Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Tugas Masyarakat Hindu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Nama : I Gusti Agung Krisna Swadistana

TUGAS NIM : 2118011037


Topik : Masyarakat Hindu Prodi : Kedokteran
Hari/Tanggal : Rabu, 13 Oktober 2021

Pengantar
Masyarakat Hindu membagi profesi manusia menjadi empat, dan dikenal sebagai Catur Warna.
Keempat golongan tersebut adalah Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Golongan Brahmana
memiliki tugas dalam bidang pendidikan dan keagamaan, seperti memimpin upacara keagamaan
dan membimbing masyarakat agar memahami ajaran agamanya. Golongan Ksatria adalah tokoh
masyarakat. Golongan ini menekuni bidang pemerintahan dan administrasi negara. Mereka
adalah para bangsawan, tentara, dan raja yang akan menjamin ketertiban, keamanan, dan
keselamatan warga negaranya. Mereka juga adalah penegak hukum yang bertugas menegakkan
keadilan bagi masyarakat. Golongan Waisya adalah golongan yang identik dengan pedagang dan
pebisnis. Golongan inilah yang memiliki kewajiban menciptakan kemakmuran masyarakat.
Terakhir, golongan keempat adalah kaum Sudra, yang bertugas menyediakan tenaga untuk
menyukseskan tujuan bersama yang diemban oleh ketiga golongan lainnya.

Masalah:
1. Menurut pandangan Anda, apakah Warna dalam Catur Warna diwarisi dari orang tua, atau
sebaliknya harus diperjuangkan? Jelaskan! Lengkapi jawaban Anda dengan sumber sloka
yang bisa diambil dari Bhagavadgita.
2. Carilah dalam Sarasamuscaya, apa sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh masing-
masing Warna tersebut?
3. Apakah perbedaan antara Warna dengan Kasta? Jelaskan! Lengkapi jawaban Anda dengan
Bhisama PHDI tentang Catur Warna!
4. Jelaskan dampak Kasta terhadap masyarakat Hindu, apakah menguntungkan atau
merugikan?
5. Di Bali dikenal adanya Wangsa, apakah Wangsa tersebut lebih mendekati sistem Warna atau
sistem Kasta? Menurut pandangan Anda, apa untung ruginya keberadaan Wangsa di Bali?

Selesai

1. Menurut sloka Bhagavadgītā IV.13 yaitu


"cātur-varṇya mayā sṛṣṭaḿ
guṇ -karma-vibhāgaśaḥ
tasya kartāram api māḿ
viddhy akartāram avyayam,"
Artinya :
"Catur Varna aku ciptakan menurut pembagian dari guna dan karma (sifat dan pekerjaan).
Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah aku mengatasi gerak dan perubahan".
Dalam agama hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Meskipun seseorang
lahir dalam keluarga sudra ataupun waisya, apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga
menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana. Jadi status seseorang tidak
didapat semenjak dia lahir, melainkan setelah ia menekuni suatu profesi atau keahlian di bidang
tertentu (perjuangan).
Beberapa tokoh adat memberikan pandangan tentang tingkatan tersebut yang bukan dipandang
berdasarkan kelahiran, namun profesi dan kemampuan. Hal ini merupakan sebuah prestasi atau
pencapaian leluhur di jaman dahulu, dimana yang berkedudukan sebagai pendeta merupakan
golongan Brahmana, sedangkan para Raja atau yang duduk di tampuk pemerintahan dianggap
sebagai ksatrya, begitupula dengan waisya dan sudra yang memiliki tugas sebagai pedagang dan
pelayan dari ketiga jabatan di atas. Sistem warna inilah yang seharusnya diturunkan kepada anak
cucunya karena sesuai dengan ajaran dalam Veda. Penggambaran keempat warna ini bahkan
telah ada pada zaman Veda, Brahmana dan Upanisad namun menjadi bias seiring perkembangan
jaman ketika sekelompok kepentingan tersebut masuk di dalamnya.

2. Sarasamuscaya sloka 63 menguraikan kewajiban-kewajiban umum yang berlaku untuk semua


Varna. Kewajiban-kewajiban itu sebagai berikut:

"Arjavam cānrśamsyam ca damāś,


cendriyagrahah.
Esa sādhārano dhramaś Catur varnye
brawіmmanuh,"

"Nyāng ulah pasādhāranan sang Catur Varna, ārjawa, si duga-duga bener, anrcansya, tan
nrcansya, nrçansya ngaraning ātmasukhapara, tan arimbawa ri laraning len, yawat mamuhara
sukha ryawaknya, yatika nrçansya ngaranya, gatining tan mangkana, anŗçansya ngarnika dama,
tumangguhana awaknya, indriyanigraha, hmrta indriya, nahan tang prawrtti pāt, pasadharanan
sang Catur varna, ling Bhatara Manu".

