Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

PTHI Lembaga Peradilan Dan Acara Peradilan Di Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

LEMBAGA PERADILAN DAN HUKUM ACARA


PERADILAN DI INDONESIA
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia

Dosen Pengampu : H. Muhaimin, S.Pd, MH

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Muhammad Alfan Naim (2020710025)

Ahmad Syariful Anam Ashofi (2020710026)

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era industrialisasi dan globalisasi, masalah perselisihan hubungan industrial


menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan
murah. Hal tersebut dilihat dari tantangan rencana pembangunan nasional adalah
sebagai tantangan ke depan didalam mewujudkan system hukum nasional yang
mantap adalah mewujudkan sistem hokum nasional yang menjamin tegaknya
supremasi hukum dan HAM berdasarkan keadilan dan kebenaran. Perselisihan
tersebut muncul disebabkan karena ketidaksepakatan dalam hal-hal hubungan kerja,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan maupun peraturan kerja bersama selama masa
kerja.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Lembaga Peradilan?


2. Apa Saja Jenis-Jenis Peradilan Di Indonesia
3. Sebutkan Asas-Asas Sistem Peradilan Di Indonesia

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian dari Lembaga Peradilan


2. Mengetahui jenis-jenis Peradilan di Indonesia
3. Mengetahui asas-asas Sistem Peradilan di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Peradilan

Kata peradilan terdiri dari kata dasar “adil” dan mendapat awalan “per” serta
ditambahkan dengan akhiran “an” memiliki arti sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan pengadilan. Pengadilan yang dimaksudkan disini bukanlah semata-mata
diartikan sebagai badan untuk mengadili, melainkan sebagai pengertian yang abstrak
yaitu hal memberikan keadilan
Lembaga peradilan adalah suatu alat yang dimiliki negara sebagai pertahanan
dan penegakan hukum nasional. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum, maka
pelaku pelanggar hukum tersebut akan dihadapkan ke lembaga pengadilan. Lembaga
peradilan memiliki pengadilan atau badan peradilan yang merupakan salah satu
lembaga penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan lembaga yang
melaksanakan penegakan hukum ini biasa disebut sebagai peradilan dan pengadilan.
Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam sistem peradilan
pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu tumpuan dan harapan dari para
pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan. Keadilan yang hakiki merupakan suatu syarat yang utama untuk
mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat, dalam hal ini hakim
mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum pidana untuk tercapainya
suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan. 1 Dengan demikian dapatlah
dipahami bahwa kedudukan hakim di negara kita merupakan kedudukan yang sangat
tinggi.2
Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, peradilan adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan tugas negara untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Penggunaan istilah Peradilan (rechtspraak, judiciary) menunjuk kepada proses untuk
memberikan keadilan dalam rangka menegakkan hukum (het  rechtspreken),
sedangkan pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan
peradilan. Jadi pengadilan bukanlah merupakan satu-satunya wadah yang
menyelenggarakan peradilan.
Menurut Sjachran Basah, peradilan adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan tugas dalam memutus perkara dengan menerapkan hukum, menemukan
hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil,
dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.3
Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan dalam bahasa Belanda
adalah rechspraak yang bermaksud segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas
Negara dalam menegakan hukum dan keadilan.

1
Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam
Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal. 218.
2
Nanda Agung Dewantara,1987. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani SuatuPerkara
Pidana.Jakarta :Aksara Persada Indonesia, hal.28.
3
Sjachran Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 1995), hlm.9.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai
perkara peradilan.4 Peradilan juga dapat diartikan suatu proses pemberian keadilan
disuatu lembaga.5 Dalam kamus Bahasa Arab disebut dengan istilah qadha yang
memiliki arti menetapkan, memutuskan, menyelesaikan, mendamaikan. Qadha
menurut istilah adalah penyelesaian sengketa antara dua orang yang bersengketa,
yang mana penyelesaiannya diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan (hukum) dari
Allah dan Rasul. Sedangkan pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan
oleh negara untuk mengurus atau mengadili perselisihan-perselisihan hukum.6
Kebebasan hakim diartikan sebagai kemandiriaan atau kemerdekaan, dalam
arti adanya kebebasan penuh dan tidak adanya intervensi dalam kekuasaan
kehakiman. Hal ini mencakup tiga hal, yaitu: (1) bebas dari campur tangan kekuasaan
manapun; (2) bersih dan berintegritas; dan (3) professional. Pada hakekatnya
kebebasan ini merupakan sifat pembawaan dari pada setiap peradilan.7
Kebebasan hakim didasarkan kepada kemandirian dan kekuasaan kehakiman
di Indonesia itu, telah dijamin dalam konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 yang selanjutnya diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dan
diganti yang terakhir dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yaitu perubahan
atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.8

B. Jenis – Jenis Peradilan di Indonesia


Peradilan di Indonesia tentu banyak sekali tergantung dengan tugas dan
wewenangnya masing-masing. Berikut adalah jenis-jenis peradilan yang ada di
Indonesia :
a. Peradilan Umum
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan dan
menangani perkara pidana dan perdata secara umum pada umumnya. Peradilan
umum meliputi:
1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah
hukum meliputi wilayah provinsi sebagai tingkat banding dengan
kewenangan meliputi wilayah Provinsi tersebut (UU No 2 Th 1986 dan
perubahannya Jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012)
2. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan
daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan
spesialis/khusus yang dimiliki peradilan umum adalah :
a. Pengadilan Anak
b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

4
Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.2.
5
Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2005), hal.278.
6
Cik Hasan Basri, op.cit, hlm. 3.
7
Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam
Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal.221
8
Ibid.
c. Pengadilan Perikanan
d. Pengadilan HAM
e. Pengadilan Niaga
f. Pengadilan Hubungan Insdustrial (PHI)
g. Pengadilan Lalu Lintas (Lalin)
h. Pengadilan Pajak
Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan
terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
Negeri di daerah hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk
berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah
Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan
seorang Wakil Ketua PT), Hakim Tinggi, Panitera, Sekretaris dan Staf.9
b. Peradilan Agama
Peradilan ini adalah peradilan khusus yang menangani perkara tertentu bagi
masyarakat beragama islam, seperti perceraian dan warisan. Pengadilan Agama
terdiri dari tingkat pertama yang berada di ibukota dan pengadilan tinggi sebagai
pengadilan tingkat banding yang terletak di ibukota provinsi. (UU No 7 Th 1989
dan perubahannya jo Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012).
Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang
beragama Islam mengenai perkara tertentu. Menurut pasal 49 UU No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU
No 3 Th 2006), yang menjadi kewenangan dari pengadilan agama adalah perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
1. Perkawinan;
2. Waris;
3. Wasiat;
4. Hibah;
5. Wakaf;
6. Zakat;
7. Infaq;
8. Shadaqah;
9. Ekonomi Syari'ah.
Ekonomi syari’ah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang
perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak
berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan
tidak komersial menurut prinsip syariah (lihat Peraturan Mahkamah Agung No. 02
Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah). Jadi, suatu perkara
menjadi perkara ekonomi syariah, bila didasarkan pada prinsip-prinsip hukum
syariah.
Jadi, untuk perkara ekonomi syari’ah, menjadi kewenangan absolut dari
pengadilan agama. Untuk daerah Aceh, pengadilan agama dan pengadilan tinggi
agama nya dibentuk dengan nama Mahkamah Syar’iah Aceh untuk perkara
hukum keluarga, perdata, pidana berdasarkan Qanun Aceh. (UU No 11 Th 2006).
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan ini juga peradilan khusus yang menangani perkara gugatan terhadap
pejabat administrasi negara akibat penetapan tertulis yang dibuatnya merugikan
seseorang atau badan hukum. Pengadilan ini terdiri dari pengadilan tata usaha
negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara di ibukota provinsi. (UU No 5 Th
9
Hukum online, Perbedaan Peradilan dan Pengadilan Tahun
2014,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-denganpengadila,
1986 dan perubahannya Jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012)
Dan terdapat pengadilan turunan dari pengadilan tata usaha negara yang
menangani masalah pajak yaitu Pengadilan Pajak. (UU No 14 Th 2002).
Peradilan ini di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Peradilan Militer
Peradilan militer ini menangani perkara pidana dan sengketa tata usaha
angkatan bersenjata bagi kalangan militer. Badan yang menjalankan terdiri dari
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer
Utama.Letak Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota negara, selebihnya
ditentukan ditetapkan oleh keputusan Panglima TNI. (UU No 31 Tahun 1997).
Pengadilan Militer II-08 Jakarta memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu
memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama terhadap perkara pidana
yang dilakukan oleh Prajurit TNI aktif, dimana terdakwanya berpangkat  Kapten 
ke bawah.
Diantara tugas dari Peradilan Militer adalah :
1. Memberikan pelayanan teknis yudisial dan administrasi kepaniteraan
kepada para pencari keadilan pada tingkat pertama.
2. Memberikan pelayanan  di  bidang  administrasi perkara yang dimintakan
upaya hukum banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi serta
administrasi peradilan lainnya bagi para pencari keadilan.
3. Memberikan pelayanan hukum dan administrasi yang berkeadilan kepada
pencari keadilan sesuai dengan kebutuhan mereka dan telah diatur dengan
Undang-Undang maupun peraturan lainnya.
e. Peradilan Konstitusi
Peradilan ini bertugas menangani pengujian kesesuaian isi undang-undang
dengan Undang-Undang Dasar 1945. (UUD 1945 jo. UU 24/2003 dan
perubahannya).
Peradilan Konstitusi mempunyai kedudukan sebagai salah satu lembaga
negara pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Mempunyai 4 Wewenang dan 1 Kewajiban sebagaimana yang diatur dalam
UUD 1945 yaitu :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar:
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewajibannya adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Pelanggaran dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam ketentuan
Pasal 7A UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum
berupa penghianatan terhadap negar, korupsi, penyuapan, tindak pidana
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

C. Asas – Asas Sistem Peradilan di Indonesia

Sistem Peradilan Pidana (SPP) harus memiliki dasar (Ground Norm maupun
Ground Program), tujuan utamanya untuk menciptakan tatanan sistem yang kondusif
berjalan sesuai rel yang tetap sesuai dengan yang diinginkan. Adapun asas-asas yang
menjadi landasan dalam mekanisme atau bekerjanya sistem peradilan pidana adalah
sebagai berikut:10
a. Asas Legalitas
Asas Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu
dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas.
Asas ini berpangkal tolak pada kepentingan masyarakat yang dapat
ditafsirkan sebagai kepentingan tata tertib hukum. Dengan asas ini sistem
peradilan pidana hanya dapat menyentuh dan mengelindingkan suatu
perkara jika terdapat aturan-aturan hukum yang telah dibuat sebelumnya
dan telah dilanggar.
b. Asas Kelayakan atau Kegunaan (Expediency Principle)
Asas Kelayakan atau Kegunaan ini adalah asas yang menghendaki
bahwa dalam beroprasinya sistem peradilan pidana menyeimbangkan
antara hasil yang diharapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan,
sehingga dapat diperhitungkan bahwa bekerjanya sistem peradilan pidana
merupakan sebuah aktivitas yang berguna.
c. Asas Prioritas (Priority Principle)
Asas Priorotas adalah asas yang menghendaki sistem peradilan pidana
mempertimbangkan aktivitas-aktivitas yang perlu didahulukan dan
didasarkan pada semakin beratnya sistem peradilan pidana, sementara
kondisi kejahatan cenderung semakin meninggi.
d. Asas Proporsionalitas (Proporsionality Principle)
Asas yang menghendaki agar sistem peradilan pidana dalam
penegakan hukum pidana hendaknya mendasarkan pada proporsional
antara kepentingan masyarakat, kepentingan negara, dan kepentingan
pelaku tindak pidana dan kepantingan korban yang mendasari pertukaran
hak dan kewajiban para pihak yang sesuai dengan proporsi atau bagiannya.
e. Asas Subsidair (Subsidairity Principle)
Asas yang menerangkan bahwa penerapan hukum pidana yang utama
dalam menanggulangi kejahatan tetapi sanksi hanya merupakan alternatif
kedua.
f. Asas Kesamaan di Depan Hukum (Equality Before The Law)
Asas yang menerapkan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama
dimuka hukum, tidak ada pilih kasih semuanya mendapat perlakuan dan
hak yang sama. Dengan asas ini sistem peradilan pidana selalu
mengedepankan kesamaan sehingga siapapun dan bagaimanapun kondisi
setiap subyek hukum yang menghendaki pelayanan dalam penyelesaian
permasalahan hukum.

10
Lihat, Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana...Op.Cit. hlm. 10-13.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
dalam kontek asas kesamaan didepan hukum (equality before the law), ini
berarti bahwa setiap aparat penegak hukum (dalam segala tingkat
pemeriksaan) sama kedudukannya dengan tersangka atau terdakwa
menurut KUHAP, bahkan termasuk pula perlakuan yang diberikan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga peradilan adalah suatu alat yang dimiliki negara sebagai pertahanan
dan penegakan hukum nasional. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum, maka
pelaku pelanggar hukum tersebut akan dihadapkan ke lembaga pengadilan. Lembaga
peradilan memiliki pengadilan atau badan peradilan yang merupakan salah satu
lembaga penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan lembaga yang
melaksanakan penegakan hukum ini biasa disebut sebagai peradilan dan pengadilan.
Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam sistem peradilan
pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu tumpuan dan harapan dari para
pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan.
B. Penutup
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu orang-orang dalam
mempelajari tentang Lembaga Peradilan dan Acara Peradilan di Indonesia. Terima
kasih telah membaca makalah ini dan memohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan kami.
DAFTAR PUSTAKA

Jakarta: PT .Raja Grafindo Persada 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Adji, Oemar Seno, 1980. Peradilan Bebas Negara Hukum, Jakarta : Erlangga

Erna Dewi, Firganefi. Sistem Peradilan Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2004.

Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2020.

Anda mungkin juga menyukai