Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

LP Gardenia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan intracerebral (ICH) merupakan pecahnya pembuluh darah
intracerebral sehinga darah keluar dari pembuluh darah kemudian masuk ke
dalam jaringan otak. (Iskandar Junaidi. 2011). Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa 15 juta pasien di seluruh dunia menderita stroke setiap
tahunnya, perdarahan intraserebral menyumbang 10% dari semua stroke dan
berhubungan dengan 50% kasus kematian di Amerika sedangkan 7% dari
seluruh kematian di Canada (Magistris et al. 2013). Berdasarkan data dari
WHO pada penderita stroke PIS di RS dr.Saiful Anwar, Malang mulai
Februari hingga April 2014. Diagnosis stroke perdarahan intracerebral (PIS)
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan
kepala. Sebanyak 41 subyek penelitian yang rawat inap dalam kurun waktu 24
jam awitan stroke PIS. Berdasarkan data dari ruangan 6 Bedah RSPAD Gatot
Subroto Jakarta Pusat selama 3 bulan terakhir penderita perdarahan
intraserebral sebanyak 11 orang. Pada perdarahan intracerebral akan terjadi
peningkatan tekanan intracranial (TIK) atau intracerebral sehingga terjadi
penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah otak secara menyeluruh.
Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah otak timbul hipoksia,
iskemia yang kemudian diikuti dengan influx ion kalsium yang berlebihan
dalam sel saraf (neuron). Akibat lebih lanjutnya adalah terjadinya disfungsi
membrane sel dan akhirnya terjadi kematian sel saraf sehingga timbul gejala
klinis deficit neurologis.

(Iskandar Junaidi. 2011) Gejala yang timbul akibat deficit neurologis dapat
berupa hemiparesis, hemiplagia hemihipestesi, gangguan berbicara (afasia),
bicara pelo, hemianopsia, gangguan fungsi intelektual dan lain-lain (Misbach,
2011). Salah satu gejalanya adalah hemiplagia dan hemiparesis yang dapat
menyebabkan kerusakan mobilitas fisik. Kelumpuhan ini sering kali masih
dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit dan biasanya kelemahan

1
tangan lebih berat dibandingkan kaki (Mulyatsih, 2008). Dampak yang sering
muncul dari stroke adalah terjadi gangguan mobilisasi fisiknya terutama
terjadi hemiplegi dan hemiparese. Gejala lain yang mungkin muncul adalah
hilangnya sebagian penglihatan, pusing, penglihatan ganda, bicara tidak jelas,
gangguan keseimbangan dan yang paling parah terjadi lumpuh permanen
(Wiwit, 2010). Untuk mengatasi gangguan tersebut terdapat dua terapi yaitu
terapi farmakologi dan non farmakologi, salah satu terapi non farmakologi
adalah terapi ROM pasif. Terapi ROM pasif dengan tujuan untuk
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian dan mestimulasi sirkulasi.

C.4 Rumuasan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Tn.S Intracerebral
Hematoma (ICH)

C.4 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Karya Tulisan Ilmiah ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman
nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan Pada Tn.S
Intracerebral Hematoma (ICH)
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada
klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.3.1.2 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada
klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.3.1.3 Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada
klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.3.1.4 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan
pada klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)

2
1.3.1.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien
dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai
informasi yang bermakna bagi mahasiswa dalam memberikan Asuhan
Keperawatan Pada Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan untuk membantu klien
dan keluarga untuk memahami apa itu Tn.S Intracerebral Hematoma
(ICH) dan bagaimana nanti perawatan mandiri untuk klien dengan
Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)
dan juga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/
mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus
semakin berkembang menjadi lebih baik
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai
pengetahuan di bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan
pada klien dengan Tn.S Intracerebral Hematoma (ICH)

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
INTRA CEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A. Defenisi

Intracerebral Hematoma (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada


jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada
dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
pendarahan di antara neuron otak yang relative normal. Indikasi di
lakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3 Cm, perifer,
adanya pergeseran garis tengah. (Amin dan Hardhi, 2015).
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi
pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang
ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single.
Diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis
tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan
biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang
kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama
dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan
subdural (Paula, 2011).
Intra Cerebral Hematoma adalah perdarahan ke dalam
substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil, dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul (Suharyanto, 2010).
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam
jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala

4
tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka. .Intraserebral
hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2011).