Terjemahan:

"Inilah perilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan, Arjawa, jujur dan terus terang.
Anrcangsya, artinya tidak nrcangsya. Nrcangsya maksudnya mementingkan diri sendiri tidak
menghiraukan kesusahan orang lain, hanya mementingkan segala yang menimbulkan
kesenangan bagi dirinya, itulah disebut nrcangsya, tingkah laku yang tidak demikian anrcangsya
namanya; dama artinya dapat menasehati diri sendiri; indriyanigraha mengekang hawa nafsu,
keempat perilaku itulah yang harus dibiasakan oleh sang Catur Varna, demikian sabda Bhatara
Manu".

3. Dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali, dikenal adanya sistem pengelompokan


masyarakat yang disebut dengan catur warna dan catur wangsa. Sistem pengelompokan
masyarakat ini, mulai dikenal oleh masyarakat Bali sejak masuknya pengaruh Agama Hindu di
Bali. Meskipun demikian, dalam perkembangannya terdapat kerancuan dalam masyarakat yang
cenderung menyamakan catur warna dengan catur wangsa. Dalam Bhisama PHDI tentang Catur
Warna, pada penetapan pertama yaitu Catur Varna adalah ajaran agama Hindu tentang
pembagian tugas dan kewajiban masyarakat atas "guna" dan "Kama" dan tidak terkait dengan
Kasta atau Wangsa. Sesungguhnya kasta merupakan salah satu taktik dari penjajah pada masa
kolonial Belanda yang mencoba untuk mempengaruhi dan memecah belah persatuan dan
kesatuan masyarakat Bali, sehingga mudah untuk ditaklukan. Kasta bersifat vertikal yang
menilai posisi tinggi dan rendah, sedangkan catur warna bersifat horizontal dengan derajat sama.
Hal ini yang menyebabkan istilah catur wangsa sering disalahartikan dengan kasta yang terkait
dengan keturunan atau ras.

4. Dengan adanya perlakuan vertikal terhadap masing-masing golongan dalam sistem Kasta dari
sudra yang terendah sampai Brahmana yang tertinggi menyebabkan perkawinan beda kasta
sangat dihindari. Terjadinya perkawinan beda kasta menyebabkan keluarga yang memiliki status
lebih tinggi akan malu dengan lingkungan sosialnya terutama jika keluarga wanita yang memiliki
kasta lebih tinggi. Masih banyak keluarga- keluarga yang memiliki kasta tinggi tidak mau
menikahkan anaknya dengan orang lain yang memiliki kasta lebih rendah, tentu saja ini
menimbulkan dampak berupa perlakuan yang berbeda antara seseorang dengan orang yang
lainnya berdasarkan status yang dimilikinya, termasuk dalam pendiskriminasian terhadap orang
lain.

5. Catur kasta yang dipahami sebagai wangsa atau garis keturunan, membagi masyarakat
tradisional Bali menjadi kelompok tri wangsa yakni terdiri dari kaum Brahmana keturunan
Danghyang Nirartha, kaum Ksatrya yakni keluarga Dalem Klungkung serta kelompok warga
arya yang datang dari Majapahit, dan Waisya pegawai bawahan kerajaan dan kelompok warga
Bali Kuno yang dianugrahi gelar kebangsawanan oleh Dalem Klungkung. Kelompok masyarakat
tradisional Bali yang tergolong tri wangsa (Brahmana, Ksatrya, dan Waisya) menampati hunian
berturut-turut dengan nama Griya, Puri, dan Jero. Ketiga tempat hunian ini dipahami sebagai
jeroan (hunian sisi dalam), sedangkan tempat tinggal kelompok rakyat biasa disebut Umah, dan
dianggap berada di sisi luar atau jaba, sehingga warganya disebut jaba wangsa yang secara
politis disetarakan dengan Sudra. Didalam Wangsa yaitu seseorang berstatus di dalam
masyarakat oleh kelahiran sangat ditentukan oleh keturunannya (kasta), di model ini bersifat
vertikal. Bagi seorang wanita yang mempunyai wangsa yang lebih tinggi apabila bersanding,
apalagi dengan seorang lelaki yang memiliki wangsa lebih rendah atau disebut dengan jaba,
maka wanita tersebut disebut dengan Nyerod. Masyarakat hendaknya dapat berupaya agar
perkawinan berlainan Wangsa dapat diminimalisir, karena melihat dampak yang ditimbulkan
dari perkawinan tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang melakukannya tetapi juga
kekerabatan dan kerabatnya. Hal ini bukan berarti kita menutup diri terhadap perubahan dan
perkembangan zaman akan tetapi semata-mata demi kedamaian dan keharmonisan dalam
hubungan kemasyarakatan dan untuk masyarakat khususnya generasi muda, janganlah Wangsa
ini dijadikan sebagai bahan pertentangan yang dapat memicu terjadinya konflik, karena hal itu
hanya akan memecah belah rasa persatuan dan kesatuan yang kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai