Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu Di Iuphhk-Ha PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah Irwan Budiarto
Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu Di Iuphhk-Ha PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah Irwan Budiarto
Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu Di Iuphhk-Ha PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah Irwan Budiarto
net/publication/330924572
CITATIONS READS
0 498
1 author:
Irwan Budiarto
4 PUBLICATIONS 45 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Boosting solar energy capacity of Indonesia without compromising protected areas: an integrated GIS tailoring solar energy resource and local information
(SolarBoost) View project
SolarBoost, Boosting solar energy capacity of Indonesia without compromising protected areas: an integrated GIS tailoring solar energy resource and local information
View project
All content following this page was uploaded by Irwan Budiarto on 29 August 2019.
IRWAN BUDIARTO
Irwan Budiarto
NIM E14110056
ABSTRAK
IRWAN BUDIARTO. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra
Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah.
Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.
ABSTRACT
IRWAN BUDIARTO. Identification of Land Cover Change Using Landsat
Imagery Time Series in IUPHHKHA PT Sari Bumi Kusuma Central Kalimantan.
Supervised by NINING PUSPANINGSIH.
IRWAN BUDIARTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Manajemen Hutan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Irwan Budiarto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Alat dan Data 3
Prosedur Analisis Data 4
Persiapan 4
Pra-Pengolahan Citra 4
Pengamatan Data Lapangan (Ground Check) 6
Analisis Citra Digital 10
Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma 12
Analisis Laju Deforestasi, Degradasi Hutan dan Reforestasi 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Klasifikasi Tutupan Lahan 14
Uji Akurasi 20
Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma 22
Analisis Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan PT Sari Bumi Kusuma 25
Analisis Laju Reforestasi PT Sari Bumi Kusuma 28
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 31
DAFTAR TABEL
1 Citra Landsat yang digunakan dalam penelitian 3
2 Kategori tutupan lahan untuk penafsiran citra satelit Landsat TM 7
3 Karakteristik visual tutupan lahan pada citra satelit Landsat 8 kombinasi
band RGB 7-5-4 8
4 Kriteria separabilitas 10
5 Matriks kesalahan (confusion matrix) 11
6 Hasil separabilitas tahun 2014 16
7 Hasil separabilitas tahun 2000 16
8 Hasil separabilitas tahun 1989 16
9 Luas tutupan lahan pada tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2014 17
10 Perubahan luas tutupan lahan setelah proses reklasifikasi 20
11 Hasil pengujian ketelitian klasifikasi 21
12 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 1989-2000 22
13 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2000-2014 23
14 Deforestasi dan degradasi hutan pada periode tahun 1989-2000 dan
periode tahun 2000- 2014 25
15 Deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan 27
16 Reforestasi pada tahun 1989-2000 dan tahun 2000-2014 28
17 Reforestasi berdasarkan fungsi kawasan hutan 29
DAFTAR GAMBAR
1 Peta sebaran titik pengamatan lapang 6
2 Diagram proses regroup 15
3 Peta tutupan lahan tahun 1989 18
4 Peta tutupan lahan tahun 2000 19
5 Peta tutupan lahan tahun 2014 19
6 Peta perubahan tutupan lahan tahun 1989-2014 24
7 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 1989-2000 26
8 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 2000-2014 26
9 Peta reforestasi periode tahun 1989-2000 30
10 Peta reforestasi periode tahun 2000-2014 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai separabilitas dari 12 kelas tutupan lahan 34
2 Nilai separabilitas dari 9 kelas tutupan lahan 35
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Objek yang diteliti adalah kondisi tutupan lahan di PT Sari Bumi Kusuma.
Alat-alat yang digunakan meliputi Global Positioning System (GPS), seperangkat
personal komputer dilengkapi dengan software: ArcGIS version 10.2, ERDAS
Imagine version 9.1, Ms. Excel 2013, Ms. Word 2013, selain itu terdapat pula alat
tulis, tally sheet dan kamera.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil
pengambilan lapangan berupa ground check lokasi penelitian. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti yang diperoleh
dari berbagai sumber yang terdiri atas:
1. Peta digital: Peta batas areal IUPHHK-HA PT SBK, peta jaringan jalan dan
jaringan sungai IUPHHK-HA PT SBK.
2. Citra Landsat multiwaktu yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengolahan data dan analisis SIG dalam penelitian ini meliputi tahap
persiapan, pra-pengolahan citra, pengambilan data lapangan (ground check),
analisis citra digital, analisis perubahan tutupan lahan, analisis laju deforestasi dan
degradasi hutan, dan analisis laju reforestasi.
Persiapan
Persiapan yang dilakukan adalah studi pustaka mengenai penelitan yang akan
dilaksanakan. Pengumpulan data sekunder (tidak langsung) berupa data citra
landsat, peta administrasi, peta jaringan sungai dan peta jaringan jalan.
Pra-Pengolahan Citra
1. Perubahan Format
Citra satelit Landsat 8 (OLI), Landsat 7, dan Landsat 5 yang telah di download
memiliki format data dalam bentuk GeoTiff/.TIFF, sehingga perlu dilakukan
perubahan format ke dalam bentuk Image/.img dengan melakukan proses
layerstack pada setiap citra tersebut. Berdasarkan karakteristik spasial citra landsat,
band/saluran yang digunakan dalam proses layerstack untuk Landsat 5 TM dan
Landsat 7 ETM+ adalah band 1-5 dan 7 sedangkan Landsat 8 OLI adalah 1-7 dan
9. Proses pengubahan format ini menggunakan software Erdas Imagine 9.1.
2. Pansharpening
Pansharpening merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mempertajam kenampakan objek pada citra. Penajaman objek pada citra Landsat 8
dilakukan dengan menggabungkan band multi spektral (1,2,3,4,5,6,7 dan 9) yang
memiliki resolusi 30 meter x 30 meter dan band pankromatik (band 8) yang
memiliki resolusi spasial 15 meter x 15 meter. Pada citra Landsat 7 dilakukan
dengan menggabungkan citra multiband (1,2,3,4,5, dan 7) dengan band
pankromatik (band 8). Proses penggabungan ini hanya dapat dilakukan pada citra
Landsat 7 dan 8. Proses ini menghasilkan citra yang memiliki banyak warna dengan
resolusi spasial yang lebih tinggi yaitu 15 meter x 15 meter.
Metode penggabungan citra yang digunakan adalah metode Brovey
Transform atau Transformasi Brovey. Metode ini merupakan metode yang paling
populer untuk memadukan dua macam citra yang berbeda resolusi spasial
(Danoedoro 2012).
kontrol lapangan (Ground Control Point, GCP) pada citra yang belum terkoreksi
yang selanjutnya menghitung kesalahan atau Root Mean Square Error (RMSE) dari
titik kontrol tersebut yang umumnya kesalahan tidak boleh melebihi 0.5 piksel.
Koreksi geometris yang dilakukan yakni dengan menyamakan posisi antar citra
yang belum terkoreksi citra tahun 1989 dan 2000 dengan peta atau citra yang telah
mempunyai sistem proyeksi peta, dalam hal ini adalah citra Landsat 8 OLI tahun
2014. Koreksi geometris ini menggunakan software Erdas Imagine 9.1.
4. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan teknik perbaikan atau penajaman kontras
citra dengan memperbaiki nilai individu-individu piksel pada citra. Terdapat tiga
jenis perbaikan kontras yaitu secara linier, perbaikan kontras non-linear, dan
perbaikan kontras dengan piswais.
Perbaikan radiometrik melalui pencocokan histogram harus dilakukan
khususnya apabila ingin melakukan pembuatan mozaik dan atau jika ingin
melakukan analisis multi waktu. Penyamaan histogram merupakan metode
penyamaan kontras yang tidak linier sehingga distribusi histogram dari pikselnya
mendekati datar. Penajaman dengan metode ini akan menghasilkan kontras yang
merata di seluruh areal sehingga perbaikan yang digunakan adalah dengan
menggunakan penyamaan histogram (Jaya 2014).
5. Mozaik Citra
Mozaik Citra merupakan proses menggabungkan beberapa citra secara
bersama membentuk satu kesatuan peta atau citra yang kohesif (Jaya 2014). Pada
penelitian ini setiap satu tahun citra berasal dari dua citra dengan path/row berbeda.
Sebelum digabungkan kedua citra tersebut sudah disamakan histogramnya,
selanjutnya agar ketiganya memiliki kontras yang sama dilakukan proses
pencocokan histogram (histogram matching). Proses ini dilakukan sebelum proses
mozaik dijalankan, dengan memilih menu color corection pada menu file edit,
selanjutnya memilih use histogram matching untuk semua band. Proses ini
dilakukan berulang untuk citra pada tiap tahunnya. Agar hasil setiap mozaik
memiliki kontras yang sama, maka proses histogram matching juga dilakukan pada
citra hasil mozaik untuk tiga tahun berbeda, yaitu citra mozaik tahun 2000
disamakan histogramnya dengan citra mozaik tahun 2014, dan citra mozaik tahun
1989 disamakan histogramnya dengan citra mozaik tahun 2000.
Tampilan citra
No Tutupan lahan Foto lapang Warna Bentuk Ukuran Tekstur Pola Situs Asosiasi
skala 1:30.000
1 Tubuh air
tidak kecil- tidak
biru tua halus datar -
teratur besar teratur
12 Bayangan
awan abu-abu dan tidak kecil- tidak
- halus - -
hitam teratur besar teratur
9
10
2 Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi
mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (training area) dari setiap kelas,
apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band terbaik
untuk klasifikasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
Transformed Divergence (TD), metode ini digunakan untuk mengukur tingkat
keterpisahan antar kelas. TD akan berkisar antara 0 sampai dengan 2000. Semakin
kecil nilai semakin jelek separabilitasnya. Nilai nol sama dengan tidak bisa
dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan yang sangat
baik (excellent) (Jaya 2014). Kriteria separabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.
antar kelas dan saluran (kovariansi) (Lillesand dan Kiefer 1990). Nilai pada metode
maksimum likelihood didasarkan pada nilai piksel sama dan identik pada citra.
Klasifikasi terbimbing memerlukan suatu penciri kelas. Penciri kelas ini
adalah satu set data yang diperoleh dari suatu training area, ruang feature (feature
space) atau klaster. Jumlah piksel yang harus diambil untuk training area pada
masing-masing kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu
(N+1). Akan tetapi pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap
kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (10N~100N) (Jaya
2014). Sebelum dilakukan proses klasifikasi, terlebih dahulu training area yang
sudah dibuat diuji. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan nilai separabilitas atau
matrik kontingensi (akurat) nya.
Akurasi yang dapat dihitung dari tabel di atas antara lain: User’s accuracy,
Producer’s accuracy, Overall accuracy dan Kappa accuracy. Secara matematis
jenis-jenis akurasi di atas dapat dinyatakan (Jaya 2014) sebagai berikut:
𝑋𝑖𝑖
𝑈𝑠𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑋𝑖+
𝑋𝑖𝑖
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑟′𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑋+𝑖
∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖
𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑁
𝑁 ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖 − ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖
𝐾𝑎𝑝𝑝𝑎 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑁 2 − ∑ 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖
12
Keterangan:
N = jumlah piksel yang digunakan dalam contoh
r = jumlah baris atau kolom pada matriks kesalahan (jumlah kelas)
Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i
X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i.
5 Reklasifikasi
Reklasifikasi dilakukan secara manual yakni data direklasifikasi berdasarkan
input pengguna yaitu karakteristik visual citra, hasil klasifikasi citra dijital, dan
pengamatan di lapangan. Pengetahuan untuk reklasifikasi diperoleh berdasarkan
observasi lapangan. Karakteristik visual citra dilihat sesuai informasi elemen-
elemen interpretasi yang meliputi warna, tekstur, bentuk, ukuran, pola, situs dan
asosiasi. Pada penelitian ini, reklasifikasi bertujuan untuk mengganti kelas tutupan
awan dan bayangan awan menjadi kelas tutupan lahan yang sebenarnya.
Proses reklasifikasi dilakukan dengan menghapus tabel atribut yang memiliki
identitas awan dan bayangan awan. Setelah tutupan lahan yang tertutupi oleh awan
dan bayangan awan dihilangkan, bagian yang hilang diisi dengan melakukan
delineasi ulang (digitasi) yang mengacu pada citra lain (citra pengisi) pada waktu
perekaman yang relatif sama. Selain itu juga dilakukan proses eliminasi yang
bertujuan untuk menghilangkan poligon kecil yang mengakibatkan noise pada
hasil klasifikasi secara digital. Pada penelitian ini ukuran poligon yang dihilangkan
adalah 1 hektar.
Klasifikasi tutupan lahan adalah proses interpretasi dan pemberian label kelas
tutupan lahan untuk tiap-tiap piksel yang ada pada citra satelit. Klasifikasi
merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokkan setiap
piksel citra digital multi spektral (multiband) ke dalam beberapa kelas berdasarkan
kriteria atau kategori objek. Pada analisis ini diasumsikan setiap piksel yang berada
dalam satu kelas memiliki karakteristik yang homogen (Prahasta 2009). Klasifikasi
terbimbing merupakan salah satu jenis klasifikasi digital dengan menggunakan
piksel-piksel pada area contoh sebagai informasi untuk mengelompokkan seluruh
piksel pada citra menjadi sejumlah kelas. Menurut Purwadhi (2001), klasifikasi
terselia atau klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral
yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik
dengan bantuan komputer. Pola spektral dalam citra dapat mempenggaruhi
kenampakan tutupan lahan yang ada. Pengaruh ini dapat disebabkan karena adanya
perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel pada sifat pantulan (reflektansi) dan
pancaran (emisi) spektral yang dimiliki citra tersebut.
