU : baik, kesadaran : compos mentis

Nadi 88x/menit reguler, kuat angkat; RR 20x/menit;

TD 130/90 mmHg; S 36,4ºc, SpO2 99%; VAS : 2-3


Kepala : normosefali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : pembesaran KGB (-) trakea di tengah

Thorax :

Pulmo : I = gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, P = vocal fremitus kanan dan

kiri sama kuat, P = sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, A = suara nafas

vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1-S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : A = Bising usus normal, P = timpani di keempat kuadran abdomen, P =

supel, nyeri tekan (-)

Genital : Terpasang DC, produksi (+)

Ekstremitas superior & inferior : akral hangat (+/+), edema (-), CRT < 2 detik

Status Lokalis

Regio : Inguinal Dextra & Sinistra

Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup perban

A = Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible + Hernia Inguinalis Medialis Sinistra

Reponible + HT grade I

P=

Infus RL 16 tetes per menit

Terpasang DC
Diet bebas

Cefoperazone 2x1gr IV

Advis dr. Cilik Sp.PD :

- Amlodipine 1x5mg PO

Advis dr. Otniel Sp.An :

- Drip analgetik via syringe pump dengan kecepatan 0,7 cc/jam

(Morfin 10 mg dalam 20 cc NaCl 0,9%)

- Ketorolac 3x30mg IV

pk 12.00

Advis dr. Pande SpB

- Aff DC

- Jika kondisi stabil → Sore boleh pulang

- Poliklinik kontrol hari Senin tanggal 13/04/2020 pukul 18.00 WITA

- Cefixime 2x200 mg PO

- Paracetamol 3x500 mg PO

Advis dr. Cilik Sp.PD

- Boleh pulang, tanpa kontrol

- Amlodipine 1x5mg PO
BAB IV

ANALISA KASUS

Hernia adalah protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau

bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut

menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding

perut. Berdasarkan penyebab terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya

misalalnya hernia diafragma, hernia inguinal, hernia umbilikal, dan hernia femoral.

Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar

masuk. Keluar jika berdiri atau mengejan, dan masuk lagi ketika tidur atau didorong

masuk perut. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut,

hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong

pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Hernia disebut

hernia inkarserata atau strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi

kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya,

sering terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata

lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan

gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata.

Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan

paraumbilical secara berurutan. Hernia inguinalis dibagi menjadi dua berdasarkan

patofisiologinya menjadi hernia inguinalis lateralis (indirek) dan medialis (direk).

Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding

abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau

berkelanjutan. Pria mengalami hernia lebih banyak daripada wanita dengan

perbandingan 7:1. Dari semua kasus hernia di dinding abdomen, 75% muncul di

sekitar lipatan paha yang lebih sering kejadiannya pada sisi kanan.

Pada kasus berdasarkan anamnesis, kecurigaan pasien mengarah ke hernia

inguinalis lateralis dextra dan hernia inguinalis medialis sinistra. Hal ini didukung

dengan keluhan utama yaitu munculnya benjolan pada lipatan paha kanan dan kiri.

Benjolan yang timbul ketika mengejan, mengangkat benda berat, dan berdiri dalam

waktu lama lalu hilang ketika berbaring atau dimasukkan secara manual dengan jari

pasien menandakan hernia bersifat reponibel. Hal ini juga diperkuat dengan tidak
adanya keluhan nyeri atau gangguan pasase usus seperti mual, muntah, atau kembung.

Latar belakang pasien yang seorang laki-laki dan benjolannya yang muncul di lipatan

paha kanan terlebih dahulu sesuai dengan studi epidemiologis dimana hernia

inguinalis lebih banyak terjadi pada pria dengan posisi lesi mayoritas di sisi kanan.

Salah satu faktor predisposisi pada pasien ini adalah usia pasien yang lanjut dimana

otot-otot dinding perut mulai melemah dan mengendur. Selain itu, pekerjaan pasien

sebagai pedagang toko yang sering mengangkat benda berat dan kebiasan pasien

sering mengejan saat BAB merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan

intraabdominal sehingga terjadi hernia. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5

tahun yang lalu. Riwayat pengobatan pasien mengkonsumsi Amlodipine 1x10mg,

terakhir kemarin malam.

Pada status lokalis di inguinal dextra, hasil finger test teraba impuls di ujung

jari yang menandakan hernia inguinalis lateralis, sedangkan pada inguinal sinistra

teraba di samping jari yang menandakan hernia inguinalis medialis.

Dalam penegakan diagnosis, ada beberapa diferensial diagnosis yang harus

disingkirkan pada kasus ini seperti limfadenopati inguinal, limfoma dan aneurisma

arteri femoralis. Pada kasus ini tidak didapatkan keluhan adanya benjolan yang

menetap dan pada pemeriksaan tidak didapatkan adanya bruit atau denyut pada

benjolan sehingga diferensial diagnosis dapat disingkirkan. Pemeriksaan penunjang

USG tidak dilakukan dalam kasus ini karena tidak ada indikasi klinis untuk

pemeriksaan, yaitu tanda-tanda adanya gangguan pasase usus atau gangguan

vaskularisasi organ intraabdomen dalam hernia. USG perlu dilakukan bila sifat hernia

irreponibel dan ada kemungkinan terjadi hernia inkarserata atau strangulata.

Penanganan pada kasus ini adalah herniotomi bilateral dengan mesh. Pada

herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong

dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong
hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada teknik ini digunakan mesh

untuk memperkuat fasiatransversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa

menjahitkanotot-otot ke ligamentum inguinal. Teknik herniotomi dengan mesh

dipercayai sebagai metode dengan nilai rekurensi paling kecil.


BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong De. Hernia. In: Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 rd ed. Sjamsuhidajat R,
Karnadihardja, Prasetyo T O H, Rudiman R. Jakarta: EGC, 2007:619-629.
2. Greenberg, M.I.; Hendrickson, R.G.; Silvenberg, M., 2008. Greenberg Teks Atlas:
Kedokteran Kedaruratan. Jakarta: Erlangga, pp. 312-3
3. Ruhl, C.E.; Everhart, J.E., 2007. Risk Factors for Inguinal Hernia among Adults in the
US Population. Am J Epidemiol. 165(10): 1154-61
4. Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehatan RI
5. Kementrian Kesehatan Indonesia, 2010, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009,
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
6. Fahmi O Aram, 2009, Risk Factor Of Hernia In Hadramout Yemen A Case Control
Study, Departement of Surgery College of Medicine, Vol 3
7. Dorland, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, terjemahan oleh poppy kumala,
Jakarta : EGC
8. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III, jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedoktern Universitas
Indonesia. Jakarta. 2000.
9. Nicks, B. A. (2012, June 6). Hernias. Medscape Reference. Retrieved from
http:/www.emedicine.medscape.com/article/775630-overview
10. Moore K L, Dalley A F, Agur A M. Inguinal Region. In: Clinical Oriented Anatomy.
6th ed. 2010:202-206.
11. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergency Surgery. Edisi XXIII. Penerbit Hodder
Arnold. 2006.

Anda mungkin juga menyukai