B. Etiologi

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2010) adalah


:

B.1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala

B.2. Fraktur depresi tulang tengkorak

B.3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba

B.4. Cedera penetrasi peluru

B.5. Jatuh

B.6. Kecelakaan kendaraan bermotor

B.7. Hipertensi

B.8. Malformasi Arteri Venosa

B.9. Aneurisma

B.10. Distrasia darah

B.11. Obat

B.12. Merokok

5
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok
C. WOC ICH

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)
D. Manifestasi Klinik
Darah masuk ke dalam
Intracerebral hemorrhage
jaringan otak
mulai dengan tiba-tiba. Dalam
sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat,
seringkali selama aktifitas. Meskipun
ICH begitu, pada orang tua, sakit
kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala
hing) terbentuknya
B2 (Blood) disfungsi otak dan menjadiB3memburuk
(Brain) sebagaimana
B4 (Bladder) B5 (Bowel)

peluasan pendarahaan.
Gangguan aliran Renal Flow
bentuk Darah membentukDarah membentukDarah membentuk darah dan O2 ke Menurun Fungsi Otak
atoma massa/hematomamassa/ hematomamassa/Beberapa
hematoma gejala, seperti lemah, lumpuh,
otak kehilangan perasa, Menurun

dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satuADH/Retensi


bagianNa
an pada Tidak ada Penekanan pada Luka Insisi Reflek
Vasodilatasi
kompensasi cairan
n otak
intrakranial
tubuh. Orang
jaringan otak kemungkinan
Pembedahan tidak bisa pembuluh
berbicara
darah atau menjadi Menenelan
Kel volume cairan Menurun

an TIK pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa


Peningkatan TIK Port d’entri
Sel melepaskan Luka Insisi
Peningkatan TIK di ujung perintah yang berbeda ataumediator
mikroorganisme menjadinyeri : lumpuh. Pupil bisa
Penatalaksanaan Anorexia
k tidak merata prostaglandin, EVD
menjadi tidak normal besar atau
Gangguan aliran kecil. Mual,
sitokinin muntah, serangan, dan
darah dan oksigen ke Resiko Infeksi Defisit
k Penurunan kehilangan
otak kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam Nutrisi
Kapasitas Adaptif
Impuls ke pusat
Intrakranial hitungan detik sampai menit.
Gangguan Perfusi nyeri di otak
kret
Jaringan Serbral
Menurut Corwin (2011) manifestasi klinik dari dari Intra
Somasensori
jalan cerebral Hematom yaitu : korteks otak :
ak
nyeri dipersepsikan
D.1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
Nyeri Akut (Corwin
dengan membesarnya hematom.
D.2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

D.3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.

D.4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra


cranium.

D.5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada

6
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
D.6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium

E. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena


ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya
hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak
berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi
otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan
lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan
lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada
tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan
kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah
yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per

100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada


neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih
revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak

sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada


cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan
aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan
terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian

7
kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi di daerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik
secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat
dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan
beberapa hari. (Corwin, 2011) .

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom


menurut Sudoyo (2009) adalah sebagai berikut:
F.1. Angiografi

F.2. CT Scanning

F.3. Lumbal pungsi


F.4. MRI

F.5. Thorax photo

F.6. Laboratorium

F.7. EKG

G. Penatalaksanaan

Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal


dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar
dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan
darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang
mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.

8
Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa
fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan
tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang..
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari
stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-
obatan trombolitik dan obat-obatan antiplatelet (seperti
aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk..
Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang
membantu penggumpalan darah seperti:

G.1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.

G.2. Transfusi atau platelet.

G.3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan


pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
G.4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein
di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor
penggumpalan).
G.5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan
menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu
bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu
sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah
bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak
menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini
kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary
atau pada cerebellum.
Menurut Corwin (2011) menyebutkan penatalaksanaan
untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut:

G.5.1. Observasi dan tirah baring terlalu lama

9
G.5.2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan
evakuasi hematom secara bedah.
G.5.3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.

G.5.4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.

G.5.5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium


termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
G.5.6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT Scan, Thorax foto,
dan laboratorium lainnya yang menunjang.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d tahanan pembuluh


darah

2. Nyeri kepala akut b/d peningkatan tekanan intracranial (TIK)

3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neutronsmiter

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik

5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d invasi MO

C. Intervensi Keperawatan

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral


b/d tahanan pembuluh darah Intervensi :
a. Monitor Vital Sign

b. Monitor tingkat kesadaran dan GCS

c. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi cerebral.


d. Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 30°.

10
e. Pertahankan lingkungan yang nyaman.

f. Kolaborasi pemberian terapi oksigen Rasional


a. Identifikasi hipertensi.

b. Mengetahui perkembangan klien

c. Acuan intervensi yang tepat.

d. Meningkatakan tekanan arteri dan sirkulasi atau perfusi


cerebral

e. Membuat klien lebih tenang.

f. Membantu memenuhi kebutuhan oksigen klien.

2. Nyeri kepala akut b/d


peningkatan tekanan
intracranial (TIK) Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

b. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

c. Observasi reaksi abnormal dan ketidaknyamanan

d. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

e. Pertahankan tirah baring

f. Ajarkan tekhnik napas dalam dan distraksi dalam


penanganan nyeri

g. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai program


Rasional :

11
a. Menentukan penanganan nyeri secara tepat

b. Mengetahui respon autonom tubuh

c. Mengetahui tingkah laku ekspresi dalam merespon nyeri

d. Meminimalkan factor eksternal yang dapat mempengaruhi nyeri

e. Meningkatkan kualitas tidur dan istirahat

f. Terapi dalam penanganan nyeri tanpa obat

g. Terapi penanganan nyeri secara farmakologi.

3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neutronsmiter


Intervensi :
a. Kaji tingkat mobilisasi fisik klien.

b. Ubah posisi secara periodik.


c. Lakukan ROM aktif/pasif.
d. Dukung ekstremitas pada posisi aman.

e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rasional :


a. Menentukan intervensi selanjutnya.

b. Meningkatkan kenyamanan, cegah dekubitus.

c. Melancarkan sirkulasi

d. Mencegah kontaktur.

e. Menentukan program yang tepat

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik Intervensi :


a. Kaji kemampuan ADL klien.

12
b. Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien.

c. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

d. Dorong dan dukung aktivitas perawatan diri.

e. Menganjurkan keluarga untuk membantu klien


memenuhi kebutuhan klien. Rasional :

a. Kemampuan ADL klien.


b. Mempermudah pemenuhan ADL

c. Meningkatkan kemandirian klien.

d. Meningkatkan kemandirian klien dan meningkatkan


kenyamanan.

e. Pemenuhan kebutuhan klien dapat terpenuhi.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d invasi MO Intervensi :


a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptic.

b. Pertahankan teknik cuci tangan yang baik

c. Catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

d. Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam,


menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental
(penurunankesadaran)
e. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau
cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran napas
bagian atas.

f. Berikan antibiotic sesuai indikasi.

g. Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi.

13
Rasional :
a. Cara pertama untuk menghidari infeksi nosokomial.

b. Deteksi dini perkembangan infeksi

c. Memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera


dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya
d. Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
segera.
e. Menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman penyebab infeksi

f. Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang


mengalami trauma (luka, kebocoranCSS
atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi nosokomial).
g. Kultur/sensivitas. Pewarnaan Gram dapat dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organism
penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Amin dan Hardhi, 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis NANDA NIC NOC Mediaction. Jogyakarta
Sudoyo,2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi ke 4.
Internal Publishing, Jakarta Corwi, 2011,S C & Bare, B G.. Buku Ajar
Keperawatan Medikal- Bedah vol.3,ed.8. EGC :
Jakarta

Suyono Shires.GT ; Spencer.FC; Ahli bahasa : Laniyati; Kartini. A;


Wijaya.C; Komola. S;Ronardy. DH; Editor Chandranata. L;

14
Kumala P. 2010. Intisari Prinsip- Prnsip Ilmu Bedah. EGC;
Jakarta

1. ANATOMI FISIOLOGI

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan
organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati
tidak mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak
dalam situasi tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari
bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke.

Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP
dengan bagian tubuh lainnya. Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf
dengan komponen bagiannya adalah :
a. Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari


sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi
beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus Frontalis

15
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus
ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif.

2) Lobus Temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke


bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis

Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post


sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.
4) Lobus Oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi


penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi
saraf lain.
5) Lobus limbik

16
untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama
hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonom.

17
Gambar 1.1 Lobus dan Cerebrum White,2011

b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat.

Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan


tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis.

c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon

18
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional
batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman
sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri
dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

2. DEFINISI

CVA Infark adalah kematian pada otak yang biasanya timbul setelah

beraktifitas fisik atau karena psikologis disebabkan oleh trombus maupun

emboli pada pembuluh darah di otak. Masalah-masalah yang ditimbulkan


oleh stroke bagi kehidupan manusia sangatlah kompleks (Dwidjo,2015).
Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80%
stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark yang paling
sering terjadi, merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau berkurang di
dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut.Adanya gangguan-
gangguan seperti halnya fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi,
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur, gangguan sensasi, dan

19
gangguan gerak yang dapat menghambat aktivitas sehari-hari pada penderita
stroke. (Dwidjo,2015)
3. ETIOLOGI
a. Trombosis Serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga


menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1) Arterosklerosis: mengerasnya atau berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas atau hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis: radang pada arteri

b. Emboli serebri

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah


otak oleh bekuan darah, lemak, udara dan menimbulkan hilangnya suplai
darah ke otak. Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau
plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah.. Biasanya emboli berasal
dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebri. biasanya disebabkan adanya gumpalan yang menyumbat
pembuluh darah dan Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas,
merokok, peningkatan kadar lipid darah,dan riwayat penyakit jantung dan
vaskular dalam keluarga. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
emboli:
1) Penyakit jantung reumatik.
2) Infark miokardium.
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli serebri.
4) Endokarditis: menyebabkan gangguan pada endokardium (Terry &
Weaver, 2016).
3.1 Faktor resiko terjadinya CVA Infark
1. Hipertensi

20
Merupakan faktor resiko utama. Hipertensi dapat disebabkan
arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah
tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian
pecah/menimbulkan pendarahan.
2. Penyakit Kardiovaskuler

Pada firilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi


darah ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang
akhirnya dapat terjadi CVA. Pada arterosklerosis elastisitas
pembuluh darah menurun, sehingga perfusi ke otak menurun juga
pada akhirnya terjadi CVA.
3. Peningkatan Kolesterol

Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis


dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk
ke otak, maka perfusi otak menurun.
4. Obesitas

Pada obesitas kadar kolesterol tinggi. Selain itu dapat mengalami


hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah. Keadaan
ini berkontribusi pada stroke.
5. Merokok

Pada perokok akan timbul plak pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudia
berakibat pada CVA.

6. Alkoholik

Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran


darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh
darah sehingga terjadi emboli serebral (Terry & Weaver, 2016).
4. KLASIFIKASI
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA atau serangan iskemia sementara merupakan stroke dengan
gejala neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah pada otak
akibat adanya emboli maupun thrombosis dan gejala neurologis akan
menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Pada RIND atau defisit neurologis iskemia sementara gejala
neurologis yang timbulakan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam
sampai kurang dari sama dengan 21 hari.
3. Stroke in Evolution

21
Stroke in evolution atau stroke progresif merupakan stroke yang
sedang berjalan dan gejala neurologis yang timbul makin lama makin
berat.
4. Completed Stroke
Completed stroke atau stroke komplit memiliki gejala neurologis
yang menetap dan tidak berkembang lagi.
Berdasarkan lokasi gumpalan atau sumbatannya, stroke non
hemoragik diklasifikasikan yaitu:
a. Stroke Non Hemoragik Embolus
Emboli tidak terjadi pada pembuluh darah otak pada stroke
non hemoragik tipe ini, melainkan di tempat lainnya seperti jantung
dan sistem vaskular sistemik. Pada penyakit jantung dengan shunt
yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau
ventrikel dapat terjadi embolisasi kardiogenik. Penyakit jantung
rheumatoid akut atau menahun yang menyebabkan gangguan pada
katup mitral, fibrilasi atrium, infark kordis akut, dan embolus yang
berasal dari vena pulmonalis. Kelainan jantung tersebut
mengakibatkan curah jantung berkurang dan biasanya muncul di saat
penderita tengah beraktivitas fisik seperti pada saat penderita sedang
berolah raga.
b. Stroke Non Hemoragik Trombus

Stroke trombotik dapat terjadi akibat adanya penggumpalan


pada pembuluh darah yang menuju otak. Stroke trombotik dibagi
menjadi 2 yaitu, stroke pada pembuluh dasar besar (termasuk sistem
arteri carotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus
danstroke pada pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi apabila
aliran darah terhalang, biasanya terkait dengan hipertensi serta
merupakan indikator penyakit atherosklerosis (Smeltzer, 2013).
5. PATOSIFIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local ( thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami

22
perlambatan atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan iskemia jaringan otak yang di suplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesduah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.
Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
rupture. Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus
kaudatus, thalamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah
yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,

23
menyebabkan saraf di area yang terkena tekanan intracranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Smeltzer, 2013).

6. PATHWAY

Penyakit yang mendasari stroke

(merokok, stress, depresi, obesitas, hiperkolestroid)

Arteroskelerosis kepekatan darah meningkat pembentukan


trombus

(elastsitas pembuluh

Darah menurun) obstruksi trombus di

24
otak

Perubahan
persepsi
sensori sirkulasi serebral teganggu

Gangguan
perfusi
jaringan
penurunan darah dan O2 ke otak serebral

hipoksia serebri

kerusakan pusat gerakan motorik kelemahan pada nervus


di lobus frontalis hemiplagia

Perubahan persepsi
mobilitas menurun sensori
Gangguan
mobilitas tirah baring
fisik

Defisit
perawatan diri

7. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang timbul pada penderita stroke non


hemoragik sangat bervariasi tergantung letak dan berat ringannya
lesi. Tanda dan gejala umum yang sering timbul adalah:

a. Gangguan Motorik
1) tonus otot abnormal atau hipotonus maupun hipertonus

25
2) terjadi kelemahan otot atau penurunan kekuatan otot
3) gangguan gerak volunteer
4) gangguan koordinasi
5) hilang keseimbangan
6) gangguan ketahanan

b. Gangguan Sensorik
1) gangguan propioseptik
2) gangguan kinestetik
3) gangguan diskriminatif

c. Gangguan Kognitif
1) gangguan atensi
2) gangguan memori
3) inisiatif
4) gangguan daya perencanaan
5) gangguan cara menyelesaikan masalah
c. Gangguan Kemampuan Fungsional

gangguan dalam melakukan aktivitas sehari – hari seperti makan,


minum, mandi, buang air, dan berpakaian (Hartono, 2019).

26
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut AHA/ASA Guideline (2013):


a. Angio Serebri
Membantu menentukan penyebab dari CVA secara spesifik
seperti pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk
mencari perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemika, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
c. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
d. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impus listrik
dalam jaringan otak.

f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah: pada CVA akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.

27
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri

9. PENATALAKSANAAN

Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa


terapi farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke
iskemik, terapi bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak,
membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosi lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada
stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder dengan
mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2019).
a. Farmakologis
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
b. Non Farmakologis

Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses pemulihan
kondisi pasca stroke :
1) Terapi Wicara

28
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara, maupun
mengerti kembali kata – kata (Farida & Amalia, 2011).
2) Fisioterapi

Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi


stroke stadium akut bertujuan untuk :
a) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama
b) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus
c) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
d) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
e) Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional
c. Faktor lain
1) Akupuntur

Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara


memasukkan jarum dititik-titk tertentupada tubuh penderita stroke.
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari (Farida &
Amalia, 2011).
2) Terapi Ozon

Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah ke


otak, membuka dan mencegah penyempitan pembuluh darah otak,
mencegah kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen,
merehabilitasi pasien pasca serangan stroke agar fungsi organ tubuh
yang terganggu dapat pulih kembali, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, serta mengendalikan kadar kolestrol dan tekanan darah
(Farida & Amalia, 2011)
3) Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)

Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh


darah agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus sehingga

29
tidak menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan-sumbatan baru
ditempat lain. Terapi sonolisis ini dilakukan dengan teknik
ultrasound dan tanpa menggunakan obat-obatan .

4) Hidroterapi

Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi gangguan saraf


motorik pasien pascastroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat yang
membuat tubuh bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran darah
dengan melebarnya pembuluh darah, dan memberikan
ketenangan.kolam hidroterapi memungkinkan pasien untuk berlatih
menggerakan anggota tubuh tanpa resiko cedera akibat terjatuh
(Farida & Amalia, 2011).

10. KOMPLIKASI
a. Berhubungan dengan imobilisasi
1) Infeksi pernafasan
2) Timbulnya rasa nyeri pada daerah yang tertekan.
3) Konstipasi
4) Tromboflebitis
b. Berhubungan dengan mobilisasi
1) Nyeri pada daerah punggung
2) Dislokasi sendi
3) Hambatan mobilitas fisik

30
c. Berhubungan dengan kerusakan otak
1) Epilepsi
2) Sakit kepala
3) Kraniotomi
4) Hidrocefalus

31
DAFTAR PUSTAKA
Howard. K. Butcher. 2017. Nursing Intervention Classification (NIC)
Ed. 6. England : Elsevier.
Hudak & Gallo. 2018. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik
Ed. VIII. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Pearce, C. Evelyn. 2018. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Powers, J. William. et. al. 2018. AHA/ASA Guidline : 2018 Guidlines
for the Early Management of Patient With Acute Ischemic Stroke.
America : American Heart Association. Inc.
Smeltzer, S. C. & Bare. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart Ed. 12. Alih bahasa Devi Yulianti, Amelia Kimi. Jakarta :
EGC.
Sue Moorhead. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. 6.
England : Elsevier.
T. Heather Herdman. 2019. Diagnosis Keperawatan (Definisi &
Klasifikasi) Ed. 5. Jakarta : EGC.

32
ASKEP SECARA TEORI
Pengkajian
1. Anamnese :
Identitas : Meliputi nama, alamat, jenis kelamin Biodata orang tuaperlu
dipertanyakan untuk mengetahui status social meliputi nama,umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan alamat.
2. Keluhan Utama :
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsive
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif
dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien seperti
pemakaian obat anti hipertensi, anti lipidemia, penghambat beta dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Data Subyektif

33
a. Pasien mengeluh tidak bisa bergerak dan kaku
b. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
6. Data Obyektif
a. Pemeriksaan fisik ( head to toe )
Pemeriksaan FisikSetelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yangterarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran
compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

34
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salahsatu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
b. Pemeriksaan Penunjang

35
Menurut AHA/ASA Guideline (2013):
1) NECT and Contrast-Enhanced CT Scans of the Brain

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
2) MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar


terjadinya perdarahan otak,mendeteksi aterosklerosi (penyempitan atau
pengerasan pembuluh darah). Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
3) CT Angiography

Tindakan evaluasi non invasive untuk melihat pembuluh yang terjadi oklusi
atau stenosis yang diakibatkan oleh iskemik stroke.
4) MR Angiography

Merupakan kombinasi MRI untuk melihat pembuluh intra kranial


5) Laboraturium

7. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik b.d kekauan sendi
b. Ganguan komukiasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
c. Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien
8. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
SLKI SIKI
o Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas fisik
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
mobilitas fisik - Kekuatan
b/d kekauan otot Observasi
sendi (Meningkat) - Identifikasi adanya nyeri

- Kekakuan atau keluhan fisik lainnya

sendi - Identifikasi toleransi fisik

36
(menurun) melakukan pergerakan

- Kelemahan - Monitor kondisi umum

fisik selama melakukan

(menurun) mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dari
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobolisasi dini
2. Ganguan Komunikasi verbal Promosi komunikasi (defisit
komukiasi - Kemampuan bicara)
verbal b.d berbicara Observasi
(meningkat) - Monitor proses kognitif,
penurunan
anatomis, dan fisiologis
sirkulasi - Kemampuan
yang berkaitan dengan
serebral mendengar
bicara( mis, memori,,
(meningkat)
pendengaran dan bahasa)
- Pemahaman - Monitor frustasi marah,
komunikasi depresi, atau hal lain yang
(membaik) menganggu bicara
Terpeutik
- Gunakan metode
kounikasi alternatif (mis,
menulis, mata berkedip,

37
papan komunikasi degan
gambar dan huruf, isyarat
tangan dan computer)

- Sesuaikann gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis, berdiri
didepan pasien, bicaralah
dengan perlahan sambil
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis atau meminta
bantuan untuk memahami
ucapan pasien)

- Ulangi apa yang


disampaikan pasien

- Berikan dukungan
psikologis Edukasi

- Anjurkan berbicara
perlahan

Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapi
Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen Nutrisi
- Porsi makan yang
b.d ketidak Observasi
dihabiskan
mampuan
- Identifikasi status nutrisi
( menurun)
mengabsorpsi
- Kekuatan otot - Identifikasi makanan
nutrien
mengunyah yang disukai
( meningkat)
- Identifikasi kebutuhan

38
- Frekuensi makan
kalori dan jenis nutrient
(membaik)
Terapeutik
- Sajikan makanan secara
menarik
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri )

39

Anda mungkin juga menyukai