Klasifikasi dilakukan dengan melakukan pembuatan area contoh (training
area). Pembuatan area contoh dilakukan sesuai dengan hasil pengamatan dan
informasi jenis tutupan lahan di lapangan. Informasi yang diperoleh mencakup
setiap kategori jenis tutupan lahan sebagai kunci interpretasi untuk klasifikasi
digital. Jenis tutupan lahan diambil dari piksel pada setiap jenis tutupan lahan
dengan kategori yang relatif sama atau homogen. Pembuatan area contoh dilakukan
dengan menggunakan set data untuk pembentukan klasifikasi tutupan lahan.
Penentuan lokasi area contoh memerlukan pemahaman mengenai pola spektral
tutupan lahan yang terdapat dalam citra. Piksel-piksel yang mewakili suatu kelas
tutupan lahan tertentu memiliki nilai digital yang berbeda namun secara visual
piksel-piksel tersebut relatif homogen, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kelas tutupan yang tumpang tindih satu dengan lainnya yang nantinya dapat
mengurangi keakuratan hasil klasifikasi. Pada penelitian ini penentuan training
area ditempatkan pada 12 kelas tutupan lahan. Training area yang baik dapat
terlihat dari keterpisahan antar piksel tiap jenis kategori tutupan lahan. Keterpisahan
antar piksel dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis separabilitas.
Analisis separabilitas menunjukan jumlah obyek yang dapat dibedakan oleh
citra berdasarkan nilai digital dari setiap area contoh yang telah dibuat untuk
masing-masing kelas tutupan lahan. Tingkat keterpisahan yang diinginkan pada
penelitian ini paling rendah yaitu pada tingkat cukup keterpisahannya (>1 800).
Hasil analisis separabilitas pada penelitian ini menunjukkan dari 12 jenis tutupan
lahan yang ada memiliki nilai separabilitas yang kurang baik, yaitu nilai
separabilitas yang dihasilkan masih kurang dari 1 800. Keterpisahan antar kelas
tutupan lahan yang belum dapat dipisahkan terdapat pada kelas hutan primer, hutan
sekunder, pertambangan emas dengan batu, pemukiman dan lahan terbuka yang
dapat dilihat pada Lampiran 1. Kelas hutan primer dan sekunder tidak dapat
dipisahkan karena nilai spektral (nilai digital) kedua tutupan tersebut hampir sama.
Ketidakterpisahan ini dapat disebabkan karena hutan sekunder telah mengalami
15
suksesinya sehingga menjadi hutan sekunder tua. Dengan demikian jenis tutupan
lahan yang tidak terpisahkan ini digabungkan atau regroup ke dalam jenis tutupan
lahan yang relatif sama berdasarkan kondisi di lapang dan nilai spektral yang
dihasilkan. Proses regroup perlu mempertimbangkan besarnya nilai separabilitas,
kemiripan objek di lapang dan tujuan melakukan klasisifikasi. Proses regroup dapat
dilihat pada Gambar 2.
Proses regroup 1 menghasilkan 9 kelas tutupan lahan yang masih terdapat
kelas tutupan lahan dengan nilai keterpisahan yang rendah terutama pada kelas
tanah terbuka dengan pertambangan yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selanjutnya dilakukan proses regroup 2 dengan menggabungkan kelas tanah
terbuka dan pertambangan sehingga terdapat 8 kelas tutupan lahan. Hasil
separabilitas tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 6.
Pertanian Lahan
5 5 Tanah terbuka 5 Tanah terbuka
Kering Campur
10 Semak belukar
11 Awan
12 Bayangan awan
Gambar 2 Diagram proses regroup
16
Tabel 9 Luas tutupan lahan pada tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2014
Luas tutupan lahan
No Tutupan lahan Tahun 1989 Tahun 2000 Tahun 2014
Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%)
1 Awan 11 840 8.02 20 675 14.01 9 194 6.23
2 Bayangan awan 4 857 3.29 4 671 3.16 3 200 2.17
3 Hutan 118 081 79.99 106 196 71.94 114 457 77.54
4 Perkebunan 0 0 21 0.01 657 0.45
a
5 PLKC 385 0.26 678 0.46 738 0.50
6 Semak belukar 10 393 7.04 12 264 8.31 15 890 10.76
7 Tanah terbuka 1 900 1.29 3 044 2.06 3 295 2.23
8 Tubuh air 157 0.11 64 0.04 181 0.12
Total 147 613 100.00 147 613 100.00 147 613 100.00
a
Pertanian Lahan Kering Campur
tutupan lahan yang sebenarnya. Proses ini dilakukan dengan interpretasi dan
delineasi citra secara langsung pada wilayah yang tertutup kelas awan dan bayangan
awan atau disebut penafsiran visual. Penafsiran visual tidak hanya
mempertimbangkan nilai digital yang akan mencerminkan warna dari piksel tetapi
juga mempertimbangkan elemen-elemen penafsiran lainnya seperti bentuk, ukuran,
pola, tekstur, bayangan dan asosiasi dari kenampakan obyek pada citra.
Reklasifikasi citra membantu memperbaiki kesalahan yang ditimbulkan pada
proses klasifikasi digital, karena klasifikasi digital melakukan pengelompokan
piksel-piksel yang memiliki tingkat kemiripan yang sama sehingga perangkat
komputer akan konsisten dalam mengkelaskan piksel-piksel pada citra menjadi
kelas tutupan lahan. Hasil dari proses klasifikasi adalah peta tutupan lahan. Peta
tutupan lahan memuat informasi kelas tutupan lahan yang ada pada suatu unit area
(Ekadinata et al. 2008). Hasil reklasifikasi tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar
3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Uji Akurasi
Uji akurasi hanya dilakukan untuk hasil klasifikasi citra tahun 2014, hal ini
dikarenakan dalam mengklasifikasi citra tahun 1989 dan tahun 2000 digunakan
informasi berdasarkan karakteristik visual atau kunci interpretasi yang sebelumnya
digunakan pada klasifikasi citra tahun 2014. Menurut Jaya (2014), producer
accuracy (akurasi pembuat) adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi piksel
yang benar dengan jumlah total piksel training area per kelas. Producer’s Accuracy
adalah peluang rata-rata (dalam persen) bahwa suatu piksel akan diklasifikasikan
dengan benar yang secara rata-rata menunjukan seberapa baik masing-masing kelas
di lapangan telah diklasifikasi, ukuran ini juga mencerminkan rata-rata dari
kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kelebihan
jumlah piksel dalam suatu kelas yang mengakibatkan masuknya piksel dari kelas
yang lain. Akurasi pengguna (user’s accuracy) diperoleh jika jumlah piksel yang
benar dibagi dengan total piksel dalam kolom. User’s Accuracy adalah peluang
rata-rata (dalam persen) bahwa suatu piksel dari citra yang terklasifikasi secara
aktual mewakili kelas-kelas yang ada di lapangan, ukuran ini mencerminkan rata-
rata dari kesalahan komisi (comission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa
kekurangan jumlah piksel dalam suatu kelas akibat masuknya piksel-piksel kelas
tersebut ke kelas yang lain. Menurut Story dan Congalton (1986) diacu dalam
Congalton (1991), Producer’s dan User’s Accuracy merupakan dua penduga dari
ketelitian keseluruhan (Overall Accuracy). Hasil pengujian ketelitian klasifikasi
dapat dilihat pada Tabel 11.
Nilai user’s accuracy terbesar pada tahun 2014 diperoleh pada kelas tutupan
awan sebesar 99.92% dan yang terkecil pada kelas tutupan semak belukar sebesar
54.66%. Nilai 54.66% artinya dari total piksel yang terkelaskan sebagai kelas
tutupan semak belukar, terdapat beberapa piksel yang masuk kedalam kelas tutupan
lainnya dan sisanya merupakan jumlah piksel benar yang terklasifikasi. Nilai
producer’s accuracy terbesar pada tahun 2014 diperoleh pada kelas tutupan awan
sebesar 99.72%. Kelas tutupan perkebunan memiliki nilai producer’s accuracy
terkecil yaitu 43.52%. Hal ini disebabkan karena ada penambahan piksel dari kelas
tutupan lainnya yang masuk kedalam total piksel terklasifikasi.
22
Selain dari producer accuracy dan user accuracy diperoleh juga nilai overall
accuracy dan kappa accuracy. Berdasarkan hasil pengujian akurasi klasifikasi pada
tahun 2014 diperoleh nilai overall accuracy sebesar 93.02% dan kappa accuracy
sebesar 89.91%, secara keseluruhan nilai overall accuracy dan kappa accuracy
pada masing-masing tahun diatas 85% yang menunjukkan bahwa dari seluruh
piksel yang digunakan, lebih dari 85% dari piksel-piksel tersebut dapat terkelaskan
dengan benar sehingga klasifikasi dapat dikatakan baik (Jaya 2014). Overall
accuracy jarang digunakan karena nilai yang dihasilkan overestimate. Kappa
accuracy merupakan penghitungan akurasi yang paling banyak digunakan,
perhitungan ini menggunakan seluruh elemen yang ada pada matrik kontingensi.
Hasil analisis menunjukan bahwa selama kurun waktu 11 tahun dari tahun
1989 sampai tahun 2000 kelas tutupan lahan mengalami banyak perubahan, bentuk
perubahan terbesar terjadi pada kelas hutan menjadi semak belukar seluas 5 659
hektar. Perubahan lainnya yaitu kelas hutan berubah menjadi perkebunan seluas 7
hektar, menjadi pertanian lahan kering campur seluas 253 hektar, dan kelas hutan
berubah menjadi tanah terbuka seluas 3 031 hektar. Berdasarkan hasil analisis
perubahan tutupan lahan, sejak tahun 1989 masyarakat sudah memanfaatkan hutan
untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidupnya, yaitu dengan melakukan
perladangan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perladangan sudah
dilakukan jauh sebelum adanya perusahaan mengingat bahwa masyarakat sekitar
hutan sangat tergantung pada hutan untuk pemenuhan kehidupannya. Penelitian ini
mendefinisikan Pertanian Lahan Kering Campur (PLKC) sebagai ladang.
Perladangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan merupakan perladangan
berpindah, sehingga apabila lahan yang digunakan untuk berladang dirasa sudah
tidak subur, maka ladang tersebut akan diberakan. Ladang yang diberakan akan
mengalami suksesi sehingga berubah menjadi semak belukar yang pada akhirnya
menjadi hutan. Perubahan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2014 terjadi
perubahan tutupan hutan menjadi semak belukar seluas 7 762 hektar dan menjadi
tanah terbuka seluas 2 344 hektar. Perubahan lainnya yaitu kelas semak belukar
berubah menjadi hutan seluas 5 166 hektar dan perubahan tanah terbuka menjadi
semak belukar seluas 721 hektar.
24
Hasil analisis deforestasi dan degradasi hutan dapat dilihat pada Tabel 14,
hasil tersebut menunjukkan penurunan luas hutan pada selang waktu tahun 1989
sampai tahun 2000 sebesar 6.06% dari total perubahan terhadap total areal PT Sari
Bumi Kusuma. Pada periode tahun 1989 sampai tahun 2000 perubahan terbesar
terjadi perubahan hutan menjadi semak belukar sebesar 5 659 hektar. Tidak jauh
berbeda dengan periode sebelumnya, pada periode tahun 2000 sampai 2014
perubahan terbesar terjadi perubahan hutan menjadi semak belukar sebesar 7 762
hektar. Selain itu terdapat peningkatan luasan perkebunan (kebun karet rakyat) yang
pada awalnya hanya seluas 7 hektar kemudian pada periode tahun 2000 sampai
tahun 2014 bertambah menjadi 260 hektar. Mengingat bahwa kebun karet rakyat
merupakan salah satu program untuk menekan terjadinya kegiatan perladangan
berpindah. Akan tetapi berdasarkan perubahan yang terjadi pada tutupan hutan
menjadi PLKC atau ladang bertambah yang semula seluas 253 hektar menjadi 337
hektar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya program kebun karet rakyat
belum dapat secara efektif menghentikan kegiatan perladangan berpindah. Namun
dengan demikian tidak seharusnya mengubah lahan non efektif (bekas ladang lama)
menjadi kebun karet rakyat karena karet merupakan salah satu jenis tanaman
eksotik. Berdasarkan sudut pandang konservasi, masuknya spesies eksotik dapat
menimbulkan beberapa masalah, antara lain menjadi invasive, mengalahkan spesies
asli, atau membawa penyakit yang dapat menyerang jenis-jenis tumbuhan asli serta
mengubah kualitas air (Primack 2006 diacu dalam Wiryono 2013). Sehingga
disarankan lebih baik menanam jenis lokal yang juga dapat menghasilkan hasil
hutan selain kayu, contohnya tengkawang, damar dan lain sebagainya.
Total deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 1989 sampai tahun 2000
yaitu seluas 8 950 hektar. Selama kurun waktu 11 tahun, apabila diasumsikan
perubahannya sama setiap tahunnya maka laju rata-rata deforestasi dan degradasi
hutan selama periode tersebut sebesar 812.63 ha/tahun. Sedangkan pada periode
tahun 2000 sampai tahun 2014 total deforestasi dan degradasi hutan sebesar 10 703
ha atau 7.25% dari total perubahan terhadap total areal konsesi. Sehingga laju rata-
rata deforestasi dan degradasi hutan selama periode tahun 2000 sampai tahun 2014
sebesar 764.50 ha/tahun. Peta perubahan tutupan lahan di PT Sari Bumi Kusuma
pada periode tahun 1989-2000 disajikan pada Gambar 7 dan periode 2000-2014
Gambar 8.
Tabel 14 Deforestasi dan degradasi hutan pada periode tahun 1989-2000 dan
periode tahun 2000- 2014
Areal (ha)
Perubahan
Tahun 1989-2000 Persen (%) Tahun 2000-2014 Persen (%)
Hutan menjadi perkebunan 7 0.08 260 2.43
a
Hutan menjadi PLKC 253 2.82 337 3.15
Hutan menjadi semak belukar 5 659 63.23 7 762 72.52
Hutan menjadi tanah terbuka 3 031 33.86 2 344 21.90
Total 8 950 100.00 10 703 100.00
Total Perubahan terhadap
147 613 6.06 147 613 7.25
total areal
26
a
Pertanian Lahan Kering Campur
PT Sari Bumi Kusuma memiliki luas areal kerja seluas 147 600 hektar,
berdasarkan fungsi kawasan hutan PT SBK terdiri atas Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dan Hutan Produksi Konversi (HPK) yang masing-masing memiliki luasan
133 911 hektar dan 13 702 hektar. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia No P.34/Menhut-II/2010 tentang tata cara perubahan fungsi kawasan
hutan, Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor
kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sedangkan Hutan
Produksi yang dapat dikonversi (HPK) adalah kawasan hutan yang secara ruang
dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Hasil analisis deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan fungsi kawasan
hutan dapat dilihat pada Tabel 15, pada periode tahun 1989-2000 sebesar 8 950
hektar yang terjadi pada areal HPT dan HPK yang paling besar diakibatkan
berubahnya hutan menjadi semak belukar sebesar 5 098 hektar dan 561 hektar.
Sedangkan deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi pada periode tahun 2000-
2014 sebesar 10 703 hektar yang terjadi pada areal areal HPT dan HPK yang paling
besar diakibatkan berubahnya hutan menjadi semak belukar yaitu sebesar 6 649
hektar dan 1 113 hektar.
erosi yang diakibatkan adanya kegiatan pemanenan hutan sehingga dapat merusak
ekosistem hutan. Sebaliknya jika terjadi deforestasi dan degradasi hutan yang besar
pada Hutan Produksi Konversi (HPK) akan memberikan peluang yang besar
terhadap perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan. Dengan
demikian perlu upaya meminimalkan deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi
di areal konsesi perusahaan baik yang diakibatkan oleh kegiatan pengelolaan
maupun yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat sekitar hutan.
Hasil analisis reforestasi dapat dilihat pada Tabel 16, hasil tersebut
menunjukkan peningkatan luas hutan pada selang waktu tahun 1989 sampai tahun
2000 sebesar 2.59% dari total perubahan terhadap total areal PT Sari Bumi Kusuma.
Perubahan terbesar terjadi pada kelas semak belukar yang mengalami suksesi dan
kegiatan penanaman. Luas semak belukar yang berubah menjadi hutan yaitu
sebesar 2 573 hektar atau sebesar 71.98% dari total perubahan yang terjadi selama
selang waktu tahun 1989 sampai tahun 2000. Total luas perubahan yang terjadi
selama tahun 1989 sampai tahun 2000 sebesar 3 825 hektar yang terdiri atas
perubahan kelas pertanian lahan kering campur, semak belukar, dan tanah terbuka.
Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2014, perubahan luas kelas non
hutan menjadi hutan sebesar 5.11% dari total perubahan terhadap total areal PT
Sari Bumi Kusuma. Pada periode ini, total penghutanan kembali lahan hutan atau
reforestasi sebesar 7 547 hektar, perubahan terbesar berasal dari kelas semak
belukar yaitu sebesar 68.46% atau seluas 5 166 hektar. Perubahan kelas non hutan
menjadi hutan berasal dari kelas pertanian lahan kering, semak belukar, tanah
terbuka, dan perkebunan. Laju rata-rata reforestasi di IUPHHKA-HA PT Sari Bumi
Kusuma pada periode tahun 1989-2000 sebesar 347.72 ha/tahun sedangkan pada
periode tahun 2000-2014 sebesar 539.07 ha/tahun. Peta reforestasi PT Sari Bumi
Kusuma pada tahun 1989-2000 dapat dilihat pada Gambar 9 dan tahun 2000-2014
Gambar 10.
29
Berdasarkan fungsi kawasan hutan, reforestasi terbesar terjadi pada areal HPT
dan HPK periode 1989-2000 terjadi akibat perubahan semak belukar menjadi hutan
yaitu sebesar 2 295 hektar dan 458 hektar. Sedangkan pada periode tahun 2000-
2014 reforestasi terbesar pada areal HPT dan HPK terjadi akibat perubahan semak
belukar menjadi hutan secara berturut-turut sebesar 4 141 hektar dan 1 026 hektar.
Reforestasi berdasarkan fungsi kawasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 17.
Perubahan kelas semak belukar menjadi hutan selain sebagai proses suksesi alami
atau regenerasi, diakibatkan juga oleh adanya kegiatan penanaman. Menurut
Hayashii & Numata (1971) diacu dalam Utomo (2007) di hutan alam, proses
regenerasi berlangsung secara alami dengan matinya pohon akibat tua, penyakit,
angin, petir, dll, diikuti tumbuhnya biji-biji yang berada dalam tanah berupa seed
bank, atau anakan yang selama itu tertekan. Dengan demikian terdapat mekanisme
alami yang mengembalikan hutan kepada keseimbangan. Kegiatan penanaman
yang dilakukan merupakan upaya untuk membantu mempercepat proses regenerasi
khususnya pada wilayah yang terkena dampak berat seperti pada kanan kiri jalan
angkutan dan pada areal yang diterapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia Intensif (Silin) dengan menanam jenis-jenis lokal yang unggul.
30
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
2000-2009. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
2009-2013. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia.
Jaya INS. 2014. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): IPB Press.
Kanninen M, Murdiyarso D, Seymour F, Angelsen A, Wunder S, German
L. 2009. Apakah Hutan dapat Tumbuh di atas Uang?: Implikasi Penelitian
Deforestasi bagi Kebijakan yang Mendukung REDD. Bogor (ID): CIFOR.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra;
diterjemahkan oleh Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan
Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta (ID):
Kementrian Kehutanan.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi
dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Jakarta (ID): Kementrian
Kehutanan.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.34/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan.
Prahasta. 2008. REMOTE SENSING: Praktis Penginderaan Jauh & Pengolahan
Citra Dijital Dengan Perangkat Lunak ER Maper. Bandung (ID): Informatika
Bandung.
Prahasta E. 2009. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung
(ID): CV Informatika.
Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana.
Setiyono B. 2006. Deteksi perubahan penutupan lahan menggunakan citra satelit
Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana, Jawa Tengah [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sunderlin WD, Resosudarmo IAP. 1997. Laju dan penyebab deforestasi di
Indonesia; penelaahan kerancuan dan penyelesaiannya. CIFOR. edisi khusus
9: 4-5, 15-16.
Utomo B, Kusmana C, Tjitrosoemito S, Aidi MN. 2007. Kajian kompetisi
tumbuhan eksotik yang bersifat invasif terhadap pohon hutan pegunungan asli
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Manajemen Hutan Tropika,
1: 1-12.
Wiryono. 2013. Aspek ekologis Hutan Tanaman Indonesia. Di dalam: Mindawati
N, Effendi R, Anggraeni I, Herawati T, editor. Integrasi IPTEK dalam
Kebijakan dan Pengelolaan Hutan Tanaman di Sumatra Bagian Selatan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Palembang;
2013 Oktober 2; Bogor, Indonesia, Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan. hlm 203-211.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Nilai separabilitas dari 12 kelas tutupan lahan
Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hutan primer (1) 0 1911.61 2000 1999.99 1998.1 2000 2000 2000 1846.73 2000 2000 1949.54
Hutan sekunder (2) 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 194.684 2000 2000 2000
Tubuh air (3) 0 1768.59 1844.32 2000 2000 2000 2000 1999.46 2000 1999.75
Perkebunan (4) 0 292.79 2000 2000 2000 2000 1997.92 2000 1852.44
PLKCa (5) 0 2000 2000 2000 2000 1999.91 2000 1158.96
Tanah terbuka (6) 0 1999.99 60.543 2000 1992.42 2000 2000
Pertambangan batu (7) 0 1999.91 2000 1609.5 2000 2000
Pemukiman (8) 0 2000 1981.34 2000 2000
Semak belukar (9) 0 2000 2000 2000
Pertambangan emas
(10) 0 2000 2000
Awan (11) 0 2000
Bayangan awan (12) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1993 di Cianjur Jawa Barat. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ihwan dan Ibu Rosi.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sukataris lulus pada tahun
2005, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Karangtengah lulus tahun
2008, dan pendidikan menengah atas SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur lulus tahun
2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan di Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun
ajaran 2013-2014, asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah
(IUTPW) pada tahun ajaran 2015-2016, dan asisten mata kuliah Teknik
Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2015-2016. Penulis juga pernah
melaksanakan magang mandiri di Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang dan
Taman Nasional Waykambas Bandar Lampung.
Penulis juga aktif di beberapa organisasi di IPB diantaranya: sebagai anggota
di UKM Bulutangkis IPB tahun 2011-2012, sebagai anggota Divisi Kesekretariatan
dan Keprofesian Forest Management Student Club tahun 2012-2013. Penulis juga
aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah
melakukan kegiatan Praktik Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang
Barat (Garut) dan TWA-CA Kamojang (Garut) Jawa Barat pada tahun 2013;
Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2014 dan Praktik Kerja Lapang
(PKL) di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah tahun 2015.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
penulis menyusun skripsi berjudul, “Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan
Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma
Kalimantan Tengah” dibawah bimbingan Dr Nining Puspaningsih, M.Si.