Science & Mathematics">
MAKALAH Psikologi Sastra
MAKALAH Psikologi Sastra
MAKALAH Psikologi Sastra
Disusun Oleh :
Bela Tri Laksana 22001071055
Adisti Prameswari Shoka Putri 22001071043
Ifrohatun Izzah 22001071036
Penyusun Makalah
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 3
BAB 1 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.3.1 1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Korelasi Antara Kondisi Psikologi Sastrawan Dengan Pendekatan
Apresiasi Sastra 6
2.2 Pengertian Pendekatan Ekspresif 8
2.3 Analisis Psikologi Sastrawan dengan Pendekatan Ekspresif pada “Puisi
untuk Adik” Karya Widji Thukul 9
2.4 Pengertian Pendekatan Sosio-psikologis 12
2.5 Analisis Psikologis Sastrawan dengan Pendekatan Sosio-psikologis pada
“Puisi untuk Adik” Karya Widji Thukul 13
BAB III 15
PENUTUP 15
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
pencurahan segala pengalaman, pemikiran bahkan perasaan pengarang
dalam sebuah karya sastra. Dalam makalah ini akan dibahas pula
kemungkinan atau bahkan memang nyata adanya korelasi antara ekspresi
pengarang dengan kondisi psikologisnya.
Kondisi psikologis seseorang tentunya tidak lepas dari adanya
hukum sebab-akibat. Seringkali kondisi psikologis seseorang ini ada
karena beberapa kemungkinan kejadian baik tekanan maupun
kebahagiaan. Banyak faktor yang dapat membentuk bahkan
menghancurkan psikologis seseorang. Faktor yang paling umum dan
sering kali memengaruhi adalah kondisi sosial-budaya disekitar. Kondisi
ini juga dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam mengkaji karya
sastra. Apakah ada korelasi antara sosio-psikologis pengarang dengan
kondisi psikologisnya juga dengan karya nya. Sesuai dengan ungkapan
(Jauharoti, 2014) bahwa pendekatan sosio-psikologis ini mengkaji karya
sastra berdasarkan latar belakang sosial-budaya dari pengarang yang
dikaitkan dengan karyanya.
1.3.1 1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka muncul
beberapa rumusan masalah diantaranya :
1.2.1 Apa korelasi antara kondisi psikologis sastrawan dengan
pendekatan apresiasi sastra?
1.2.2 Bagaimana korelasi psikologi sastrawan dengan pendekatan
ekspresif berdasarkan analisis dari puisi "puisi untuk adik" karya
Widji Thukul?
1.2.3 Bagaimana korelasi psikologi sastrawan dengan pendekatan sosio-
psikologis berdasarkan analisis dari puisi "puisi untuk adik" karya
Widji Thukul?
1.3 Tujuan
Adapun dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
disebutkan, makalah ini memiliki tujuan
1.3.2 Mengetahui korelasi antara kondisi psikologis sastrawan dengan
pendekatan apresiasi sastra
1.3.3 Mengetahui korelasi antara psikologi sastrawan dengan pendekatan
ekspresif berdasarkan analisis dari puisi “Puisi untuk Adik” karya
Widji Thukul
1.3.4 Mengetahui korelasi antara psikologi sastrawan dengan pendekatan
sosio-psikologis berdasarkan analisis dari puisi “Puisi untuk Adik”
karya Widji Thukul
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
berdasarkan kisah nyata atau pengalaman dari sastrawan sendiri. Menurut
genre sastra, karya sastra dapat dibagi menjadi tiga diantaranya prosa
(fiksi), drama, dan puisi. Dengan ketiga karya tersebut salah satu cara
untuk menikmati suatu karya adalah dengan melalui pengkajian psikologi
sastra.
Pada dasarnya karya sastra sangatlah erat dengan nilai seni maka
dalam kegiatan menganalisisnya tentu perlu menggunakan metode dan
cara yang tepat untuk menghasilkan karya yang baik. Tujuannya adalah
agar apa yang ingin disampaikan sastrawan kepada pembaca terhadap
karya itu tersampaikan dengan sempurna dan dapat diterima dengan baik.
Dalam menganalisis suatu karya sastra, sastrawan menggunakan
pendekatan apresiasi sastra. Seperti contoh menggunakan pendekatan
ekspresif dan pendekatan sosio-psikologis. Dua pendekatan ini memiliki
aspek analisis yang berbeda. Pendekatan ekspresif menggunakan tiga
tahapan, dalam pembuatan suatu karya sastra penekanan aspek ekspresif
ini telah lama digunakan. Pada masa Yunani dan Romawi menonjolkan
aspek ekspresif yang telah dimulai oleh seorang ahli sastra Yunani Kuno,
Dionysius Casius Longius, yang telah diungkapkan dalam bukunya On
The Sublime (Mana Sikana, Atmazaki, 1990:32-33). Kemudian Plato
menyatakan jika suatu karya sastra adalah sebuah tiruan yang telah
diciptakan oleh Tuhan, apakah cukup sampai disitu peran sebagai seorang
pengarang? Pernyataan tersebut ditolak oleh Aristoteles yang menyatakan
bahwa pengarang berada di bawah Tuhan.
Aspek ekspresif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan
dalam menganalisis karya sastra untuk melihat kebimbangan pengarang
dalam proses menciptakan karyanya. Kritikus-kritikus meyakinkan bahwa
sastrawan yang menciptakan karya sastra merupakan pokok yang
melahirkan persepsi, pikiran dan perasaan yang dipadukan pada karya
sastra.
(Atmazaki 1990:34-35) merumuskan alasan bahwa aspek ekspresif
sangat penting disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut:
a. Pengarang merupakan orang yang pandai, ia merupakan seorang filsuf
yang mempunyai ajaran dan dianggap sebagai seorang filsafat yang
mampu menguasai cara berpikir manusia lainnya.
b. Pengarang merupakan orang yang berwenang atau berkuasa dalam
penentuan penguasaan bahasa, dan menciptakan kenyataan lewat
bahasa yang dibentuknya yang sama sekali tidak mengalami peristiwa
alami. Meskipun tidak memiliki kesamaan dengan kenyataan,
pernyataan tersebut adalah hakiki yang memiliki nilai tinggi sehingga
pembaca dapat bercermin dengan kenyataan tersebut.
7
c. Pengarang merupakan orang yang peka terhadap masalah, memiliki
wawasan yang luas dan jiwa kemanusiaan yang tinggi. Pengarang juga
memiliki pemikiran yang lebih maju meskipun terkadang
pemikirannya dianggap rumit oleh masyarakat sekitar.
Selanjutnya dalam menikmati karya sastra juga perlu untuk
menganalisis terlebih dahulu menggunakan pendekatan psikologis,
pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang mempunyai ciri khas
bertolak belakang dengan asumsi bahwa pada karya sastra selalu
membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Psikologi sastra
merupakan analisisis teks yang telah mempertimabngakan peranan studi
psikolgis dengan mempusatkan perhatian tokoh yang kemudian dapat
dianalisis konflik batin yang mungkin bertentangan dengan teori
psikologis. Pada hubungan inilah peran sastrawan harus menemukan
gejala yang sengaja disembunyikan oleh pengarang dengan memanfaatkan
teori psikologis yang relevan. (Ratna 2009:342-344) mengemukakan
bahwa tujuan psikologi sastra adalah untuk memberikan pemahaman
terkait aspek kejiwaan yang ada dalam karya sastra. Penelitian yang
dilakukan menggunakan pendekatan psikologis mendapati dua cara
sebagai berikut:
a. Melalui sebuah pemahaman teori psikologis dan dilanjutkan dengan
analisis terhadap karya sastra.
b. Menentukan karya sastra yang dapat dianggap sebagai objek
penelitian. Kemudian menentukan teori yang dianggap relevan untuk
melakukan sebuah analisis.
Pada intinya psikologi dan sastra bukan sesuatu yang baru karena
tokoh dalam karya harus dihidupkan, dibumbui dengan jiwa yang bisa
untuk dipertanggungjawabkan tentang karyanya. Pengarang dapat disebut
baik jika sadar maupun tidak memasukkan jiwa manusia dalam karyanya.
Hal tersebut akan terlihat dalam diri yang ada pada tokoh cerita dimana
cerita itu terjadi (Wellek dan Warren, 1989:41).
8
yang berusaha mencari unsur-unsur emosi atau perasaan pembaca.
Menurut Semi (1984) pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang
memfokuskan perhatian pada usaha pengarang atau sastrawan dalam
mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra. Selain itu, pendekatan
ekspresif merupakan pendekatan dalam kajian sastra yang titik berat
kajiannya terletak pada ekspresi perasaan atau emosi sastrawan, Abrams
dalam Siswanto (2008:181). Pendekatan ekspresif mempunyai sejumlah
kesamaan dengan pendekatan biografi dari segi fungsi dan kedudukan
karya sastra sebagai subjek kreator, Ratna (2013: 68). Pendekatan ini
melihat karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, curahan perasaan atau
ungkapan perasaan dan pemikiran sastrawan, atau sebagai produk
imajinasi sastrawan yang bekerja dengan pandangan, pikiran, atau
perasaannya.
9
Apakah nasib kita akan terus seperti sepeda rongsokan karatan itu?
O... tidak, dik!
kita akan terus melawan
Apakah nasib kita akan terus seperti sepeda rongsokan karatan itu?
O... tidak, dik!
kita harus membaca lagi
agar bisa menuliskan isi kepala
dan memahami dunia
Widji Widodo atau yang kerap disapa Widji Thukul lahir pada
26 Agustus 1963 di Kampung Sorogenen, Solo yang mayoritas
penduduknya tukang becak dan buruh. Widji Thukul terkenal sebagai
penyair pelo (cadel), Widji mulai menulis puisi saat duduk di bangku
sekolah dasar (SD) dan memulai ketertarikan pada dunia teater ketika
berada di sekolah menengah pertama (SMP), ia ikut sebuah kelompok
teater yang diberi nama Teater Jagalan Tengah (Jadat). Pada tahun
1988, ia pernah menjadi wartawan selama tiga bulan di Masa Kini.
Sajak-sajak karya Widji diterbitkan melalui media cetak di seluruh
Indonesia bahkan mancanegara. Dua kumpulan sajaknya Puisi Pelo
dan Darman dan lain-lain, diterbitkan melalui Taman Budaya
Surakarta. Widji pernah menerima Wertheim Encourage Award tahun
1991 bersama W.S Rendra. Dalam pengantar buku Aku Ingin Jadi
Peluru terbitan Redaksi Indonesia Tera, mengungkapkan bahwa Widji
Thukul adalah salah seorang penyair yang gigih, baik dalam
memperjuangkan gagasannya, memperjuangkan hidup dan kebenaran
yang menjadi keyakinannya.
b. Penafsiran Pemahaman Puisi
a) Pemilihan Kata Khas (Diksi)
10
Diksi yang digunakan Widji Thukul dalam puisi “Puisi untuk
Adik” mewakili perasaan dan pengalaman pengarang, terlahir dari
lingkungan yang mayoritas pekerjaanya adalah tukang becak dan buruh
menjadikan Widji Thukul mengekspresikan keadaan tersebut melalui
puisi. Selain itu, juga mewakili perasaan beberapa orang yang memiliki
nasib sama dengannya yaitu yang memiliki semangat untuk mengubah
kehidupan agar lebih baik.
- Apakah nasib kita akan terus seperti sepeda rongsokan karatan itu?
Maksud dari kutipan tersebut adalah waktu yang terus berputar dan
memberikan banyak pengalaman.
- Kita akan terus bergulat
Makna dari larik di atas adalah saling merangkul baik dalam suka
maupun duka.
b) Pengimajian
- Imaji penglihatan terdapat pada larik pertama apakah nasib kita akan
terus seperti sepeda rongsokan karatan itu?
- Imaji perabaan terletak pada larik kita akan terus bergulat.
c) Bahasa Figuratif
11
f) Amanat
Amanat yang dapat dipetik dari puisi ini yaitu jangan hanya
terpaku dengan kehidupan yang saat ini kita alami, teruslah berusaha agar
hidup menjadi lebih baik, rajinlah membaca agar mampu menulis isi
kepala dan memahami dunia atau dengan kata lain menjadi seorang
sastrawan.
12
Pendekatan sosio-psikologis adalah pendekatan yang mencoba
menafsirkan karya sastra berdasarkan apa yang terjadi saat karya tersebut
diciptakan. Pendekatan sosio-psikologis berusaha memahami latar
belakang sosial masyarakat yang menjadi dasar diciptakannya sebuah
karya sastra pada saat itu dan juga bagaimana sikap sastrawan terhadap
kejadian tersebut melalui karyanya (Aminuddin, 2013:186). Menurut
(Jauharoti, 2014) pendekatan sosio-psikologis berusaha memahami
kondisi sosial budaya masyarakat pada saat itu dan juga tanggapan
kejiwaan dari sastrawan terhadap apa yang sedang terjadi. Dalam sosio-
psikologis ada tiga titik utama yang menjadi perhatian diantaranya sikap
sastrawan terhadap apa yang sedang terjadi, kehidupan sosial masyarakat
saat itu dan hubungan dengan gagasan sastrawan dalam karyanya serta
bagaimana unsur kehidupan sosial itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
poin paling penting dalam kajian sosio-psikologis ini adalah latar belakang
kondisi sosial masyarakat disekitar sastrawan. Kehidupan sosial yang ada
dalam puisi adalah kehidupan sosial yang ada di masyarakat. Seperti
sebuah cermin yang menampilkan apa yang ada di depannya begitulah
karya sastra dapat dikaji melalui pendekatan sosio-psikologis ini.
2.5 Analisis Psikologis Sastrawan dengan Pendekatan Sosio-psikologis
pada “Puisi untuk Adik” Karya Widji Thukul
13
Penggunaan diksi sepeda rongsokan karatan menggambarkan
bahwa masyarakat tidak memiliki daya. Keberadaanya memang diakui
akan tetapi tidak bisa membawa perubahan atau hanya sebagai properti
pelengkap saja. Kemudian pada kalimat selanjutnya O...tidak, dik!.
Penulisan dengan tanda seru yang menggambarkan seruan, penekanan dan
besarnya penolakan. Didukung dengan kalimat selanjutnya Kita akan
terus melawan. Pada saat itu memang tidak banyak yang bisa dilakukan
oleh para aktivis muda. Baru ada desas-desus pergerakan saja sudah
terancam mati ditangan Petrus sehingga oleh Widji diungkapkan sebagai
sepeda rongsokan yang karatan.
c. Kondisi Psikologis Sastrawan Berdasarkan Puisinya
Secara eksplisit tersampaikan bahwa sastrawan resah sekaligus
geram akan apa yang sedang terjadi. Terlihat dalam kutipan kalimat
Apakah nasib kita akan terus seperti sepeda rongsokan karatan itu?.
Dimasa Orde Baru demokrasi hanya sebagai judul saja, tidak banyak yang
bisa dilakukan oleh masyarakat. Mahasiswa yang akan melakukan
pergerakan perlawanan terbayang oleh ancaman penembak misterius. Dan
pada akhirnya apa yang dialami Widji disampaikan melalui tulisannya,
seakan-akan berharap pada generasi muda yang masih tak pantang mundur
dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Berharap agar generasi muda yang
disebut Dik dalam puisinya bisa lebih luas cakrawalanya sehingga
ketidakadilan bisa teratasi.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang melihat suatu karya
sebagai salah satu aktivitas dari kejiwaan. Pada dasarnya karya sastra
sangatlah erat dengan nilai seni maka dalam kegiatan menganalisisnya
tentu perlu menggunakan metoda dan cara yang tepat untuk menghasilkan
karya yang baik. Dalam menganalisis suatu karya sastra, penulis
menggunakan pendekatan apresiasi sastra. Seperti contoh menggunakan
pendekatan ekspresif dan pendekatan sosio psikologis. Dua pendekatan ini
memiliki aspek analisis yang berbeda. Pendekatan ekspresif merupakan
salah satu pendekatan yang digunakan dalam menganalisis karya sastra
untuk melihat kebimbangan pengarang dalam proses menciptakan
karyanya. pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang mempunyai
ciri khas bertolak belakang dengan asumsi bahwa pada karya sastra selalu
membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahawa dari
pendekatan karya sastra baik itu pendekatan ekspresif maupun pendekatan
sosio-psikologis keduanya berhubungan erat dengan psikologis sastrawan.
Kembali lagi pada prinsip bahwa karya sastra merupakan bentuk curahan
dari apa yang sedang dialami, dirasakan serta diharapkan oleh sastrawan.
3.2 Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat dalam
menyempurnakan makalah ini. Kedepannya akan lebih baik jika
pengkajiannya tidak hanya pada satu puisi saja akan tetapi pada seluruh karya
sastrawan tersebut sehingga akan lebih luas pengetahuan yang diberikan
mengenai korelasi antara kondisi psikologis sastrawan dengan penciptaan
karya sastra
15
DAFTAR PUSTAKA
Ismayani, RM, 2017. “Kreativitas dalam pembelajaran literasi
teks sastra.” Semantik , 2 (2), 67-86.
Alfin, J. 2014. ”Apresiasi Sastra Indonesia.” Penerbit UIN Sunan
Ampel Press
Minderop, A. 2010. “Psikologi sastra: karya, metode, teori, dan
contoh kasus.” Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ahmadi, A. 2015. “Psikologi Sastra.” Penerbit Unesa University
Press.
Melati, TS, Warisma, P., & Ismayani, M. 2019. “Analisis Konflik
Tokoh dalam Novel Rindu Karya Tere Liye Berdasarkan Pendekatan
Psikologi Sastra.” Parole, 2 (2), 229-238.
Rosida, S. 2019. “Analisis Cerpen Maryam Karya Afion Dengan
Pendekatan Ekspresif”, 3 (2), 133-146.
Munawir, M. 2020. “ANALISIS UNSUR SOSIO-PSIKOLOGIS
SASTRA PUISI DOA UNTUK ANAK CUCU KARYA WS RENDRA
SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SASTRA.” Wahana Didaktika:
Jurnal Ilmu Kependidikan , 18 (1), 103-111.
Abrams, M.H, 1981. Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta:
Hanindita.
Aminudin, 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar
Baru.
Semi, Atar, 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Siswanto, Wahyudi, 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Grasindo.
Ratna Kutha, 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rokhmansyah, 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Kemdikbud, 2022. Wiji Thukul. Jakarta:
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Wiji_Thukul
Endraswara, S. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Widyatama.
16
Ratna, N. K. (2013). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa
Raya.
Wellek, R. & Warren, A. (1990). Teori Kesusastraan
(Diindonesiakan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Ratna, N. K. (2009). Stilistika: Kajian Puistika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
17